com/klinikikm/
Pendahuluan
Sejarah Kesehatan Masyarakat
Perkembangan Kesehatan Masyarakat
Perkembangan Kesehatan Masyarakat di Indonesia
Defenisi Kesehatan Masyarakat
Ruang Lingkup Kesehatan Masyarakat
Statistik Kesehatan
Pengertian, Tujuan & Fungsi Statistik
Statistik Kesehatan
Pengolahan & Analisis Data
Penyajian Data
Ukuran-Ukuran Statistik Kesehatan
Pendidikan & Perilaku Kesehatan
Prinsip-Prinsip Pendidikan Kesehatan
Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan
Sub Bidang Keilmuan Pendidikan Kesehatan
Metode Pendidikan Kesehatan
Alat Bantu dan Media Pendidikan Kesehatan
Perilaku Kesehatan
Domain Perilaku Kesehatan
Perubahan-Perubahan Perilaku
Perubahan Perilaku dan Proses Belajar
Bentuk-Bentuk Perubahan Perilaku
Kesehatan Kerja
Batasan
Diterminan Kesehatan Kerja
Faktor Fisik dalam Kesehatan Kerja
Faktor Manusia dalam Kerja
Kecelakaan Kerja
Epidemiologi
Pengertian & Peranan Epidemiologi
Metode-Metode Epidemiologi
Pengukuran Epidemiologi
Epidemiologi Penyakit-Penyakit Menular
Imunisasi
Manajemen Kesehatan Masyarakat
Pengertian Manajemen Kesehatan
Perencanaan Kesehatan
Pengorganisasian
Pengawasan dan Pengarahan
Sistem Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Sistem Rujukan
Evaluasi Program Kesehatan
Kesehatan Lingkungan
Pengertian & Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan
Perumahan
Penyediaan Air Bersih
Pembuangan Kotoran Manusia
Sampah dan Pengelolaannya
Air Limbah dan Pengelolaannya
Gizi Masyarakat
Gizi & Fungsinya
Gizi Klinik dan Gizi Masyarakat
Penyakit-Penyakit Gizi
Kelompok Rentan Gizi
Pengukuran Status Gizi Masyarakat
Yunani, yakni Asclepius dan Higeia. Berdasarkan cerita mitos Yunani tersebut
Asclepius disebutkan sebagai seorang dokter pertama yang tampan dan pandai
meskipun tidak disebutkan sekolah atau pendidikan apa yang telah ditempuhnya
tetapi diceritakan bahwa ia telah dapat mengobati penyakit dan bahkan
melakukan bedah berdasarkan prosedur-prosedur tertentu (surgical procedure)
dengan baik.
Higeia, seorang asistennya, yang kemudian diceritakan sebagai isterinya juga
telah melakukan upaya-upaya kesehatan. Beda antara Asclepius dengan Higeia
dalam pendekatan / penanganan masalah kesehatan adalah, Asclepius
melakukan pendekatan (pengobatan penyakit), setelah penyakit tersebut terjadi
pada seseorang.
Sedangkan Higeia mengajarkan kepada pengikutnya dalam pendekatan
masalah kesehatan melalui "hidup seimbang", menghindari makanan / minuman
beracun, makan makanan yang bergizi (baik), cukup istirahat dan melakukan
olahraga.
Apabila orang yang sudah jatuh sakit Higeia lebih menganjurkan melakukan
upaya-upaya secara alamiah untuk menyembuhkan penyakitnya tersebut, antara
lain lebih baik dengan memperkuat tubuhnya dengan makanan yang baik
daripada dengan pengobatan / pembedahan.
Dari cerita mitos Yunani, Asclepius dan Higeia tersebut, akhirnya muncul 2 aliran
atau pendekatan dalam menangani masalah-masalah kesehatan. Kelompok atau
aliran pertama cenderung menunggu terjadinya penyakit (setelah sakit), yang
selanjutnya disebut pendekatan kuratif (pengobatan). Kelompok ini pada
umumnya terdiri dari dokter, dokter gigi, psikiater dan praktisi-praktisi lain yang
melakukan pengobatan penyakit baik fisik, psikis, mental maupun sosial.
Sedangkan kelompok kedua, seperti halnya pendekatan Higeia, cenderung
melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit dan meningkatkan kesehatan
(promosi) sebelum terjadinya penyakit. Kedalam kelompok ini termasuk para
petugas kesehatan masyarakat lulusan-lulusan sekolah atau institusi kesehatan
masyarakat dari berbagai jenjang.
Dalam perkembangan selanjutnya maka seolah-olah timbul garis pemisah antara
kedua kelompok profesi, yakni pelayanan kesehatan kuratif (curative health care)
dan pelayanan pencegahan atau preventif (preventive health care).
Kedua kelompok ini dapat dilihat perbedaan pendekatan yang dilakukan antara
lain sebagai berikut :
Pertama, pendekatan kuratif pada umumnya dilakukan terhadap sasaran
secara individual, kontak terhadap sasaran (pasien) pada umumnya hanya sekali
saja. Jarak antara petugas kesehatan (dokter, drg, dan sebagainya) dengan
pasien atau sasaran cenderung jauh.
minum yang bersih, pembuangan sampah, ventilasi rumah telah tercatat menjadi
bagian dari kehidupan masyarakat pada waktu itu.
Pada abad ke-14 mulai terjadi wabah pes yang paling dahsyat, di China dan
India. Pada tahun 1340 tercatat 13.000.000 orang meninggal karena wabah pes,
dan di India, Mesir dan Gaza dilaporkan bahwa 13.000 orang meninggal tiap hari
karena pes.
Menurut catatan, jumlah meninggal karena wabah pes di seluruh dunia waktu itu
mencapai lebih dari 60.000.000 orang. Oleh sebab itu waktu itu disebut "the
Black Death". Keadaan atau wabah penyakit-penyakit menular ini berlangsung
sampai menjelang abad ke-18. Disamping wabah pes, wabah kolera dan tipus
masih berlangsung.
Telah tercatat bahwa pada tahun 1603 lebih dari 1 diantara 6 orang meninggal,
dan pada tahun 1663 sekitar 1 diantara 5 orang meninggal karena penyakit
menular. Pada tahun 1759, 70.000 orang penduduk kepulauan Cyprus
meninggal karena penyakit menular. Penyakit-penyakit lain yang menjadi wabah
pada waktu itu antara lain difteri, tipus, disentri dan sebagainya.
Dari catatan-catatan tersebut di atas dapat dilihat bahwa masalah kesehatan
masyarakat khususnya penyebaran-penyebaran penyakit menular sudah begitu
meluas dan dahsyat, namun upaya pemecahan masalah kesehatan masyarakat
secara menyeluruh belum dilakukan oleh orang pada zamannya.
Periode Ilmu Pengetahuan
Bangkitnya ilmu pengetahuan pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19
mempunyai dampak yang luas terhadap segala aspek kehidupan manusia,
termasuk kesehatan. Kalau pada abad-abad sebelumnya masalah kesehatan
khususnya penyakit hanya dilihat sebagai fenomena biologis dan pendekatan
yang dilakukan hanya secara biologis yang sempit, maka mulai abad ke-19
masalah kesehatan adalah masalah yang kompleks. Oleh sebab itu pendekatan
masalah kesehatan harus dilakukan secara komprehensif, multisektoral.
Disamping itu pada abad ilmu pengetahuan ini juga mulai ditemukan berbagai
macam penyebab penyakit dan vaksin sebagai pencegah penyakit. Louis
Pasteur telah berhasil menemukan vaksin untuk mencegah penyakit cacar,
Joseph Lister menemukan asam carbol (carbolic acid) untuk sterilisasi ruang
operasi dan William Marton menemukan ether sebagai anestesi pada waktu
operasi.
Penyelidikan dan upaya-upaya kesehatan masyarakat secara ilmiah mulai
dilakukan pada tahun 1832 di Inggris. Pada waktu itu sebagian besar rakyat
Inggris terserang epidemi (wabah) kolera, terutama terjadi pada masyarakat
yang tinggal di perkotaan yang miskin. Kemudian parlemen Inggris membentuk
Kolera masuk di Indonesia tahun 1927 dan tahun 1937 terjadi wabah kolera eltor
di Indonesia kemudian pada tahun 1948 cacar masuk ke Indonesia melalui
Singapura dan mulai berkembang di Indonesia. Sehingga berawal dari wabah
kolera tersebut maka pemerintah Belanda pada waktu itu melakukan upayaupaya kesehatan masyarakat.
Namun demikian di bidang kesehatan masyarakat yang lain pada tahun 1807
pada waktu pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels, telah dilakukan
pelatihan dukun bayi dalam praktek persalinan. Upaya ini dilakukan dalam
rangka penurunan angka kematian bayi yang tinggi pada waktu itu.
Akan tetapi upaya ini tidak berlangsung lama karena langkanya tenaga pelatih
kebidanan kemudian pada tahun 1930 dimulai lagi dengan didaftarnya para
dukun bayi sebagai penolong dan perawatan persalinan. Selanjutnya baru pada
tahun 1952 pada zaman kemerdekaan pelatihan secara cermat dukun bayi
tersebut dilaksanakan lagi.
Pada tahun 1851 sekolah dokter Jawa didirikan oleh dr. Bosch, kepala
pelayanan kesehatan sipil dan militer dan dr. Bleeker di Indonesia. Kemudian
sekolah ini terkenal dengan nama STOVIA (School Tot Oplelding Van Indiche
Arsten) atau sekolah untuk pendidikan dokter pribumi. Setelah itu pada tahun
1913 didirikan sekolah dokter yang kedua di Surabaya dengan nama NIAS
(Nederland Indische Arsten School).
Pada tahun 1927, STOVIA berubah menjadi sekolah kedokteran dan akhirnya
sejak berdirinya Universitas Indonesia tahun 1947 berubah menjadi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Kedua sekolah tersebut mempunyai andil
yang sangat besar dalam menghasilkan tenaga-tenaga (dokter-dokter) yang
mengembangkan kesehatan masyarakat Indonesia.
Tidak kalah pentingnya dalam mengembangkan kesehatan masyarakat di
Indonesia adalah berdirinya Pusat Laboratorium Kedokteran di Bandung pada
tahun 1888. Kemudian pada tahun 1938, pusat laboratorium ini berubah menjadi
Lembaga Eykman dan selanjutnya disusul didirikan laboratorium lain di Medan,
Semarang, Makassar, Surabaya dan Yogyakarta.
Laboratorium-laboratorium ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam
rangka menunjang pemberantasan penyakit seperti malaria, lepra, cacar dan
sebagainya bahkan untuk bidang kesehatan masyarakat yang lain seperti gizi
dan sanitasi.
Pada tahun 1922 pes masuk Indonesia dan pada tahun 1933, 1934 dan 1935
terjadi epidemi di beberapa tempat, terutama di pulau Jawa. Kemudian mulai
tahun 1935 dilakukan program pemberantasan pes ini dengan melakukan
penyemprotan DDT terhadap rumah-rumah penduduk dan juga vaksinasi
massal. Tercatat pada tahun 1941, 15.000.000 orang telah memperoleh suntikan
vaksinasi.
Pada tahun 1925, Hydrich, seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda
melakukan pengamatan terhadap masalah tingginya angka kematian dan
kesakitan di Banyumas-Purwokerto pada waktu itu. Dari hasil pengamatan dan
analisisnya tersebut ini menyimpulkan bahwa penyebab tingginya angka
kematian dan kesakitan ini adalah karena jeleknya kondisi sanitasi lingkungan.
Masyarakat pada waktu itu membuang kotorannya di sembarang tempat, di
kebun, selokan, kali bahkan di pinggir jalan padahal mereka mengambil air
minum juga dari kali. Selanjutnya ia berkesimpulan bahwa kondisi sanitasi
lingkungan ini disebabkan karena perilaku penduduk.
Oleh sebab itu, untuk memulai upaya kesehatan masyarakat, Hydrich
mengembangkan daerah percontohan dengan melakukan propaganda
(pendidikan) penyuluhan kesehatan. Sampai sekarang usaha Hydrich ini
dianggap sebagai awal kesehatan masyarakat di Indonesia.
Memasuki zaman kemerdekaan, salah satu tonggak penting perkembangan
kesehatan masyarakat di Indonesia adalah diperkenalkannya Konsep Bandung
(Bandung Plan) pada tahun 1951 oleh dr. Y. Leimena dan dr. Patah, yang
selanjutnya dikenal dengan Patah-Leimena.
Dalam konsep ini mulai diperkenalkan bahwa dalam pelayanan kesehatan
masyarakat, aspek kuratif dan preventif tidak dapat dipisahkan. Hal ini berarti
dalam mengembangkan sistem pelayanan kesehatan di Indonesia kedua aspek
ini tidak boleh dipisahkan, baik di rumah sakit maupun di puskesmas.
Selanjutnya pada tahun 1956 dimulai kegiatan pengembangan kesehatan
sebagai bagian dari upaya pengembangan kesehatan masyarakat. Pada tahun
1956 ini oleh dr. Y. Sulianti didirikan Proyek Bekasi (tepatnya Lemah Abang)
sebagai proyek percontohan atau model pelayanan bagi pengembangan
kesehatan masyarakat pedesaan di Indonesia dan sebagai pusat pelatihan
tenaga kesehatan.
Proyek ini disamping sebagai model atau konsep keterpaduan antara pelayanan
kesehatan pedesaan dan pelayanan medis, juga menekankan pada pendekatan
tim dalam pengelolaan program kesehatan.
Untuk melancarkan penerapan konsep pelayanan terpadu ini terpilih 8 desa
wilayah pengembangan masyarakat yaitu Inderapura (Sumatera Utara),
Lampung, Bojong Loa (Jawa Barat), Sleman (Jawa Tengah), Godean
(Yogyakarta), Mojosari (Jawa Timur), Kesiman (Bali) dan Barabai (Kalimantan
Selatan). Kedelapan wilayah tersebut merupakan cikal bakal sistem puskesmas
sekarang ini.
DEFINISI KESMAS
Sudah banyak para ahli kesehatan membuat batasan kesehatan masyarakat ini.
Secara kronologis batasan-batasan kesehatan masyarakat mulai dengan
batasan yang sangat sempit sampai batasan yang luas seperti yang kita anut
saat ini dapat diringkas sebagai berikut.
Batasan yang paling tua, dikatakan bahwa kesehatan masyarakat adalah upayaupaya untuk mengatasi masalah-masalah sanitasi yang mengganggu kesehatan.
Dengan kata lain kesehatan masyarakat adalah sama dengan sanitasi. Upaya
masyarakat
dalam
rangka
pencapaian
tujuan-tujuan
Kesehatan
Kesehatan
2. Arti luas
Merupakan ilmu yang mempelajari cara pengumpulan, pengolahan, penyajian
dan analisis data termasuk cara pengambilan kesimpulan dengan
memperhitungkan unsur ketidakpastian berdasarkan konsep propabilitas.
A. Tujuan Statistik
Merupakan suatu pendekatan modern untuk menyajikan mengenai konsepkonsep dasar dan metode statistik secara lebih jelas dan langsung dapat
membantu seseorang didalam pengembangan daya kritik dalam suatu kegiatan
pengambilan keputusan dengan menggunakan cara-cara kuantitatif.
Beberapa jenis pertanyaan sehari-hari yang membutuhkan suatu keputusan
adalah sebagai berikut :
1. Pertanyaan pribadi
Misalnya :
- Kepada siapa saya akan kawin ?
- Bidang pekerjaan apakah yang saya pilih dan sesuai dengan diri saya ?
- Sub sistem pencatatan dan pelaporan manakah yang harus dibenahi ?
2. Pertanyaan yang berhubungan dengan masalah bisnis.
Misalnya :
- Apakah gedung ini akan kita beli atau sewa ?
- Apakah produk barang baru ini akan dilempar ke pasaran atau tidak ?
- Apakah kita menginvestasikan uang pada saat ini atau menunggu 1 tahun
lagi ?
3. Pertanyaan yang berhubungan dengan pemerintahan sifatnya nasional.
Misalnya :
- Apakah sistem pencatatan dan pelaporan UPGK akan dihapuskan ?
- Apakah kegiatan TKBK akan dikurangi ?
- Apakah kegiatan Posyandu harus lebih ditingkatkan pada saat ini ?
Semua pertanyaan tersebut membutuhkan suatu keputusan yang baik yang
sudah memikirkan untung dan ruginya. Di dalam sebagian besar kasus-kasus
pekerjaan yang kita alami sehari-hari, benefit dan cost adalah faktor utama yang
paling diasosiasikan dengan pengambilan suatu keputusan. Akan tetapi
kenyataan yang kita alami adalah bahwa suatu keputusan harus dibuat
walaupun dasar didalam mengambil keputusan tersebut adalah sangat lemah,
karena data-data yang diperlukan juga tidak lengkap.
Oleh karena itu, penggunaan statistik adalah penting sifatnya didalam rangka
membantu memberi bobot didalam mengambil keputusan. Dengan demikian
apakah yang dibutuhkan statistik didalam usaha untuk membantu mengambil
keputusan ?
Contoh :
BKKBN menarik sampel yang besarnya 5.000 orang yang terdiri dari akseptor
KB dari suatu kabupaten tertentu dan berdasar pada data yang ada
mengklasifikasikannya mengenai jenis alat kontrasepsi yang dipakai. Dari hasil
perhitungan secara statistik terlihat bahwa 60% peserta menggunakan IUD.
Angka 60% yang kemudian digunakan untuk menyimpulkan mengenai keadaan
akseptor secara keseluruhan di kabupaten itulah yang disebut sebagai statistical
inference.
B. Manfaat Statistik
Manfaat statistik adalah membantu para pengelola dan pelaksana program KBKes khususnya dalam mengambil keputusan yang selanjutnya dipakai dasar
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi berbagai kegiatan yang dilakukan.
Statistik Sebagai Bahan Perencanaan
Statistik seperti telah dijelaskan pada butir terdahulu adalah pengetahuan yang
berhubungan dengan pengumpulan data, pengolahan, penganalisaan, penyajian
dan penarikan kesimpulan serta pembuatan keputusan berdasarkan data dan
kegiatan analisis yang dilakukan.
Dengan kata lain setiap data yang dibutuhkan adalah data yang dapat dipercaya
dan tepat waktu. Melalui data yang dapat dipercaya dan tepat waktu diharapkan
seluruh kegiatan pengolahan data akan menghasilkan informasi untuk
mengambil suatu keputusan yang tepat. Kemungkinan-kemungkinan
penyimpangan yang telah dicoba untuk dieliminasi sekecil mungkin melalui
berbagai metode yang dikembangkan dalam statistik, akan sangat membantu
didalam setiap kegiatan perencanaan program.
Statistik Sebagai Bahan Monitoring
Seperti telah tersebut dalam arti sempit bahwa statistik adalah merupakan data
ringkasan berbentuk angka maka hal ini sangat membantu didalam suatu
kegiatan monitoring. Oleh karena secara umum yang dilakukan dalam kegiatan
monitoring adalah memonitor seluruh kekuatan dan kelemahan program yang
menyangkut berbagai variabel yang berbentuk data ringkasan (misalnya : jumlah
bayi yang ditimbang, jumlah penduduk, jumlah peserta KB, jumlah balita yang
diimunisasi dan lain sebagainya).
Kesehatan
STATISTIK KESEHATAN
Secara lebih terinci statistik kesehatan adalah suatu cabang dari statistik
yang berurusan dengan cara-cara pengumpulan, kompilasi, pengolahan
dan interpretasi fakta-fakta numerik sehubungan dengan sehat dan sakit,
kelahiran, kematian, dan faktor-faktor yang berhubungan dengan itu pada
populasi manusia. Apabila kegiatan pencatatan ini ditujukan khusus pada
kejadian-kejadian kehidupan manusia tertentu, yakni kelahiran, kematian,
perkawinan dan perceraian, disebut statistik vital (vital statistic), atau sering juga
disebut statistik kehidupan (bio statistic).
Statistik kesehatan mencakup juga statistik kehidupan dan data lain yang
berkaitan dengan kehidupan itu. Statistik kesehatan ini diperoleh dari berbagai
sumber antara lain :
1. Institusi-institusi kesehatan : pencatatan-pencatatan dari rumah sakit,
puskesmas, apotik, poliklinik, rumah bersalin dan sebagainya.
2. Program-program khusus : pelayanan kesehatan sekolah, pemberantasan
penyakit-penyakit menular, dan sebagainya.
3. Survei epidemiologi : informasi yang diperoleh dari lapangan (masyarakat).
4. Survei kesehatan rumah tangga (household survey) yang diadakan pada
periode waktu tertentu, misalnya tiap 3 tahun, 4 tahun, atau 5 tahun.
5. Institusi-institusi yang mengumpulkan data dengan tujuan-tujuan khusus,
seperti perusahaan-perusahaan asuransi, tempat-tempat pencatatan
kelahiran dan kematian di kelurahan, Kantor Urusan Agama untuk pencatatan
perkawinan dan perceraian, tempat karantina penyakit-penyakit menular, dan
sebagainya.
Update : 16 Juni 2006
Sumber :
Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu
Masyarakat. Cet. ke-2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta. 2003.
Kesehatan
MANAJEMEN KESEHATAN
Dalam kegiatan apa saja, agar kegiatan tersebut dapat mencapai tujuannya
secara efektif diperlukan pengaturan yang baik. Demikian juga kegiatan dan atau
pelayanan kesehatan masyarakat memerlukan pengaturan yang baik, agar
tujuan tiap kegiatan atau program itu tercapai dengan baik.
Proses pengaturan kegiatan ilmiah ini disebut manajemen, sedangkan proses
untuk mengatur kegiatan-kegiatan atau pelayanan kesehatan masyarakat
disebut "manajemen pelayanan kesehatan masyarakat".
Dari bagan tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa peranan pendidikan
kesehatan adalah melakukan intervensi faktor perilaku sehingga perilaku
individu, kelompok atau masyarakat sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Dengan
perkataan lain pendidikan kesehatan adalah suatu usaha untuk
menyediakan kondisi psikologis dari sasaran agar mereka berperilaku
sesuai dengan tuntutan nilai-nilai kesehatan.
2. Konsep Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan di bidang
kesehatan. Dilihat dari segi pendidikan, pendidikan kesehatan adalah suatu
pedagogik praktis atau praktek pendidikan. Oleh sebab itu konsep pendidikan
kesehatan adalah konsep pendidikan yang diaplikasikan pada bidang kesehatan.
Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti didalam
pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan ke
arah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok
atau masyarakat.
Konsep ini berangkat dari suatu asumsi bahwa manusia sebagai makhluk sosial
dalam kehidupannya untuk mencapai nilai-nilai hidup di dalam masyarakat selalu
memerlukan bantuan orang lain yang mempunyai kelebihan (lebih dewasa, lebih
pandai, lebih mampu, lebih tahu dan sebagainya). Dalam mencapai tujuan
tersebut, seorang individu, kelompok atau masyarakat tidak terlepas dari
kegiatan belajar.
Kegiatan atau proses belajar dapat terjadi dimana saja, kapan saja dan oleh
siapa saja. Seseorang dapat dikatakan belajar apabila didalam dirinya terjadi
perubahan, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat mengerjakan menjadi
dapat mengerjakan sesuatu.
Namun demikian tidak semua perubahan itu terjadi karena belajar saja, misalnya
perkembangan anak dari tidak dapat berjalan menjadi dapat berjalan. Perubahan
ini terjadi bukan hasil proses belajar tetapi karena proses kematangan.
Dari uraian singkat ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan belajar itu mempunyai
ciri-ciri : belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan pada diri
individu, kelompok, atau masyarakat yang sedang belajar, baik aktual maupun
potensial. Ciri kedua dari hasil belajar adalah bahwa perubahan tersebut
didapatkan karena kemampuan baru yang berlaku untuk waktu yang relatif lama.
Ciri ketiga adalah bahwa perubahan itu terjadi karena usaha dan disadari, bukan
karena kebetulan.
Bertitik tolak dari konsep pendidikan tersebut maka konsep pendidikan
kesehatan itu juga proses belajar pada individu, kelompok atau masyarakat dari
tidak tahu tentang nilai-nilai kesehatan menjadi tahu, dari tidak mampu
mengatasi masalah-masalah kesehatannya sendiri menjadi mampu, dan lain
sebagainya.
Berangkat dari konsep pendidikan kesehatan dan bagan di bawah, pendidikan
kesehatan didefenisikan sebagai usaha atau kegiatan untuk membantu individu,
kelompok atau masyarakat dalam meningkatkan kemampuan (perilaku)nya /
mereka untuk mencapai kesehatannya / kesehatan mereka secara optimal.
Disamping konsep pendidikan kesehatan tersebut di atas, para ahli pendidikan
kesehatan juga telah mencoba membuat batasan tentang pendidikan kesehatan
yang berbeda-beda sesuai dengan konsep mereka masing-masing tentang
pendidikan. Batasan-batasan yang sering dijadikan acuan antara lain dari
Nyswander, Stuart, Green, tim ahli WHO dan lain sebagainya.
3. Proses Pendidikan Kesehatan
Seperti telah disebutkan di atas bahwa prinsip pokok pendidikan kesehatan
adalah proses belajar. Didalam kegiatan belajar terdapat 3 persoalan pokok,
yakni persoalan masukan (input), proses dan persoalan keluaran (output).
Persoalan masukan dalam pendidikan kesehatan adalah menyangkut sasaran
belajar (sasaran didik) yaitu individu, kelompok, atau masyarakat yang sedang
belajar itu sendiri dengan berbagai latar belakangnya.
Persoalan proses adalah mekanisme dan interaksi terjadinya perubahan
kemampuan (perilaku) pada diri subjek belajar tersebut. Didalam proses ini
terjadi perubahan timbal balik antara berbagai faktor, antara lain : subjek belajar,
pengajar (pendidik atau fasilitator), metode & teknik belajar, alat bantu belajar,
dan materi atau bahan yang dipelajari.
Sedangkan keluaran adalah merupakan hasil belajar itu sendiri yaitu berupa
kemampuan atau perubahan perilaku dari subjek belajar. Proses kegiatan belajar
tersebut dapat digambarkan pada bagan di bawah !
Beberapa ahli pendidikan mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi
proses belajar ke dalam 4 kelompok besar, yakni faktor materi (bahan belajar),
lingkungan, instrumental dan subjek belajar.
Faktor instrumental ini terdiri dari perangkat keras (hardware) seperti
perlengkapan belajar dan alat-alat peraga dan perangkat lunak (software) seperti
fasilitator belajar, metode belajar, organisasi dan sebagainya. Dalam pendidikan
kesehatan subjek belajar ini dapat berupa individu, kelompok atau masyarakat.
Kesehatan
PERILAKU KESEHATAN
1. Konsep Perilaku
Sebelum kita membicarakan tentang perilaku kesehatan, terlebih dahulu akan
dibuat batasan tentang perilaku itu sendiri. Perilaku dari pandangan biologis
adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan.
Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu
sendiri.
Oleh sebab itu, perilaku manusia itu mempunyai bentangan yang sangat luas,
mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan sebagainya. Bahkan
kegiatan internal (internal activity) seperti berpikir, persepsi dan emosi juga
tersebut. Dengan kata lain responnya akan lebih intensif atau lebih kuat lagi.
Didalam kehidupan sehari-hari, respons jenis pertama (responden respons atau
respondent behaviour) sangat terbatas keberadaannya pada manusia. Hal ini
disebabkan karena hubungan yang pasti antara stimulus dan respons,
kemungkinan untuk memodifikasinya adalah sangat kecil.
Sebaliknya operant respons atau instrumental behaviour merupakan bagian
terbesar dari perilaku manusia dan kemungkinan untuk memodifikasi sangat
besar bahkan dapat dikatakan tidak terbatas. Fokus teori Skinner ini adalah pada
respons atau jenis perilaku yang kedua ini.
1.1 Prosedur Pembentukan Perilaku
Seperti telah disebutkan diatas, sebagian besar perilaku manusia adalah operant
respons. Untuk itu untuk membentuk jenis respons atau perilaku ini perlu
diciptakan adanya suatu kondisi tertentu yang disebut operant conditioning.
Prosedur pembentukan perilaku dalam operant conditioning ini menurut Skinner
adalah sebagai berikut :
a. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau
reinforcer berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan
dibentuk.
b. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang
membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen-komponen
tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya
perilaku yang dimaksud.
c. Dengan menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuantujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk masingmasing komponen tersebut.
d. Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen
yang telah tersusun itu. Apabila komponen pertama telah dilakukan maka
hadiahnya diberikan. Hal ini akan mengakibatkan komponen atau perilaku
(tindakan) tersebut cenderung akan sering dilakukan. Kalau perilaku ini
sudah terbentuk kemudian dilakukan komponen (perilaku) yang kedua, diberi
hadiah (komponen pertama tidak memerlukan hadiah lagi), demikian
berulang-ulang sampai komponen kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan
dengan komponen ketiga, keempat, dan selanjutnya sampai seluruh perilaku
yang diharapkan terbentuk.
Sebagai ilustrasi, misalnya dikehendaki agar anak mempunyai kebiasaan
menggosok gigi sebelum tidur. Untuk berperilaku seperti ini maka anak tersebut
harus :
a. Pergi ke kamar mandi sebelum tidur.
b. Mengambil sikat dan odol.
beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktorfaktor tersebut antara lain susunan saraf pusat, persepsi, motivasi, emosi, proses
belajar, lingkungan, dan sebagainya.
Susunan saraf pusat memegang peranan penting dalam perilaku manusia
karena merupakan sebuah bentuk perpindahan dari rangsangan yang masuk
menjadi perbuatan atau tindakan. Perpindahan ini dilakukan oleh susunan saraf
pusat dengan unit-unit dasarnya yang disebut neuron.
Neuron memindahkan energi-energi didalam impuls-impuls saraf. Impuls-impuls
saraf indera pendengaran, penglihatan, pembauan, pengecapan dan perabaan
disalurkan dari tempat terjadinya rangsangan melalui impuls-impuls saraf ke
susunan saraf pusat.
Perubahan-perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui
persepsi. Persepsi sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui panca indera.
Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda meskipun mengamati objek
yang sama. Motivasi yang diartikan sebagai suatu dorongan untuk bertindak
dalam rangka mencapai suatu tujuan, juga dapat terwujud dalam bentuk
perilaku.
Perilaku juga dapat timbul karena emosi. Aspek psikologis yang mempengaruhi
emosi berhubungan erat dengan keadaan jasmani, yang pada hakekatnya
merupakan faktor keturunan (bawaan). Manusia dalam mencapai kedewasaan
semua aspek tersebut diatas akan berkembang sesuai dengan hukum
perkembangan.
Belajar diartikan sebagai suatu proses perubahan perilaku yang dihasilkan dari
praktek-praktek dalam lingkungan kehidupan. Belajar adalah suatu perubahan
perilaku yang didasari oleh perilaku terdahulu (sebelumnya). Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa perilaku itu dibentuk melalui suatu proses dan
berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan menjadi 2, yakni faktor intern
dan ekstern.
Faktor intern mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi
dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar.
Sedangkan faktor ekstern meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun non fisik
seperti iklim, manusia, sosial ekonomi, kebudayaan dan sebagainya.
Dari uraian di atas tampak jelas bahwa perilaku merupakan konsepsi yang tidak
sederhana, sesuatu yang kompleks, yakni suatu pengorganisasian prosesproses psikologis oleh seseorang yang memberikan predisposisi untuk
melakukan responsi menurut cara tertentu terhadap suatu objek.
Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan
Kesehatan
Terbentuknya perilaku dapat terjadi karena proses kematangan dan dari proses
interaksi dengan lingkungan. Cara yang kedua inilah yang paling besar
pengaruhnya terhadap perilaku manusia.
beranggapan bahwa setiap fenomena terdiri dari suatu kesatuan esensial yang
melebihi jumlah unsur-unsurnya.
Bahwa keseluruhan itu lebih daripada bagian-bagiannya. Didalam peristiwa
belajar, keseluruhan situasi belajar itu amat penting karena belajar merupakan
interaksi antara subjek belajar dengan lingkungannya. Selanjutnya para ahli
psikologi Gestalt tersebut menyimpulkan, seseorang dikatakan belajar bila ia
memperoleh pemahaman (insight) dalam situasi problematis.
Pemahaman itu ditandai dengan adanya a) suatu perubahan yang tiba-tiba dari
keadaan yang tak berdaya menjadi keadaan yang mampu menguasai atau
memecahkan masalah (problem) b) adanya retensi c) adanya peristiwa transfer.
Pemahaman yang diperoleh dari situasi, dibawa dan dimanfaatkan atau
ditransfer ke dalam situasi lain yang mempunyai pola atau struktur yang sama
atau hampir sama secara keseluruhannya (bukan detailnya).
2. Teori-Teori Belajar Sosial (Social Learning)
Untuk melangsung kehidupan, manusia perlu belajar. Dalam hal ini ada 2 macam
belajar, yaitu belajar secara fisik, misalnya menari, olah raga, mengendarai
mobil, dan sebagainya, dan belajar psikis.
Dalam belajar psikis ini termasuk juga belajar sosial (social learning) dimana
seseorang mempelajari perannya dan peran-peran orang lain dalam konteks
sosial. Selanjutnya orang tersebut akan menyesuaikan tingkah lakunya dengan
peran orang lain atau peran sosial yang telah dipelajari.
Cara yang sangat penting dalam belajar sosial menurut teori stimulus-respons
adalah tingkah laku tiruan (imitation). Teori dengan tingkah laku tiruan yang
penting disajikan disini adalah teori dari Millers, NE dan Dollard, serta teori
Bandura A. dan Walter RH.
2.1 Teori Belajar Sosial dan Tiruan Dari Millers dan Dollard
Pandangan Millers dan Dollard bertitik tolak pada teori Hull yang kemudian
dikembangkan menjadi teori tersendiri. Mereka berpendapat bahwa tingkah laku
manusia itu merupakan hasil belajar. Oleh karena itu untuk memahami tingkah
laku sosial dan proses belajar sosial, kita harus mengetahui prinsip-prinsip
psikologi belajar.
Prinsip belajar itu terdiri dari 4, yakni dorongan (drive), isyarat (cue), tingkah laku
balas (respons), dan ganjaran (reward). Keempat prinsip ini saling mengait satu
sama lain, yaitu dorongan menjadi isyarat, isyarat menjadi respons, respons
menjadi ganjaran, dan seterusnya.
Dorongan adalah rangsangan yang sangat kuat terhadap organisme (manusia)
dari pihak yang lain. Dalam hal ini, pihak yang lain atau pihak yang kurang
tersebut akan menyesuaikan tingkah laku (match) dan akan tergantung
(dependent) pada pihak yang lebih.
Misalnya kakak adik yang sedang bermain menunggu ibunya pulang dari pasar.
Biasanya ibu mereka membawa coklat. Terdengar ibunya pulang, kakak segera
menjemput ibunya kemudian diikuti oleh adiknya. Ternyata mereka mendapatkan
coklat (ganjaran). Adiknya yang semula hanya meniru tingkah laku kakaknya,
dilain waktu meskipun kakaknya tidak ada, ia akan lari menjemput ibunya yang
baru pulang dari pasar.
c. Tingkah Laku Salinan (Copying Behavior)
Seperti tingkah laku tergantung, pada tingkah laku salinan, peniru bertingkah
laku atas dasar isyarat yang berupa tingkah laku pula yang diberikan oleh model.
Demikian juga dalam tingkah laku salinan ini, pengaruh ganjaran dan hukuman
sangat besar terhadap kuat atau lemahnya tingkah laku tiruan.
Perbedaannya dengan tingkah laku tergantung adalah dalam tingkah laku
tergantung ini si peniru hanya bertingkah laku terhadap isyarat yang diberikan
oleh model pada saat itu saja. Sedangkan pada tingkah laku salinan, si peniru
memperhatikan juga tingkah laku model di masa yang lalu maupun yang akan
dilakukan di waktu mendatang.
Hal ini berarti perkiraan tentang tingkah laku model dalam kurun waktu yang
relatif panjang ini akan dijadikan patokan oleh di peniru untuk memperbaiki
tingkah lakunya sendiri dimasa yang akan datang sehingga lebih mendekati
tingkah laku model.
3. Teori Belajar Sosial dari Bandura dan Walter
Teori belajar sosial yang dikemukakan Bandura dan Walter ini disebut teori
proses pengganti. Teori ini menyatakan bahwa tingkah laku tiruan adalah suatu
bentuk asosiasi dari rangsang dengan rangsang lainnya. Penguat
(reinforcement) memang memperkuat tingkah laku balas (respons) tetapi dalam
proses belajar sosial, hal ini tidak terlalu penting.
Aplikasi teori ini adalah apabila seseorang melihat suatu rangsang dan ia melihat
model bereaksi secara tertentu terhadap rangsang itu maka dalam khayalan atau
imajinasi orang tersebut, terjadi rangkaian simbol-simbol yang menggambarkan
rangsang dari tingkah laku tersebut. Rangkaian simbol-simbol ini merupakan
pengganti dari hubungan rangsang balas yang nyata dan melalui asosiasi, si
peniru akan melakukan tingkah laku yang sama dengan tingkah laku model.
Terlepas dari ada atau tidak adanya rangsang, proses asosiasi tersembunyi ini
sangat dibantu oleh kemampuan verbal seseorang. Selain dari itu, dalam proses
ini tidak ada cara-coba dan ralat (trial and error) yang berupa tingkah laku nyata
karena semuanya berlangsung secara tersembunyi dalam diri individu.
Hal yang penting disini adalah pengaruh tingkah laku model pada tingkah laku
peniru. Menurut Bandura, pengaruh tingkah laku model terhadap tingkah laku
peniru ini dibedakan menjadi 3 macam, yakni :
a. Efek modeling (modelling effect), yaitu peniru melakukan tingkah-tingkah laku
baru melalui asosiasi sehingga sesuai dengan tingkah laku model.
b. Efek menghambat (inhibition) dan menghapus hambatan (disinhibition)
dimana tingkah-tingkah laku yang tidak sesuai dengan tingkah laku model
dihambat timbulnya sedangkan tingkah laku yang sesuai dengan tingkah laku
model dihapuskan hambatannya sehingga timbul tingkah laku yang dapat
menjadi nyata.
c. Efek kemudahan (facilitation effect), yaitu tingkah-tingkah laku yang sudah
pernah dipelajari oleh peniru lebih mudah muncul kembali dengan mengamati
tingkah laku model.
Akhirnya bandura dan Walter menyatakan bahwa teori proses pengganti ini
dapat pula menerangkan gejala timbulnya emosi pada peniru yang sama dengan
emosi yang ada pada model. Contohnya seseorang yag mendengar atau melihat
gambar tentang kecelakaan yang mengerikan maka ia berdesis, menyeringai
bahkan sampai menangis ikut merasakan penderitaan tersebut.
RULING KESMAS
Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling
berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian
pula pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat dari segi
kesehatannya sendiri tetapi harus dilihat dari seluruh segi yang ada pengaruhnya
terhadap masalah "sehat-sakit" atau kesehatan tersebut.
Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun
kesehatan masyarakat, untuk hal ini Hendrik L. Blum menggambarkan secara
ringkas (lihat bagan Faktor yang Mempengaruhi Status Kesehatan di bawah !)
Keempat faktor tersebut (keturunan, lingkungan, perilaku dan pelayan
kesehatan) disamping berpengaruh langsung kepada kesehatan, juga saling
berpengaruh satu sama lainnya. Status kesehatan akan tercapai secara optimal
bilamana keempat faktor tersebut secara bersama-sama mempunyai kondisi
yang optimal pula. Salah satu faktor saja berada dalam keadaan yang terganggu
(tidak optimal) maka status kesehatan akan tergeser ke arah dibawah optimal.
Kesehatan lingkungan pada hakekatnya adalah suatu kondisi atau keadaan
Kesehatan
DETERMINASI KESKER
Seperti telah diuraikan terdahulu bahwa tujuan akhir dari kesehatan kerja adalah
untuk mencapai kesehatan masyarakat pekerja dan produktivitas kerja yang
setinggi-tingginya. Untuk mencapai tujuan-tujuan ini diperlukan suatu pra kondisi
yang menguntungkan bagi masyarakat pekerja tersebut.
Pra kondisi inilah yang penulis sebut sebagai diterminan kesehatan kerja, yang
mencakup 3 faktor utama, yakni beban kerja, beban tambahan akibat dari
lingkungan kerja, dan kemampuan kerja.
1. Beban Kerja
Setiap pekerjaan apapun jenisnya apakah pekerjaan tersebut memerlukan
kekuatan otot atau pemikiran adalah merupakan beban bagi yang melakukan.
Dengan sendirinya beban ini dapat berupa beban fisik, beban mental ataupun
beban sosial sesuai dengan jenis pekerjaan si pelaku.
Seorang kuli angkat junjung di pelabuhan sudah barang tentu akan memikul
beban fisik lebih besar daripada beban mental atau sosial. Sebaliknya seorang
petugas bea dan cukai pelabuhan akan menanggung beban mental dan sosial
2. Beban Tambahan
Disamping beban kerja yang harus dipikul oleh pekerja atau karyawan, pekerja
sering atau kadang-kadang memikul beban tambahan yang berupa kondisi atau
lingkungan yang tidak menguntungkan bagi pelaksanaan pekerjaan. Disebut
beban tambahan karena lingkungan tersebut mengganggu pekerjaan dan harus
diatasi oleh pekerja atau karyawan yang bersangkutan.
Beban tambahan ini dapat dikelompokkan menjadi 5 faktor, yakni :
a. Faktor fisik, misalnya penerangan / pencahayaan yang tidak cukup, suhu
udara yang panas, kelembaban yang tinggi atau rendah, suara yang bising,
dan sebagainya.
b. Faktor kimia, yaitu bahan-bahan kimia yang menimbulkan gangguan kerja,
misalnya bau gas, uap atau asap, debu dan sebagainya.
c. Faktor biologi, yaitu binatang atau hewan dan tumbuh-tumbuhan yang
menyebabkan pandangan tidak enak mengganggu, misalnya nyamuk, lalat,
kecoa, lumut, taman yang tidak teratur, dan sebagainya.
d. Faktor fisiologis, yakni peralatan kerja yang tidak sesuai dengan ukuran tubuh
atau anggota badan (ergonomic), misalnya meja atau kursi yang terlalu tinggi
atau pendek.
e. Faktor sosial-psikologis, yaitu suasana kerja yang tidak harmonis, misalnya
adanya klik, gosip, cemburu dan sebagainya.
Agar faktor-faktor tersebut tidak menjadi beban tambahan kerja atau setidaktidaknya mengurangi beban tambahan tersebut maka lingkungan kerja harus
ditata secara sehat atau lingkungan kerja yang sehat.
Lingkungan kerja yang tidak sehat akan menjadi beban tambahan bagi kerja
atau karyawan, misalnya :
a. Penerangan atau pencahayaan ruangan kerja yang tidak cukup dapat
menyebabkan keletihan mata.
b. Kegaduhan dan bising dapat mengganggu konsentrasi, mengganggu daya
ingat dan menyebabkan kelelahan psikologis.
c. Gas, uap, asap dan debu yang terhisap lewat pernapasan dapat
mempengaruhi berfungsinya berbagai jaringan tubuh yang akhirnya
menurunkan daya kerja.
d. Binatang, khususnya serangga (nyamuk, kecoa, lalat, dan sebagainya)
disamping mengganggu konsentrasi kerja juga merupakan pemindahan
(vektor) dan penyebab penyakit.
e. Alat-alat bantu kerja yang tidak ergonomis (tidak sesuai dengan ukuran tubuh)
akan menyebabkan kelelahan kerja yang cepat.
f. Hubungan atau iklim kerja yang tidak harmonis dapat menimbulkan
kebosanan, tidak betah kerja dan sebagainya yang akhirnya menurunkan
produktivitas kerja.
yang lain meskipun pendidikan dan pengalamannya sama dan bekerja pada
suatu pekerjaan atau tugas yang sama. Perbedaan ini disebabkan karena
kapasitas orang tersebut berbeda.
Kapasitas adalah kemampuan yang dibawa dari lahir oleh seseorang yang
terbatas. Artinya kemampuan tersebut dapat berkembang karena pendidikan
atau pengalaman tetapi sampai pada batas-batas tertentu saja. Jadi, dapat
diumpamakan kapasitas ini adalah suatu wadah kemampuan yang dipunyai oleh
masing-masing orang.
Kapasitas dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain gizi dan kesehatan ibu,
genetik dan lingkungan. Selanjutnya kapasitas ini mempengaruhi atau
menentukan kemampuan seseorang. Kemampuan seseorang dalam melakukan
pekerjaan disamping kapasitas juga dipengaruhi oleh pendidikan, pengalaman,
kesehatan, kebugaran, gizi, jenis kelamin dan ukuran-ukuran tubuh.
Kemampuan tenaga kerja pada umumnya diukur dari keterampilannya dalam
melaksanakan pekerjaan. Semakin tinggi keterampilan yang dimiliki oleh tenaga
kerja, semakin efisien badan (anggota badan), tenaga dan pemikiran
(mentalnya) dalam melaksanakan pekerjaan. Penggunaan tenaga dan mental
atau jiwa yang efisien, berarti beban kerjanya relatif rendah.
Dari laporan-laporan yang ada, para pekerja yang mempunyai keterampilan yang
tinggi, angka absenteisme karena sakit lebih rendah daripada mereka yang
keterampilannya rendah. Pekerja yang keterampilannya rendah akan menambah
beban kerja mereka, yang akhirnya berpengaruh terhadap kesehatan mereka.
Oleh karena kebugaran, pendidikan dan pengalaman mempengaruhi tingkat
keterampilan pekerja maka keterampilan atau kemampuan pekerja senantiasa
harus ditingkatkan melalui program-program pelatihan, kebugaran dan promosi
kesehatan.
Peningkatan kemampuan tenaga kerja ini akhirnya akan berdampak terhadap
peningkatan produktivitas kerja. Program perbaikan gizi melalui pemberian
makanan tambahan bagi tenaga kerja terutama bagi pekerja kasar misalnya
adalah merupakan faktor yang sangat penting untuk meningkatkan produktivitas
kerja.
Kesehatan
penelitian para ahli kesehatan kerja, ternyata tenaga yang dapat dikeluarkan
oleh rata-rata pekerja pria normal berumur antara 25-40 tahun hanya sebesar
0,2 PK. Seorang pekerja tidak mampu dibebani lebih dari 30% dari tenaga
maksimumnya selama 8 jam sehari (Silalahi, 1985).
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagai
konsekuensinya, tuntutan manusia semakin tinggi. Selanjutnya dalam memenuhi
tuntutan hidup ini, manusia semakin memerlukan peralatan dan perlengkapan
yang lebih canggih untuk mencapai hasil yang efisien. Akan tetapi semakin
canggih peralatan yang digunakan manusia, semakin besar pula bahaya yang
ditimbulkan.
Bahaya kecelakaan akibat menggunakan mesin tenun modern, jelas akan lebih
besar daripada bahaya kecelakaan akibat dari alat tenun tradisional meskipun
mesin tenun modern lebih efisien daripada alat tenun tradisional.
Namun bagaimanapun tidak efisiensinya tenaga manusia dalam kerja, tenaga
manusia tetap diperlukan dalam proses produksi. Peralatan kerja sebenarnya
hanya sebagai alat bantu manusia sebagai tenaga kerja tersebut. Masalahnya
sekarang adalah bagaimana tenaga kerja (manusia) tetap aman dan sehat atau
tercegah dari bahaya-bahaya akibat kerja tersebut.
Hal ini semua adalah sangat tergantung kepada tenaga kerja itu sendiri yang
memegang kendali alat dan lingkungan kerjanya. Dengan kata lain aspek
manusia adalah merupakan faktor penting dalam mencapai keselamatan dan
kesehatan kerja. Dua faktor penting dari aspek manusia dalam hubungannya
dengan hal ini adalah ergonomi dan psikologi kerja.
1. Ergonomi
Ergonomi berasal dari bahasa Yunani, ergon yang artinya kerja dan nomos
artinya peraturan atau hukum. Sehingga secara harfiah ergonomi diartikan
sebagai peraturan tentang bagaimana melakukan kerja, termasuk menggunakan
peralatan kerja. Selanjutnya seirama dengan perkembangan kesehatan kerja ini
maka hal-hal yang mengatur antara manusia sebagai tenaga kerja dan peralatan
kerja atau mesin juga berkembang menjadi cabang ilmu tersendiri.
Sehingga dewasa ini, batasan ergonomi adalah ilmu penyesuaian peralatan dan
perlengkapan kerja dengan kondisi dan kemampuan manusia sehingga
mencapai kesehatan tenaga kerja dan produktivitas kerja yang optimal. Dari
batasan ini terlihat bahwa ergonomi tersebut terdiri dari 2 sub sistem, yakni sub
sistem peralatan kerja dan sub sistem manusia. Sub sistem manusia ini terdiri
dari bagian-bagian yang lain diantaranya psikologi, latar belakang sosial, dan
sebagainya.
Oleh sebab itu, tujuan dari ergonomi ini adalah untuk menciptakan suatu
kombinasi yang paling serasi antara sub sistem peralatan kerja dengan manusia
sebagai tenaga kerja. Di berbagai negara tidak menggunakan istilah ergonomi,
misalnya di negara-negara Skandinavia menggunakan istilah bioteknologi.
Sedangkan di negara-negara lain seperti Amerika Utara menggunakan istilah
Human Factors Enginering.
Meskipun istilah ergonomi di berbagai negara berbeda-beda namun mempunyai
misi tujuan yang sama. Dua misi pokok ergonomi adalah :
a. Penyesuaian antara peralatan kerja dengan kondisi tenaga kerja yang
menggunakan. Kondisi tenaga kerja ini bukan saja aspek fisiknya (ukuran
anggota tubuh : tangan, kaki, tinggi badan) tetapi juga kemampuan intelektual
atau berpikirnya. Cara meletakkan dan penggunaan mesin otomatik dan
komputerisasi di suatu pabrik misalnya, harus disesuaikan dengan tenaga
kerja yang akan mengoperasikan mesin tersebut, baik dari segi tinggi badan
dan kemampuannya. Dalam hal ini yang ingin dicapai oleh ergonomi adalah
mencegah kelelahan tenaga kerja yang menggunakan alat-alat tersebut.
b. Apabila peralatan kerja dan manusia atau tenaga kerja tersebut sudah cocok
maka kelelahan dapat dicegah dan hasilnya lebih efisien. Hasil suatu proses
kerja yang efisien berarti memperoleh produktivitas kerja yang tinggi.
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan utama ergonomi
adalah mencegah kecelakaan kerja dan mencegah ketidakefisienan kerja
(meningkatkan produktivitas kerja). Disamping itu, ergonomi juga dapat
mengurangi beban kerja karena apabila peralatan kerja tidak sesuai dengan
kondisi dan ukuran tubuh pekerja akan menjadi beban tambahan kerja.
Apabila dalam menyelesaikan pekerjaan orang tidak memerlukan peralatan
bukan berarti ergonomi tidak berlaku. Dalam hal ini ergonomi dapat berlaku,
yakni bagaimana mengatur cara atau metode kerja sehingga meskipun hanya
dengan menggunakan anggota tubuh saja pekerjaan itu dapat terselesaikan
dengan efisien tanpa menimbulkan kelelahan.
Misalnya bagaimana cara mengangkat beban berat secara ergonomis, dapat
dilakukan menurut prosedur sebagai berikut :
a. Beban yang akan diangkat harus dipegang tepat dengan semua jari-jari.
b. Punggung harus diluruskan, beban harus diambil otot tungkai keseluruhan.
c. Kaki diletakkan pada jarak yang enak, sebelah kaki di belakang beban sekitar
60 derajat ke sebelah dan kaki yang satunya diletakkan disamping beban
menuju ke arah beban yang akan diangkat.
d. Dagu ditarik ke belakang agar punggung dapat tegak lurus.
e. Berat badan digunakan untuk mengimbangi berat beban.
f. Lengan harus dekat dengan badan.
Ergonomi juga dapat digunakan dalam mengkaji dan menganalisis faktor
manusia dan peralatan kerja atau mesin dalam kaitannya dengan sistem
produksi. Dari kajian atau analisis tersebut akan dapat ditentukan tugas-tugas
apa yang diberikan kepada manusia dan yang mana diberikan kepada mesin.
Beberapa prinsip ergonomi dibawah ini antara lain dapat digunakan sebagai
pegangan dalam program kesehatan kerja :
a. Sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk,
susunan, ukuran dan penempatan mesin-mesin, penempatan alat-alat
petunjuk, cara-cara harus melayani mesin (macam gerak, arah, kekuatan
dan sebagainya).
b. Untuk normalisasi ukuran mesin atau peralatan kerja harus diambil ukuran
terbesar sebagai dasar serta diatur dengan suatu cara sehingga ukuran
tersebut
dapat dikecilkan dan dapat dilayani oleh tenaga kerja yang lebih
kecil, misalnya tempat duduk yang dapat dinaikturunkan, dimajukan atau
diundurkan.
c. Ukuran-ukuran antropometri yang dapat dijadikan dasar untuk penempatan
alat- alat kerja adalah sebagai berikut :
- Berdiri : tinggi badan, tinggi bahu, tinggi siku, tinggi pinggul, depan, panjang
lengan.
- Duduk : tinggi duduk, panjang lengan atas, panjang lengan bawah & tangan,
jarak lekuk lutut.
d. Pada pekerjaan tangan yang dilakukan berdiri, tinggi kerja sebaiknya 5-10 cm
dibawah tinggi siku.
e. Dari segi otot, sikap duduk yang paling baik adalah sedikit membungkuk
sedang dari sudut tulang, dianjurkan duduk tegak, agar punggung tidak
bungkuk dan otot perut tidak lemas.
f. Tempat duduk yang baik adalah :
- Tinggi dataran duduk dapat diatur dengan papan kaki yang sesuai dengan
tinggi lutut, sedangkan paha dalam keadaan datar.
- Lebar papan duduk tidak kurang dari 35 centimeter.
- Papan tolak punggung tingginya dapat diatur dan menekan pada punggung.
g. Arah penglihatan untuk pekerjaan berdiri adalah 23-37 derajat ke bawah
sedangkan untuk pekerjaan duduk arah penglihatan 32-44 derajat ke bawah.
Arah penglihatan ini sesuai dengan sikap kepala yang istirahat.
h. Kemampuan beban fisik maksimal oleh ILO ditentukan sebesar 50 kilogram.
i. Kemampuan seseorang bekerja adalah 8-10 jam per hari. Lebih dari itu
efisiensi dan kualitas kerja menurun.
2. Psikologi Kerja
Pekerjaan akan menimbulkan reaksi psikologis bagi yang melakukan pekerjaan
itu. Reaksi ini dapat bersifat positif, misalnya senang, bergairah, dan merasa
sejahtera, atau reaksi yang bersifat negatif, misalnya bosan, acuh, tidak serius,
dan sebagainya. Reaksi positif tidak perlu dibahas disini, yang perlu dibahas
adalah reaksi yang negatif.
Seorang pekerja atau karyawan yang bersikap bosan, acuh, tak bergairah
melakukan pekerjaannya ini banyak faktor yang menyebabkannya, antara lain
tidak cocok dengan pekerjaan itu, tidak tahu bagaimana melakukan pekerjaan
yang baik, kurangnya insentif, lingkungan kerja yang tidak menyenangkan, dan
lain-lainnya. Salah satu faktor yang sering terjadi mengapa karyawan atau
pekerja ini melakukan pekerjaannya dengan sikap yang negatif adalah karena
tidak mengetahui bagaimana melakukan pekerjaannya secara baik dan efisien.
Melakukan pekerjaan secara efisien tidak hanya bergantung kepada
kemampuan atau keterampilan tetapi juga dipengaruhi oleh penguasaan
prosedur kerja, uraian kerja (job description) yang jelas. Peralatan kerja yang
tepat atau sesuai lingkungan kerja, dan sebagainya. Semuanya ini dicakup
dalam satu istilah yakni cara kerja yang ergonomis.
Cara ergonomis yang sesuai dengan teori psikologis antara lain sebagai berikut
(Silalahi, 1985) :
a. Memberikan pengarahan dan pelatihan tentang tugas kepada pekerja
sebelum melaksanakan tugas barunya.
b. Memberikan uraian tugas tertulis yang jelas kepada pekerja atau karyawan.
c. Melengkapi pekerja / karyawan dengan peralatan yang sesuai / cocok dengan
ukurannya.
d. Menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan aman.
Kurangnya perhatian terhadap cara kerja ini oleh pimpinan perusahaan dapat
menimbulkan kebosanan. Akibat kebosanan bagi pekerja, mereka akan mencari
variasi kerja lain yang tidak dikuasai (untuk menghindari monoton ini) dan ini
dapat berakibat kecelakaan kerja. Oleh sebab itu kebosanan dan kemonotonan
kerja erat kaitannya dengan kecelakaan kerja.
Aspek lain dari psikologi kerja ini yang sering menjadi masalah kesehatan kerja
adalah stres. Stres terjadi pada hampir semua pekerja, baik tingkat pimpinan
maupun pelaksana. Memang di tempat kerja, lebih-lebih tempat kerja yang
lingkungannya tidak baik, sangat potensial untuk menimbulkan stres bagi
karyawannya.
Stres di lingkungan kerja memang tidak dapat dihindarkan, yang dapat dilakukan
adalah bagaimana mengelola, mengatasi atau mencegah terjadinya stres
tersebut sehingga tidak mengganggu pekerjaan. Untuk dapat mengelola stres,
pertama sekali yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi sumber atau
penyebab stres atau stressor.
Faktor-faktor yang sering menjadi penyebab stres di lingkungan kerja dapat
dikelompokkan menjadi 2, yakni :
a. Faktor internal, yakni dari dalam diri pekerja itu sendiri, misalnya kurangnya
percaya diri dalam melakukan pekerjaan, kurangnya kemampuan atau
keterampilan dalam melakukan pekerjaan dan sebagainya.
b. Faktor eksternal, yakni faktor lingkungan kerja. Lingkungan kerja ini mencakup
lingkungan fisik dan lingkungan sosial (masyarakat kerja). Lingkungan fisik
yang
sering menimbulkan stres kerja antara lain tempat kerja yang tidak
higienis,
kebisingan yang tinggi, dan sebagainya. Sedangkan lingkungan
manusia (sosial)
yang sering menimbulkan stres adalah pimpinan yang
otoriter, persaingan kerja
yang tidak sehat, adanya klik-klik di lingkungan
kerja, dan sebagainya.
Oleh sebab itu, untuk mencegah dan mengelola stres di lingkungan kerja
tersebut juga diarahkan kedua faktor tersebut. Untuk para pekerja dilakukan
pelatihan-pelatihan yang akhirnya juga dapat meningkatkan percaya diri dalam
melaksanakan pekerjaan mereka. Sedangkan intervensi stres akibat faktor
eksternal dengan meningkatkan higiene dan kondisi lingkungan kerja serta
meningkatkan hubungan antar manusia.
Sumber :
Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu
Masyarakat. Cet. ke-2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta. 2003.
Kesehatan
GIZI MASYARAKAT
GIZI DAN FUNGSINYA
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, orang tidak terlepas dari makanan,
karena makanan adalah salah satu persyaratan pokok untuk manusia, disamping
udara (oksigen). Empat fungsi pokok makanan bagi kehidupan manusia adalah
untuk :
a. Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan / perkembangan serta
mengganti jaringan tubuh yang rusak.
b. Memperoleh energi guna melakukan kegiatan sehari-hari.
c. Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan air, mineral dan
cairan tubuh yang lain.
d. Berperan didalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit.
Agar makanan dapat berfungsi seperti itu maka makanan yang kita makan
sehari-hari tidak hanya sekedar makanan. Makanan harus mengandung zat-zat
tertentu sehingga memenuhi fungsi tersebut, dan zat-zat gizi ini disebut gizi.
Dengan perkataan lain makanan yang kita makan sehari-hari harus dapat
memelihara dan meningkatkan kesehatan.
Ilmu yang mempelajari atau mengkaji masalah makanan yang dikaitkan dengan
kesehatan ini disebut ilmu gizi. Batasan klasik mengatakan bahwa ilmu gizi ialah
ilmu yang mempelajari nasib makanan sejak ditelah sampai diubah menjadi
bagian tubuh dan energi serta diekskresikan sebagai sisa. (Achmad Djaeni,
1987).
Dalam perkembangan selanjutnya ilmu gizi mulai dari pengadaan, pemilihan,
pengolahan sampai dengan penyajian makanan tersebut. Dari batasan tersebut,
dapat ditarik kesimpulan bahwa ilmu gizi itu mencakup 2 komponen penting yaitu
makanan dan kesehatan.
Untuk mencapai kesehatan yang optimal diperlukan makanan bukan sekedar
makanan tetapi makanan yang mengandung gizi atau zat-zat gizi. Zat-zat
makanan yang diperlukan untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan ini
dikelompokkan menjadi 5 macam, yakni protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan
mineral. Fungsi-fungsi zat makanan itu antara lain sebagai berikut :
a. Protein
Protein diperoleh dari makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan (protein
nabati) dan makanan dari hewan (protein hewani). Fungsi protein bagi tubuh
antara lain :
- membangun sel-sel yang rusak.
- membentuk zat-zat pengatur seperti enziim dan hormon.
- membentuk zat inti energi (1 gram protein kira-kira menghasilkan 4,1 kalori).
b. Lemak
Lemak berasal dari minyak goreng, daging, margarin, dan sebagainya. Fungsi
pokok lemak bagi tubuh ialah :
- menghasilkan kalori terbesar dalam tubuuh manusia (1 gram lemak
menghasilkan 9,3 kalori).
- sebagai pelarut vitamin A,D,E,K.
- sebagai pelindung terhadap bagian-bagiaan tubuh tertentu dan pelindung
bagian tubuh pada temperatur rendah.
c. Karbohidrat
Karbohidrat berdasarkan gugus penyusun gulanya dapat dibedakan menjadi
monosakarida, disakarida, dan polisakarida. Fungsi karbohidrat adalah juga
salah satu pembentuk energi yang paling murah, karena pada umumnya sumber
karbohidrat ini berasal dari tumbuh-tumbuhan (beras, jagung, singkong, dan
sebagainya) yang merupakan makanan pokok.
d. Vitamin-vitamin
Vitamin dibedakan menjadi 2, yakni vitamin yang larut dalam air (vitamin A
dan B) dan vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A,D,E,K).
Fungsi masing-masing vitamin ini antara lain :
1. Vitamin A berfungsi bagi pertumbuhan sel-sel epitel dan sebagai pengatur
kepekaan rangsang sinar pada saraf dan mata.
2. Vitamin B1 berfungsi untuk metabolisme karbohidrat, keseimbangan air
dalam
tubuh dan membantu penyerapan zat lemak oleh usus.
3. Vitamin B2 berfungsi dalam pemindahan rangsang sinar ke saraf mata dan
enzim dan berfungsi dalam proses oksidasi dalam sel-sel.
4. Vitamin B6 berfungsi dalam pembuatan sel-sel darah dan dalam proses
pertumbuhan dan dalam proses pertumbuhan serta pekerjaan urat saraf.
5. Vitamin C berfungsi sebagai aktivator macam-macam fermen perombak
protein dan lemak, dalam oksidasi dan dehidrasi dalam sel, penting
dalam
pembentukan trombosit.
6. Vitamin D berfungsi mengatur kadar kapur dan fosfor dalam bersamasama
kelenjar anak gondok, memperbesar penyerapan kapur dan fosfor dari
usus,dan mempengaruhi kerja kelenjar endokrin.
7. Vitamin E berfungsi mencegah perdarahan bagi wanita hamil serta
mencegah
keguguran dan diperlukan pada saat sel sedang membelah.
8. Vitamin K berfungsi dalam pembentukan protrombin, yang berarti penting
dalam proses pembekuan darah.
e. Mineral
Mineral terdiri dari zat kapur (Ca), zat besi (Fe), zat fluor (F), natrium (Na) dan
chlor (Cl), kalium (K) dan iodium (I). Secara umum fungsi mineral adalah sebagai
bagian dari zat yang aktif dalam metabolisme atau sebagai bagian penting dari
struktur sel dan jaringan.
Kesehatan