LAPORAN KASUS
I.
II.
IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Pekerjaan
Status marital
Agama
Pendidikan terakhir
Tanggal pemeriksaan
No. Rekam Medik
: Nn. D
: 50 tahun
: Perempuan
: Pabuaran
: Ibu rumah tangga
: Sudah menikah
: Islam
: SMP
: 15 Februari 2016
: 535375
ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dan pemeriksaan fisik pada tanggal 15 Februari
2016 di Poliklinik bagian mata RSUD Waled.
1. Keluhan utama
Pandangan kabur saat melihat jauh pada kedua mata
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke Poli Mata RSUD Waled dengan keluhan pandangan kabur pada
kedua mata, keluhan dirasakan terutama jika melihat jarak jauh. Keluham dialami
sejak 1 tahun yang lalu, dirasakan memberat sejak 3 minggu terakhir dimana pasien
mengeluh pusing saat membaca dan kerap kali memicingkan mata saat membaca.
Keluhan dirasakan semakin memberat sehingga mengganggu aktifitas sehari-hari.
Keluhan tidak disertai dengan mata merah, tetapi mata sering berair, gatal, perih,
terasa silau saat melihat cahaya disangkal pasien, melihat pelngi disekitar lampu atau
sumber cahaya disangkal, melihat seperti gambaran asap atau awan disangkal pasien.
Pasien mengaku belum pernah memeriksakan matanya sebelumnya. Pasien baru
pertama kali berobat dipoli mata. Karena keluhan dirasakan semakin mengganggu,
pasien kemudian berobat ke RSUD Waled.
3. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat dengan keluhan yang sama disangkal
Riwayat trauma pada daerah mata disangkal
Riwayat penggunaan lensa kontak disangkal
Riwayat penyakit mata disangkal
Riwayat alergi disangkal
4. Riwayat penyakit keluarga
Adik pasien mengamai keluahn yang sama dan saat ini menggunkan kacamata.
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat kencing manis disangkal
5. Riwayat pribadi dan sosial
Pasien sering menonton TV terlalu dekat
Sering membaca dengan pencahayaan yang redup
Sering bermain hp alam waktu yang lama
III.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaran
: Composmentis, E4V5M6
Tanda-tanda vital
: TD = 110/70 mmHg
N = 82 x/menit, reguler
S = 37.0 0C
Pemeriksaan
Visus
Gerak bola mata
Silia
Palpebra Superior
arah luar
Hiperemis(-),edema(-),
Palpebra Inferior
Entropion(-),
Ektropion(-),
nyeri tekan (-)
Hiperemis(-),edema(-),
Konjungtiva
Entropion(-),
Ektropion(-)
Edema (-), Papil (-),
Folikel (-)
Injeksi Siliar (-), Injeksi
Tarsalis
Konjungtiva Bulbi
arah luar
Hiperemis(-),edema(-),
Entropion(-),
Ektropion(-),
nyeri tekan (-)
Hiperemis(-),edema(-),
Entropion(-),Ektropion(-)
Folikel (-)
Injeksi
Siliar
(-),
Konjungtiva(-),
Injeksi Konjungtiva(-),
Pterigium (-)
Ikterik (-) warna putih
Jernih, sikatrik (-)
Sedang, Hipopion (-),
Pterigium (-)
Ikterik (-) warna putih
Jernih, sikatrik (-)
Sedang, Hipopion(-),
hifema (-)
Warna
Cokelat,
termulans(-)
Bulat isokor, diameter
Sklera
Kornea
COA
Iris
Pupil
terlihat
akibat
hifema (-)
Warna
Cokelat,
termulans(-)
Bulat isokor, diameter
3mm, RCL (+), RCTL
Lensa
Funduskopi
(+)
Jernih
Tidak terlihat
akibat
kekeruhan
fundus (+)
Sesuai pemeriksa
Kenyal, Nyeri Tekan (-)
Normal 14,6
S + 1.50 C -1.00 X 84
Lapang pandang
Palpasi TIO dan
Pengukuran TIO
dengan Sciotz
Refraktometer
lensa
IV.
Resume
Pasien perempuan, usia 50 tahun datang ke Poliklinik Mata RSUD Waled
dengan keluhan pandangan kabur pada kedua mata, keluhan dirasakan terutama
jika melihat jarak jauh. Dialami sejak 1 tahun yang lalu, dirasakan memberat
sejak 3 minggu terakhir dimana pasien mengeluh pusing saat memebaca dan
kerap kali memicingkan mata saat membaca. Keluhan dirasakan semakin
memberat sehingga mengganggu aktifitas sehari-hari. Adik pasien mengalami
keluhan yang sama dan saat ini menggunakan kacamata. Pasien sering
menonton TV terlalu dekat. Sering membaca dengan pencahayaan yang redup.
Pada pemerikssan didapatkan visus OD 0,4 PH (+) 0,6 dan visus OS 0,25
PH (+) 0,3 , hasil koreksi OD S +1,25 C -0,75 X 90 dan OS S +2,00 C -0,50 X
120 Add + 2.00 J2 PD 60/58
V. Diagnosis Banding
AMC (Astigmatisma Miopia Kompositiis) OS et Presbiopi OD
AMS (Astigmatisma Miopia Simplek) OS et Presbiopi OD
VI.
Diagnosis Kerja
AMC (Astigmatisma Miopia Kompositus) OS et Presbiopi OD
VII.
OD S +1,25 C -0,75 X 90
OS S +2,00 C -0,50 X 120
Add + 2.00 J2 PD 60/58
tidak pusing
VIII. Prognosis
Quo ad vitam
: ad bonam
VIII. Edukasi
a. Periksa setiap 6 bulan
b. Rutin menggunakan kacamata
c. Penerangan yang baik dan cukup saat membaca,
d. Atur jarak baca minimal + 30 cm.
e. Hindari membaca sambil tidur berbaring.
f. Aktifitas pemakaian mata jarak dekat dan jauh bergantian. Misalnya
setelah membaca, melihat gambar atau menggunakan komputer lama,
berhenti dahulu 15-20 menit, beristirahat sambil melakukan aktifitas
lain.
PEMBAHASAN TEORI
I.
ASTIGMATISME
Defenisi
Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan
garis pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik
tetapi lebih dari satu titik.
Epidemiulogi
Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800 juta sampai
2,3 milyar. Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan
pertama pada penyakit mata. Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun
terus mengalami peningkatan. Ditemukan jumlah penderita kelainan refraksi
di Indonesia hampir 25% populasi penduduk atau sekitar 55 juta jiwa.
Insidensi myopia dalam suatu populasi sangat bervariasi dalam hal umur,
negara, jenis kelamin, ras, etnis, pekerjaan, lingkungan, dan factor lainnya.
Prevalensi miopia bervariasi berdasar negara dan kelompok etnis, hingga
mencapai 70-90% di beberapa negara. Sedangkan menurut Maths
Abrahamsson dan Johan Sjostrand tahun 2003, angka kejadian astigmat
bervariasi antara 30%-70%.
Etiologi
Etiologi kelainan astigmatisma adalah sebagai berikut:
Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur.
Media refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar
adalah kornea, yaitu mencapai 80% s/d 90% dari astigmatismus,
sedangkan media lainnya adalah lensa kristalin. Kesalahan pembiasan
pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea dengan tanpa
pemendekan atau pemanjangan diameter anterior posterior bolamata.
Perubahan
i.
ii.
bidang horizontal.
Astigmatisme Against the Rule
Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari
pada bidang vertikal.
2) Astigmatisme Irreguler
Dimana titik bias didapatkan tidak teratur.
Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisme dibagi
sebagai berikut:
1. Astigmatisme Miopia Simpleks
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada
tepat pada retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya bias terkuat
sedangkan titik B adalah titik fokus dari daya bias terlemah). Pola ukuran lensa
koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl -Y atau Sph -X Cyl +Y di
mana X dan Y memiliki angka yang sama.
www.optiknisna.info
Gambar 3. Astigmatisme Miopia Simpleks
2. Astigmatisme Hiperopia Simpleks
Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B berada
di belakang retina.
10
Luium.optiknisno.info
Gambar 7. Astigmatisme Mixtus
Berdasarkan tingkat kekuatan Dioptri:
1. Astigmatismus Rendah
Astigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 Dioptri. Biasanya astigmatis-mus
rendah tidak perlu menggunakan koreksi kacamata. Akan tetapi jika timbul
keluhan pada penderita maka koreksi kacamata sangat perlu diberikan.
2. Astigmatismus Sedang
Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 Dioptri s/d 2,75 Dioptri.
Pada astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.
3. Astigmatismus Tinggi
Astigmatismus yang ukuran powernya > 3,00 Dioptri. Astigmatismus ini sangat
mutlak diberikan kacamata koreksi.
Gejala dan tanda
Pada utnunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan
gejala-gejala sebagai berikut:
-
Memiringkan kepala atau disebut dengan "titling his head", pada umunya
keluhan ini sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.
Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan
untuk mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus
juga menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti
membaca.
Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan
mendekati mata, seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk
memperbesar bayangan, meskipun bayangan di retina tampak buram.
11
Diagnosis
1. Pemeriksaan pin hole
Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam
penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media
penglihatan, atau kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah
setelah dilakukan pin hole berarti pada pasien tersebut terdapat kelainan
refraksi yang belum dikoreksi baik. Bila ketajaman penglihatan berkurang
berarti pada pasien terdapat kekeruhan media penglihatan atau pun retina yang
menggangu penglihatan.
2. Uji refraksi
Subjektif
Optotipe dari Snellen & Trial lens
Metode yang digunakan adalah dengan Metoda 'trial and error' Jarak
pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan
setinggi mata penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan
terlebih dahulu Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata. Bila
visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif, bila dengan lensa sferis
positif tajam penglihatan membaik atau mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka
pasien dikatakan menderita hipermetropia, apabila dengan pemberian lensa
sferis positif menambah kabur penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis
negatif memberikan tajam penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien
menderita miopia. Bila setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai
tajam penglihatan maksimal mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi
astigmat. Pada keadaan ini lakukan uji pengaburan (fogging technique).
Objektif
- Autorefraktometer
12
dengan
lensa
positif,
sehingga tajam
13
perubahan tergantung pada ukuran zona optik, angka dan kedalaman dari insisi.
Photorefractive keratectomy (PRK)
Adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser pada pusat
kornea. Kornea yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah
14
Anamnesa
Dari anamnesis didapatkan pandangan kabur pada kedua mata dan sulit
melihat dari kejahuan sejak 1 tahun yang lalu, pusing saat membaca dan kerap
memicingkan mata saat membaca. Data riwayat penyakit sekarang tersebut
menggambarkan perjalanan penyakit yang saat ini dialami oleh pasien. Gejala
yang dialami dapat mengarahkan pada diagnosis banding yaitu presbiopia
15
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik dan
tanda-tanda vital dalam batas normal.
Pada pemeriksaan okular didapatkan visus OD 0,4 PH (+) 0,6 artinya pasien
hanya melihat dapat melihat 20/60 berarti huruf yang cukup besar untuk dibaca
dari jarak 60 kaki oleh mata normal, baru bisa dibaca oleh mata pasien dari jarak
20 kaki, dan pada pemeriksaan pinhole hasilnya positif yaitu visus menjadi 20/25
yang menandakan adanya kelainan refraksi pada mata kanan dan 0,25, dengan PH
(+) 0,3 artinya pasien hanya dapat melihat 20/50 berarti huruf yang cukup besar
untuk dibaca dari jarak 20 kaki oleh mata normal, baru bisa dibaca oleh mata
pasien dari jarak 50 kaki dan pada pemeriksaan pinhole hasilnya positif artinya
visus 20/50 yang menandakan adanya kelainan refraksi pada mata kiri.
Hasil koreksi didapatkan OD 0,4 dengan S +1,25 C -0,75 X 90 dan OS 0,25
dengan S +2,00 C -0,50 X 120, yang artinya pada mata kanan pasien dapat melihat
dengan normal yaitu visus 0,8 dengan menggunakan lensa Sferis +1,50, cylindris
-0.75 dengan axis 90 sedangkan pada mata kiri pasien dapat melihat normal
dengan menggunakan lensa Sferis +1,20, cylindris -0,50 axis 120.
16
IV.
Diagnosis banding
Pasien didiagnosis banding dengan AMC (Astigmatisma Miopia Kompositus)
OS et Presbiopi OD dan AMS (Astigmatisma Miopia Simpleks) OS et Presbiopi
OD. Astigmatisma miopia ditandai dengan pada saat koreksi pemekain lensa sferis
negtif pada OS penglihatan masih telihat buram, setalah dilakukan penembahan
lensa cylindis negatif penglihat sudah menapai 0,8. Untuk OD diberkan lensa
sferis negatif penglihatan sudah mencapai 0,8.
V.
Diagnosis Kerja
Pasien didiagnosis menderita AMC (Astigmatisma Miopia Kompositus) OS et
Presbiopi OD. Hal tersebut didasarkan pada anamnesis dimana keluhan
pandangan kabur pada kedua mata dan sulit melihat dari kejahuan sejak 1 tahun
yang lalu. Awalnya pasien mengeluhkan pusing saat membaca dan kerap kali
memicingkan mata saat membaca. Selain itu ada pada pemeriksaan fisik
didapatkan penurunan visus mata kanan dan kiri, pemeriksaan pinhole positif.
Pada saat koreksi pemekain lensa sferis negtif pada OS penglihatan masih
telihat buram, setalah dilakukan penembahan lensa cylindis negatif peglihatan
sudah mencapai 0,8. Untuk OD diberikan lensa sferis negatif sudah mencapai 0,8.
VI.
Tatalaksana
Pengobatan AMC dan presbiopi pada pasien ini ditunjukan untuk memperjelas
penglihatan diberikan kacamata sferis negatif dan cyilindris negatif pada OS dan
sferis negatif OD dengan ukuran hasil koreksi.
VII.
Prognosis
Pada pasien Pada pasien, prognosis quo ad vitam adalah ad bonam, karena
kelainan refraksi tidak mengancam kehidupan seseorang hanya menimbulkan rasa
tidak nyaman pada pasien jika tidak dikoreksi.
Prognosis quo ad functionam adalah ad bonam dikarenakan fungsi
pengelihatan pasien yang telah menurun karena gangguan refraksi akan membaik
jika pasien selalu menggunakan kacamata.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Olver J and Cassidy L, Basic Optics and Refraction. In Olver J and Cassidy L,
Ophtalmology at a Glance. New York: Blackwell Science, 2005; 22-23.
2. James B, Chew C and Bron A. 2003. Lecture Notes Ophtalmology Edisi
Kesembilan. Jakarta..
3. Whitcher J P and Eva P R, Low Vision. In Whitcher J P and Eva P R, Vaughan &
Asbury's General Ophtalmology. New York: Me Graw Hill. 2007.
4. Ilyas S, Mailangkay H, Taim H, Saman R dan Simarmata M, 2003. Ilmu Penyakit
Mata Untuk Dokter Uraum dan mahasiswa Kedokteran Edisi Ke-2.
Jakarta.
5. A. K. Khurana, Comprehensive Ophtalmology Fourth Edition: Optics and
Refraction, New Age International (P) limited Publishers, 12: 36-38, 2007.
6. Gerhard K. Lang, Ophthalmology A Short Textbook :Optics and Refractive
Errors, Thieme, p. 127-136, 2000. Deborah, Pavan-Langston,Manual of Ocular
Diagnosis and Therapy, 6th
18