Naskah Publikasi PDF
Naskah Publikasi PDF
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
SILFIANI BURANSA
E 100 130 006
FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
Oleh
Silfiani Buransa
(NIM 100 130 006)
ABSTRAK
Kerusakan hutan di Kabupaten Muna Sulawasi Tenggara telah mencapai
tingkat yang sangat kritis. Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan Kabupaten
Muna, Luas kawasan hutan jati di Muna saat ini diperkirakan tinggal sekitar 500
Ha, di banding tahun 1970-an bisa mencapai 60.000 ha. Penelitian ini bertujuan
untuk mengklasifikasikan dan menganalisis tingkat kerapatan hutan di Kabupaten
Muna Sulawesi Tenggara pada tahun 2007 dan 2009, menyajikan informasi
berkurangnya luas kerapatan hutan masing-masing kecamatan di Kabupaten Muna
Sulawesi Tenggara, dan mengetahui dampak dari kerusakan hutan di Kabupaten
Muna Sulawesi Tenggara.
Klasifikasi tingkat kerapatan hutan tahun 2007-2009 dilakukan dengan
pengolahan citra Landsat TM menggunakan formula NDVI (Normalized Different
Vegetation Index) yaitu memanfaatkan band 3 dan band 4. Perhitungan perubahan
luas kerapatan hutan tahun 2007-2009 dilakukan dengan metode matching dan
dilakukan kalkulasi dengan software ArcGIS. Analisis dampak kerusakan hutan
dilakukan dengan tanpa cek lapangan dan hanya berdasarkan informasi
stakeholder.
Hasil menunjukkan bahwa kerapatan hutan tertinggi di kabupaten muna
pada tahun 2007 adalah terdapat di kecamatan Bonegunu dan pada tahun 2009
adalah di kecamatan Tongkuno. Berdasarkan hasil pengolahan tingkat kerapatan
hutan di Kabupaten Muna menyatakan bahwa pada tahun 2007 memiliki luas
144.694,2 ha, sedangkan di tahun 2009 sebesar 78.007 ha, dari data tersebut dapat
dilihat bahwa luas hutan di Kabupaten Muna mengalami penurunn seluas
66.957,2 ha yang didominasi di Kecamatan Tungkuno. Kerusakan hutan di
Kabupaten Muna dari faktor ekologis berdampak terhadap punahnya jenis primate
Macaca ochreata brunnescens, perubahan suhu di Kabupaten Muna yang semakin
meningkat dan menyebabkan peningkatan penderita penyakit DBD,
meningkatkanya tingkat kemiskinan masyarakat, dan bencana alam seperti
kekeringan, tanah longsor, banjir, dan penurunan kualitas air.
iii
ABSTRACK
Forest damage in Muna Regency Southeast Sulawasi has reached a critical
point. Based on data from Muna Regency Department of Forestry, the size of teak
forest in Muna today is approximately 500 ha compared with 60.000 ha in 1970-s.
This study aims to clarify and analyze forest density level in Muna Regency
Southeast Sulawesi in 2007 and 2009, present information on the decline of forest
density in every sub-district in Muna Regency Southeast Sulawesi, and discover
the impacts of forest damage in Muna Regency Southeast Sulawesi.
Forest density levels in 2007-2009 were classified by processing the
images of Landsat TM using NDVI (Normalized Different Vegetation Index)
formula which utilizes band 3 and band 4. Changes of forest density in 2007-2009
were calculated by matching method and calculated by software ArcGIS. Forest
damage impact analysis was performed without checking the and only based on
information stakeholders
The results showed that the highest forest density in Muna regency in 2007
was in Bonegunu Sub-district and in 2009 was in Tongkuno Sub-district. Based on
the processing result of forest density level in Muna regency, in 2007 the size was
144.694,2 ha, while in 2009 it was 78.007 ha. Based on the data it can be seen that
the size of the forest in Muna Regency declined by 66.957,2 ha largely in
Tungkuno Sub-district. Forest damage in Muna Regency ecologically impacted
the extinction of a primate called Macaca ochreata brunnescens, temperature
change in Muna Regency which continues to rise and increase of dengue fever
cases, increase of poverty, and natural disasters such as drought, landslide, flood,
and declining water quality.
iv
PENDAHULUAN
Hutan yang pada hakekatnya
adalah sebuah ekosistem
yang di
dalamnya mengandung tiga fungsi
dasar yaitu fungsi produksi (ekonomi),
Lingkungan (ekologi) dan social.
Fungsi dan peran hutan selama
ini seringkali dilihat hanya dari segi
ekonomis, sebagai penghasil kayu dan
hasil hutan lainnya seperti rotan, damar
dan lain-lain. Padahal selain bernilai
ekonomi, hutan memiliki fungsi politis,
sosial budaya, dan ekologis yang tidak
terpisahkan, selama ini belum muncul
kesadaran yang berbuah pada sebuah
kebijaksanaan bahwa secara ekologis
hutan berfungsi sebagai penjaga siklus
hara tanah, reservasi air, serta penahan
erosi, juga sebagai tempat untuk
mempertahankan
keanekaragaman
hayati.
Indonesia memiliki kawasan
hutan Negara seluas 112,3 juta ha, yang
terdiri dari hutan 29,3 juta ha, hutan
konservasi seluas 19 juta ha, dan hutan
produksi seluas 64 juta ha. Sejak hutan
alam di luar Pulau Jawa diusahakan
oleh Hak Pengusahaan Hutan (HPH)
pada tahun 1967, sektor kehutanan
mempunyai peran sangat penting dalam
menopang perekonomian nasional.
Selama 10 tahun terakhir sumbangan
devisa dari industri perkayuan terhadap
perolehan devisa rata-rata 20 %. Pada
tahun 1998/1999 jumlah target devisa
dari industri perkayuan 49 sebesar US$
8,5 milyar. Namun demikian selama
periode tersebut terjadi penurunan
potensi
hutan
alam
maupun
pengurangan luasnya. Kawasan hutan
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan
Pada UU 41 Tahun 1999, pasal
1, menyatakan bahwa hutan, termasuk
hu-tan
tanaman,
bukan
hanya
sekumpulan individu pohon, namun
merupakan
suatu
komunitas
(masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang
kompleks yang terdiri dari pohon,
Kisaran
pjng gel
(m)
0,45-0,52
0,52-0,60
0,63-0,69
0,76-0,90
Sal.
Kegunaan Utama
Penetrasi tubuh air
Pengamatan puncak
pantulan vegetasi pada
saluran
Saluran terpenting
untuk membedakan
jenis vegetasi
(penyerapan klorofil)
Peka terhadap biomasa
1,55-1,75
m
10,40-12,50
2,08-2,35
vegetasi.
Pembedaan jenis
tanaman, kandungan air
1.
dan kelembapan
Membedakan formasi
batuan
Klasifiksi vegetasi,
analisis gangguan
vegetasi, pembedaan
2.
kelembaban tanah,
Tahapan Pengolahan
a)
Interpretasi Citra
Analisis
keruangan
yang
merupakan interpretasi citra dilakukan
pada peta penggunaan lahan hasil
interprestasi Citra Landsat Tahun 2007
dan 2009 yang kemudian peta tersebut
digunakan untuk melakukan cek
lapangan dengan melalui teknik
tumpang susun peta dengan SIG. Dari
teknik tumpang susun ini maka
dihasilkan peta baru yaitu peta
perubahan luas hutan Tahun 2007 dan
2009. Berdasarkan peta ini kemudian
dianalisis dengan cara menguraikan
kenampakan kenampakan yang ada
pada peta. Penentuan besarnya
perubahan dan pola yang dalam
penelitian ini dapat disusun dengan
menggunakan teknologi SIG,
c)
Klasifikasi Multispektral
Klasifikasi
multispektral
dilakukan
untuk
mengetahui
penggunaan lahan di Kabupaten Muna.
Langkah yang dilakukan yaitu dengan
menentukan tutupan lahannya terlebih
dahulu.
Klasifikasi
multispektral
menggunakan
jenis
klasifikasi
supervised classification, dimana objek
yang
diambil
sebagai
sampel
ditentukan oleh pengguna. Pengolahan
tersebut menggunakan software ENVI
4.5 ini mempunyai keunggulan ekstensi
untuk kemampuan analisis dengan
menentukan sampel menggunakan ROI
(Region of Interest) pada nilai piksel
yang seragam. Pengambilan sampel ini
dapat dilakukan dengan menggunakan
komposit citra true color atau false
color. Klasifikasi tutupan lahan
berdasarkan SNI 7645-2010 tentang
klasifikasi tutupan lahan digunakan
untuk identifikasi training area dalam
klasifikasi multispectral.
b)
Koreksi Topografi
Koreksi topografi bertujuan
untuk mengembalikan nilai keabuan
elemen gambar (piksel) pada nilai yang
sebenarnya.
Koreksi topografi dilakukan
pada citra landsat tahun 2007 dan 2009
dengan tujuan mengembalikan nilai
piksel yang terpengaruh oleh bayangan
akibat pengaruh topografi tersebut. Hal
ini
sangat
berpengaruh
untuk
pengolahan lebih lanjut yaitu untuk
d)
Analisis
Perubahan
Kerapatan Hutan
Kerapatan
hutan
di
f)
Informasi Stakeholder
Istilah
Stakeholder
adalah
lembaga
(aparat)
pemerintah,
organisasi massa yang terkait seperti
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
yang memiliki kepedulian (concern)
dan keprihatinan sehingga mereka turut
bersuara serta individu
(tokoh
masyarakat) yang dianggap penting
mewakili
aspirasi
masyarakat.
Stakeholder pendukung lainnya berasal
dari orang-orang
yang langsung
merasakan dampak dari kerusakan
hutan itu sendiri. Informasi yang di
butuhkan dalam proses pengumpulan
data seperti :
1. flora dan fauna yang punah,
2. bencana apa saja yang mengancam,
3. perubahan iklim apa yang terjadi,
dan
4. dampak langsung yang terjadi pada
masyarakat, dan apakah masyarakat
merasakan manfaat fungsi hutan
atau sebaliknya.
Cara memperoleh informasi tersebut
dengan depth interview secara terus
menerus untuk mendapatkan hasil yang
maksimal.
Pada
saat
proses
pengumpulan data informasi memang
dipilih orang-orang dari stakeholder
yang paham betul pada permasalahan
kerusakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposit Citra
Komposit citra adalah citra baru
hasil dari penggabungan 3 saluran yang
mampu menampilkan keunggulan dari
Faktor Ekologis
Faktor Sosial
Faktor Bencana
11
12
meningkat
dan
menyebabkan
peningkatan penderita penyakit
DBD, meningkatkanya tingkat
kemiskinan
masyarakat,
dan
bencana alam seperti kekeringan,
tanah
longsor,
banjir,
dan
penurunan kualitas air.
SARAN
1. Perlu pemilihan citra yang bebas
awan.
2. Perlu dilakukan lebih dalam lagi
dengan ground checking di
lapangan dan data sekunder atau
primer yang lebih lengkap baik dari
pemerintah setempat maupun dari
masyarakat Kabupaten Muna untuk
hasil yang lebih maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Buransa, Silfiani., 2013. Analisis Citra
Digital Citra Landsat TM Untuk
Pemetaan Luas Kerapatan Hutan
Dari
Tahun
2007-2009
Di
Kabupaten
Muna
Sulawesi
Tenggara. Yogyakarta : Fakultas
Geografi Universitas Gadjah Mada.
Darsimon, 2010. Fungsi Hukum
Terhadap
Penegakan
Hukum
Lingkungan
Dalam
Kasus
Keruusakan hutan Di Kabupaten
Muna Propinsi Sulawesi Tenggara .
Yogyakarta : Fakultas Geografi
Universitas Gadja Mada.
Sutanto. 1987. Penginderaan Jauh
Dasar Jilid 2. Yogyakarta : Fakultas
Geografi Universitas Gadjah Mada.
Widodo,
Joko,
2009.
Analisis
13