Anda di halaman 1dari 32

APPENDICITIS

Oleh:
Ahmad Tasnim
BP 1110311033

PRESEPTOR
Dr. H. Arsil Hamzah, Sp.B

BAGIAN SMF ILMU BEDAH


RSUD DR. ACHMAD MUCHTAR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2016
1

BAB I
PENDAHULUAN
Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis.
Appendix merupakan organ tubular yang terletak pada pangkal usus besar yang berada di
perut kanan bawah dan organ ini mensekresikan IgA namun seringkali menimbulkan
masalah bagi kesehatan. Peradangan akut Appendix atau Appendicitis acuta
menyebabkan komplikasi yang berbahaya apabila tidak segera dilakukan tindakan bedah.
Appendicitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan.
Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak umum pada anak
sebelum usia sekolah. Hampir 1/3 anak dengan Appendicitis acuta mengalami perforasi
setelah dilakukan operasi. Meskipun telah dilakukan peningkatan pemberian resusitasi
cairan dan antibiotik yang lebih baik, appendicitis pada anak-anak, terutama pada anak
usia prasekolah masih tetap memiliki angka morbiditas yang signifikan. Diagnosis
Appendicitis acuta pada anak kadang-kadang sulit. Hanya 50-70% kasus yang bisa
didiagnosis dengan tepat pada saat penilaian awal. Angka appendectomy negatif pada
pasien anak berkisar 10-50%. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik
merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosis Appendicitis2.
Semua kasus appendicitis memerlukan tindakan pengangkatan dari Appendix yang
terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy. Apabila tidak
dilakukan tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama disebabkan
karena peritonitis dan syok. Reginald Fitz pada tahun 1886 adalah orang pertama yang
menjelaskan bahwa Appendicitis acuta merupakan salah satu penyebab utama terjadinya
akut abdomen di seluruh dunia 3.
Appendicular infiltrat merupakan komplikasi dari Appendicitis acuta yang terjadi bila
Appendicitis gangrenosa atau mikroperforasi dilokalisir atau dibungkus oleh omentum
dan/atau lekuk usus halus.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI, FISIOLOGI, DAN EMBRIOLOGI APPENDIX
Appendix merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum
dan Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan Appendix
terlihat pada minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada Caecum. Awalnya
Appendix berada pada apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih medial
dekat dengan Plica ileocaecalis. Dalam proses perkembangannya, usus mengalami rotasi.
Caecum berakhir pada kuadran kanan bawah perut. Appendix selalu berhubungan dengan
Taenia caecalis. Oleh karena itu, lokasi akhir Appendix ditentukan oleh lokasi
Caecum.1,2,3

Gambar 1. Appendix vermicularis4)


Vaskularisasi Appendix berasal dari percabangan A. ileocolica. Gambaran histologis
Appendix menunjukkan adanya sejumlah folikel limfoid pada submukosanya. Pada usia
15 tahun didapatkan sekitar 200 atau lebih nodul limfoid. Lumen Appendix biasanya
mengalami obliterasi pada orang dewasa. 1,3

Gambar 2. Potongan transversa Appendix 5


Panjang Appendix pada orang dewasa bervariasi antara 2-22 cm, dengan rata-rata
panjang 6-9 cm. Meskipun dasar Appendix berhubungan dengan Taenia caealis pada
dasar Caecum, ujung Appendix memiliki variasi lokasi seperti yang terlihat pada gambar
di bawah ini. Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi lokasi nyeri perut yang terjadi
apabila Appendix mengalami peradangan. 1,2

Gambar 3. Variasi lokasi Appendix vermicularis1

Awalnya, Appendix dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini,


Appendix dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan
Imunoglobulin terutama

Imunoglobulin A (IgA). Walaupun Appendix merupakan

komponen integral dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT), fungsinya tidak
penting dan Appendectomy tidak akan menjadi suatu predisposisi sepsis atau penyakit
imunodefisiensi lainnya.2
2.2 INSIDENSI
Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur. Namun jarang pada anak kurang
dari satu tahun. Rasio pria : wanita = 1,2-1,3 : 1. 2
2.3 ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
2.3.1 Obstruksi
Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta. Fecalith
merupakan penyebab umum obstruksi Appendix, yaitu sekitar 20% pada anak dengan
Appendicitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi Appendix. Penyebab yang
lebih jarang adalah hiperplasia jaringan limfoid di sub mukosa Appendix, barium yang
mengering pada pemeriksaan sinar X, biji-bijian, gallstone, cacing usus terutama Oxyuris
vermicularis. Reaksi jaringan limfatik, baik lokal maupun generalisata, dapat disebabkan
oleh infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti
Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris.
Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enterik atau sistemik, seperti
measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Insidensi Appendicitis juga meningkat pada
pasien dengan cystic fibrosis. Hal tersebut terjadi karena perubahan pada kelenjar yang
mensekresi mukus. Obstruksi Appendix juga dapat terjadi akibat tumor carcinoid,
khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, corpus
alienum seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya
Appendicitis. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya Appendicitis adalah trauma,
stress psikologis, dan herediter.6
5

Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi.


Fecalith ditemukan pada 40% kasus Appendicitis acuta sederhana, sekitar 65% pada
kasus Appendicitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus Appendicitis acuta
gangrenosa dengan perforasi. 1,2,6,7)

Gambar 3.1. Appendicitis (dengan fecalith) 8)


Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi normal
mukosa Appendix segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada Appendix normal
0,1 mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan meningkatkan tekanan intraluminal
sekitar 60 cmH2O. Distensi merangsang akhiran serabut saraf aferen nyeri visceral,
mengakibatkan nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada perut tengah atau di bawah
epigastrium. 2)
Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari pertumbuhan
bakteri yang cepat di Appendix. Sejalan dengan peningkatan tekanan organ melebihi
tekanan vena, aliran kapiler dan vena terhambat menyebabkan kongesti vaskular. Akan
tetapi aliran arteriol tidak terhambat. Distensi biasanya menimbulkan refleks mual,
muntah, dan nyeri yang lebih nyata. Proses inflamasi segera melibatkan serosa Appendix
dan peritoneum parietal pada regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke
RLQ. 2,6,7 )
Mukosa gastrointestinal termasuk Appendix, sangat rentan terhadap kekurangan
suplai darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui tekanan arteriol, daerah
dengan suplai darah yang paling sedikit akan mengalami kerusakan paling parah. Dengan
6

adanya distensi, invasi bakteri, gangguan vaskuler, infark jaringan, terjadi perforasi
biasanya pada salah satu daerah infark di batas antemesenterik. 1,2,6,7)
Di awal proses peradangan Appendix, pasien akan mengalami gejala gangguan
gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB,
dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis Appendicitis,
khususnya pada anak-anak.6
Distensi Appendix menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral yang
dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri tumpul
di dermatom Th 10. Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual dan muntah
dalam beberapa jam setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah timbul mendahului
nyeri perut, dapat dipikirkan diagnosis lain.6
Appendix yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik bagi
perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi
gangguan aliran limfatik sehingga terjadi oedem yang lebih hebat. Hal-hal tersebut
semakin meningkatan tekanan intraluminal Appendix. Akhirnya, peningkatan tekanan ini
menyebabkan gangguan aliran sistem vaskularisasi Appendix yang menyebabkan
iskhemia jaringan intraluminal Appendix, infark, dan gangren. Setelah itu, bakteri
melakukan invasi ke dinding Appendix; diikuti demam, takikardia, dan leukositosis
akibat pelepasan mediator inflamasi karena iskhemia jaringan. Ketika eksudat inflamasi
yang berasal dari dinding Appendix berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut
saraf somatik akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi Appendix,
khususnya di titik Mc Burneys. Jarang terjadi nyeri somatik pada kuadran kanan bawah
tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal
atau di pelvis, nyeri somatik biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai
peritoneum parietale sebelum terjadi perforasi Appendix dan penyebaran infeksi. Nyeri
pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal dapat timbul di punggung atau pinggang.
Appendix yang berlokasi di pelvis, yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis
dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya.

Inflamasi ureter atau Vesica urinaria akibat penyebaran infeksi Appendicitis dapat
menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine.
Perforasi Appendix akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau peritonitis
difus. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan
kemampuan tubuh pasien berespon terhadap perforasi tersebut. Tanda perforasi Appendix
mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan gejala
peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi,
dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Peritonitis difus lebih sering
dijumpai pada bayi karena bayi tidak memiliki jaringan lemak omentum, sehingga tidak
ada jaringan yang melokalisir penyebaran infeksi akibat perforasi. Perforasi yang terjadi
pada anak yang lebih tua atau remaja, lebih memungkinkan untuk terjadi abscess.
Abscess tersebut dapat diketahui dari adanya massa pada palpasi abdomen pada saat
pemeriksaan fisik.6
Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare sering
dijumpai pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek, akibat iritasi
Ileum terminalis atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess
pelvis.6

2.3.2 Bakteriologi
Flora pada Appendix yang meradang berbeda dengan flora Appendix normal. Sekitar
60% cairan aspirasi yang didapatkan dari Appendicitis didapatkan bakteri jenis anaerob,
dibandingkan yang didapatkan dari 25% cairan aspirasi Appendix yang normal. Diduga
lumen merupakan sumber organisme yang menginvasi mukosa ketika pertahanan mukosa
terganggu oleh peningkatan tekanan lumen dan iskemik dinding lumen. Flora normal
Colon memainkan peranan penting pada perubahan Appendicitis acuta ke Appendicitis
gangrenosa dan Appendicitis perforata. 1,2,7)
Appendicitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus didapatkan
lebih dari 14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang mengalami perforasi. 2)
8

Flora normal pada Appendix sama dengan bakteri pada Colon normal. Flora pada
Appendix akan tetap konstan seumur hidup kecuali Porphyomonas gingivalis. Bakteri ini
hanya terlihat pada orang dewasa. Bakteri yang umumnya terdapat di Appendix,
Appendicitis acuta dan Appendicitis perforasi adalah Eschericia coli dan Bacteriodes
fragilis. Namun berbagai variasi dan bakteri fakultatif dan anaerob dan Mycobacteria
dapat ditemukan. 1,2,7)
Tabel 1. Organisme yang ditemukan pada Appendicitis acuta 2)
Bakteri Aerob dan Fakultatif
Batang Gram (-)

Bakteri Anaerob
Batang Gram (-)

Eschericia coli

Bacteroides fragilis

Pseudomonas aeruginosa

Bacteroides sp.

Klebsiella sp.

Fusobacterium sp.

Coccus Gr (+)

Batang Gram (-)

Streptococcus anginosus

Clostridium sp.

Streptococcus sp.

Coccus Gram (+)

Enteococcus sp.

Peptostreptococcus sp.

Kultur intraperitonal rutin yang dilakukan pada pasien Appendicitis perforata dan non
perforata masih dipertanyakan kegunaannya. Saat hasil kultur selesai, seringkali pasien
telah mengalami perbaikan. Apalagi, organisme yang dikultur dan kemampuan
laboratorium untuk mengkultur organisme anaerob secara spesifik sangat bervariasi.
Kultur peritoneal harus dilakukan pada pasien dengan keadaan imunosupresi, sebagai
akibat dari obat-obatan atau penyakit lain, dan pasien yang mengalami abscess setelah
terapi Appendicitis. Perlindungan antibiotik terbatas 24-48 jam pada kasus Appendicitis
non perforata. Pada Appendicitis perforata, antibiotik diberikan 7-10 hari secara intravena
hingga leukosit normal atau pasien tidak demam dalam 24 jam. Penggunaan irigasi
antibiotik pada drainage rongga peritoneal dan transperitoneal masih kontroversi. 2,6)
2.3.3 Peranan lingkungan: diet dan higiene 7)
Di awal tahun 1970an, Burkitt mengemukakan bahwa diet orang Barat dengan
kandungan serat rendah, lebih banyak lemak, dan gula buatan berhubungan dengan
9

kondisi tertentu pada pencernaan. Appendicitis, penyakit Divertikel, carcinoma


Colorectal lebih sering pada orang dengan diet seperti di atas dan lebih jarang diantara
orang yang memakan makanan dengan kandungan serta lebih tinggi. Burkitt
mengemukakan bahwa diet rendah serat berperan pada perubahan motilitas, flora normal,
dan keadaan lumen yang mempunyai kecenderungan untuk timbul fecalith.
2.4 MANIFESTASI KLINIS
2.4.1 Gejala Klinis
Gejala Appendicitis acuta umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai dengan
nyeri perut yang didahului anoreksia.12,13 Gejala utama Appendicitis acuta adalah nyeri
perut. Awalnya, nyeri dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu menetap, kadang
disertai kram yang hilang timbul. Durasi nyeri berkisar antara 1-12 jam, dengan rata-rata
4-6 jam. Nyeri yang menetap ini umumnya terlokalisasi di RLQ. Variasi dari lokasi
anatomi Appendix berpengaruh terhadap lokasi nyeri, sebagai contoh; Appendix yang
panjang dengan ujungnya yang inflamasi di LLQ menyebabkan nyeri di daerah tersebut,
Appendix di daerah pelvis menyebabkan nyeri suprapubis, retroileal Appendix dapat
menyebabkan nyeri testicular.

1,2,3,7,8

Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi Appendix, biasanya


suhu naik hingga 38oC. Tetapi pada keadaan perforasi, suhu tubuh meningkat hingga >
39oC. Anoreksia hampir selalu menyertai Appendicitis. Pada 75% pasien dijumpai
muntah yang umumnya hanya terjadi satu atau dua kali saja. Muntah disebabkan oleh
stimulasi saraf dan ileus. Umumnya, urutan munculnya gejala Appendicitis adalah
anoreksia, diikuti nyeri perut dan muntah. Bila muntah mendahului nyeri perut, maka
diagnosis Appendicitis diragukan.

2,8

Muntah yang timbul sebelum nyeri abdomen

mengarah pada diagnosis gastroenteritis.


Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak
pasien yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada beberapa
pasien terutama anak-anak.

2,3,8

Diare dapat timbul setelah terjadinya perforasi

Appendix.12,13
10

Tabel 1. Gejala Appendicitis acuta 9)


Gejala*

Frekuensi (%)

Nyeri perut
Anorexia
Mual
Muntah
Nyeri berpindah
Gejala
sisa

100
100
90
75
50
klasik

(nyeri

periumbilikal

kemudian

anorexia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke RLQ kemudian 50


demam yang tidak terlalu tinggi)
*-- Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam

Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya ditentukan
apakah akan dilakukan Appendectomy. Setelah Appendectomy, dilakukan pemeriksaan
PA terhadap jaringan Appendix dan hasil PA diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu
radang akut dan bukan radang akut.11)
Tabel 2. Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis.2
Gejala Klinik
Adanya migrasi nyeri
Anoreksia
Mual/muntah
Nyeri RLQ
Nyeri lepas
Febris
Leukositosis
Shift to the left

Value
Gejala
1
1
1
Tanda
2
1
1
Lab
2
1
Total poin
10
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan
bedah sebaiknya dilakukan.2
11

Gejala Appendicitis yang terjadi pada anak dapat bervariasi, mulai dari yang
menunjukkan kesan sakit ringan hingga anak yang tampak lesu, dehidrasi, nyeri lokal
pada perut kanan bawah, bayi yang tampak sepsis. Pasien dengan peritonitis difus
biasanya bernafas mengorok. Pada beberapa kasus yang meragukan, pasien dapat
diobservasi dulu selama 6 jam. Pada penderita Appendicitis biasanya menunjukkan
peningkatan nyeri dan tanda inflamasi yang khas.12,13
Pada pemeriksaan fisik, perubahan suara bising usus berhubungan dengan tingkat
inflamasi pada Appendix. Hampir semua pasien merasa nyeri pada nyeri lokal di titik Mc
Burneys. Tetapi pasien dengan Appendix retrocaecal menunjukkan gejala lokal yang
minimal. Adanya psoas sign, obturator sign, dan Rovsings sign bersifat konfirmasi
dibanding diagnostik. Pemeriksaan rectal toucher juga bersifat konfirmasi dibanding
diagnostik, khususnya pada pasien dengan pelvis abscess karena ruptur Appendix.12
Diagnosis Appendicitis sulit dilakukan pada pasien yang terlalu muda atau terlalu tua.
Pada kedua kelompok tersebut, diagnosis biasanya sering terlambat sehingga
Appendicitisnya telah mengalami perforasi. Pada awal perjalanan penyakit pada bayi,
hanya dijumpai gejala letargi, irritabilitas, dan anoreksia. Selanjutnya, muncul gejala
muntah, demam, dan nyeri.13
2.4.2 Tanda Klinis
Anak-anak dengan Appendicitis biasanya lebih tenang jika berbaring dengan gerakan
yang minimal. Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak, pada akhirnya jarang
didiagnosis sebagai Appendicitis, kecuali pada anak dengan Appendicitis letak
retrocaecal. Pada Appendicitis letak retrocaecal, terjadi perangsangan ureter sehingga
nyeri yang timbul menyerupai nyeri pada kolik renal.6
Penderita Appendicitis umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada paha kanan,
karena pada sikap itu Caecum tertekan sehingga isi Caecum berkurang. Hal tersebut
akan mengurangi tekanan ke arah Appendix sehingga nyeri perut berkurang. 6

12

Gambar 4. Posisi yang dilakukan untuk mengurangi nyeri perut10)


Appendix umumnya terletak di sekitar McBurney. Namun perlu diingat bahwa letak
anatomis Appendix sebenarnya dapat pada semua titik, 360 o mengelilingi pangkal
Caecum. Appendicitis letak retrocaecal dapat diketahui dari adanya nyeri di antara costa
12 dan spina iliaca posterior superior. Appendicitis letak pelvis dapat menyebabkan nyeri
rectal.6
Secara teori, peradangan akut Appendix dapat dicurigai dengan adanya nyeri pada
pemeriksaan rektum (Rectal toucher). Namun, pemeriksaan ini tidak spesifik untuk
Appendicitis. Jika tanda-tanda Appendicitis lain telah positif, maka pemeriksaan rectal
toucher tidak diperlukan lagi.6
Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik: 10

Rovsings sign
Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan iritasi
peritoneum. Sering positif pada Appendicitis namun tidak spesifik.

Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut pasien dan
tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien digerakkan
dalam arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menggambarkan kekakuan
musculus psoas kanan akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal dari
peradangan Appendix. Manuver ini tidak bermanfaat bila telah terjadi rigiditas
abdomen.

13

Gambar 5. Dasar anatomis terjadinya Psoas sign 10

Obturator sign
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki kanan
pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa memposisikan
sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam posisi endorotasi
kemudian eksorotasi. Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di hipogastrium saat
eksorotasi. Nyeri pada manuver ini menunjukkan adanya perforasi Appendix, abscess
lokal, iritasi M. Obturatorius oleh Appendicitis letak retrocaecal, atau adanya hernia
obturatoria.

Gambar 6. Cara melakukan Obturator sign10)

14

Gambar 7. Dasar anatomis Obturator sign10)

Blumbergs sign (nyeri lepas kontralateral)


Pemeriksa menekan di LLQ kemudian melepaskannya. Manuver ini dikatakan positif
bila pada saat dilepaskan, pasien merasakan nyeri di RLQ.

Wahls sign
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat dilakukan
perkusi di RLQ, dan terdapat penurunan peristaltik di segitiga Scherren pada
auskultasi.

Baldwins test
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat tungkai
kanannya ditekuk.

Defence musculare
Defence musculare bersifat lokal sesuai letak Appendix.

Nyeri pada daerah cavum Douglasi


Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abscess di cavum Douglasi
atau Appendicitis letak pelvis.

Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral

Dunphys sign (nyeri ketika batuk)

15

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


2.5.1 Laboratorium2,3,6,7)
Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm 3, biasanya didapatkan pada
keadaan akut, Appendicitis tanpa komplikasi dan sering disertai predominan
polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal tidak ditemukan shift
to the left pergeseran ke kiri, diagnosis Appendicitis acuta harus dipertimbangkan. Jarang
hitung jenis sel darah putih lebih dari 18.000/ mm 3 pada Appendicitis tanpa komplikasi.
Hitung jenis sel darah putih di atas jumlah tersebut meningkatkan kemungkinan
terjadinya perforasi Appendix dengan atau tanpa abscess.
CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis oleh hati
sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai meningkat antara 612 jam inflamasi jaringan.
Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP 8 mcg/mL, hitung leukosit 11000,
dan persentase neutrofil 75% memiliki sensitivitas 86%, dan spesifisitas 90.7%.
Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari saluran
kemih. Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari iritasi Urethra atau
Vesica urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi Appendix, pada Appendicitis
acuta dalam sample urine catheter tidak akan ditemukan bakteriuria.
2.5.2.Ultrasonografi1,2,6,7)
Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis Appendicitis.
Appendix diidentifikasi/ dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur, bagian usus yang
nonperistaltik yang berasal dari Caecum. Dengan penekanan yang maksimal, Appendix
diukur dalam diameter anterior-posterior. Penilaian dikatakan positif bila tanpa kompresi
ukuran anterior-posterior Appendix 6 mm atau lebih. Ditemukannya appendicolith akan
mendukung diagnosis. Gambaran USG dari Appendix normal, yang dengan tekanan
ringan merupakan struktur akhiran tubuler yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan
menyingkirkan diagnosis Appendicitis acuta. Penilaian dikatakan negatif bila Appendix
tidak terlihat dan tidak tampak adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis
Appendicitis acuta tersingkir dengan USG, pengamatan singkat dari organ lain dalam
rongga abdomen harus dilakukan untuk mencari diagnosis lain. Pada wanita-wanita usia
16

reproduktif, organ-organ panggul harus dilihat baik dengan pemeriksaan transabdominal


maupun endovagina agar dapat menyingkirkan penyakit ginekologi yang mungkin
menyebabkan nyeri akut abdomen. Diagnosis Appendicitis acuta dengan USG telah
dilaporkan sensitifitasnya sebesar 78%-96% dan spesifitasnya sebesar 85%-98%. USG
sama efektifnya pada anak-anak dan wanita hamil, walaupun penerapannya terbatas pada
kehamilan lanjut.
USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada pemakai.
Penilaian positif palsu dapat terjadi dengan ditemukannya periappendicitis dari
peradangan sekitarnya, dilatasi Tuba fallopi, benda asing (inspissated stool) yang dapat
menyerupai appendicolith, dan pasien obesitas Appendix mungkin tidak tertekan karena
proses inflamasi Appendix yang akut melainkan karena terlalu banyak lemak. USG
negatif palsu dapat terjadi bila Appendicitis terbatas hanya pada ujung Appendix, letak
retrocaecal, Appendix dinilai membesar dan dikelirukan oleh usus kecil, atau bila
Appendix mengalami perforasi oleh karena tekanan.

Gambar 3.7.Ultrasonogram pada potongan longitudinal Appendicitis 10)


2.5.3. Pemeriksaan radiologi1,2,6,7)
Foto polos abdomen jarang membantu diagnosis Appendicitis acuta, tetapi dapat
sangat bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada pasien Appendicitis
acuta, kadang dapat terlihat gambaran abnormal udara dalam usus, hal ini merupakan
temuan yang tidak spesifik. Adanya fecalith jarang terlihat pada foto polos, tapi bila
17

ditemukan sangat mendukung diagnosis. Foto thorax kadang disarankan untuk


menyingkirkan adanya nyeri alih dari proses pneumoni lobus kanan bawah.
Teknik radiografi tambahan meliputi CT Scan, barium enema, dan radioisotop
leukosit. Meskipun CT Scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat daripada USG, tapi
jauh lebih mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT Scan diperiksa terutama
saat dicurigai adanya Abscess appendix untuk melakukan percutaneous drainage secara
tepat.
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema tergantung pada penemuan yang
tidak spesifik akibat dari masa ekstrinsik pada Caecum dan Appendix yang kosong dan
dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara 50-48 %. Pemeriksaan radiografi
dari pasien suspek Appendicitis harus dipersiapkan untuk pasien yang diagnosisnya
diragukan dan tidak boleh ditunda atau diganti, memerlukan operasi segera saat ada
indikasi klinis.

Gambar 3.8. Gambaran CT Scan abdomen: Appendicitis perforata


dengan abscess dan kumpulan cairan di pelvis1)

18

Gambar 3.9. Gambaran CT Scan abdomen: Penebalan Appendix


(panah) dengan appendicolith1)

Tabel 3. Perbandingan USG dan CT Scan Appendix pada Appendicitis10)


USG

CT Scan Appendix

Sensitivitas

85%

90-100%

Spesifitas

92%

95-97%

Penggunaan

Evaluasi pasien pada


pasien Appendicitis
Aman
Relatif murah
Dapat menyingkirkan
penyakit pelvis pada
wanita
Lebih baik pada anak-anak
Tergantung operator
Secara teknik tidak
adekuat dalam menilai gas
Nyeri

Evaluasi pasien pada


pasien Appendicitis
Lebih akurat
Lebih baik dalam
mengidentifikasi Appendix
normal, phlegmon dan
abscess

Keuntungan

Kerugian

19

Mahal
Radiasi ionisasi
Kontras

2.6 KOMPLIKASI
1. Perforasi
2. Peritonitis
3. Appendicular infiltrat
2.7 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien Appendicitis acuta yaitu 1,2,3,6,7)
1. Pemasangan infus dan pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis
dehidrasi atau septikemia.
2. Puasakan pasien, jangan berikan apapun per oral
3. Pemberian obat-obatan analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah.
4. Pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.
5. Pertimbangkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita usia subur dan
didapatkan beta-hCG positif secara kualitatif.
Bila dilakukan pembedahan, terapi pada pembedahan meliputi; antibiotika profilaksis
harus diberikan sebelum operasi dimulai pada kasus akut, digunakan single dose dipilih
antibiotika yang bisa melawan bakteri anaerob.
Teknik operasi Appendectomy 1,2,6,8):
a. Open Appendectomy
1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.
2. Dibuat sayatan kulit:
Horizontal

Oblique

20

3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara:


a.

Pararectal/ Paramedian
Sayatan/ incisi pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot disisihkan
ke medial. Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M. rectus abdominis
karena fascianya ada 2 agar tidak tertinggal pada waktu penjahitan. Bila yang
terjahit hanya satu lapis fascia saja, dapat terjadi hernia cicatricalis.

sayatan
M.rectus abd.

M.rectus abd.
ditarik ke medial

2 lapis

b.

Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting


Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot.
1) Incisi apponeurosis M. Obliquus abdominis externus dari lateral atas ke
medial bawah.

21

Keterangan gambar:
Satu incisi kulit yang rapi dibuat dengan perut mata pisau. Incisi kedua
mengenai jaringan subkutan sampai ke fascia M. Obliquus abdominis
externus.
2) Splitting M. Obliquus abdominis internus dari medial atas ke lateral
bawah.

Keterangan gambar:
Dari tepi sarung rektus, fascia tipis M. obliquus internus diincisi searah
dengan seratnya ke arah lateral.
3) Splitting M. transversus abdominis arah horizontal.

Keterangan gambar:

22

Pada saat menarik M. obliquus internus hendaklah berhati-hati agar tak


terjadi trauma jaringan. Dapat ditambahkan, bahwa N. iliohipogastricus
dan pembuluh yang memperdarahinya terletak di sebelah lateral di antara
M. obliquus externus dan internus. Tarikan yang terlalu keras akan
merobek pembuluh dan membahayakan saraf.
4. Peritoneum dibuka.

Keterangan gambar:
Kasa Laparatomi dipasang pada semua jaringan subkutan yang terpapar.
Peritoneum sering nampak meradang, menggambarkan proses yang ada di
bawahnya. Secuil peritoneum angkat dengan pinset. Yang nampak di sini ialah
pinset jaringan De Bakey. Asisten juga mengangkat dengan cara yang sama pada
sisi di sebelah dokter bedah. Dokter bedah melepaskan pinset, memasang lagi
sampai dia yakin bahwa hanya peritoneum yang diangkat.
5. Caecum dicari kemudian dikeluarkan kemudian taenia libera ditelusuri untuk
mencari Appendix. Setelah Appendix ditemukan, Appendix diklem dengan klem
Babcock dengan arah selalu ke atas (untuk mencegah kontaminasi ke jaringan
sekitarnya).
Appendix dibebaskan dari mesoappendix dengan cara:
Mesoappenddix ditembus dengan sonde kocher dan pada kedua sisinya, diklem,
kemudian dipotong di antara 2 ikatan.

23

Keterangan gambar:
Appendix dengan hati-hati diangkat agar mesenteriumnya teregang. Klem
Babcock melingkari appenddix dan satu klem dimasukkan lewat mesenterium
seperti pada gambar. Cara lainnya ialah dengan mengklem ujung bebas
mesenterium di bawah ujung appenddix. Appendix tak boleh terlalu banyak
diraba dan dipegang agar tidak menyebarkan kontaminasi.
6. Appendix di klem pada basis (supaya terbentuk alur sehingga ikatan jadi lebih
kuat karena mukosa terputus sambil membuang fecalith ke arah Caecum). Klem
dipindahkan sedikit ke distal, lalu bekas klem yang pertama diikat dengan benang
yang diabsorbsi (supaya bisa lepas sehingga tidak terbentuk rongga dan bila
terbentuk pus akan masuk ke dalam Caecum).

7. Appendix dipotong di antara ikatan dan klem, puntung diberi betadine.

24

8. Perawatan puntung Appendix dapat dilakukan dengan cara:


a.

Dibuat jahitan tabak sak pada Caecum, puntung Appendix diinversikan ke


dalam Caecum. Tabak sak dapat ditambah dengan jahitan Z.

b.

Puntung dijahit saja dengan benang yang tidak diabsorbsi. Resiko


kontaminasi dan adhesi.

c.

Bila prosedur a+b tidak dapat dilaksanakan, misalnya bila puntung rapuh,
dapat dilakukan penjahitan 2 lapis seperti pada perforasi usus.

9. Bila no.7 tidak dapat dilakukan, maka Appendix dipotong dulu, baru dilepaskan
dan mesenteriolumnya (retrograde).
10. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
b. Laparoscopic Appendectomy
Laparoscopy dapat dipakai sebagai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien
dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopy sangat berguna
untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah. Dengan

25

menggunakan laparoscope akan mudah membedakan penyakit akut ginekologi dari


Appendicitis acuta.1)

Gambar 3.10. Posisi operasi Laparoscopic Appendectomy 1)


2.9 KOMPLIKASI POST OPERASI 1)
1. Fistel berfaeces Appendicitis gangrenosa, maupun fistel tak berfaeces; karena
benda asing, tuberculosis, Aktinomikosis.
2. Hernia cicatricalis.
3. Ileus
4. Perdarahan dari traktus digestivus: kebanyakan terjadi 2427 jam setelah
Appendectomy, kadangkadang setelah 1014 hari. Sumbernya adalah echymosis
dan erosi kecil pada gaster dan jejunum, mungkin karena emboli retrograd dari
sistem porta ke dalam vena di gaster/ duodenum.
2.10 PROGNOSIS 2)
Mortalitas dari Appendicitis di USA menurun terus dari 9,9% per 100.000 pada tahun
1939 sampai 0,2% per 100.000 pada tahun 1986. Faktor- faktor yang menyebabkan
penurunan secara signifikan insidensi Appendicitis adalah sarana diagnosis dan terapi,
26

antibiotika, cairan i.v., yang semakin baik, ketersediaan darah dan plasma, serta
meningkatnya persentase pasien yang mendapat terapi tepat sebelum terjadi perforasi.

LAPORAN KASUS

Nama

: Tn. R

Umur

: 16 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Pekerjaan

: Pelajar

1. Anamnesis
Keluhan utama
-

Nyeri perut kanan bawah sejak 12 jam SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

27

Nyeri perut kanan bawah sejak 12 jam SMRS. Awalnya nyeri dirasakan pada
disekitar pusat, kemudian berpindah kekanan bawah, dan menetap sejak 12 jam

SMRS, nyeri dirasakan terus menerus, bertambah dengan batuk dan pergerakan
Mual ada, muntah ada sebanyak 5 kali, isi makanan, tidak menyemprot, dengan

jumlah setengah gelas.


Nafsu makan menurun
Demam tidak ada
Flatus ada
Bab dan Bak dalam batas normal

Riwayat Penyakit Dahulu


-

Tidak pernah nyeri perut seperti ini sebelumnya

Riwayat penyakit keluarga


-

Tidak ada anggota keluarga mengalami penyakit yang sama

2. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum

: Sakit Sedang

- Nadi

: 102 x/

- Kesadaran

: CMC

- Nafas

: 22x/

- Tekanan darah

: 120/80 mmHg

- Suhu

: 37 0C

Kulit

: warna sawo matang, hipo/hiperpigmentasi (-)

Kepala

: normocephal

Rambut

: hitam, tidak mudah dicabut

Mata

: konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Telinga

: tidak ada kelainan

Hidung

: deviasi (-), secret (-)

Tenggorokan

: faring tidak hiperemis

Gigi dan mulut

: caries (-)

Leher

: tidak ada pembesaran KGB

Thorak

: cor dan pulmo dalam batas normal

Perut

: inspeksi
Palpasi

: distensi (-)
: NT (+), NL (+) diperut kanan bawah
DM (+)

Perkusi

: timpani

Auskultasi

: BU (+) Normal
28

Punggung

: NT (-), NK (-) di CVA

Anggota gerak

: akral hangat

RT

: Anus

:tenang

Spinter

: tonus (+) melemah

Mukosa

: licin

Ampula

: lapang, massa tidak ada, darah tidak ada, feses ada

Pemeriksaan khusus :- Rovsing Sign (+)


- Obturator Sign (+)
- Psoas Sign (+)
Pemeriksaan Laboratorium
Hemoglobin

: 14,7 g/dL

Leukosit

: 5110

Trombosit

:206000

Diff Count

: 1/0/81/10/6

Ht

: 42,1 %

Pemeriksaan Penunjang
-

Rontgen Abdomen

29

Diagnosa Kerja

: Peritonitis ec Appendicitis akut

Rencana

: Appendiktomy emergency

Pengobatan

: Ivfd RL 28 tts/menit
inj Cefepim 2x1 gr
Inf metronidazole 3 x500 mg
Inj ranitidin 2x 25 mg
Inj ketorolac 3 x 1 ampA

Loporan Operasi

1. Os dalam posisi supine dalam spinal


2. Desinfeksi lapangan operasi
3. Insisi transfers di titik Mc.Burney, buka kutis, subkutis, fascia, buka Muscle buka
peritoneum, keluar pus 10cc, identifikasi secum tampak appendiks dipelvis
dengan ukuran 7x1 cm dengan mikroperforasi di proximal.
4. Lakukan appendiktomy
5. Tutup luka operasi, jahit luka lapis demi lapis
30

6. Ok selesai
Diagnosa Post Operasi

: peritonitis ec appendicitis mikroperforasi

Terapi lanjut

: Ivfd RL 28 tts/menit
inj Cefepim 2x1 gr
Inf metronidazole 3 x500 mg
Inj ranitidin 2x 25 mg
Inj ketorolac 3 x 1 ampA

DAFTAR PUSTAKA
31

1. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. In: Sabiston Texbook of Surgery. 17th
edition. Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Philadelphia:
Elsevier Saunders. 2004: 1381-93
2. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartzs Principles of Surgery Volume 2.
8th edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG,
Pollock RE. New York: McGraw Hill Companies Inc. 2005:1119-34
3. Way LW. Appendix. In: Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11 edition. Ed:Way
LW. Doherty GM. Boston: McGraw Hill. 2003:668-72
4. Human Anatomy 205. Retrieved at October 20 th 2011 From: http://www
.talkorigins.org/faqs/vestiges/vermiform_Appendix.jpg
5. Ellis H, Nathanson LK. Appendix and Appendectomy. In : Maingots Abdominal
Operations Vol II. 10th edition. Ed: Zinner Mj, Schwartz SI, Ellis H, Ashley SW,
McFadden DW. Singapore: McGraw Hill Co. 2001: 1191-222
6

Soybel DI. Appedix In: Surgery Basic Science and Clinical Evidence Vol 1. Ed:
Norton JA, Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass HI, Thompson
RW. New York: Springer Verlag Inc. 2000: 647-62

Prinz RA, Madura JA. Appendicitis and Appendiceal Abscess. In: Mastery of Surgery
Vol II. 4th edition. Ed: Baker RJ, Fiscer JE. Philadelphia. Lippincott Williams &
Wilkins. 2001: 1466-78

Hardin DM. Acute Appendicitis: Review and Update. American Academy of Family
Physician News and Publication. 1999;60: 2027-34. Retrieved at October 20th 2011.
From: http://www.aafp.org/afp/991101ap/2027.html

9. Owen TD, Williams H, Stiff G, Jenkinson LR, Rees BI. Evaluation of the Alvarado
score

in

acute

Appendicitis.

Retrieved

at

June

25 th

2007.

From:

http://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.fcgi?artid=1294889&blobtype=pdf

32

Anda mungkin juga menyukai