REFERAT Farmasi
REFERAT Farmasi
REFERAT FARMASI
EFEK ANTI MIKROBA BERBAGAI OBAT GOLONGAN AMINOGLIKOSIDA
Pembimbing:
Dra. Nuraini Farida, Apt, MS, AFK
Prof. Mulyarjo, dr., Sp. THT-KL (K)
Disusun oleh :
Ririn Rohmah
2015.04.2.0127
2015.04.2.0128
2015.04.2.0129
Rusda Syawie
2015.04.2.0130
2015.04.2.0131
2015.04.2.0132
Steven Hartanto
2015.04.2.0136
KEPANITRAAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
2015
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat dan karunia-Nya akhirnya referat yang berjudul EFEK ANTI
MIKROBA BERBAGAI OBAT GOLONGAN AMINOGLIKOSIDA) ini dapat
terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penyusunan referat ini merupakan salah satu tugas yang harus
dilaksanakan sebagai bagian dari kepaniteraan Farmasi Kedokteran di RSAL
Surabaya. Tak lupa ucapan terima kasih kami ucapkan pada semua pihak yang
telah membantu penyusunan referat ini, terutama kepada ibu Nuraini Farida,
Dra, MS, AFK yang telah membimbing penyusunan referat ini.
Dalam Penulisan referat ini kami menyadari adanya keterbatasan
kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki, sehingga referat ini jauh dari
sempurna. Oleh karena itu kritik maupun saran yang membangun selalu
diharapkan agar dapat menyempurnakan karya tulis ini dimasa yang akan
datang.
Semoga tugas ini dapat berguna bagi pembaca pada umumnya dan
penulis pada khususnya.
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I PENDAHULUAN
2.1 Definisi
2.7 Resistensi
2.8 Farmakokinetik
10
12
12
12
14
16
3.1 Diskusi
16
3.2 Pembahasan
17
3.3 Kesimpulan
20
3.4 Summary
20
3.5 Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
22
BAB I
PENDAHULUAN
Antibiotik
adalah
zat
kimia
yang
dihasilkan
oleh
berbagai
penyakit
infeksi,
mempunyai
sifat
toksisitas
selektif,
yaitu
bakterisidal.
antara
lain
amikasin,
apramisin,
arbekasin,
astromisin,
2.1 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
AMINOGLIKOSIDA
3.1 Definisi
Aminoglikosida adalah grup antibiotik bakterisidal yang dihasilkan
dari
ordo
Actinomycetes,
khususnya
genus
Streptomyces
dan
streptomisin)
atau
2-deoksistreptamin
(ciri
aminoglikosida
lain),
berbentuk senyawa polikation yang bersifat basa kuat dan sangat polar,
baik dalam bentuk basa maupun garam, bersifat mudah larut dalam air.
Sediaan suntikan berupa garam sulfat, karena paling sedikit nyeri untuk
suntikan intra muskular.
Stabilitasnya cukup baik pada suhu kamar, terutama dalam
bentuk kering, misalnya streptomisin stabil untuk paling sedikit satu
tahun.
2.3
Preparat Aminoglikosida
Obat-obatan yang termasuk dalam golongan aminoglikosida
antara lain amikasin, apramisin, arbekasin, astromisin, bekanamisin,
dibekasin,
dihidrostreptomisin,
framisetin,
gentamisin,
isepamisin,
terhadap
Mycobacterium
tuberculosis
dan
penggunaannya
atau tobramisin adalah pilihan obat dari infeksi serius oleh organisme
rentan aminoglikosida dan sering digunakan bersama antibakteri yang
lain. Amikasin dan netilmisin dapat diberikan pada infeksi berat
organisme yang resisten terhadap gentamisin dan aminoglikosida
lainnya.
N
O
1
PREPARAT
DOSIS
KETERANGAN
Amikasin
Injeksi im, iv lambat, atau Kadar puncak (1 jam)
infus, 15mg/kgBB/hari dibagi tidak
dalam 2x pemberian
Gentamisin
lebih
dari
boleh
boleh
lebih
10mg/L
Injeksi im, iv lambat, atau Kadar puncak
infus, 2-5 mg/kgBB/hari terbagi tidak
boleh
dari
(1
jam)
lebih
dari
tiap 8 jam.
10mg/L dan kadar lembah
ANAK di bawah 2 minggu,
tidak boleh lebih dari
3mg/kgBB tiap 12 jam; 2
2mg/L
minggu 2 tahun, 2mg/kgBB
3
Kanamisin
tiap 8 jam
Injeksi im, 250mg tiap 6 jam Kadar puncak tidak boleh
atau 500mg tiap 12 jam
lebih
dari
30mg/L
dan
Neomisin
N
O
5
PREPARAT
DOSIS
KETERANGAN
Netilmisin
Injeksi im, iv lambat, atau Kadar puncak (1 jam)
infus,
4-6mg/kgBB/hari tidak
boleh
lebih
dari
Tobramisin
tidak
boleh
lebih
2mg/L
Injeksi im, iv lambat, atau infus Kadar puncak
(1
dari
jam)
3mg/kgBB/hari
dalam
dosis tidak
boleh
lebih
dari
3mg/kgBB/hari tidak
terjadi
boleh
lebih
dari
perbaikan 2mg/L
klinis).
NEONATUS 2mg/kgBB tiap 12
jam
BAYI/ANAK di atas 1 minggu
2-2,5mg/kgBB tiap 8 jam
2.4 Efek Antimikroba
Aktivitas antibakteri gentamisin, tobramisin, kanamisin, netilmisin,
dan amikasin terutama tertuju pada basil gram negatif yang aerobik.
Aktivitas terhadap mikroorganisme anaerobik atau bakteri fakultatif
dalam kondisi anaerobik rendah sekali. Ini dapat dijelaskan berdasarkan
kenyataan bahwa untuk transpor aminoglikosid membutuhkan oksigen
(transpor aktif). Aktivitas terhadap bakteri gram-positif sangat terbatas.
Streptomisin dan gentamisin aktif terhadap enterokok dan streptokok lain
tetapi efektivitas klinis hanya dapat dicapai bila digabung dengan
penisillin. Walaupun in vitro 95% galur S.aureus dan kebanyakan
S.epidermidis sensitif terhadap gentamisin dan tobramisin, manfaat klinik
belum terbukti sehingga sebaiknya obat ini jangan digunakan tersendiri
untuk indikasi tersebut.
untuk
amikasin
dan
kanamisin.
Secara
umum
aktivitas
Ca++
dan
Mg ++ , hiperosmolaritas,
kenyataan
tersebut,
diperkirakan
aminoglikosid
akibat
berkembangnya
spektrum
antimikroba
resistensi.
manfaatnya
Jadi
data
hasil
terbatas.
Pola
dalam
Actionobacillus,
darah
antara
lain
ialah
Brucella,
H.ducreyi,
resistensi
streptomisin
merupakan
secara
kesulitan
kronik,
misalnya
utama
pada
dalam
terapi
terhadap enzim yang prevalen saat ini, sehingga memegang posisi kunci
dalam mengatasi infeksi yang diduga telah resisten terhadap gentamisin.
Metabolit aminoglikosid tidak memperlihatkan efek antibakteri.
Penetrasi aminoglikosid lewat membran sitoplasma membutuhkan
proses aktif. Hal ini menjelaskan resistensi kuman anaerobik dan bakteri
fakultatif dalam suasana anaerobik terhadap aminoglikosid. Resistensi
alami
kuman
terhadap
aminoglikosid
juga
diduga
berdasarkan
dan
hipofosfatemia
kadang-kadang
dapat
terjadi.
Gangguan fungsi ginjal hampir selalu bersifat reversibel karena sel tubuli
proksimal mempunyai kapasitas regenerasi.
Beratnya nefrotoksisitas berhubungan dengan kadar obat yang
tinggi dalam plasma. Kadar puncak lebih dari 12-15 g/mL gentamisin,
tobramisin, sisomisin dan netilmisin diduga meningkatkan nefrotoksisitas.
Demikian juga kadar puncak lebih tinggi dari 32 g/mL untuk amikasin
dan kanamisin sedapat mungkin dihindarkan. Adanya insufisiensi faal
ginjal, usia lanjut dan penggunaan bersama obat tertentu (diuretik kuat,
sefalotin, atau sefaloridin) bertahan selama beberapa jam.
Potensi nefrotoksik terkuat dimiliki oleh neomisin, sedangkan yang
terlemah ialah streptomisin. Kanamisin dan gentamisin berada diantara
keduanya. Frekuensi kejadian untuk gentamisin ialah 2-10% atau ratarata sekitar 4%. Nefrotoksisitas amikasin sama dengan gentamisin,
sebaliknya tobramisin memberi kesan kurang toksik atau sekurangkurangnya
nefrotoksisitasnya
tidak
melebihi
gentamisin.
Dengan
.9.2
Efek Ototoksik
Ototoksisitas merupakan keterbatasan yang paling besar dalam
penggunaan aminoglikosida. Ototoksisitas (vestibular dan auditori) secara
langsung berkaitan dengan tinggi kadar plasma puncak dan durasi pengobatan.
Antibiotik dapat terakumulasi dalam endolimfe dan perilimfe dari telinga bagian
dalam. Efek samping bisa berupa tuli yang mungkin ireversibel dan telah
terbukti dapat mempengaruhi perkembangan janin. Pasien yang diberikan
aminoglikosida secara bersamaan dengan obat ototoksik lainnya seperti
cisplatin atau diuretik memiliki resiko tinggi terkena ototoksisitas. Streptomisin
dan gentamisin diketahui lebih toksik terhadap rami vestibular, sedangkan
neomisin dan kanamisin lebih toksik terhadap rami auditori.
Gejala Klinis Toksisitas Koklea:
tertutup.
Pemulihan dari fase ini mungkin memerlukan 12 sampai 18 bulan, dan
kebanyakan pasien memiliki sisa kerusakan permanen. Meskipun tidak
ada pengobatan khusus untuk defisiensi vestibular, penghentian awal
obat dapat memungkinkan pemulihan sebelum kerusakan permanen.
.9.3
Efek Neurotoksik
Blokade neuromuskular:
Reaksi toksik yang tidak biasa dari blokade neuromuskular akut
dan apnea dikaitkan dengan aminoglikosida. Urutan penurunan potensi
blokadenya yaitu neomisin, kanamisin, amikasin, gentamisin, dan
tobramisin. Pada manusia, blokade neuromuskular terjadi setelah
pemberian berangsur angsur dari dosis besar aminoglikosida pada
intrapleural atau intraperitoneal. Namun, reaksinya juga dapat mengikuti
administrasi secara intravena, intramuskular, dan oral. Kebanyakan
kejadian berhubungan dengan anestesi atau administrasi dari agen
bloking neuromuskular. Pasien dengan myastenia gravis sangat rentan
terhadap blokade neuromuskular oleh aminoglikosida.
Aminoglikosida dapat menghambat pelepasan pre-junctional dari
asetilkolin dan juga mengurangi post-synaptic sensitivity dari transmitter,
tetapi Ca2+ dapat mengatasi efek ini, dan pemberian secara intravena
dari garam kalsium adalah pengobatan pilihan untuk toksisitas. Inhibitor
dari asetilkolinesterase (edrophonium dan neostigmine) dapat juga
digunakan dengan berbagai tingkat keberhasilan.
Efek lain pada sistem saraf:
Pemberian streptomisin dapat menyebabkan disfungsi saraf optikus,
termasuk scotoma, menunjukkan pembesaran blind spot. Antara reaksi toksik
yang kurang dari streptomisin adalah neuritis periferal. Pada kasus ini dapat
dilakukan injeksi pada saraf selama pemberian terapi parenteral pada toksisitas
melibatkan saraf terkecil dari pemberian antibiotik. Paresthesia paling umum
terjadi pada perioral, tetapi juga dapat menunjukkan di daerah lain dari wajah
atau tangan, biasanya diikuti penggunaan antibiotik dan biasanya muncul 30-60
menit setelah injeksi obat. Hal ini dapat bertahan selama beberapa jam.
2.9.4 Efek lain yang tidak dikehendaki
Secara umum aminoglikosida memiliki potensi alergi yang sedikit,
anafilaksis, dan rash yang tidak biasa. Reaksi hipersensitivitas yang jarang
termasuk rash pada kulit, eosinofilia, demam, dyscrasia, angioedema,
dermatitis eksfoliatif, stomatitis, anaphylactic shock telah dilaporkan.
Pemberian aminoglikosida secara parenteral tidak dihubungkan dengan colitis
pseudomembran, kemungkinan karena aminoglikosida tidak mengganggu flora
normal anaerob.
BAB 3
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
3.1 Diskusi
3.1.1 Penelitian
mengenai
efek
nefrotoksik
dari
obat
golongan
juga
merupakan
faktor
penting
untuk
sepenuhnya
3.2 Pembahasan
Mekanisme Aminoglikosid Induksi Nefrotoksisitas
dan
kemudian
aktivasi
jalur
intrinsik
dari
apoptosis,
fungsi
ekskresi
dari
nephron-nephron
dan
juga
ordo
Actinomycetes,
khususnya
genus
Streptomyces
dan
Microspora.
Aminoglikosida efektif melawan bakteri gram negative dengan berikatan pada
ribosom 30S pada bakteri sehingga bakteri tidak bisa menyintesis protein .
Aminoglikosida sukar diabsorbsi melalui saluran cerna. Ekskresi
aminoglikosida berlangsung melalui ginjal terutama dengan filtrasi
glomerulus. Sebagian besar ekskresi terjadi dalam 12 jam setelah obat
diberikan.
Kadar tinggi aminoglikosida menumpuk dalam endolimfe dan perilimfe
telinga bagian dalam. Hal ini menyebabkan rusaknya sel-sel rambut pada
koklea dan vestibular sehingga menyebabkan tuli yang ireversible.
Efek samping antibiotik golongan Aminoglikosida akan
menginduksi kerusakan pada sel-sel tubulus ginjal. Aminoglikosida akan
terakumulasi pada sel tubulus ginjal dan menimbulkan inflamasi,
inflamasi ini akan berakhir pada matinya (apoptosis) sel stuktural
penyusun ginjal, yang disebut dengan Gagal Ginjal Akut.
3.4 Summary
3.5 Saran
Walaupun dalam dua dekade terakhir ini banyak dilakukan
penelitian mengenai antibiotika golongan Aminoglikosida hasilnya masih
kurang memuaskan. Karena itu, sangat disarankan untuk terus menggali
informasi yang lebih rinci lagi mengenai materi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Dale, M.M, Rang, H.p, Ritter, J.M, Flower, R.J. 2007. Rang and Dales
Pharmacology 6th Edition. London : Churchill Livingstone.
Goodman A. and Gilman L. 2006. The Pharmacological Basis of Therapeutics.
New York : The McGraw-Hill Company.
IONI. 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia, Cetakan Pertama. Jakarta :
BPOM RI, KOPERPOM dan CV Sagung Seto.
Istiantoro, Yati H, Gan, Vincent HS. 2009. Aminoglikosid Farmakologi dan Terapi,
Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Katzung, Bertram G. 2007. Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 10. Jakarta : EGC.
Martindale. 2007. The Complete Drug Reference, 35th edition. United States: The
Parmaceutical Press.
Novoa, Jose M Lopez, Quiros, Yaremi, Vicente, Laura, Morales, Ana I, Hernandez,
Francisco J Lopez, 2011, New Insight into the Mechanism of Aminoglycoside
Nephrotoxicity, Kidney Int., vol. 79, no. 1, pp. 33-45.
Richard A Harvey. 2015. Pharmacology Lippincott Illustrated Reviews Series, 6th
edition. Philadelphia: Wolters Kluwer.