TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Uterus
2.1.1. Anatomi dan Histologi Uterus
Uterus berbentuk seperti buah pir dan berdinding tebal. Yang terdiri dari
fundus uteri, korpus uteri, cavum uteri. Ukuran dari fundus uteri ke serviks adalah
8 cm, ukuran cornu ke cornulebih dari 5 cm, dan ukuran anterior ke posterior
adalah 2,5 cm (Paulsen and Waschke, 2013). Secara histopatologi struktur uterus
dari dalam ke luar terdiri atas: lapisan endometrium di korpus uteri dan lapisan
endoserviks di serviks uteri, otot-otot polos atau miometrium, dan lapisan serosa.
Endometrium dilapisi oleh sel epitel kolumnar bersilia dengan kelenjar sekresi
mukosa yang membentuk invaginasi ke dalam stroma selular, dan jaringan yang
banyak mengandung pembuluh darah. Endometrium melapisi seluruh kavum uteri
dan berperan penting dalam siklus menstruasi selama masa reproduksi (Snell,
2012).
Kelenjar dan stroma mengalami perubahan siklik, terjadi pergantian fase
pengelupasan dan fase pertumbuhan baru yang berlangsung sekitar 28 hari.
Endometrium mempunyai dua lapisan yaitu: (1). lapisan fungsional, yang akan
mengelupas pada saat menstruasi; dan (2). lapisan basal yang tidak ikut
mengelupas. Epitel lapisan fungsional mengalami poliferasi aktif setelah periode
menstruasi sampai terjadi ovulasi, kemudian kelenjar endometrium mengalami
fase sekresi. Perubahan histologi endometrium normal selama siklus menstruasi di
pengaruhi oleh perubahan sekresi hormon steroid ovarium. Jika endometrium
terus-menerus terpapar oleh stimulasi estrogen baik endogen, maupun eksogen
akan menyebabkan hiperplasia endometrium (Sofoewan, 2012).
gonadotropin yang dihasilkan oleh trophoblast. Jika konsepsi dan inplantasi tidak
terjadi, maka korpus luteum mengalami regresi dan terjadi menstruasi (Sofoewan,
2012).
2.1.2.2. Siklus uterus
Siklus uterus dimulai dari fase poliferasi. Pada fase proliferasi, tebal
lapisan endometrium 0,5 mm akan bertumbuh menjadi 4-5 mm. Fase poliferasi
terbagi atas 3 tahapan yaitu: (1). fase awal (hari ke-4 sampai hari ke-7) terjadi
regenerasi epitel, kelenjar masih pendek dan mitosis epitel, stroma padat disertai
mitosis; (2). Fase pertengahan (hari ke-8sampai hari ke-10) ditandai dengan
gambaran kelenjar panjang dan berbentuk kurva, epitel permukaan menjadi
kolumnar dan terdapat mitosis; dan (3). fase proliferasi lanjut, kelenjar berkelokkelok, inti pseudostratified dan stroma tumbuh sangat aktif dan tebal (Kurman and
Mazur, 2005). Setelah terjadi ovulasi, akan diikuti fase sekretori.
Fase sekretori, vaskularisasi endometrium sangat meningkat dan stroma
endometrium longgar akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron yang
dihasilkan oleh korpus luteum. Kelenjar mulai bergelung dan menggumpar, serta
mulai mensekresikan cairan. Akhir dari siklus uterus adalah fase menstruasi. Fase
menstruasi terjadi regresi korpus luteum, pasokan hormon untuk endometrium
terhenti. Endometrium menjadi lebih tipis, karena terjadi nekrosis di
endometrium, juga terjadi spasme dan nekrosis dinding arteri spiralis. Yang
menimbulkan pendarahan berbercak, selanjutnya menyatu dan menghasilkan
darah menstruasi (Ganong, 2008).
2.2.Hiperplasia Endometrium
2.2.1. Defenisi dan Epidemiologi
Hiperplasia endometrium merupakan suatu keadaan patologis pada
endometrium berupa peningkatan proliferasi kelenjar endometrium yang
mengakibatkan adanya perubahan rasio kelenjar dan stroma, bentuk dan ukuran
kelenjar, susunan kelenjar bertambah menjadi 2-3 lapis (Ellenson and Pirog,
2010).
fase sekresi melainkan akan terstimulasi terus oleh efek mitogenik estradiol (E2)
yang menyebabkan pertumbuhan berlebihan dari endometrium. Kondisi anovulasi
yang paling umum adalah pada kasus Sindroma Polikistik Ovarium (PCOS). Pada
PCOS, 75% terdapat resistensi insulin dan hiperinsulinemia yang diduga akan
memacu angiogenesis, ekspresi aromatase dan menghambat apoptosis serta
menstimulasi proliferasi sel ovarium dan endometrium, kasus ini sering terjadi
pada wanita dengan obesitas (Indeks Massa Tubuh/ IMT 30). Pada obesitas,
jaringan lemak dan depositnya di perifer merupakan sumber utama aromatase,
sehingga pada wanita post-menopause hal ini merupakan sumber estrogen dengan
adanya konversi androgen di adrenal dan ovarium. Fungsi stroma ovarium pada
wanita post-menopause tetap normal, tetapi bila didapatkan penyimpangan seperti
hiperplasia stroma, maka menyebabkan sintesis estrogen yang meningkat dan
memacu terjadi hiperplasia endometrium sampai menjadi suatu karsinoma
endometrium. Tumor ovarium, baik itu primer maupun sekunder, dapat
berhubungan dengan peningkatan fungsi ovarium dalam mensintesis estrogen,
seperti tumor sel stroma, sel teka dan granulosa. Salah satu review mengemukakan
bahwa ada hubungan antara adenokarsinoma endometriod ovarium dengan
endometrium, tetapi mekanisme ini sepertinya merupakan karsinogenesis yang
spontan dengan adanya kesamaan epitel pada keduanya dibandingkan salah satu
tumor menginduksi pada salah satu tumor lainnnya (Cahyanti, 2008).
- Simpleks
- Kompleks
- Simpleks
- Kompleks
hiperplasia
endometrium
tanpa
sel
atipik
yang
10
Gambar 2.2. Hiperplasia endometrium kompleks tanpa sel atipik. Kelenjar saling
bertumpukan dan ukuran serta bentuknya ireguler (Ellenson and Pirog, 2010).
11
Gambar 2.4. Hiperplasia kompleks atipik. Dengan pembesaran tinggi, tampak sel
atipik yang ireguler, stratifikasi inti dengan inti bulat. Sitoplasma eosinofilik dan
pucat (Ellenson and Pirog, 2010).
12
2.2.5. Diagnosa
Terapi yang tepat pada penderita hiperplasia endometrium sangat
ditentukan oleh adanya ketepatan diagnosis histopatologi, yang tergantung pada
ketepatan dalam mendapatkan sediaan endometrium. Banyak cara untuk
mendapatkan sediaan endometrium, diantaranya adalah sitologi, biopsi, dilatasi
dan kuretase (D & C), serta biopsi dengan histeroskopi. Dari beberapa review cara
diagnosis hiperplasia endometrium sebelumnya bahwa pengambilan sediaan
dengan dilatasi dan kuretase adalah cara yang terbaik dengan mengurangi
subjektifitas
gambaran
endometrium
bila
dibandingkan
dengan
biopsi
endometrium
(The
American
College
of
Obstetrician
and
Gynecologists, 2012).
2.2.6. Komplikasi
Berkembangnya hiperplasia endometrium yang tidak mendapatkan terapi
menjadi suatu karsinoma endometrium. Hubungan patogenesis berkembangnya
hiperplasia endometrium menjadi suatu karsinoma endometrium dipengaruhi oleh
aktivitas paparan estrogen yang mengakibatkan proliferasi yang tidak terkontrol.
Kanker endometrium merupakan salah satu jenis keganasan di endometrium yang
berasal dari pelapis epitel kelenjar dan berpotensi melibatkan miometrium. Kanker
endometrium termasuk kanker ginekologik yang paling sering terjadi di dunia
berat, menempati urutan keempat kanker pada perempuan setelah kanker
payudara, kolon, dan paru (American Cancer Society, 2013; World Cancer
Research Fund, 2013).
13
2.2.7. Pengobatan
Ada banyak penyebab pendarahan uterus abnormal. Jika pendarahan di
diagnosis dengan hiperplasia endometrium, dapat diobati dengan progestin yang
diberikan secara oral, krim, dan dalam alat kontrasepsi. Dosis dan lamanya
pemberian tergantung pada usia dan jenis hiperplasia. Jika memiliki tipe
hiperplasia kompleks dengan atipik resiko kanker sangat meningkat dan biasanya
histerektomi merupakan pilihan pengobatan terbaik (The American College of
Obstetrician and Gynecologists, 2012; National Cancer Institute, 2012).