Anda di halaman 1dari 18

1

LAPORAN KASUS
I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Pekerjaan
Status marital
Agama
Pendidikan terakhir
Tanggal pemeriksaan
No. Rekam Medik

: Nn. D
: 50 tahun
: Perempuan
: Pabuaran
: Ibu rumah tangga
: Sudah menikah
: Islam
: SMP
: 15 Februari 2016
: 535375

ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dan pemeriksaan fisik pada tanggal 15 Februari
2016 di Poliklinik bagian mata RSUD Waled.
1. Keluhan utama
Pandangan kabur saat melihat jauh pada kedua mata
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke Poli Mata RSUD Waled dengan keluhan pandangan kabur pada
kedua mata, keluhan dirasakan terutama jika melihat jarak jauh. Keluham dialami
sejak 1 tahun yang lalu, dirasakan memberat sejak 3 minggu terakhir dimana pasien
mengeluh pusing saat membaca dan kerap kali memicingkan mata saat membaca.
Keluhan dirasakan semakin memberat sehingga mengganggu aktifitas sehari-hari.
Keluhan tidak disertai dengan mata merah, tetapi mata sering berair, gatal, perih,
terasa silau saat melihat cahaya disangkal pasien, melihat pelngi disekitar lampu atau
sumber cahaya disangkal, melihat seperti gambaran asap atau awan disangkal pasien.
Pasien mengaku belum pernah memeriksakan matanya sebelumnya. Pasien baru
pertama kali berobat dipoli mata. Karena keluhan dirasakan semakin mengganggu,
pasien kemudian berobat ke RSUD Waled.
3. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat dengan keluhan yang sama disangkal
Riwayat trauma pada daerah mata disangkal
Riwayat penggunaan lensa kontak disangkal
Riwayat penyakit mata disangkal
Riwayat alergi disangkal
4. Riwayat penyakit keluarga

Adik pasien mengamai keluahn yang sama dan saat ini menggunkan kacamata.
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat kencing manis disangkal
5. Riwayat pribadi dan sosial
Pasien sering menonton TV terlalu dekat
Sering membaca dengan pencahayaan yang redup
Sering bermain hp alam waktu yang lama
III.

PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan umum

: Pasien tampak sakit ringan

Kesadaran

: Composmentis, E4V5M6

Tanda-tanda vital

: TD = 110/70 mmHg
N = 82 x/menit, reguler
S = 37.0 0C

2. Status Lokalis (Pemeriksaan Oftamologi)

Oculi Dextra (OD)


Tanpa kacamata 0,4
PH (+) 0,6

Pemeriksaan
Visus
Gerak bola mata

Oculi Sinistra ( OS)


Tanpa kacamata 0,25
PH (+) 0,3

Bulu mata tumbuh ke

Silia

Bulu mata tumbuh ke

Palpebra Superior

arah luar
Hiperemis(-),edema(-),

Palpebra Inferior

Entropion(-),
Ektropion(-),
nyeri tekan (-)
Hiperemis(-),edema(-),

Edema (-), Papil (-),

Konjungtiva

Entropion(-),
Ektropion(-)
Edema (-), Papil (-),

Folikel (-)
Injeksi Siliar (-), Injeksi

Tarsalis
Konjungtiva Bulbi

arah luar
Hiperemis(-),edema(-),
Entropion(-),
Ektropion(-),
nyeri tekan (-)
Hiperemis(-),edema(-),
Entropion(-),Ektropion(-)

Folikel (-)
Injeksi
Siliar

(-),

Konjungtiva(-),

Injeksi Konjungtiva(-),

Pterigium (-)
Ikterik (-) warna putih
Jernih, sikatrik (-)
Sedang, Hipopion (-),

Pterigium (-)
Ikterik (-) warna putih
Jernih, sikatrik (-)
Sedang, Hipopion(-),

hifema (-)
Warna

Cokelat,

termulans(-)
Bulat isokor, diameter

Sklera
Kornea
COA
Iris
Pupil

3mm, RCL (+), RCTL


(+)
Jernih
Tidak

terlihat

akibat

hifema (-)
Warna

Cokelat,

termulans(-)
Bulat isokor, diameter
3mm, RCL (+), RCTL

Lensa
Funduskopi

(+)
Jernih
Tidak terlihat

akibat

kekeruhan lensa , Reflek

kekeruhan

fundus (+)
Sesuai pemeriksa
Kenyal, Nyeri Tekan (-)
Normal 14,6

Reflek fundus (+)


Sesuai pemeriksa
Kenyal,Nyeri Tekan (-)
Normal 17,3

S + 1.50 C -1.00 X 84

Lapang pandang
Palpasi TIO dan
Pengukuran TIO
dengan Sciotz
Refraktometer

lensa

S + 2.00 C -0,25 X 108

IV.

Resume
Pasien perempuan, usia 50 tahun datang ke Poliklinik Mata RSUD Waled
dengan keluhan pandangan kabur pada kedua mata, keluhan dirasakan terutama
jika melihat jarak jauh. Dialami sejak 1 tahun yang lalu, dirasakan memberat
sejak 3 minggu terakhir dimana pasien mengeluh pusing saat memebaca dan
kerap kali memicingkan mata saat membaca. Keluhan dirasakan semakin
memberat sehingga mengganggu aktifitas sehari-hari. Adik pasien mengalami
keluhan yang sama dan saat ini menggunakan kacamata. Pasien sering
menonton TV terlalu dekat. Sering membaca dengan pencahayaan yang redup.
Pada pemerikssan didapatkan visus OD 0,4 PH (+) 0,6 dan visus OS 0,25
PH (+) 0,3 , hasil koreksi OD S +1,25 C -0,75 X 90 dan OS S +2,00 C -0,50 X
120 Add + 2.00 J2 PD 60/58

V. Diagnosis Banding
AMC (Astigmatisma Miopia Kompositiis) OS et Presbiopi OD
AMS (Astigmatisma Miopia Simplek) OS et Presbiopi OD
VI.

Diagnosis Kerja
AMC (Astigmatisma Miopia Kompositus) OS et Presbiopi OD

VII.

Tatalaksana yang diberikan


Kacamata dengan koreksi

OD S +1,25 C -0,75 X 90
OS S +2,00 C -0,50 X 120
Add + 2.00 J2 PD 60/58

tidak pusing

VIII. Prognosis
Quo ad vitam

: ad bonam

Quo ad functionam : ad bonam


Quo ad sanationam : ad bonam

VIII. Edukasi
a. Periksa setiap 6 bulan
b. Rutin menggunakan kacamata
c. Penerangan yang baik dan cukup saat membaca,
d. Atur jarak baca minimal + 30 cm.
e. Hindari membaca sambil tidur berbaring.
f. Aktifitas pemakaian mata jarak dekat dan jauh bergantian. Misalnya
setelah membaca, melihat gambar atau menggunakan komputer lama,
berhenti dahulu 15-20 menit, beristirahat sambil melakukan aktifitas
lain.

PEMBAHASAN TEORI

I.

ASTIGMATISME
Defenisi
Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan
garis pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik
tetapi lebih dari satu titik.
Epidemiulogi
Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800 juta sampai
2,3 milyar. Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan
pertama pada penyakit mata. Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun
terus mengalami peningkatan. Ditemukan jumlah penderita kelainan refraksi
di Indonesia hampir 25% populasi penduduk atau sekitar 55 juta jiwa.
Insidensi myopia dalam suatu populasi sangat bervariasi dalam hal umur,
negara, jenis kelamin, ras, etnis, pekerjaan, lingkungan, dan factor lainnya.
Prevalensi miopia bervariasi berdasar negara dan kelompok etnis, hingga
mencapai 70-90% di beberapa negara. Sedangkan menurut Maths
Abrahamsson dan Johan Sjostrand tahun 2003, angka kejadian astigmat
bervariasi antara 30%-70%.
Etiologi
Etiologi kelainan astigmatisma adalah sebagai berikut:
Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur.
Media refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar
adalah kornea, yaitu mencapai 80% s/d 90% dari astigmatismus,
sedangkan media lainnya adalah lensa kristalin. Kesalahan pembiasan

pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea dengan tanpa
pemendekan atau pemanjangan diameter anterior posterior bolamata.
Perubahan

lengkung permukaan kornea ini terjadi karena

kelainan kongenital, kecelakaan, luka atau parut di kornea, peradangan

kornea serta akibat pembedahan kornea.


Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa.
Semakin bertambah umur seseorang, maka kekuatan akomodast lensa
kristalin juga semakin berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin akan

mengalami kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatismus.


Intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplasty
Trauma pada kornea
Tumor
Klasifikasi
Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisme dibagi sebagai
berikut:
1) Astigmatisme Reguler
Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidang
yang saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu
bidang memiliki daya bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain.
Astigmatisme jenis ini, jika mendapat koreksi lensa cylindris yang tepat, akan
bisa menghasilkan tajam penglihatan normal. Tentunya jika tidak disertai
dengan adanya kelainan penglihatan yang lain.
Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme regular
ini dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
Astigmatisme With the Rule
Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada

i.

ii.

bidang horizontal.
Astigmatisme Against the Rule
Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari
pada bidang vertikal.

2) Astigmatisme Irreguler
Dimana titik bias didapatkan tidak teratur.
Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisme dibagi
sebagai berikut:
1. Astigmatisme Miopia Simpleks

Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada
tepat pada retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya bias terkuat
sedangkan titik B adalah titik fokus dari daya bias terlemah). Pola ukuran lensa
koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl -Y atau Sph -X Cyl +Y di
mana X dan Y memiliki angka yang sama.

www.optiknisna.info
Gambar 3. Astigmatisme Miopia Simpleks
2. Astigmatisme Hiperopia Simpleks
Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B berada
di belakang retina.

Gambar 4. Astigmatisme Hiperopia Simpleks


3. Astigmatisme Miopia Kompositus
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik Beberada
di antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini
adalah Sph -X Cyl -Y.

Gambar 5. Astigmatisme Miopia Kompositus


4. Astigmatisme Hiperopia Kompositus
Astigmatisme jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan titik A
berada di antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis
ini adalah Sph +X Cyl +Y.

Gambar 6. Astigmatisme Hiperopia Kompositus


5. Astigmatisme Mixtus
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada
di belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph
+X Cyl -Y, atau Sph -X Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak dapat
ditransposisi hingga nilai X menjadi nol, atau notasi X dan Y menjadi sama sama + atau -.

10

Luium.optiknisno.info
Gambar 7. Astigmatisme Mixtus
Berdasarkan tingkat kekuatan Dioptri:
1. Astigmatismus Rendah
Astigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 Dioptri. Biasanya astigmatis-mus
rendah tidak perlu menggunakan koreksi kacamata. Akan tetapi jika timbul
keluhan pada penderita maka koreksi kacamata sangat perlu diberikan.
2. Astigmatismus Sedang
Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 Dioptri s/d 2,75 Dioptri.
Pada astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.
3. Astigmatismus Tinggi
Astigmatismus yang ukuran powernya > 3,00 Dioptri. Astigmatismus ini sangat
mutlak diberikan kacamata koreksi.
Gejala dan tanda
Pada utnunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan
gejala-gejala sebagai berikut:
-

Memiringkan kepala atau disebut dengan "titling his head", pada umunya

keluhan ini sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.
Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan
untuk mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus
juga menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti

membaca.
Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan
mendekati mata, seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk
memperbesar bayangan, meskipun bayangan di retina tampak buram.

11

Sedang pada penderita astigmatismus rendah, biasa ditandai dengan


gejalagejala sebagai berikut:
-

Sakit kepala pada bagian frontal.


Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya
penderita akan mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau
mengucek-ucek mata.

Diagnosis
1. Pemeriksaan pin hole
Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam
penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media
penglihatan, atau kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah
setelah dilakukan pin hole berarti pada pasien tersebut terdapat kelainan
refraksi yang belum dikoreksi baik. Bila ketajaman penglihatan berkurang
berarti pada pasien terdapat kekeruhan media penglihatan atau pun retina yang
menggangu penglihatan.
2. Uji refraksi
Subjektif
Optotipe dari Snellen & Trial lens
Metode yang digunakan adalah dengan Metoda 'trial and error' Jarak
pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan
setinggi mata penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan
terlebih dahulu Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata. Bila
visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif, bila dengan lensa sferis
positif tajam penglihatan membaik atau mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka
pasien dikatakan menderita hipermetropia, apabila dengan pemberian lensa
sferis positif menambah kabur penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis
negatif memberikan tajam penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien
menderita miopia. Bila setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai
tajam penglihatan maksimal mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi
astigmat. Pada keadaan ini lakukan uji pengaburan (fogging technique).
Objektif
- Autorefraktometer

12

Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan


menggunakan komputer. Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya
dihasilkan oleh alat dan respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur
berapa besar kelainan refraksi yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya
memerlukan waktu beberapa detik.
- Keratometri
Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukuradius
kelengkungan komea.ll Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat
berharga namun mempunyai keterbatasan.
3. Uji pengaburan
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam
penglihatannya dikaburkan

dengan

lensa

positif,

sehingga tajam

Penglihatan berkurang2 baris pada kartu Snellen, misalnya dengan menambah


lensa spheris positif 3. Pasien diminta melihat kisi-kisi juring astigmat, dan
ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat. Bila garis juring pada 90 yang
jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan sumbu lensa silinder, atau lensa
silinder ditempatkan dengan sumbu 180. Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder
negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi-kisi astigmat.vertikal sama tegasnya
atau kaburnya dengan juring horizontal atau semua juring sama jelasnya bila
dilihat dengan lensa silinder uitentukan yang ditambahkan. Kemudian pasien
diminta melihat kartu Snellen dan perlahan-lahan ditaruh lensa negatif
sarapai pasien melihat jelas.

13

Gambar 8. Kipas Astigmat


4. Keratoskop
Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisrne.
Pemeriksa memerhatikan imej "ring" pada kornea pasien. Pada astigmatisme
regular, "ring" tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme irregular, imej tersebut
tidak terbentuk sempurna.
5. Javal ophtalmometer Boleh digunakan untuk mengukur kelengkungan sentral
dari kornea diaman akan menentukan kekuatan refraktif dari kornea.
Terapi
1. Koreksi lensa
Miopi dapat dikoreksi dengan lensa speris negative.Pada anak-anak
dengan derajat myop sampai dengan - 6 D,diberikan full koreksi dan dipakai
terus.Pada myop diatas - 6 D pada pemberian pertama kali dapat diturunkan dulu
antara 1 - 2 D.Pada myop tinggi dapat dikurangi sesuai keadaan. Astigmatismus
dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder. Karena dengan
koreksi lensa cylinder penderita astigmatismus akan dapat membiaskan sinar
sejajar tepat diretina, sehingga penglihatan akan bertambah jelas.
2. Orthokeratology
Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak,
lebih dari satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan
menurunkan myopia, Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan
standar. Pada astigmatismus irregular dimana terjadi pemantulan dan pembiasan
sinar yang tidak teratur pada dataran permukaan depan kornea maka dapat
dikoreksi dengan memakai lensa kontak. Dengan memakai lensa kontak maka
permukaan depan kornea tertutup rata dan terisi oleh film air mata.
3. Bedah refraksi
Methode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari :
Radial keratotomy (RK)
Dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di parasentral. Bagian
yang lemah dan curam pada permukaan kornea dibuat rata. Jumiah hasil
-

perubahan tergantung pada ukuran zona optik, angka dan kedalaman dari insisi.
Photorefractive keratectomy (PRK)
Adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser pada pusat
kornea. Kornea yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah

14

photorefractive keratectomy dan setelah beberapa bulan akan kembali jernih.


Pasien tanpa bantuan koreksi kadang-kadang menyatakan penglihatannya lebih
baik pada waktu sebelum operasi.
II. PRESBIOPI
Defenisi
Presbiopia merupakan gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi
akibat kelemahan otot akomodasi dan atau lensa mata tidak kenyal atau
berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa (Ilyas, 2014).
Akibat gangguan akomodasi ini maka pasien berusia lebih dari 40 tahun,
akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan
sering terasapedas (Ilyas, 2014).
Pada pasien presbiopia kacamata atau adisi diperlukan untuk membaca
dekat yang berkekuatan tertentu, biasanya (Ilyas, 2014):
a. S+ 1.00 D untuk usia 40 tahun
b. S+ 1.50 D untuk usia 45 tahun
c. S+ 2.00 D untuk usia 50 tahun
d. S+2.50 D untuk usia 55 tahun
e. S+3.00 D untuk usia 60 tahun
ANALISA KASUS
I. Identitas Pasien
Pasien merupakan seorang perempuan usia 50 tahun sebagai ibu rumah tangga.
Hal tersebut bisa menjadi faktor risiko bagi terjadinya kelainan refraksi. Insidensi
kelainan refraksi dalam suatu populasi sangat bervariasi berdasarkan pada umur,
jenis kelamin, ras, etnis, pekerjaan, lingkungan dan negara. Berdasarkan data dari
II.

Anamnesa
Dari anamnesis didapatkan pandangan kabur pada kedua mata dan sulit
melihat dari kejahuan sejak 1 tahun yang lalu, pusing saat membaca dan kerap
memicingkan mata saat membaca. Data riwayat penyakit sekarang tersebut
menggambarkan perjalanan penyakit yang saat ini dialami oleh pasien. Gejala
yang dialami dapat mengarahkan pada diagnosis banding yaitu presbiopia

15

astigmatisma miopia kompositus, dan astigmatisma miopia simpieks karena pada


masing-masing diagnosis banding tersebut didapatkan gejala serupa dengan yang
dialami oleh pasien, yaitu pandangan kabur dan sulit melihat. Pasien tidak
menggunakan kacamata.
Riwayat penyakit keluarga didapatkan anggota keluarga yang menderita
penyakit serupa dengan pasien yaitu adik pasien dan sekarang sudah
menggunakan kacamata. Ini berarti penyakit yang diderita oleh pasien
kemungkinan adalah diturunkan oleh keluarganya, Riwayat penyakit kronis
seperti diabetes melitus disangkal dalam keluarga.
Riwayat kebiasaan pasien menjelaskan bahwa pasien sering menonton TV
terlalu dekat, sering membaca dengan pencahayaan yang redup, hal tersebut dapat
menjadi faktor terjadinya penambahan berat penglihatan pasien.
III.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik dan
tanda-tanda vital dalam batas normal.
Pada pemeriksaan okular didapatkan visus OD 0,4 PH (+) 0,6 artinya pasien
hanya melihat dapat melihat 20/60 berarti huruf yang cukup besar untuk dibaca
dari jarak 60 kaki oleh mata normal, baru bisa dibaca oleh mata pasien dari jarak
20 kaki, dan pada pemeriksaan pinhole hasilnya positif yaitu visus menjadi 20/25
yang menandakan adanya kelainan refraksi pada mata kanan dan 0,25, dengan PH
(+) 0,3 artinya pasien hanya dapat melihat 20/50 berarti huruf yang cukup besar
untuk dibaca dari jarak 20 kaki oleh mata normal, baru bisa dibaca oleh mata
pasien dari jarak 50 kaki dan pada pemeriksaan pinhole hasilnya positif artinya
visus 20/50 yang menandakan adanya kelainan refraksi pada mata kiri.
Hasil koreksi didapatkan OD 0,4 dengan S +1,25 C -0,75 X 90 dan OS 0,25
dengan S +2,00 C -0,50 X 120, yang artinya pada mata kanan pasien dapat melihat
dengan normal yaitu visus 0,8 dengan menggunakan lensa Sferis +1,50, cylindris
-0.75 dengan axis 90 sedangkan pada mata kiri pasien dapat melihat normal
dengan menggunakan lensa Sferis +1,20, cylindris -0,50 axis 120.

16

IV.

Diagnosis banding
Pasien didiagnosis banding dengan AMC (Astigmatisma Miopia Kompositus)
OS et Presbiopi OD dan AMS (Astigmatisma Miopia Simpleks) OS et Presbiopi
OD. Astigmatisma miopia ditandai dengan pada saat koreksi pemekain lensa sferis
negtif pada OS penglihatan masih telihat buram, setalah dilakukan penembahan
lensa cylindis negatif penglihat sudah menapai 0,8. Untuk OD diberkan lensa
sferis negatif penglihatan sudah mencapai 0,8.

V.

Diagnosis Kerja
Pasien didiagnosis menderita AMC (Astigmatisma Miopia Kompositus) OS et
Presbiopi OD. Hal tersebut didasarkan pada anamnesis dimana keluhan
pandangan kabur pada kedua mata dan sulit melihat dari kejahuan sejak 1 tahun
yang lalu. Awalnya pasien mengeluhkan pusing saat membaca dan kerap kali
memicingkan mata saat membaca. Selain itu ada pada pemeriksaan fisik
didapatkan penurunan visus mata kanan dan kiri, pemeriksaan pinhole positif.
Pada saat koreksi pemekain lensa sferis negtif pada OS penglihatan masih
telihat buram, setalah dilakukan penembahan lensa cylindis negatif peglihatan
sudah mencapai 0,8. Untuk OD diberikan lensa sferis negatif sudah mencapai 0,8.

VI.

Tatalaksana
Pengobatan AMC dan presbiopi pada pasien ini ditunjukan untuk memperjelas
penglihatan diberikan kacamata sferis negatif dan cyilindris negatif pada OS dan
sferis negatif OD dengan ukuran hasil koreksi.

VII.

Prognosis
Pada pasien Pada pasien, prognosis quo ad vitam adalah ad bonam, karena
kelainan refraksi tidak mengancam kehidupan seseorang hanya menimbulkan rasa
tidak nyaman pada pasien jika tidak dikoreksi.
Prognosis quo ad functionam adalah ad bonam dikarenakan fungsi
pengelihatan pasien yang telah menurun karena gangguan refraksi akan membaik
jika pasien selalu menggunakan kacamata.

17

Procniosis ouo ad sanationam adalah ad bonam dengan pemberian kacamata


yang sesuai koreksi maka penglihatan pasien akan lebih baik dan tidak pusing
sehingga pasien bisa beraktivitas seperti biasa.
VIII. Edukasi
a. Periksa setiap 6 bulan
b. Rutin menggunakan kacamata
c. Penerangan yang baik dan cukup saat membaca,
d. Atur jarak baca minimal + 30 cm.Hindari membaca sambil tidur berbaring.
e. Aktifitas pemakaian mata jarak dekat dan jauh bergantian. Misalnya
setelah membaca, melihat gambar atau menggunakan komputer lama,
berhenti dahulu 15-20 menit, beristirahat sambil melakukan aktifitas
lain.

DAFTAR PUSTAKA
1. Olver J and Cassidy L, Basic Optics and Refraction. In Olver J and Cassidy L,
Ophtalmology at a Glance. New York: Blackwell Science, 2005; 22-23.
2. James B, Chew C and Bron A. 2003. Lecture Notes Ophtalmology Edisi
Kesembilan. Jakarta..
3. Whitcher J P and Eva P R, Low Vision. In Whitcher J P and Eva P R, Vaughan &
Asbury's General Ophtalmology. New York: Me Graw Hill. 2007.
4. Ilyas S, Mailangkay H, Taim H, Saman R dan Simarmata M, 2003. Ilmu Penyakit
Mata Untuk Dokter Uraum dan mahasiswa Kedokteran Edisi Ke-2.
Jakarta.
5. A. K. Khurana, Comprehensive Ophtalmology Fourth Edition: Optics and
Refraction, New Age International (P) limited Publishers, 12: 36-38, 2007.
6. Gerhard K. Lang, Ophthalmology A Short Textbook :Optics and Refractive
Errors, Thieme, p. 127-136, 2000. Deborah, Pavan-Langston,Manual of Ocular
Diagnosis and Therapy, 6th

18

Anda mungkin juga menyukai