PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG.
Jumlah prosedur non invasif dan invasif minimal di lakukan di luar ruang operasi
telah berkembang pesat selama beberapa dekade.Sedasi, analgesia atau keduanya
mungkin diperlukan untuk banyak prosedur intervensi dan diagnostik. Perawatan
individual penting ketika menentukan apakah pasien membutuhkan sedasi analgesia
prosedural
(PSA).
Pasien
mungkin
perlu
obat
anti
kecemasan,
obat
nyeri,
a.
b.
c.
atau Minimal
Sedasi Sedang
Sedasi Berat
Anastesi
atau Dalam
Umum
(Anxiolysis)
Respon normal
Merespon
Merespon
Tidak sadar
terhadap
terhadap
setelah diberi
meskipun
stimulus verbal
stimulus
stimulus
dengan stimulus
sentuhan
berulang atau
nyeri
Tidak
Tidak perlu
stimulus nyeri
Mungkin perlu
Sering
terpengaruh
intervensi
intervensi
memerlukan
Ventilasi
Tidak
Adekuat
Dapat tidak
intervensi
Sering tidak
Spontan
Fungsi
terpengaruh
Tidak
Biasanya dapat
adekuat
Biasanya dapat
adekuat
Dapat terganggu
Kardiovaskuler
terpengaruh
dipertahankan
dipertahankan
dengan baik
dengan baik
Respons
Jalan Napas
3. PENGERTIAN
Sedasi adalah anastesi dimana obat diberikan untuk menenangkan pasien dalam suatu
periode yang dapat membuat pasien cemas, tidak nyaman, atau gelisah. Seringkali
diberikan kepada pasien segera sebelum pembedahan atau selama prosedur medis tidak
nyaman. Sedasi menggunakan obat-obatan sedatif.
Sedasi adalah tekhnik dimana satu atau lebih obat yang digunakan untuk menekan
sistem saraf pusat dari pasien sehingga mengurangi kesadaran pasien untuk
lingkungannya.
Sedasi adalah penggunaan obat untuk menghasilkan keadaan depresi dari sistem saraf
pusat sehingga memungkinkan untuk dilakukan tindakan. Selama tindakan, kontak verbal
dengan pasien harus tetap terjaga. Berdasarkan definisi ini, maka setiap kehilangan
kesadaran yang berhubungan dengan tekhnik yang dilakukan dapat didefinisikan sebagai
anastesi umum. Selama sedasi, diharapkan pasien dapat dipertahankan jalan napas dan
refleks protektif. Telah disarankan suatu konsep sedasi dalam, akan tetapi definisi
terhadap hal ini belum jelas.
Kebanyakan prosedur yang dilakukan pada orang dewasa dalam keadaan sadar, tetapi
pada anak-anak memerlukan anastesi umum terutama jika prosedur dengan waktu yang
lama atau menyakitkan. Namun, sekarang ada peningkatan minat dalam penggunaan
regimen sedativa pada bidang pediatri. Hal ini disebabkan karena kurang invasif
dibandingkan dengan anastesi umum serta lebih murah. Mungkin lebih sulit untuk
menentukan tingkat sedasi pada anak serta kemungkinan bahaya anastesi dapat terjadi.
Pedoman terbaru dari Departement Of Health On General Anasthesia And Dentistry
telah merekomendasikan untuk lebih banyak menggunakan sedasi sadar dan lokal
anastesi, sisanya untuk keadaan yang sangat mutlak baru menggunakan anastesi umum.
Jika pemilihan pasien dilakukan secara cermat dan dengan prosedur yang sesuai maka
penggunaan sedasi bisa sangat berhasil.
BAB II
TATA LAKSANA
1. KUALIFIKASI DAN KETERAMPILAN KHUSUS
Semua penggunaan sedasi harus mempunyai:
a. Staf trainer dan asisten khusus termasuk staf medis dan dental staf, perawatan
dan personil operasi lain dalam instalasi ini yang semuanya harus terlatih
dalam aspek teoritis dan klinis tentang sedasi dan masing-masing mengerti
jelas tentang peran serta mereka.
b. Orang yang melakukan prosedur didefinisikan sebagai operator dan orang
yang terlatih secara terpisah mengelola sedasi dan merawat anak selama
prosedur disebut anetetist.
c. Sistem pengorganisasian perawatan pasien termasuk:
1) Penilaian pra operasi, informasi pra- dan pasca operasi
2) Protokol puasa
3) Pemberian informed consent
d. Tersedianya monitoring dan peralatan yang terawat. Monitoring minimal
meliputi tingkat kesadaran, nyeri, frekuensi dan pola pernapasan, denyut nadi.
Jika menggunakan sedasi IV, penggunaan oksimetri nadi merupakan prosedur
standar dan pada banyak prosedur lainnya monitoring tekanan darah,
elektrokardiogram dan suhu semakin sering digunakan secara rutin.
e. Fasilitas resusitasi.
f. Pelatihan Basic Life Support dan idealnya ada pelatihan Advance Life
Support.
g. Pelatihan keterampilan resusitasi secara reguler.
h. Staf dilatih untuk membantu dalam pengelolaan darurat medis.
i. Rekam medis.
Prosedur yang dapat dilakukan dengan sedasi :
Ektraksi gigi Scan Radiologi : CT
Penjahitan minor
Penggantian/pengangkatan plester
Pengangkatan jahitan
5. Dressing seperti luka bakar
1.
2.
3.
4.
2. KONTRAINDIKASI
Kontraindikasi untuk sedasi:
a. Pasien menolak atau keluarga menolak
b. Bayi kecil dengan prosedur tidak menyakitkan, misalnya komputer
tomografi, biasanya dapat dengan pemberian makanan dan menjaga tetap
hangat sehingga bayinya bisa tidur selama prosedur, mereka tidak harus
dibius.
c. Bayi exprematur <56 minggu dari usia konsepsional, karena beresiko
terjadinya depresi pernapasan serta sedasi berlebihan.
d. Gangguan perilaku berat.
e. Diketahuinya ada masalah pada jalan napas, misalnya Obstructive Sleep
apnea, abnormalitas kraniofasial.
f. Adanya penyakit pernapasan yang secara signifikan memerlukan terapi
oksigen.
g. Adanya ketidakstabilan jantung yang signifikan.
h. Adanya penyakit ginjal atau hati yang diprediksi akan menghambat bersihan
i.
j.
k.
l.
obat sedasi.
Berisiko secara signifikan untuk terjadinya refluks gastro-esofagus.
Peningkatan tekanan intrakranial.
Epilepsi berat atau tidak terkontrol.
Alergi atau kontraindikasi spesifik untuk obat-obatan sedasi atau gas
(misalnya
nitrogen
oksida
harus
dihindari
jika
dijumpai
adanya
pneumotoraks).
m. Prosedur lama atau menyakitkan.
3. PENGGUNAAN OBAT
Obat yang digunakan untuk sedasi :
Sedasi yang efektif harus memungkinkan prosedur dilakukan dimana anak
sementara dalam keadaan mengantuk,bebas nyeri, dengan ketakutan atau
kecemasan yang minimal. Penggunaan anastesi lokal dan analgesik sederhana
sangatlah penting, dan terapi pengalihan perhatian juga sangat berguna. Orang tua
sering dihadirkan, dimana hal ini sangat membantu dalam menjaga kepercayaan
anak.
Kebanyakan obat sedasi, yang diberikan dalam jumlah tertentu, dapat beresiko
menghasilkan ketidaksadaran pada anak. Hal ini dapat menyebabkan hipoksia,
hiperkapnia dan berpotensi terjadi aspirasi. Untuk itu pada penggunaan tehnik
sedasi non-anastesi, maka harus mempunyai margin of safety lebar.
Personil non-anastesi yang memberikan obat sedasi termasuk dokter (terutama
ahli radiologi, gastroenterologis dan kardiologis), perawat spesialis dan dokter
gigi, semuanya harus benar-benar terlatih untuk memberikan pelayanan yang
aman dan efektif.
Organisasi sedasi untuk anak di rumah sakit semakin berkembang pesat.
Beberapa pusat pediatrik melatih sedationists yang biasanya berasal dari perawat
Detail
Metabolit aktif = trichlorethanol. Dapat
Chloral hydrate
100
Triclofos
50-70 (max 1 g)
Trimeprazine
Midazolam
0,5-1,0
Diazepam
dapat bervariasi.
Dapat diberikan melalui rektal
Dapat diberikan melalui nasal juga
200-500 mcg/kg
5-10
terjadi.
Catatan: Pada anak yang lebih besar dosis tidak boleh melebihi dosis dewasa normal.
Kotak 3. Agen sedasi intravena
Obat
Dosis sedasi oral
Midazolam
Diazepam
(mg/kg)
0,5 0,2
0,1-0,5
Detail
Apnue mungkin terjadi. Amnesia.
Gangguan prilaku dapat terjadi
Diazemuls = lipid formulasi. Waktu
paruh panjang, berisiko pemulihan
Fentanyl, diazepam
0,5 mcg/kg
tertunda
Sering digunakan bersama propopol.
Midazolam atau ketamin dapat
digunakan melalui oral. Apnea, mual
dan muntah dapat terjadi. Efek
Ketamin
0,5 1,0
Propopol
Dalam evaluasi
benzodiazepam.
Beresiko apnue. Beresiko
menginduksi anastesi
Dosis
50 % N2O
dalam O2, 70 %
Isoflurane, enflurane
Detail
Memberikan analgesia. Membutuhkan
kerja sama pasien. Umum menimbulkan
dalm O2
Mual, dysphoria
1 % dalam udara Masih dalam evaluasi
Anastesia pada bayi dan anak kecil berbeda dengan anastesia pada orang
dewasa, karena mereka bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini.Seperti pada
anastesia untuk orang yang dewasa anastesia anak kecil dan bayi khususnya
harus diketahui betul sebelum dapat melahirkan anastesia karena itu anastesia
pediatri seharusnya ditangani oleh dokter spesialis anastesiologi atau dokter
yang sudah berpengalaman.
5. PEMBAGIAN
PEDIATRI
BERDASARKAN
PERKEMBANGAN
BIOLOGIS
Orok ( neonatus )
Bayi ( infant)
Anak ( child)
Pada anak-anak kepala lebih besar dan lidah juga lebih besar.
Laring yang letaknya lebih anterior.
Epiglotis yang lebih panjang.
Leher dan trachea yang lebih pendek daripada dewasa.
Cartilago tiroid yang terletak berdekatan dengan airway.
Penyakit alergi.
Diabetes mellitus.
Penyakit paru kronik : asma bronchial, pneumonia, bronchitis.
Penyakit jantung dan hipertensi (seperti infark miokard, angina pectoris,
dekompensasi kordis)
e. Penyakit susunan saraf (seperti stroke, kejang, parese, plegi, dll)
f. Penyakit hati
g. Penyakit ginjal
h. Penyakit gangguan perdarahan (riwayat perdarahan memanjang)
3. Riwayat obat-obatan yang sedang atau telah digunakan dan mungkin
menimbulkan interaksi (potensial, sinergis, antagonis dll) dengan obat-obat
anastetik. Misalnya obat anti hipertensi, obat-obat antidiabetik, antibiotik
golongan aminoglikosida, obat penyakit jantung (seperti digitalis, diuretik),
monoamino oxidae inhibitor, bronkodilator. Keputusan untuk melanjutkan
medikasi selama periode sebelum anastesi tergantung dari beratnya penyakit
dasarnya. Biasanya obat-obatan yang dipakai pasien tetap diteruskan tetapi
mengalami perubahan dosis, diubah menjadi preparat dengan masa kerja
lebih singkat atau dihentikan untuk sementara waktu. Akan tetapi, secara
umum dikatakan bahwa medikasi dapat dilanjutkan sampai waktu untuk
dilakukan pembedahan.
4. Alergi dan reaksi obat. Reaksi alergi kadang-kadang salah diartikan oleh
pasien dan kurangnya dokumentasi sehingga tidak didapatkan keterangan
yang memadai. Beratnya bekisar dari asimptomatik hingga reaksi anfilaktik
yang mengancam kehidupan, akan tetapi seringkali alergi dilaporkan hanya
karena intoleransi obat-obatan. Pada evaluasi pre operatif dicatat seluruh
reaksi obat dengan penjelasan tentang kemungkinan terjadinya respon alergi
yang serius, termasuk reaksi terhadap plester, sabun iodine dan lateks. Jika
respon alergi terlihat, obat penyebab tidak diberikan lagi tanpa tes
imunologik atau diberi terapi awal dengan antihistamin atau kortikosteroid.
5. Riwayat operasi dan anstesi yang pernah dialami diwaktu yang lalu, berapa
kali dan selang waktunya. Apakah pasien mengalami komplikasi saat itu
seperti kesulitan pulih sadar, perawatan intensif pasca bedah.
6. Riwayat keluarga. Riwayat anastesi yang merugikan atau membayangkan
pada keluarga yang lain sebaiknya juga dievaluasi. Wanita pada usia
produktif sebaiknya ditanyakan tentang kemungkinan mengandung. Pada
kasus yang meragukan, pemeriksaan kehamilan preoperatif merupakan suatu
indikasi.
7. Riwayat sosial yang mungkin dapat mempengaruhi jalannya anastesi seperti:
a. Perokok berat (diatas 20 batang perhari) dapat mempersulit induksi
anastesi karena merangsang batuk, sekresi jalan napas yang banyak,
memicu atelektasis dan pneumonia pasca bedah. Rokok sebaiknya
dihentikan minimal 24 jam sebelumnya untuk menghindari adanya CO
dalam darah.
b. Pecandu alkohol umumnya resisten terhadap obat-obatan anastesi
khususnya golongan barbiturat. Peminum alkohol dapat menderita sirosis
hepatic.
c. Meminum obat-obatan penenang atau narkotik.
8. Makan minum terakhir (khusus untuk operasi emergensi).
8. PEMERIKSAAN FISIK
Perhatian khusus dilakukan untuk evaluasi jalan napas, jantung, paru-paru
dan pemeriksaan neurologik. Jika ingin melaksanakan teknik anastesi
regional
mayor.
f. Untuk pemeriksaan
khusus
yang
lebih
mendalam,
misalnya
Hb
Kondisi
PLT
Leuk
PT atau atau
osit
APTT BT
preoperatif
P
Operasi
dengan
perdarahan
Operasi tanpa
Elekt
rolit
BUN/
Creati
nin
Gula
darah
X
E
SGOT/ K
Al.Ph ra
G
y
Preg
T/S
X X
perdarahan
Neonatus
X X
Umur < 40
Umur40-49
Umur5064
Umur > 65
X X
Penyakit
Kardio
vaskuler
X X
Penyakit paru
Keganasan
X X
X X
Terapi radiasi
Penyakit hati
X X
X
Terpapar
hepatitis
Penyakit
ginjal
X X
Kehamilan
Pemakaian
diuretik
Pemakaian
digoksin
Pemakaian
steroid
Gangguan
Perdarahan
Diabetes
Merokok
X X
X
X
Pemakaian
X X
antiko
agulan
Penyakit
SSP
Tidak semua penyakit termasuk dalam tabel ini. Simbol mungkin dilakukan; * hanya
untuk leukimia; X dilakukan; M dilakukan hanya untuk pria.
d) ASA 4: Pasien memiliki kelainan sistemik berat yang mengancam jiwa selain
penyakit yang akan dioperasi. Misalnya asma bronkial yang berat, koma
diabetikum.
e) ASA 5: Pasien dalam kondisi yang sangat jelek dimana tindakan anastesi
mungkin saja dapat menyelamatkan tapi risiko kematian tetap jauh lebih
besar. Misalnya operasi pada pasien koma berat.
f) ASA 6: Pasien yang telah dinyatakan telah mati otaknya yang mana organnya
akan diangkat untuk kemudian diberikan sebagai organ donor bagi yang
membutuhkan.
Untuk operasi darurat, di belakang angka diberi huruf E (emergency)
atau D (darurat), mis: operasi apendiks diberi kode ASA 1 E.
12. PEMERIKSAAN TINGKAT KESADARAN
Tingkat kesadaran dinilai dengan Glasgow Coma Scale (GCS). Penilaian ini
harus dilakukan secara periodik untuk menulai apakah keadaan penderita semakin
membaik atau memburuk.
GCS terendah jumlahnya adalah 3 (koma dalam atau mati), sementara yang
tertinggi adalah 15 (sadar penuh). Dari ketiga komponen GCS tersebut motorik
merupakan komponen yang paling objektif. Dan sebaiknnya penilaian untuk satu
penderita senantiasa dilakukan oleh orang yang sama. Untuk penderita dengan
hematoma periorbita yang besar, penilaian komponen mata harus disesuaikan
dengan respon motorik. Demikian pula untuk penderita yang afasia, atau
terintubasi, komponen verbalnya harus disesuaikan dengan respon motorik.Dan
untuk itu perlu latihan dan pengalaman yang berulang-ulang.
Sebagaimana disebutkan oleh Plum dan Postner, tingkat kesadaran tidak akan
terganggu jika cedera hanya terbatas pada satu hemisper saja, tetapi menjadi
progresif memburuk jika kedua hemisfer mulai terlibat, atau jika ada proses
patologis akibat penekanan atau cedera pada batang otak.
Penilaian GCS berdasarkan reaksi yang didapatkan sesuai dengan umur penderita.
Mata
4
3
2
1
Motorik
6
5
4
3
2
1
Verbal
5
1 tahun
Membuka mata spontan
Membuka mata oleh perintah
Membuka mata oleh nyeri
Tidak membuka mata
1 tahun
Mengikuti perintah
Melokalisir nyeri
Menghindari nyeri
Fleksi abnormal (dekortikasi)
Ekstensi abnormal (deserebrasi)
Tidak ada respon
>5 tahun
Orientasi baik dan mampu
0-1 tahun
Membuka mata spontan
Membuka mata oleh teriakan
Membuka mata oleh nyeri
Tidak membuka mata
0-1 tahun
Belum dapat nilai
Melokalisir nyeri
Menghindari nyeri
Fleksi abnormal (dekortikasi)
Ekstensi abnormal (deserebrasi)
Tidak ada respon
2-5 tahun
0-2 tahun
Menyebutkan
Menangis kuat
berkomunikasi
Disorientasi tapi mampu
Menangis lemah
berkomunikasi
Menyebutkan kata-kata yang
Kadang
tidak sesuai
menjerit
menangis atau
Mengeluarkan suara
Mengeluarkan
menjerit lemah
Mengeluarkan
suara lemah
Tidak ada respon
suara lemah
Tidak ada respon
14. PERALATAN
14.1 ALAT-ALAT ANASTESI
a) Mesin anastesi
b) Circuit/breathing anastesi
c) Ventilator anastesi
d) Monitor
14.2 MESIN ANATESI
1. Gas supplies O2 (warna hijau) dan N2O O2 (warna biru)
2. Pressure regulator
a) Reduce the high pressure 45 psi 350-500 kpa, 50-70 psi, 3 -5
atm constant low pressure
b) < 25 psi automatically shut off
14.3 MONITOR
1. Blood pressure (noninvasive or invasive)
2. ECG (electrocardiograf)
3. Pulse Oxymeter
4. Caphinograf
14.4 VENTILATOR ANASTESI
1. Menggunakan daya listrik
2. Ventilator
3. Flowmeter (rotameter)
a. Measure gas flow FGF
b. Have safety systems (FGF 25%)
4. Vaporizer
a. High flow VAP or flow DAP / drawover VAP
b. Temperatur compensated VAP
14.5 SISTEM SIRKULASI
1. One way value (inspiratory dan ekspiratory)
2. Canister with CO2 absorber (sodalyme or baralyme)
a. Ca(OH)2 + NaOH + KOH + Silica
b. Ba(OH)2 + Ca(OH)2
3. Oxygen analyzer sensor
BAB III
DOKUMENTASI