Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Hirschsprungs disease merupakan penyakit yang terjadi pada usus, dan paling sering
pada usus besar (colon). Pada kondisi normal, otot pada usus secara ritmis akan menekan
feses hingga ke rectum. Pada Hirschsprungs disease, saraf (sel ganglion) yang berfungsi
untuk mengontrol otot pada organ usus tidak ditemukan. Hal ini mengakibatkan feses tidak
dapat terdorong, seperti fungsi fisiologis seharusnya. Hirschsprung disease adalah penyebab
obstruksi usus yang paling sering dialami oleh neonatus.1
Pada tahun 1886, untuk pertama kalinya Harold Hirschsprung menemukan penyakit
ini. Ia menyimpulkan bahwa penyakit Hirschsprung dapat mengakibatkan nyeri abdomen dan
konstipasi pada bayi atau anak-anak, namun hal ini belum diketahui patofisiologinya secara
pasti. Hingga tahun1993, dimana Robertson dan Kermohan menyatakan bahwa megakolon
yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik di bagian distal akibat
defisiensi sel ganglion pada organ usus (colon).2
Gejala klinis Hirscshprungs disease biasanya mulai pada saat lahir. Sembilan puluh
Sembilan persen bayi lahir cukup bulan mengeluarkan meconium dalam waktu 48 jam
setelah lahir. Penyakit Hirscshprung harus dicurigai apabila seorang bayi cukup bulan
(penyakit ini tidak biasa terjadi pada bayi kurang bulan) yang terlambat mengeluarkan tinja.
Terlambatnya pengeluaran mekonium merupakan tanda yang signifikan. Distensi abdomen
dan muntah hijau merupakan gejala penting lainnya. Pada beberapa bayi yang baru lahir
dapat timbul diare yang menunjukkan adanya enterokolitis dengan gejala berupa diare,
distensi abdomen, feses berbau busuk dan disertai demam.3,4
Penegakan diagnosis dini merupakan suatu hal yang sangat penting, agar dapat
dengan segera merujuk pasien ke dokter spesialis, sehingga pasien memperoleh penanganan
yang lebih baik. Maka dari itu, makalah ini dibuat untuk membahas gejala dan tanda yang
sering timbul pada Hirschsprungs disease, serta mengulas hal-hal yang diperlukan dalam
mendiagnosis Hirschsprungs disease.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Anatomi dan Fisiologi Kolon


Usus besar atau kolon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang sekitar

1,5 m yang terbentang dari sekum hingga kanalis ani. Diameter usus besar lebih besar
daripada usus kecil yaitu sekitar 6,5 cm (2,5 inci), namun semakin dekat dengan anus
diameternya pun semakin kecil. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rektum. Pada
sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum
menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengendalikan
aliran kimus dari ileum ke dalam sekum dan mencegah terjadinya aliran balik bahan fekal
dari usus besar ke dalam usus halus. Kolon terbagi atas kolon asenden, tranversum,
desenden, dan sigmoid. Kolon membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan dan kiri atas
berturut-turut disebut dengan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai
setinggi krista iliaka dan membentuk lekukan berbentuk-S. Lekukan bagian bawah membelok
ke kiri sewaktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum. Bagian utama usus yang terakhir
disebut sebagai rektum dan membentang dari kolon sigmoid hingga anus (muara ke bagian
luar tubuh). Satu inci terakhir dari rektum disebut sebagai kanalis ani dan dilindungi oleh otot
sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani adalah sekitar 15 cm (5,9
inci).5,6
Usus besar memiliki berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi
usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah absorpsi air dan elektrolit. Kolon sigmoid
berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah terdehidrasi sampai
berlangsungnya defekasi. Kolon mengabsorpsi sekitar 800 ml air per hari dengan berat akhir
feses yang dikeluarkan adalah 200 gram dan 80%-90% diantaranya adalah air. Sisanya terdiri
dari residu makanan yang tidak terabsorpsi, bakteri, sel epitel yang terlepas, dan mineral yang
tidak terabsorpsi.5,7

Persarafan usus besar dilakukan oleh system saraf otonom dengan perkecualian
sfingter eksterna yang berada dibawah control voluntar. Serabut parasimpatis berjalan melalui
saraf vagus ke bagian tengah kolon transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah
sacral mensuplai bagian distal. Serabut simpatis meninggalkan medulla spinalis melalui saraf
splangnikus untuk mencapai kolon. Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan
sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rectum, sedangkan perangsangan
parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan. Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus
terdiri dari 2 pleksus : (1) Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan

longitudinal, (2) Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa. Pada penderita penyakit


Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ke-2 pleksus tersebut.6

2.2

Definisi Penyakit Hirschsprung


Penyakit Hirschsprung adalah kelainan perkembangan dari komponen intrinsik sistem

saraf enterik yang ditandai dengan tidak adanya sel ganglion pada pleksus myenterik dan
submucosal di intestinal bagian distal. Obstruksi fungsional dan dilatasi usus di sebelah
proksimal dari segmen yang terkena, merupakan akibat dari tidak adanya sel ganglion
parasimpatis pada dinding kolon bagian distal ini. Kelainan ini dapat ditemukan selama
periode neonatal sebagai obstruksi intestinal. Biasanya didiagnosis pada bayi tapi
Hirschsprungs Disease (HD) dapat juga didiagnosis pada anak yang lebih besar yang
menunjukkan konstipasi kronik yang tidak berespon terhadap pengobatan konvensional.8,9,10
Pasien memiliki penurunan gerakan peristaltik dan hilangnya relaksasi involunter
pada sfingter ani, yang mengarah pada obstruksi usus fungsional. Konstipasi yang parah dan
4

megakolon pada proksimal dari area yang terkena dapat terjadi, dan menyebabkan
enterocolitis yang mengancaman jiwa jika tidak ditangani. Rektum selalu terlibat, dengan
80% dari kasus terbatas pada kolon rektosigmoid. Tapi terdapat variasi panjang usus yang
terkena, dan pada 5% sampai 10% kasus dapat melibatkan keseluruhan kolon atau bahkan
sejumlah usus halus.9,10
2.3

Epidemiologi
Insiden penyakit Hirschsprung diperkirakan 1 dari 5000 kelahiran. Penyakit ini

ditemukan lebih banyak pada laki-laki dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 4:1 dan
berkaitan dengan trisomi 21 dan sindrom genetik lainnya. Penelitian besar di Eropa baru-baru
ini melaporkan prevalensi 1,09 kasus per 10.000 kelahiran. Untungnya mortalitas
keseluruhan menunjukkan penurunan drastis antara 1978 dan 2002, dari 7,1% ke 3%.9,10
2.4

Etiologi dan Patofisiologi


Pada buku klasik, dr. Orvar Swenson mendeskripsikan penyakit Hirschsprung sebagai

berikut: megakolon kongenital disebabkan oleh sebuah malformasi pada sistem parasimpatis
pelvis yang menghasilkan tidak adanya sel ganglion pada plexus Auerbach di segmen distal
kolon. Tidak hanya tidak terdapatnya sel ganglion, tapi serabut saraf juga besar dan
jumlahnya berlebih, mengindikasikan bahwa anomali ini mungkin lebih luas daripada tidak
adanya sel ganglion.11
Dapat disimpulkan bahwa patologi kelainan ini adalah: tidak adanya sel ganglion
pada pleksus Auerbach dan hipertrofi trunkus saraf yang berhubungan. Penyebabnya belum
sepenuhnya diketahui, walaupun pemikiran saat ini mengarah pada penyakit ini merupakan
hasil dari kelainan migrasi sel neural crest. Pada kondisi normal, sel neural crest bermigrasi
ke intestinal dari sefalik ke kauda. Proses ini selesai pada minggu ke 12 gestasi, tapi migrasi
dari kolon transversum ke anus memerlukan waktu 4 minggu. Selama periode ini, fetus lebih
rentan terhadap defek migrasi sel neural crest. Inilah yang menjelaskan mengapa pada
kebanyakan kasus aganglionosis melibatkan rektum dan rektosigmoid. Penelitian terbaru
menyebutkan penyakit Hirschsprung berkaitan dengan peningkatan frekuensi mutasi
beberapa gen, diantaranya GDNF, reseptor Ret, dan koreseptor Gfra-1.11
Sumber lain mengatakan, sel ganglion merupakat derivat dari neural crest. 13 minggu
setelah konsepsi, neural crest mengalami migrasi melalui traktus gastrointestinal dari
proksimal ke distal, setelah itu berdiferensiasi menjadi sel ganglion yang matur. Pada bayi
dengan Hirschsprung diseases proses ini terganggu, sehingga ganglion sel tidak ada pada usus
5

bagian distal. Ada dua teori mengapa hal tersebut bisa terjadi. Yang paling sering adalah
bahwa sel-sel neural crest tidak pernah mencapain usus bagian distal karena sel tersebut telah
matang dan berdiferensiasi menjadi sel ganglion lebih cepat dari yang seharusnya. Teori
kedua adalah bahwa sel-sel ganglion mencapai tujuan akhir, tapi gagal untuk bertahan atau
berproliferasi. Hirschsprung disease sebenarnya merupakan kondisi yang heterogen dengan
mekanisme penyebab genetik yang multipel , sehingga kedua teori tersebut bisa berlaku
tergantung individu masing-masing.10
Hirschsprung disease juga berkaitan dengan beberapa sindroma berbasis genetik
aganglionosis, termasuk trisomi 21, sindrom hipoventilasi sentral kongenital, sindrom
Goldberg-Shprintzen, sindrom Smith-Lemli-Opitz, neurofibromatosis, neuroblastoma, dan
anomali kongenital lainnya.10
2.5

Manifestasi Klinis

2.5.1

Obstruksi pada Neonatus


Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium yang

terlambat, muntah bilious (hijau) dan distensi abdomen. Kira-kira 50% sampai 90% anak
dengan penyakit Hirschsprung diketahui selama periode neonatal dengan distensi abdomen,
muntah bilier, dan intoleransi makanan yang mengarah pada obstruksi intestinal distal. Bayi
dengan penyakit Hirchsprung kebanyakan tidak dapat mengeluarkan mekonium pada 24 jam
pertama, kebanyakan bayi akan mengeluarkan mekonium setelah 24 jam pertama (24-48
jam). Keterlambatan pasase mekonium diatas 24 jam pertama merupakan karakteristik tapi
hanya ada pada kira-kira 90% anak dengan penyakit Hirschsprung. Muntah bilious (hijau)
dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang apabila mekonium dapat dikeluarkan segera.
Bayi yang mengonsumsi ASI lebih jarang mengalami konstipasi, atau masih dalam derajat
yang ringan.9,10,11,12
Pada beberapa pasien perforasi caecum atau appendiks dapat menjadi tanda untuk
mengenali adanya kelainan ini. Foto polos biasanya menunjukkan dilatasi loop-loop usus di
seluruh abdomen. Diagnosis banding termasuk atresia intestinal, ileus mekonium, meconium
plug syndrome, atau sejumlah kondisi yang tidak umum dijumpai lainnya.10
2.5.2

Konstipasi Kronis
Beberapa pasien menunjukkan gejala setelah memasuki masa anak-anak, atau bahkan

dewasa, dengan konstipasi kronis. Kondisi ini paling umum dijumpai pada bayi pada masa
menyusui, saat mulai lepas dari ASI. Walaupun kebanyakan anak yang menunjukkan gejala
6

setelah periode neonatal memiliki kelainan pada segmen yang pendek, riwayat ini dapat juga
ditemukan pada mereka yang terkena segmen panjang atau bahkan keterlibatan seluruh
kolon. Karena konstipasi sering dijumpai pada anak-anak, akan sulit membedakannya dengan
penyebab lain. Gejala klinis yang mengarah pada diagnosis ini termasuk kegagalan
pengeluaran mekonium pada 48 jam pertama kehidupan, kegagalan pertumbuhan, dan
distensi abdomen yang hebat.9,10,11
2.5.3

Enterocolitis
Kira-kira 10% anak dengan penyakit Hirschsprung mengalami demam, distensi

abdomen, dan diare sehubungan dengan Hirschsprung-associated enterocolitis (HAEC), yang


mungkin kronis, atau menjadi parah dan mengancam jiwa. Karena penyakit Hirschsrpung
umumnya diketahui menyebabkan konstipasi, adanya diare pada anak dapat membingungkan
dan diagnosis mungkin tidak disadari. Anamnesis yang hati-hati termasuk adanya kegagalan
pasase mekonium dan adanya episode obstruksi intermiten seharusnya mengarah pada
penyakit Hirschsprung.9,10,11
Etiologi HAEC kontroversial. Teori yang paling umum adalah bahwa stasis
menyebabkan obstruksi fungsional sehubungan dengan usus yang aganglionik membuat
bakteri berkembang dengan infeksi sekunder. Agen infeksius seperti Clostridium difficle atau
Rotavirus diketahui menjadi menyebab, tapi hanya sedikit data yang mendukung pada
patogen spesifik.10
2.5.4

Kondisi Lain yang Berkaitan


Penyakit Hirschsprung berhubungan dengan berbsgsi kondisi kelainan kongenital

lainnya. Termasuk malrotasi, abnormalitas genitourinari, congenital heart disease,


abnormalitas kaki, bibir sumbing, hilangnya pendengaran, retardasi mental, dan kelainan
dismorfik lain. Sebagai tambahan, penyakit Hirschsprung mungkin menjadi bagian dari
sindrom lain seperti trisomi 21, berbagai neurocristopathies, dan sindrom hipoventilasi sentral
kongenital.10
2.6

Diagnosis
Diagnosis diawali dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pencitraan, dan anal

manometry, lalu dikonfirmasi dengan biopsi rektal.9


2.6.1

Anamnesis
7

Pada heteroanamnesis, sering didapatkan adanya keterlambatan pengeluaran


mekonium yang pertama, mekonium keluar >24 jam; adanya muntah bilious (berwarna
hijau); perut kembung; gangguan defekasi/ konstipasi kronis; konsistensi feses yg encer;
gagal tumbuh (pada anak-anak); berat badan tidak berubah; bahkan cenderung menurun;
nafsu makan menurun; ibu mengalami polyhidramnion; adanya riwayat keluarga.13
2.6.2

Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi, perut kembung atau membuncit di seluruh lapang pandang. Apabila

keadaan sudah parah, akan terlihat pergerakan usus pada dinding abdomen. Pada palpasi,
didapatkan abdomen terdistensi. Saat dilakukan pemeriksaan auskultasi, terdengar bising
usus melemah atau jarang. Untuk menentukan diagnosis penyakit Hirschsprung dapat pula
dilakukan pemeriksaan rectal touche dapat dirasakan sfingter anal yang kaku dan sempit, saat
jari ditarik terdapat explosive stool and gas.9,14
2.6.3

Pemeriksaan Biopsi
Gold standart untuk diagnosis pada bayi abru lahir adalah biopsi rectal suction, yang

memiliki sensitivitas 97% dan spesifisitas 99%. Temuan definitif yang mendefinisikan
penyakit irschsprung adalah tidak adanya sel ganglion pada pleksus submukosa dan
myenterik. Kebanyakan pasien juga memiliki bukti adanya hipertrofi trunkus saraf, walaupun
temuan ini tidak selalu ada, sebagian pada anak dengan penyakit kolon total atau segmen
agalionik pendek. Biopsi rektal dapat dilakukan di tempat tidur oleh dokter bedah dengan
menggunakan kateter suction. Beberapa sampel mukosa rektum seharusnya diperoleh 1
sampai 3 cm di atas linea dentata dan sebaiknya hingga ke submukosa. Ada juga sumber yang
menyatakan 1 sampai 1,5 cm diatas linea dentata. Walaupun begitu, biopsi yang terlalu
proksimal dapat terlewat ada pasien dengan agalionik segmen pendek. Hayes dan kolega
menemukan bahwa biopsi suction rektal tunggal dapat mengeksklusikan diagnosis penyakit
Hirschsprung 65%. Kombinasi aganglionosis dan hipertrofi saraf pada biopsi merupakan
diagnostik dan sepanjang pemeriksaan patologi merupakan hal penting dalam diagnostik.
Stain calretinin dan acetylcholinesterase masing-masing berguna dalam mengidentifikasi
aganglionosis dan hipertrofi saraf. Biopsi rektal ketebalan penuh terbuka dilakukan pada
neonatus dan membutuhkan anestesi.9,10,11
Memastikan keberadaan sel ganglion pada segmen yang terinfeksi, merupakan
langkah penting dalam mendiagnosis penyakit Hirschsprung. Ada beberapa teknik, yang
dapat digunakan untuk mengambil sampel jaringan rektum. Hasil yang didapatkan akan lebih
8

akurat, apabila spesimen/sampel adekuat dan diambil oleh ahli patologi yang berpengalaman.
Apabila pada jaringan ditemukan sel ganglion, maka diagnosis penyakit Hirschsprung
dieksklusi. Namun pelaksanaan biopsi cenderung berisiko, untuk itu dapat di pilih teknik lain
yang kurang invasive, seperti Barium enema dan anorektal manometri, untuk menunjang
diagnosis.15
Pada keadaan tertentu, bayi prematur dapat menunjukkan adanya obstruksi usus
distal, dan ditemukan tanda-tanda penyakit Hirschsprung. Biopsi rektal dini pada bayi
prematur ini tidak direkomendasikan karena dua alasan: (1) patologist akan kesulitan
mengenali sel ganglion karena belum matur, dan (2) akan sulit mendapatkan jaringan yang
cukup tanpa meningkatkan resiko komplikasi.10
Indikasi biopsi rektal pada anak usia dibawah 6 bulan:8
a.
b.
c.
d.
e.

2.6.4

Keterlambatan pasase mekonium


Obstruksi usus distal tanpa penyebab yang jelas
Konstipasi berat
Distensi abdomen kronis
Kegagalan pertumbuhan

Pemeriksaan Radiologi
Foto abdomen akan menunjukkan dilatasi loop-loop usus, dengan tidak adanya feses

dan gas pada rektum. Pada pasien dengan obstruksi usus, foto abdomen dapat menunjukkan
air-fluid levels pada kolon; pneumatosis intestinalis dan udara bebas pada abdomen yang
menunjukkan gejala enterocolitis dengan perforasi.9

Enema kontras water-soluble menunjukkan zona transisi yang mengerucut antara usus
normal dan aganglionic, paling sering di kolon rektosigmoid, dan indeks rektosigmoid (rasio
diameter rektum terhadap diameter kolon sigmoid) akan kurang dari 1. Ulasan sistematis oleh
Lorihn dan kolega menunjukkan bahwa enema kontras memiliki sensitivitas hanya 70%;
hasil negatif palsu terjadi setelah rectal touche, dan hasil positif palsu terjadi pada pasien
dengan mekonium plugs. Penting untuk menggunakan material yang larut air karena enema
berpotensi untuk menjadi terapi definitif untuk kondisi lain dalam diagnosis banding seperti
ileus mekonium dan sindrom mekonium plug. Pada anak yang lebih besar, barium enema
lebih baik digunakan dibandingkan kontras larut air. Pada neonatus ataupun anak yang lebih
besar, yang paling penting adalah foto posisi lateral, dimana zona transisi rektal akan jelas
terlihat. Temuan lain pada enema kontras yang mengarah pada penyakit Hirschsprung
termasuk indeks rektosigmoid yang terbalik dan retensi kontras di kolon pada film 24 jam
post-evakuasi.9,10,15

10

2.6.5

Pemeriksaan Anorectal Manometry


Refleks inhibisi anorektal (RAIR) didefinisikan sebagai refleks relaksasi sfingter ani

interna dalam respon terhadap distensi rektum dan ditemui pada anak normal tapi tidak
ditemui pada anak dengan penyakit Hirschsprung. RAIR dapat didokumentasikan
menggunakan manometri anorektal dengan meginflasikan balon ke dalam rektum sambil
mengukur tekanan sfingter interna secara simultan. Hasilnya, dalam segmen dilatasi
didapatkan hiperaktivitas dengan aktivitas propulsif yg normal, sedangkan dalam segmen
aganglion tidak ditemukan gelombang peristaltik yg terkoordinasi. Manometri anorektal tidak
secara luas tersedia untuk neonatus dan bergantung pada operator. Pada anak yang lebih besar
pemeriksaan ini secara teknis lebih mudah, tapi hasil positif palsu dapat terjadi karena
tertutupi respon relaksasi oleh kontraksi sfingter eksterna.10
Tidak adanya refleks inhibisi anorektal memiliki nilai prediksi negatif 100%, dan
dapat dievaluasi dengan anal manometry dengan efektif pada anak usia diatas 1 tahun dengan
kontipasi kronis. Akan tetapi, manometri sekarang ini disadari kurang baik karena refleks
tersebut juga dapat dievaluasi dengan enema kontras termodifikasi. Jika hasil dari
pemeriksaan awal ini mengarah pada diagnosis penyakit Hirschsprung, atau peningkatan
klinis yang signifikan, biopsi rektal dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis.9

2.7

Penatalaksanaan

2.7.1

Manajemen Preoperatif

11

Pada sebagian besar kasus, tatalaksana penyakit Hirschsprung adalah pembedahan.


Walaupun begitu, terdapat sejumlah intervensi preoperatif penitng yang harus diperhatikan
sebelum intervensi bedah definitif. Prioritas pertama adalah resusitasi, terutama pada
neonatus dengan obstruksi usus atau anak dengan enterocolitis. Pada kedua kelompok
tersebut, cairan intravena dan antibiotik spektrum luas yang dapat melawan organisme enterik
harus diberikan, dan nasogastrik tube harus dipasang. Anak dengan kelainan terkait seperti
kelainan jantung dan sindrom hipoventilasi sentral kongenital harus dicari dan ditangai
sebelum intervensi bedah dilakukan.10
Ketika anak sudah diresusitasi dan stabil, operasi dapat dilakukan semi elektif. Sambil
menunggu, kebanyakan anak bisa dirawat di rumah dengan tetap mengonsumsi ASI atau
formula, dikombinasikan dengan stimulasi rektal dan irigasi. Pada anak dengan dilatasi kolon
yang hebat, operasi harus ditunda sampai diameter kolon mengecil agar lebih aman. Hal ini
dapat dicapai dengan irigasi dalam hitungan minggu atau bulan, tapi pada beberapa anak
dibutuhkan kolostomi agar mendapatkan dekompresi yang adekuat.10
2.7.2

Peran Kolostomi
Tindakan bedah sementara pada penderita penyakit Hirschsprung adalah berupa

kolostomi pada usus yang memiliki ganglion normal paling distal. Operasi awal Swenson
memiliki insiden tinggi timbulnya striktur, kebocoran dan kejadian lainnya sehingga
kolostomi direkomendasikan. Kolostomi merupakan tindakan live saving karena banyak anak
dengan penyakit Hirschsprung ditemukan terlambat dengan malnutrisi dan kolon yang
terdilatasi. Tindakan ini dimaksudkan guna menghilangkan obstruksi usus dan mencegah
enterokolitis sebagai salah satu komplikasi yang berbahaya. Manfaat lain dari kolostomi
adalah menurunkan angka kematian pada saat dilakukan tindakan bedah definitif dan
mengecilkan kaliber usus pada penderita penyakit Hirschsprung yang telah besar sehingga
memungkinkan dilakukan anastomosis. Akan tetapi setelah 10 sampai 15 tahun kemudian,
one stage operation menjadi sangat populer dan banyak laporan akan keamanan pendekatan
ini. Akan tetapi, penting bahwa stoma tetapi diindikasikan untuk anak dengan enterocolitis
yang berat, perforasi, malnutrisi, atau usus proksimal yang terdilatasi masif.10

2.7.3

Prosedur Pull-through untuk Penyakit Hirschsprung

12

Tujuan pembedahan pada penyakit Hirschsprung adalah untuk mengangkat usus


aganglionik dan merekonstruksi traktus intestinal dengan membawa usus yang memiliki
inervasi normal turun ke anus dan menjaga fungsi normal sfingter. Jenis operasi yang paling
umum dilakukan adalah prosedur Swenson, Duhamel, dan Soave.9,10,11

2.7.4

Transanal (Perineal) Endorectal Pull-Through (TERPT)


Tindakan ini dilakukan dengan memberi sayatan melingkar di mukosa rektum sekitar

5 mm 10 mm di atas linea dentata, untuk membuat permukaan datar di submukosa,


kemudian lakukan pemotongan dibagian permukaan submukosa diatas linea dentata
sepanjang usus yang akan keluar. Selain itu perhatikan resiko terjadinya cedera pada struktur
panggul. Laporan kegiatan TERPT menggunakan potongan otot pendek tanpa myectomy
telah terbukti menguntungkan. Setelah panjang pemotongan tercapai, dinding otot dubur
dibagi menjadi beberapa bagian dengan cara rektum dimobilisasi keluar melalui anus,
selanjutnya adalah cara membagi bagian vaskular kecil sepanjang rektum dan usus besar.
Biopsi diambil dari makroskopik usus ganglionik yang normal hal ini bertujuan untuk
menentukan tingkat reseksi usus besar sebelum penjahitan penyambungan akhir. Prosedur
TERPT juga dapat mengurangi risiko merusak struktur panggul serta lebih murah dan waktu
pemulihan lebih cepat setelah operasi.9,10,16

13

2.7.5

Laparoscopic Pull-Through
Laporan untuk tindakan endorectal laparoscopic assisted pull-through untuk HD

pertama kali diterbitkan oleh Georgeson et al pada tahun 1995. Prosedur ini dilakukan dengan
memasukkan jarum 4-5 mm sekitar 30 di bagian kanan atas tepat di bawah pinggir hati
untuk mendapatkan pneumoperitoneum kemudian memasukan jarum varess di umbilikus.
memasukan 2 mm trocars 4-5 satu di nagian kanan bawah dan satu di sebelah kiri di bagian
atas perut. terkadang tambahan trocar diperlukan pada supra pubik untuk traksi usus yang
lebih baik selama pembedahan laparoskopi dari rektum. kemudian dilakukan mobilisasi
penuh pada usus yang aganglionik dan kemudian lakukan diseksi pada rektum dari mukosa
dubur dengan cara yang sama seperti dijelaskan di atas. Keuntungan utama dari pendekatan
laparoskopi adalah untuk mudahnya pengambilan biopsi seromuscular untuk identifikasi awal
kolon normal ganglionik.9,10,11,16
2.8

Komplikasi
Mencapai 60% dari anak memiliki komplikasi setelah pembedahan korektif. Dalam

periode postoperatif awal, 50% pasien memiliki fecal soiling dan diare yang tidak berelasi
dengan obstruksi, yang akan kembali normal setelah beberapa bulan. Kondisi ini dapat diatasi
dengan pemberian serat dan loperamide untuk menghambat transit kolon. Selama masa
transisi ini, anak mungkin memiliki ekskoriasi perianal yang parah yang dapat diatasi dengan
krim barrier seperti zinc oxide.9
14

Komplikasi obstruktif jangka panjang yang mengarah ke konstipasi dapat berupa hasil
dari striktur anastomosis, akalasia sfingter ani, atau aganglionosis residual. Pasien dapat juga
mengalami inkontinensia fekal dalam berbagai derajat, atau enterokolitis rekuren. Anak
dengan

komplikasi

jangka

panjang

ini

membutuhkan

pendekatan

multidisipliner

terkoordinasi dari gastrienterologis, dokter bedah anak, nutrisionis, psikolog, dan layanan
primer.9,10
2.8.1

Striktur Anastomosis
Dapat terjadi sekunder dari stenosis rectal cuff atau dari kebocoran anastomosis.

Keadaan ini terjadi akibat kurang baiknya dilatasi postoperatif. Dalam sejarah, striktur
anastomosis dicegah atau diatas dengan dilatasi ani rutin di rumah oleh orang tua
menggunakan anal dilator atau manipulasi jari. Walaupun begitu, terutama pada anak yang
lebih tua, metode ini dapat menyebabkan problem psikososial. Temple dkk menemukan
bahwa dilatasi ani mingguan di klinik dokter membiarkan orang tua tetap berperan sebagai
pelindung dan sama efektifnya dengan dilatasi rutin.9,17
2.8.2

Akalasia Sfingter Ani


Akalasia sfingter ani atau spasme neurogenik persisten sfingter internal, ditandai

dengan konstipasi dan inkontinensia fekal. Dokter bedah akan memberikan injeksi botulinum
toxin (botox) untuk akalasia. Basson dkk menemukan bahwa injeksi Botox memiliki tingkat
kesuksesan 36% (4 dari 11 pasien dengan HD) untuk akalasia. Sebagai alternatifnya, akalasia
sfingter ani dapat diatasi dengan nitrous oxide topikal atau myomektomi posterior. Daerah
aganglionosis residual mungkin terlewatkan pada pembedahan awal oleh karena patchy areas
usus normal pada zona transisi. Jika konstipasi kronik dikarenakan aganglionosis residual,
operasi puu-through berulang atau kolostomi permanen mungkin dapat dilakukan. Sebagian
besar kasus akan menyelesaikan pada usia 5 tahun.9,10
2.8.3

Konstipasi Karena Obstruksi


Dapat diatasi dengan manajemen usus degan serat, hidrasi oral yang adekuat, dan

laksatif. Untuk pasien dengan konstipasi parah, prosedur enema kolon antegrad Malone,
dengan irigasi kolon dari ileocaeccal junction, memiliki tingkat kesuksesan 100% pada 10
pasien dengan penyakit Hirschsprung.9

15

2.8.4

Fecal Soiling
Walaupun biasanya tidak parah, dapat menyebabkan efek psikososial yang signifikan

pada anak dengan penyakit Hirschsprung, menyebabkan malu dan isolasi sosial. Sensasi anal
abnormal dihasilkan dari aganglionosis residual atau sekuel dari operasi. Soiling menjadi
masalah ketika sfingter ani cedera selama operasi atau sekunder dari konstipasi dengan
inkontinensia yang terus mengalir. Anak yang tidak bisa mengontrol kebocoran fekalnya
ditolak dalam sosial. Orang tua diberikan konseling mencegah toilet training yang terlalu
ketat dan unutk mengerti bahwa soiling ini bukan akibat dari perilaku yang berbeda dari si
anak. Diseth dkk menemukan bahwa kehangatan orang tua adalah prediktor yang kuat
terhadap outcome sosial anak dengan penyakit Hirschsprung. Lingkungan rumah yang
suportif bagi anak dengan penyakit Hirschsprung akan membantu mengatasi masalah
emosional jangka panjang.9,10
2.8.5

Enterokolitis
Enterokolitis menyumbang morbiditas dan mortalitas yang signifikan pada pasien

dengan penyakit Hirschsprung. Hasil enterokolitis dari proses inflamasi pada mukosa dari
usus besar atau usus kecil. Sebagai penyakit berlangsung, lumen usus menjadi penuh dengan
16

eksudat fibrin dan berada pada peningkatan risiko untuk perforasi. Proses ini dapat terjadi di
kedua bagian aganglionik dan ganglionik usus. transisi. Pasien mungkin hadir pasca operasi
dengan

distensi

perut,

muntah,

sembelit

atau

indikasi

obstruksi

yang

sedang

berlangsung.Obstruksi mekanik dapat dengan mudah didiagnosis dengan rektal digital dan
barium enema. Dapat rekuren dan sulit untuk diatasi dalam jangka waktu lama. Elhalaby dkk
menemuian bahwa enterokolitis postoperatif rekuren terjadi pada 38% pasien yang
mengalami enterokolitis preoperatif. Selain koreksi bedah, usus yang tersisa mungkin tidak
berfungsi normal. Seperti yang telah didiskusikan sebelumnya, enterokolitis harus diatasi
dengan resusitasi darurat, drainase nasogastrik, cairan intravena, bowel rest, antibiotik
spektrum luas, dekompresi rektum dan kolon menggunakan stimulasi rektal atau irigasi, dan
kolostomi jika perlu. Resiko enterokolitis ini dapat diminimalisir dengan menggunaan
pencegahan seperti irigasi rutin atau pemberikan metronidazole dalam waktu lama atau agen
probiotik. Karena enterokolitis adalah penyebab kematian anak dengan penyakit
Hirschsprung paling sering, makan sangat penting untuk mengedukasi keluarga tentang
resiko komplikasi ini. 9,10
2.8.6

Aganglionosis Persisten atau Didapat


Masalah yang jarang ini dapat diakibatkan kesalahan patologist, pull-through zona

transisi, atau kehilangan sel ganglion setelah pull-through. Biopsi rektal berulang, diatas
anastomosis sebelumnya, harus dilakukan untuk mengetahui wapakah ada ganglion sel
normal pada semua pasien dengan gejala obstruktif persisten setelah operasi. Penanganan
yang terbaik untuk aganglionosis persisten atau didapat pada kebanyakan kasus adalah
dengan mengulang pull-through, yang dapat dilakukan menggunakan pendekatan Soave atau
Duhamel.10
2.8.7

Kelainan Motalitas
Anak dengan penyakit Hirschsprung sering dihubungkan dengan kelainan motilitas

termasuk meningkatnya insiden refluks gastroesofageal dan pengosongan lambung yang


terlambat, dismotilitas usus halus, dan kelainan motilitas kolon. Beberapa kasus lebih fokal,
biasanya melibatkan kolon kiri. Pada beberapa kasus kelainan motilitas dapat berhubungan
dengan abnormalitas histologi seperti displasia neuronal intestinal. Pada anak yang tidak
memiliki obstruksi mekanin dan yang memiliki sel ganglion normal pada biopsi rektal,
investigasi untuk kelainan motilitas harus dilakukan.10

17

2.9

Prognosis
Anak dengan penyakit Hirschsprung tanpa komplikasi harus di pantau secara teratur

hingga setindaknya berusia 5 tahun, dan dilakukan observasi terhadap tanda komplikasi
postoperatif jangka panjang. Dengan pemantauan rutin multidisipliner, anak dengan penyait
Hirschsprung memiliki kualitas hidup yang baik dan produktif di masa dewasa. Hasil jangka
oanjang dengan ketiga prosedur operasi dapat saling dibandingkan dan secara umum sangat
baik dalam tangan yang berpengalaman.9,11

18

BAB III
KESIMPULAN

Penyakit Hirschsprung adalah kelainan perkembangan dari komponen intrinsik sistem


saraf enterik yang ditandai dengan tidak adanya sel ganglion pada pleksus myenterik dan
submucosal di intestinal bagian distal. Insiden penyakit Hirschsprung diperkirakan 1 dari
5000 kelahiran. Penyakit ini ditemukan lebih banyak pada laki-laki dengan perbandingan
laki-laki dan perempuan 4:1 dan berkaitan dengan trisomi 21 dan sindrom genetik lainnya.
Penyebabnya belum sepenuhnya diketahui, walaupun pemikiran saat ini mengarah pada
penyakit ini merupakan hasil dari kelainan migrasi sel neural crest dari cephalo ke kaudal.
Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium yang
terlambat, muntah bilious (hijau) dan distensi abdomen. Kebanyakan bayi akan mengeluarkan
mekonium setelah 24 jam pertama (24-48 jam). Pemeriksaan penunjang diantaranya Barium
enema, Anorectal manometry dan Biopsy rectal sebagai gold standard.
Pada penyakit ini, talaksananya adalah operatif dengan cara tindakan bedah sementara
(kolostomi) dan bedah definitive (Prosedur Swenson, Duhamel, dan Soave). Komplikasi
utama dari penyakit Hirschsprung adalah enterokolitis post operatif, konstipasi dan striktur
anastomosis. Prognosis baik. Anak dengan penyakit Hirschsprung tanpa komplikasi harus di
pantau secara teratur hingga setindaknya berusia 5 tahun, dan dilakukan observasi terhadap
tanda komplikasi postoperatif jangka panjang.

19

Anda mungkin juga menyukai