Anda di halaman 1dari 73

BAB I

PENDAHULUAN
1

Sejarah Singkat PT. Pertamina (Persero)


Upaya pencarian (eksplorasi) sumber minyak bumi di Indonesia pertama kali

dilakukan oleh Jhon Reenik (Belanda) pada tahun 1871 di kaki Gunung Ceremai,
sedangkan eksploitasi minyak bumi pertama kali dilakukan di Telaga Tunggal
pada tahun 1885, sumur ini merupakan sumur pertama di kawasan HindiaBelanda yang berproduksi secara komersial.
Seiring dengan semakin banyaknya sumber minyak mentah yang sudah
ditemukan, pada akhir abad ke-18 mulai didirikan beberapa perusahaanperusahaan minyak asing, seperti Shell, Stanvac, Royal Dutch Company, dan lainlain yang melakukan pengeboran di Indonesia, baru setelah Indonesia merdeka
pada tahun 1945, usaha untuk mengambil alih kekuasaan sektor industri minyak
dan gas bumi mulai dilakukan. Berdasarkan Undang-Undang Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi, UU No.44/1961, dibentuklah tiga perusahaan negara (PN)
di sector minyak dan gas bumi, yaitu :
1. PN PERTAMIN berdasarkan PP No.3/1961
2. PN PERMINA berdasarkan PP No.198/1961
3. PN PERMIGAN berdasarkan PP No.199/1961
Pada tahun 1965 PN. PERMIGAN dibubarkan, semua fasilitas produksinya
diserahkan kepada PN PERMINA dan fasilitas pemasarannya diserahkan kepada
PN PERTAMIN. Pada tahun 1968 didirikan PN PERTAMINA yang merupakan
gabungan dari PN PERMINA dan PERTAMIN dan pada tanggal 17 September
2003 PN PERTAMINA berubah nama menjadi PT. PERTAMINA (PERSERO).
Pada awalnya PT. Pertamina (PERSERO) memiliki tujuh unit pengolahan
akan tetapi Unit Pengolahan I di Pangkalan Brandan yang berkapasitas 5 MBSD
berhenti beroperasi pada tahun 2007 karena permasalahan pasokan umpan.
Keenam Unit Pengolahan yang masih beroperasi saat ini antara lain:
1. Refinery Unit II Dumai-Sei Pakning, Riau dengan kapasitas 170 MBSD
2. Refinery Unit III Plaju-Sungai Gerong, Sumatera Selatan dengan kapasitas
126,2 MBSD
3. Refinery Unit IV Cilacap, Jawa Tengah dengan kapasitas 348 MBSD
1

4. Refinery Unit V Balikpapan, Kalimantan Timur dengan kapasitas 260 MBSD


5. Refinery Unit VI Balongan, Jawa Barat dengan kapasitas 125 MBSD
6. Refinery Unit VII Kasim, Papua Barat dengan kapasitas 9,5 MBSD

Gambar 1. Peta Refinery Unit PT. Pertamina di Indonesia


2

Sejarah PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju - Sungai Gerong


PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju-Sungai Gerong merupakan satu dari

tujuh unit pengolahan yang dimiliki oleh PT. PERTAMINA. Daerah operasi
Pertamina RU III ini meliputi kilang Plaju dan kilang Sungai Gerong. Kilang
minyak Plaju didirikan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1903. Kilang ini
mengolah minyak mentah yang berasal dari Prabumulih dan Jambi. Kilang ini
mempunyai kapasitas produksi 100 MBCD (Million Barrel per Calendar Day).
Pada tahun 1957, kilang ini diambil alih oleh PT. Shell Indonesia dan pada
tahun 1965 pemerintah Indonesia mengambil alih kilang Plaju dari PT. Shell
Indonesia. Kilang Sungai Gerong didirikan oleh STANVAC pada tahun 1926.
Kilang yang berkapasitas produksi 70 MBCD ini kemudian dibeli oleh Pertamina
pada tahun 1970. Dengan adanya penyesuaian unit yang masih ada, maka kapasitas produksi kilang Sungai Gerong menjadi 25 MBCD.
Pada tahun 1973, kedua kilang ini mengalami proses integrasi. Kedua kilang
ini dikenal dengan sebutan Kilang Musi. Kilang ini berada di bawah pengawasan

PT. Pertamina RU III dan bertanggung jawab dalam pengadaan BBM (Bahan
Bakar Minyak) untuk wilayah Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Lampung.
Selain proses integrasi tersebut, RU III telah melakukan beberapa modifikasi yang
secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1. Sejarah PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju Sungai Gerong
Tahun Sejarah
1903
1926
1957
1965

Pembangunan Kilang Minyak di Plaju oleh Shell (Belanda)


Kilang Sungai Gerong dibangun oleh STANVAC (AS)
Kilang Plaju diambil alih oleh PT. Shell Indonesia
Kilang Plaju/Shell dengan kapasitas 100 MBCD dibeli oleh

1970
1971

negara/PERTAMINA
Kilang Sungai Gerong/STANVAC dibeli oleh negara/PERTAMINA
Pendirian kilang polypropylene untuk memproduksi pellet polytam

1973
1982

dengan kapasitas 20.000 ton/th


Integrasi operasi kilang Plaju Sungai Gerong
Pendirian Plaju Aromatic Center (PAC) dan Proyek Kilang Musi

1982

(PKM I) yang berkapasitas 98 MBSD


Pembangunan High Vacuum Unit (HVU) Sungai Gerong dan

1984

revamping CDU (konservasi energi)


Proyek pembangunan kilang TA/PTA dengan kapasitas produksi

1986

150.000 ton/th
Kilang PTA (Purified Terephtalic Acid) mulai berproduksi dengan

1987

kapasitas 150.000 ton/th


Proyek pengembangan konservasi energi/Energy Conservation

1988
1990
1994

Improvemant (ECI)
Proyek Usaha Peningkatan Efisiensi dan Produksi Kilang (UPEK)
Debottlenecking kapasitas kilang PTA menjadi 225.000 ton/th
PKM II: Pembangunan unit polypropylene baru dengan kapasitas
45.200 ton/th, revamping RFCCU Sungai Gerong dan unit alkilasi,
redesign siklon RFCCU Sungai Gerong, modifikasi unit Redistilling
I/II Plaju, pemasangan Gas Turbine Generator Complex (GTGC) dan
perubahan frekuensi listrik dari 60 Hz ke 50 Hz, dan pembangunan
Water Treatment Unit (WTU) dan Sulphuric Acid Recovery Unit

2002
2003

(SARU)
Pembangunan jembatan integrasi Kilang Musi
Jembatan integrasi Kilang Musi yang menghubungkan Kilang Plaju

2007

dengan Sungai Gerong diresmikan


Kilang TA/PTA berhenti beroperasi

Sumber : Pedoman BPST Angkatan XIV. Penerbit Pertamina, Palembang,2012

Lokasi PT. Pertamina (Persero) RU III


Lokasi PT. Pertamina (Persero) RU III berada pada Provinsi Sumatera Selatan

yang meliputi lokasi kilang Plaju yang terletak di kota Palembang dan kilang
Sungai Gerong yang berada di Kabupaten Banyuasin Kecamatan Banyuasin I.
Luas wilayah kerja PT. Pertamina RU III Plaju-Sungai Gerong sebesar 1812,6 Ha.
Tabel 2. Luas Wilayah Pertamina
NO
1
2
3
4
5
6
7

TEMPAT
Area Perkantoran Kilang Plaju
Area Kilang Sungai Gerong
PUSDIKLAT Firedan Safety
RDP dan Lapangan Golf Bagus Kuning
RDP Kenten
Lapangan Golf Kenten
RDP Plaju, Sungai Gerong Ilir

LUAS (Ha)
229,60
153,90
34,95
51,40
21,20
80,60
349,37

Sumber : Pedoman BPST Angkatan XIV. Penerbit Pertamina, Palembang,2012

Untuk lebih jelasnya lokasi PT. Pertamina (Persero) RU III dapat dilihat pada
gambar dibawah ini :

Gambar 2. Denah PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju Sungai Gerong


4

Kilang Unit Operasi Plaju


Kilang unit operasi Plaju terletak di selatan Sungai Musi dan barat Sungai
Komering. Berdasarkan tata letak, kilang unit operasi Plaju terdiri dari
beberapa unit pengolahan Petroleum seperti, Crude Destiller II,

Crude

Destiller III, Crude Destiller IV, Crude Destiller V, Redestiller I/II, Stabilizer
C/A/B, Straight Main Gas Compressor (SRMGC), Butane Butylen Motor Gas
Compressor (BBMGC), Butane Butylen Distiller, Butane Butylen Treating,
Polymerisasi, Alkilasi, Storage dan Blending Musicool. Selain unit-unit
tersebut kilang Plaju juga memiliki kilang Petrokimia, yaitu kiliang
Polypropylene.
5

Kilang Unit Operasi Sungai Gerong


Kilang unit operasi Sungai Gerong terletak dipersimpangan Sungai Musi
dan Sungai Komering. Kilang Minyak Sungai Gerong terdiri dari unit-unit
Crude Distiller VI, High Vacum Unit II, Riser Fluid Catalytic Cracking Unit.

Struktur Organisasi
Sistem organisasi PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju Sungai Gerong

dipimpin oleh seorang General Manager Refinery Unit III yang bertanggung
jawab langsung kepada Direktur Pengolahan Pertamina. General Manager
Refinery Unit III membawahi beberapa manajer, antara lain :
1. Production Manager
Production Manager bertanggung jawab akan pengolahan kilang dari bahan
baku minyak mentah sampai menjadi produk jadi. Production Manager
membawahi beberapa unit, yaitu :
a. Unit CD & L
b. Unit Oil movement
c. Unit Polypropylene
d. Unit CD & GP
e. Unit Utilities
f. Unit Laboratory
2. Refinery Planning & Optimization Manager
Refinery Planning &Optimization Manager memiliki tanggung jawab akan
perencanaan kilang termasuk penjualan produk dan kapasitas produksi.
3. Maintenance Planning & Support Manager
Maintenance Palnning & Support Manager memiliki tugas untuk
menentukan dan menganalisa kerusakan yang terjadi pada peralatan produksi.
4. Maintenance Execution Manager
Maintenance Execution Manager memiliki tanggung jawab pekerjaan yang
berhubungan

dengan

Maintenance

Planning

&

Support

Manager.

Maintenance Execution Manager akan melakukan pengerjaan perbaikan


peralatan kilang bila Maintenance Planning & Support Manager menemukan
adanya kerusakan pada peralatan kilang.
5. Enggineering & Development Manager
6. Enggineering & Development Manager membawahi langsung Proses
Enggineering. Tugas Process Engineeering (PE) di PT. Pertamina (Persero)
adalah sebagai berikut :
a. Melakukan studi-studi untuk pengembangan kilang RU III
b. Melakukan analisa bahan-bahan kimia dan katalis-katalis baru.

c. Bekerja sama dengan bagian operasi dalam menyelesaikan masalah teknis.


Masalah Teknis yang biasa diselesaikan bukan yang bersifat harian
melainkan masalah harian yang bersifat kontinu.
d. Memberikan saran kepada bagian operasi untuk melakukan perbaikan atau
perubahan agar dapat mencapai kondisi operasi yang optimum.
e. Melakukan modifikasi pada proses sehingga dihasilkan kondisi operasi
yang lebih efisien dan ekonomis.
7. Reliability Manager
Reliability Manager bertugas untuk mengolah kehandalan kilang dan sistem
kehandalan kilang.
8. Procurement Manager
Procurement Manager memiliki tanggung jawab akan pengadaan material
dan bahan-bahan chemical yang dibutuhkan di kilang.
9. HSE Manager
10. Coordinator OPI
11. General Affairs Manager
12. Turn Around Manager
Turn Around Manager

menganalisa dan menentukan pelaksanakan Turn

Around pada peralatan kilang sehingga peralatan tersebut dapat bekerja


secara efisien.
Masing-masing Manager memiliki tangggung jawab berbeda. Senior
Manager Operating & Manufacturing bertanggung jawab untuk perencanaan dan
operasional produksi kilang serta pemeliharaan dan perawatan kilang. Dalam
pelaksanaan tugasnya Senior Manager Operating & Manufacturing dibantu oleh
Production Manager, Maintenance Planning & Support Manager, Refinery
Planning & Optimization Manager, Maintenance Execution Manager dan Turn
Around Manager.
Unit-unit yang bergabung dalam Unit Produksi adalah CD & GP, CD & L,
Utilities, dan ITP (Instalasi Tangki dan Pengapalan). CD & GP dan CD & L
berfungsi untuk mengolah minyak mentah menjadi produk-produk BBM. Bagian
Utilitas berfungsi untuk mensuplai bahan penunjang yang dibutuhkan oleh unitunit yang ada di PT. Pertamina RU III seperti air, listrik, steam, udara, dan
nitrogen. Unit Produksi merupakan unit petrokimia yang menghasilkan produk

non BBM. Unit-unit yang tergabung didalamnya yaitu unit TA/PTA yang sedang
tidak beroperasi dan Unit Polypropylene (Unit PP) yang memproduksi polytam.
7

Struktur organisasi PT. Pertamina RU III


Struktur organisasi Pertamina RU III dapat dilihat pada Gambar 3 Secara
struktural, Penanggung jawab tertinggi PT Pertamina RU-III adalah seorang
General Manager berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada
Director Refinery. Salah satu bagian yang dibawahi oleh Production Unit
adalah Utilities.

Utilities Production Refinery Unit III Plaju


Utilities berada di bawah Production Unit, struktur organisasi Utilities
sebagaimana terlihat pada gambar 2.2, dipimpin oleh seorang Utilities Section
Head yang dibantu oleh beberapa orang :
a. Senior Supervisor PPTL&U yang membawahi shift supervisor yang
berada di PS I, PS II dan PS III.
b. Senior Supervisor Auxillaries, yang membawahi shift supervisor
auxillaries Plaju dan Sei Gerong
c. Senior Supervisor Distribution, yang membawahi shift supervisor
distribution Plaju dan Sei Gerong.
d. Lead of Quality & Facility Chemical Senior Supervisor
e. Asistant Material & Data Supporting

Jadwal Kerja
Karyawan yang bekerja pada Pertamina RU III terbagi menjadi karyawan

kerja shift dan karyawan kerja reguler. Karyawan kerja reguler adalah karyawan
yang bekerja pada bagian yang tidak berhubungan langsung dengan pengolahan
pada kilang minyak, sedangkan karyawan kerja shift adalah karyawan yang
berhubungan langsung dengan pengolahan pada kilang minyak. Karyawan kerja

shift dibagi menjadi empat kelompok, yaitu A, B, C, dan D. Sistem kerja


karyawan kerja shift adalah tiga hari kerja dan satu hari libur. Waktu kerja
karyawan kerja shift adalah delapan jam untuk setiap shift dengan pembagian
waktu sebagai berikut:
a. Shift pagi : 08.00 16.00
b. Shift siang : 16.00 00.00
c. Shift malam : 00.00 08.00.
Waktu kerja karyawan kerja reguler adalah sebagai berikut:
a. Senin Kamis : 07.00 15.30 dengan jam istirahat 12.00 12.30
b. Jumat : 07.00 15.30 dengan jam istirahat 11.30 13.00
c. Sabtu Minggu: Libur.

11

Gambar 3. Struktur Organisasi PT. Pertamina RU III Plaju-Sungai Gerong

Gambar 4.Struktur Organisasi Production-Operating & Manufacturing


Refinery Unit III Plaju-Sungai Gerong

Gambar 5. Struktur Organisasi Utilities-Production Refinery Unit III PlajuSungai Gerong

BAB II

14

URAIAN PROSES
2.1 Bahan Baku Pembuatan BBM
PERTAMINA RU III mengolah bahan baku minyak mentah yang berasal dari
berbagai daerah, terutama dari daerah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel).
Transportasi minyak mentah ke kilang dilakukan melalui dua cara, yaitu melalui
sistem perpipaan dan sebagian besar menggunakan kapal tanker. Jalur penyaluran
minyak mentah tersebut adalah sebagai berikut :
1. Minyak mentah yang dikirim melalui sistem perpipaan adalah :
a. South Palembang District (SPD) dari DOH Prabumulih
b. Talang Akar Pendopo Oil (TAP) dari DOH Prabumulih
c. Jambi Asphalitic Oil (Paraffinic Oil)
d. Jene
e. Ramba Crude Oil (RCO) dari DOH Jambi
2. Minyak mentah yang dikirim menggunakan kapal tanker adalah :
a.
Geragai CrudeOil(GCO)dari SantaFe, Jambi,
b.
Bula/ Klamono (BL/KL)dariIrian Jaya,
c.
KajiSemoga Crude Oil(KSCO),
d.
Sepanjang CrudeOil(SPO),
e.
Sumatera LightCrude(SLC), dan
f. Duri CrudeOil(DCO).
Setiap minyak mentah dari sumber yang berbeda tersebut akan ditampung
dahulu di dalam tangki penampungan. Minyak mentah tersebut seringkali
masih mengandung kadar air yang cukup tinggi, baik dalam bentuk emulsi
maupun air bebas. Adanya kandungan air dapat menyebabkan gangguan dalam
unit-unit pengolahan sehingga sebelum dimasukkan ke dalam unit CD (Crude
Distiller), minyak mentah harus dipisahkan dari air terlebih dahulu.
Spesifikasi minyak mentah yang boleh diumpankan ke dalam unit CD kadar
airnya harus di bawah 0,5%-vol. Setelah memiliki kandungan air yang sesuai
spesifikasi, minyak mentah dapat diumpankan ke dalam CD. Setiap CD didesain
untuk mengolah minyak mentah dengan spesifikasi tertentu, bergantung komposisi
dan sifat minyaknya.
Pada Tabel 3 dan Tabel 4 ditunjukkan jenis umpan yang masuk ke dalam
unit

pengolahan pertama (primary process) dan

(secondaryprocess).

unit

pengolahan

lanjut

15

Tabel 3. Umpan Unit Primary Process


Unit

Kapasitas Pengolahan

SumberMinyak Bumi

CD-II

16,2 MBSD

Kaji, Jene, SPD, TAP

CD-III

30,0 MBSD

Ramba, Kaji, Jene

CD-IV

30,0 MBSD

Ramba, Kaji, Jene

CD-V

35,0 MBSD

SPD, TAP

CD-VI

15,0 MBSD

Geragai, Bula,Klamono

Tabel 4. Umpan Unit Secondary Process


Unit

SumberMinyak Bumi

HVU

Long Residue (CD II CD VI)

RFCCU

MVGO (Medium Vacuum Gas Oil), HVGO(High


Vacuum Gas Oil),dan Long Residue CD II CU VI

BB (Butane-Butylene)
Distiller

Unstab Crack, Comprimate,


danResidual Gas

StabilizerC/A/B

SR-Tops (Straight Run-Tops)

Unit Polimerisasi

FreshBB(Butane-Butylene)

Unit Alkilasi

FreshBBdariBB Distiller

KilangPolypropylene

Raw PP(Propane-Propylene) dari RFCCU(Riser


Fluid CatalyticCracking Unit)

CondensateGas,

2.2 Proses Pengolahan Minyak Bumi secara umum


Secara umum, proses pengolahan minyak bumi menjadi produk-produknya
melalui enamtahap pengolahan yaitu:
-

Proses Feed Preparation

Proses Pengolahan Primer (primary process)

Proses Pengolahan Sekunder (secondary process)

Proses Treating

16

Proses Blending

Proses Finishing

2.2.1

Proses Feed Preparation


Proses feed preparatian merupakan proses penyiapan bahan baku agar dapat

diproses dalam refenery dan menjadi produk valuable.


2.2.2

Proses Pengolahan Primer (primary process)


Proses pengolahan primer merupakan proses pemisahan awal dari minyak

bumi berdasarkan perbedaan sifat fisik saja. Sifat fisik yang utama dalam proses
ini adalah titik didih. Proses yang terjadi pada bagian ini adalah distilasi.
2.2.3

Proses Pengolahan Sekunder (Secondary Process)


Proses pengolahan sekunder merupakan proses lanjutan dari proses primer.

Dimana terjadi proses pemisahan atau penggabungan fraksi komponen menjadi


produk.
2.2.4

Proses Treating
Proses treating ini merupakan proses pembersihan produk dari faktor

impuritisnya.
2.2.5

Proses Blending
Proses blending merupakan proses pencampuran produk menjadi produk

akhir.
2.2.6

Proses Finishing
Proses finishing merupakan proses pengemasan produk agar sesuai dengan

standar pemasaran.
Dibawah ini merupakan gambar diagram alir pemrosesan minyak mentah
menjadi produk secara kesuluruhan :

17

Gambar 6. Diagram Alir Pemrosesan Minyak Mentah Menjadi Produk


2.3 Produk Pengolahan Minyak Bumi
Produk-produk yang dihasilkan oleh PT.PERTAMINA(PERSERO) Refinery
Unit III terbagi menjadi 3 kelompok produk, yaitu kelompok produk BBM (bahan
bakar minyak), kelompok produk non-BBM, dan kelompok produk petrokimia.
Produk BBM yang diproduksi antara lain avigas (low lead), avtur, premium,
kerosin, pertamax, ADO, IDO, dan fuel oil.Untuk produk non-BBM, refinery unitIII memproduksi LPG, SBPX, musicool, naphtha free lead (LOMC, HOMC), RPP
(raw propaneee propylene) dan solvent seperti LAWS. Sedangkan untuk produk
petrokimia, refineryunit-III menghasilkan polypropylene film grade (PF) dan Yarn
grade (PY).
2.3.1

Produk BBM

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya produk-produk BBM yang


dihasilkan oleh refinery unit-III antara lain :

1. Avigas(Low lead)
Avigas merupakan bahan bakar pesawat baling-baling.Avigas berwarna hijau.
Avigas dihasilkan dari unit gas plant dengan kapasitas produksi 0,06 MBCD.
Kilang refinery unit-III merupakan satu-satunya kilang yang memproduksi
avigas di asia. Hingga saat ini hanya indonesia, australia, dan Italia yang masih
memproduksi avigas. Avigas yang rendah kandungan timbal ini masih dalam
tahap perencanaan untuk diproduksi pada RU III Plaju.
2. Avtur

18

Avtur merupakan bahan bakar untuk pesawat turbin.Avtur berwarna kuning


muda. Avtur dihasilkan dari unit gas plant dengan kapsitas produksi 1,67
MBCD.
3. Premium atau motor gasoline (mogas)
Premiun merupakan bahan bakar kendaraan bermotor.Premium berwarna
kuning dan memiliki bilangan oktan 88. Premium yang dihasilkan refinery
unit-III merupakan hasil dari pencampuran bahan bakar beroktan tinggi dari
unit RFCCU dengan bahan bakar beroktan rendah dari unit CD sehingga
menghasilkanbilangan oktan 88. Kapasitas produksi premium refinery unit-III
adalah sebesar 22,1 MBCD.
4. Kerosin
Kerosin atau yang bisa dikenal dengan sebutan minyak tanah merupakan
bahan bakar keperluan rumah tangga. Kerosin berwarna kuning muda.Kerosin
dihasilkan dari unit crude distiller. Kapasitas produksi kerosinpada refinery
unit-III adalah sebesar 14,33 MBCD.Kerosin merupakan hasil blending LKD
dan HKD.
5. Solar/ADO (automotive diesel oil)
Solar atauADO merupakan bahan bakar kendaraan bermotor bermesin diesel.
Solar berwarna oranye. Solar dihasilkan dari unit crude distiller dengan
kapasitas produksi 30,82 MBCD.

6. IDO (Industrial Diesel Oil)


IDO merupakan bahan bakar mesin diesel untuk keperluan industri (mesinmesin pabrik), berwarna hitam, dengan harga dan kualitas dibawah solar
(ADO). IDO dihasilkan dari crude distiller dengan kapasitas produksi 1,75
MBCD.
7. IFO (Industrial Fuel Oil)
Sama halnya dengan IDO, IFO merupakan bahan bakar untuk keperluan
industri (mesin non-diesel), berwarna hitam, dengan harga dan kualitas

19

dibawah premium. IFO dihasilkan dari unit crude distiller dengan kapasitas
produksi 18,69 MBCD.
8. Racing Fuel
Racing Fuel merupakan bahan bakar untuk kendaraan balap yang diproduksi
oleh PT.Pertamina.Racing Fuel memiliki bilangan oktan sangat tinggi yakni
100.Harga bahan bakar ini juga sangat mahal yakni mencapai Rp. 75.000 per
liter.
2.3.2 Produk NonBBM
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya produk-produk non-BBM yang
dihasilkan oleh refinery unit-III antara lain,
1. LPG
LPG atau Liquified Petroleum Gas merupakan bahan bakar yang biasa
digunakan untuk keperluan rumah tangga (kompor gas).LPG merupakan
campuran dari propaneee dan butane. LPG dihasilkan dari unit gas plant
dengan kapasitas produksi 3,75 MBCD.
2. SBPX, LAWS
SBPX dan low aromat white spirit (LAWS) merupakan produk pelarut yang
banyak digunakan di industri kimia, seperti industri cat. SBPX adalah produk
dari unit Stab C/A/B, sedangkan LAWS adalah produk dari unit GP.

3. LSWR
LSWR adalah bahan bakar yang biasa digunakan untuk industri kimia.LSWR
adalah produk dari RFCCU.
4. Musi Cool
MusiCool merupakan produk yang dikembangkan dan hanya dihasilkan oleh
refinery unit-III.MusiCool merupakan alternatif pengganti refrijeran, bersifat
ramah lingkungan yakni tidak merusak lapisan ozone.Refrijeran ini juga lebih

20

efisien dibanding refrijeran konvensional yakni dapat menghemat penggunaan


refrigeran sebesar 70%.Musicool terdiri dari tiga macam varian yakni
propaneee murni, isobutane murni, dan campuran propanee-isobutan.Jenis
musicool yang dipasarkan yakni MC-12 yang menggantikan R-12, MC-22
yang menggantikan R-22, MC-134 yang menggantikan R-134, dan MC-600.
2.3.3 Produk Petrokimia
Produk

petrokimia

yang

dihasilkan

unit

polypropylene

adalah

polypropylene, yangmerupakan bahan baku pembuatan plastik. Polypropylene


yang dihasilkan Pertamina RUIII terbagi atas empat jenis atau grade, yaitu:
1. Film grade (PF), sebagai bahan baku plastik pembungkus makanan, pakaian,dll
2. Yarn grade (PY), sebagai bahan baku plastik filamen, seperti tali, jaring,
karpet, tekstil, dll.
3. Injection molding grade, sebagai bahan baku plastik untuk peralatan rumah
tangga, parts dari mesin, dll.
Non-standard grade, merupakan plastik yang tidak memenuhi spesifikasi
standar yang ditentukan.
2.4 Sistem Utilitas
Unit Utilities (UTL) merupakan sistem yang menunjang keberlangsungan
proses produksi pengolahan crude oil pada PT Pertamina RU-III. Sistem utilitas
disini juga tidak hanya memenuhi kebutuhan produksi di kilang tetapi juga
memenuhi kebutuhan perkantoran, pemukiman komplek Pertamina, serta juga
berperan di dalam proses pengolahan limbah.
Berbagai kebutuhan yang ditunjang oleh Unit Utilities (UTL) PT Pertamina
RU-III antara lain,
-

Air yang digunakan untuk proses, Boiler Feed Water (BFW), pendingin
(cooling water), dan bahan baku air minum.

Steam (kukus) bertekanan dengan berbagai tekanan yakni 3,5 K untuk


deaerator, 8 K untuk tracing, 15 K untuk pemanas, dan 40 K untuk pasokan
turbin.

21

Listrik dari Gas Turbine Generator (GTG) dan steam turbine yang digunakan
untuk kebutuhan pabrik, perkantoran, perumahan, dan dijual ke PLN.

Udara kempa (udara bertekanan) sebagai bahanInstrument air, plant air, dan
N2 Plant.

Nitrogen (N2) fasa gas dan cair.


Didirikan tahun 1985 untuk mengontrol operasinya telah memakai

Distributed Control System (DCS). Orientasi pada unit utilitas dibagi menjadi dua
seksi yaitu :
1.

Seksi Auxylary,terdiri dari :

a. Water Treating Unit/WTU (rumah pompa air,clarifier)


b. Drinking water Plant / DWP
c. Cooling Tower
d. Demin Plant
2.

Seksi Pusat Pembangkit Tenaga Listrik dan Uap (PPTL&U) terdiri


dari :
a. Package Boiler
b. WHRU ( Waste Heat Recovery Unit )
c. Gas Turbin
d. Secure Power
e. Compressor
f. Nitrogen Plant
g. Air Plant

Gambar 7. Blok Diagram Unit Operasi Utilitas

22

2.4.1 Unit Pengolahan Air (Sistem Auxylary)


2.4.1.1 Rumah Pompa Air (RPA)
Rumah Pompa Air atau yang disebut dengan RPA berfungsi untuk memompa air untuk kebutuhan air minum, air proses, air
pendingin, dan air umpan boiler. PT. Pertamina UP-III memiliki enam buah unit RPA yang tersebar yakni RPA 1-4 yang berlokasi di
Plaju, RPA 5 yang berlokasi di Bagus Kuning dan Sungai Gerong dan RPA 6 yang juga berlokasi di Sungai Gerong.
Air mentah yang juga digunakan sebagai air pendingin Once Through diambil oleh RPA 1-3, RPA 5 Sungai Gerong, dan RPA
6 dari sungai Komering. Kapasitas air yang dihisap oleh pompa RPA dari sungai Komering mencapai 15.000 ton/hari. RPA 4
berfungsi untuk mengumpan air mentah ke unit WTU (Water Treatment Unit) sementara RPA 5 Bagus Kuning digunakan untuk
mengalirkan air mentah ke unit WTP. Air yang diambil dari sungai komering ini kemudian akan terbagi ke dalam dua jalur yakni
jalur untuk pasokan Fire Water dan Raw Water. Air sungai yang digunakan terlebih dahulu melewati Pre-Treatment pada Clarifier
dan Sand filter.
Hasilnya didistribusikan untuk berbagai penggunaan, yaitu Make-Up air pendingin, umpan Demineralization Plant, dan
ServiceWater (air pencuci). Demin Dater digunakan untuk make-up BFW, pelarut bahan kimia, dandigunakan dalam unit Hydrogen
Plant. Air pendingin digunakan untuk medium transferpanas pada kompresor, kondensor, dan unit Polypropylene. Air minum
digunakan untukfasilitas Sanitary, air minum, Safety Shower, dan Eye-Wash Station.

22

Gambar 8. Skema Pemrosesan Air Mentah

2.4.1.2 Water Treating Plant (WTU)


WTU menghasilkan air olahan yang berupa Treated Water, Service Water, dan air minum. Treated Water adalah air olahan
yang akan digunakan untuk proses pendingin atau sebagai BFW untuk menghasilkan Wteam. Service water merupakan air yang
digunakan langsung dalam proses pengolahan,baik untuk umpan reaktor maupun sebagai pelarut. WTU dibagi menjadi empat unit
pengolahan, yaitu:
a. RWC I dengan kapasitas 1100 ton/jam (off),
b. RWC II dengan kapasitas 1100 ton/jam,
c. WTU Sungai Gerong dengan kapasitas 400 ton/jam,
d. DWP Sungai Gerong dengan kapasitas 150 ton/jam.
RWC (Raw Water Clarifier) merupakan proses pemurnian air dari padatan tersuspensi. Proses pemurnian air dalam RWC
dilengkapi beberapa bagian penunjang, yaitu satu unit Clarifier, empat buah Sand Filter, dan Concrete Clear Well Tank (bak beton
penampungan air bersih). Proses utama yang terjadi dalam RWC adalah proses koagulasi, flokulasi, sedimentasi, dan filtrasi.
Feed Raw Water Pre-Treatment yang berasal dari air sungai Komering dipompakanmenujuClarifieryaitu alat yang berfungsi
untuk mengendapkan lumpur serta senyawa organik yang ikut terhisap bersama air sungai. Bersamaan dengan raw water,zat-zat
kimia seperti tawas (Al2SO4)3, Polyelectrolite, Chlorine, dan Caustic juga ikut ditambahkan ke dalam clarifier dan dicampur secara
mekanik. Penambahan zat-zat kimia seperti tawas (Al 2SO4)

dan polyelectrolite, ke dalam clarifier bersama dengan raw water

bertujuan supaya proses pengendapan berlangsung lebih cepat. Penambahan senyawa antiseptik seperti chlorine bertujuan untuk

23

membunuh kuman yang terkandung di dalam raw water. Sedangkan, penambahan caustic bertujuan untuk mengontrol pH pada
kisaran 5.8-6.2 sebagai akibat dari penambahan tawas (Al2SO4)3 dan polyelectrolite yang menyebabkan penurunan pH. Clarifier
dilengkapi dengan pengaduk agar pengendapan terjadi dengan cepat. Dari clarifier effluent, air akan mengalir menuju splitter tank,
kemudian mengalir lagi menuju ke sand filter (2200U2A, B, C,D). Air yang jernih dialirkan ke clear well tank yang berkapasitas
5000 m3net.

Gambar 9. Skema Clarifier


2.4.1.3 Demineralization Plant

24

Unit ini berfungsi untuk menghilangkan kandungan garam mineral yang terkandung dalam air hasil olahan dari unit WTU.
Unit demin plant mengolah air yang berasal dari RWC I dan WTU SG. Pertamina RU III memiliki dua buah demin plant, yaitu
demin plant Plaju berkapasitas 320 m3/jam dan demin plant Sungai Gerong berkapasitas 45 m3/jam. Selain untuk kebutuhan produksi
steam, demineralization plant juga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pasokan air untuk BFW (Boiler Feed Water), air minum,
serta hydrogen plant.Unit Demineralization Plant terdiri dari :
a) Activated Carbon Filter, berfungsi untuk mengadsorpsi zat organik,filtrasi, dan dekomposisi Cl 2 menjadi ion Cl-, serta
menghilangkan warna, rasa, dan bau.
b) Cation exchanger, berfungsi untuk demineralisasi ion positif (kation).
c) Anion exchanger, berfungsi untuk demineralisasi ion negatif (anion).
d) Mixed bed, berfungsi untuk mempolis sisa kation dan anion yang tidak tertukar di cation dan anion exchanger untuk
memperoleh air demin yang mendekati murni.
Untuk lebih jelas, diagram alir sederhana dari unit Demineralization Plant ditunjukkan pada gambar dibawah ini:

Gambar 10. UnitPenukar Ion Demineralization Plant

25

Demin plant menggunakan resin penukar ion berupa polimer stirena dan divinil benzena (DVB). Treated water dari clear well
dilewatkan pada activated carbon filter, air dapat digunakan sebagai air minum. Selanjutnya, air dilewatkan pada cation exchanger,
di mana terjadi pertukaran ion Na+, Ca2+, Mg2+ dengan H dari resin sehingga menghasilkan air yang bersifat asam. Selanjutnya, air
dilewatkan pada anion exchanger, di mana terjadi pertukaran antara ion negatif dengan ion OH dari resin. Sebagai tahap terakhir, air
dilewatkan melalui mixed bed. Reaksi yang terjadi padaketiga penukar ion adalah:
Kation : RH + NaCl RNa + HCl
Anion

: ROH + HCl RCl + H2O

Setelah digunakan berulang kali, penukar ion akan menjadi jenuh sehingga perludi regenerasi. Tujuan regenerasi dalah untuk
menghilangkan ion garam yang ada pada resin. Regenerasi penukar kation menggunakan larutan asam sulfat, sedangkan regenerasi
penukar anion menggunakan larutan caustic.

2.4.1.4 Cooling Water System


Sistem ini berfungsi untuk mengolah air pendingin yang akan digunakan sebagai fluida pendingin pada peralatan unit
produksi. Cooling tower merupakan peralatan utama pada cooling water system. CT (cooling tower) yang digunakan di PT Pertamina
RU-III bertipe induce draft. CT, yaitu tower Plaju berkapasitas 12000 ton/jam dan tower Sungai Gerong berkapasitas 4000 ton/jam.
CT ini akan mendinginkan air keluaran demineralisasi serta air panas dari unit-unit proses.

26

Air akan diumpankan pada bagian atas cooling tower dan air akan mengalir turun sehingga terjadi kontak antara air dan
udara. Udara diisap menuju ke atas cooling tower. Air akan mengalami penurunan temperatur akibat adanya penguapan sehingga
untuk mengatasi kekurangan air tersebut, sejumlah air harus ditambahkan sebagai make-up.
Pada proses pengolahan air dalam cooling tower, dilakukan penambahan zat kimia, seperti:
a) Corrosion inhibitor, seperti polyphosphate, untuk mencegah terjadinya korosi.
b) Scale inhibitor, untuk mencegah pembentukan kerak pada peralatan proses.
c) Biocide berupa Cl, untuk mencegah pertumbuhan organisme yang merugikan, seperti lumut.
d) Pengendali pH, untuk mengontrol pH air.

2.4.2 Unit Pusat Pembangkit Tenaga Listrik dan Uap (PPTL & U)
2.4.2.2 Boiler
Uap air merupakan gas yang timbul akibat perubahan fase cair menjadi uap dengan cara pendidihan (boiling). Untuk
melakukan proses pendidihan diperlukan energi panas yang diperoleh dari sumber panas, misalnya dari pembakaran bahan bakar
(padat, cai, dan gas), tenaga listrik dan gas panas sebagai sisa proses kimia serta tenaga nuklir.
Sudah puluhan lamanya manusia melakukan proses persebusan (boiling) air menjadi uap air, tetapi baru dua abad ini
ditemukan bagaimana cara mempergunakan uap untuk kebutuhan yaitu dengan diciptakannya boiler. Boiler menghasilkan uap dan
uap yang dihasilkan ini dapat digunakan untuk membangkitkan listrik, menggerakkan turbin, kompresor maupun turbin pompa, juga
sebagai pemanas dan sebagainya.

27

Boiler merupakan peralatan yang digunakan untuk memanaskan air sampai menjadi uap pada tekanan dan temperatur yang
dikehendaki melalui proses pemindhan panas, dalam hal ini proses pembakaran bahan bakar baik dalam bentuk cair, gas maupun
padat (Iskandar,2005). Sistem boiler terdiri dari : sistem air umpan, sistem steam, dan sistem bahan bakar. Sistem air umpan
menyediakan air untuk boiler secar otomatis sesuai dengan kebutuhan steam. Sistem steam mengumpulkan dan mengontrol produksi
steam dalam boiler. Steam dialirkan melaui sistem pemipaan ke titik pengguna. Pada keseluruhan sistem, tekanan steam diatur
menggunakan kran dan dipantau dengan alat pemantau tekanan. Sistem bahan bakar adalah semua peralatan yang digunakan untuk
menyediakan bahan bakar untuk menghasilkan panas yang dibutuhkan. Peralatan yang diperlukan dalam sistem bahan bakar
tergantung pada jenis bahan bakar yang digunakan pada sistem . Boiler terdiri dari dua komponen utama yaitu :(Nuchan,2008)
1. Dapur (furnace), sebagai alat untuk mengubah energi kimia menjadi energi panas.
2. Alat penguap (evaporator) yang mengubah energi pembakaran (energi panas) menjadi energi potensial uap.
Kedua komponen tersebut memungkinkan boiler untuk dapat digunakan dalam proses. Komponen penunjang lainnya adalah :
1. Cerobong asap dengan sistem tarikan gas asapnya, memungkinkan dapur berfungsi secara efektif.
2. Sistem perpipaan, seperti pipa api pada boiler pipa api, pipa air pada boiler pipa air memungkinkna sistem penghantaran kalor
yang efektif antara nyala api atau gas panas dengan air boiler.
3. Sistem pemanas uap lanjut, sistem pemanas udara pembakaran serta sistem pemansa air pengisi boiler berfungsi sebagai alat
untuk menaikan efisiensi boiler.
4. Steam drum, komponen ini merupakan tempat penampungan air panas dan pembangkitan steam. Steam measih bersifat jenuh
(saturated steam).
5. Economizer, komponen ini merupakan tempat ruangan pemanas yang digunakan untuk memanaskan air dari air yang
terkondensadi dari sistem sebelumny maupun air umpan baru.

28

Selama beroperasi, nyala api burner (flame) tidak diperbolehkan mengenai dinding tube atau dinding tahan api (fire brick).
Jadi pemanasan yang terjadi adalah pemanasan tidak langsung (radiasi), hal ini dapat dicapai dengan mengatur aliran udara
pembakaran yang masuk dan aliran gas hasil pembakaran.
Uap yang dihasilkan dipanaskna lagi melalui superheater untuk mendapatkan uap kering yang disebut juga dengan Main Steam.
Main Steam inilah yang merupakan uap yang akan digunakan untuk keperluan proses suatu industri seperti penggerak turbin,
generator turbin, kompresor maupun turbin pompa, juga sebagai pemanas ataupun fungsi fungsi lainnya.
Steam digunakan sebagai pemanas, penggerak (driver), dan pelucutan oksigen secara fisika pada deaerator. Hingga saat ini, PT
Pertamina UP-III memiliki dua macam boiler yakni packed boiler yang menggunakan bahan bakar gas dan Waste Heart Recovery
Unit (WHRU) yang memanfaatkan panas gas cerobong. Steam yang dihasilkan adalah steam bertekanan 42 kg/cm 2g (high pressure
atau HP) dan steam bertekanan 15 kg/cm2g (medium pressure atau MP). Jenis pembangkit steam yang terdapat dalam unit adalah:
1. Packed boiler berjumlah dua buah, masing-masing berkapasitas 50 ton/jam. BFW berasal dari demin plaju, dengan produk HP
steam. Pada Packed boiler ini, terdapat 10 burner tip yang posisinya melingkar dan menggunakan bahan bakar fuel gas, dengan
tekanan bahan bakar 3,5 kg/cm2g.
2. Kettle boiler berjumlah sembilan buah, dengan kapasitas total 373 ton/jam. BFW berasal dari WTP Plaju, dengan produk MP
steam. Bahan bakar yang digunakan adalah fuel oil.
3. WHRU berjumlah tiga buah, masing-masing berkapasitas 68 ton/jam. WHRU memanfaatkan panas yang dihasilkan oleh turbin
gas. Gas panas keluaran turbin memiliki temperatur sekitar 400C. WHRU menghasilkan HP steam dengan mengolah air yang
berasal dari WTP Plaju.
2.4.2.3 Compressor

29

Unit ini berfungsi untuk menghailkan umpan nitrogen plant, instrument air, dan plant air dengan cara menekan udara. Unit ini
menggunakan Compressor multi tahap dan multi-shaft speed. Kompressor yang dimiliki unit udara kempa berjumlah enam buah
dengan kapasitas total produksinya adalah sebesar 26,100 Nm 3/jam dan tekanan operasi kurang lebih 8.5 kg/cm 2g. Air plant
menghasilkan tiga jenis udara tekan untuk keperluan yang berbeda, yaitu antara lain:
1. Service air, yaitu udara yang digunakan untuk keperluan pembersihan peralatan proses.
2. Instrument air, yaitu udara yang digunakan sebagai penggerak elemen pengendali akhir, seperti untuk pengaturan bukaan
kerangan. Udara instrumen harus memilki kandungan uap air yang rendah sehingga sebelum digunakan, udara harus dikeringkan
terlebih dahulu dan uap air yang terkandung diabsorpsi dengan menggunakan silika gel.
3. Umpan nitrogen plant, berupa service air.
2.4.2.4 Gas Turbin
Listrik dibutuhkan untuk menjalankan alat-alat proses perkantoran, perumahan, dan kebutuhan lainnya. Produksi listrik di PT.
Pertamina RU-III dilakukan oleh generator yang terdiri dari 1 unit Steam Turbine Generator, 3 unit Gas Turbine Generator, dan 1 unit
diesel Emergency. Steam Turbine Generator berkapasitas 3.2 MW. Turbin ini menggunakan steam dari boiler sebagai penggeraknya.
Gas turbine generator berkapasitas 20 MW. Turbin gas ini menggunakan bahan bakar udara untuk menggerakkan turbin. Gas buang
yang masih bertemperatur tunggi inilah yang dimanfaatkan WHRU untuk membangkitkan steam pada WHRU dan mampu
menghasilkan steam 57 MT/hari. Diesel Emergency generator berkapasitas 0,75 MW dan menggunakan bahan bakar diesel untuk
menggerakkan turbinnya. Unit ini dioperasikan secara auto stand by sebagai turbin cadangan (bersifat darurat) apabila sewaktu-waktu
terjadi gangguan pada 4 unit generator yang lain.

30

2.4.2.5 N2 Plant
Unit ini berfungsi untuk menghasilkan nitrogen fasa cair dan gas dengan umpan yang berasal dari udara bertekanan. Kapasitas
desain Nitrogen Plant ini adalah 336 Nm3/jam untuk nitrogen cair dan 1650 Nm3/jam untuk gas nitrogen. Proses produksi nitrogen
pada unit ini adalah dengan distilasi cryogenic untuk memisahkan nitrogrn dari uadara. Kemurnian nitrogen yang dihasilkan
mencapai 99,9 %.
Udara bertekanan dialirkan menuju refrigerant compressor, kemudian didinginkan didalam air chiller menggunakan media
freon yang telah didinginkan terlebih dahulu dalam kondensor. Setelah itu, udara dingin dialirkan menuju air separator unutk
memisahkan kandungan air dalam udara. Udara dari air separator dimasukkan ke unit MS absorber untuk menyingkirkan impurities
yang masih terdapat dalam udara, lalu dialirkan menuju unit pemisah yang bertemperatur rendah. Udara didinginkan mendekati
temperatur pencairan, lalu dialirkan ke bawah nitrogen column untuk memisahkan nitrogen dan oksigen. Nitrogen murni akan
menjadi produk atas, sedangkan nitrogen yang mengandung oksigen cair akan menjadi produk bawah. Proses pemisahan tersebut
dilakukan pada tekanan 8,4 kg/cm2g dan temperatur -176C.

BAB III

31

TUGAS KHUSUS
3.1 Judul
Evaluasi Kinerja Mole Sieve Adsorber di Nitrogen Plant Unit Utilities Power Station II.
3.2. Latar Belakang
Minyak dan gas bumi adalah salah satu sumber energi yang memegang peranan sangat penting dalam menunjang perkembangan
dan kemajuan industri. PT. Pertamina ( Persero ) sebagai salah satu perusahaan pertambangan yang besar harus mampu bersaing
mewujudkan hal tersebut, sekaligus menaikkan laju pembangunan nasional.
PT. Pertamina ( Persero ) Refinery Unit III sebagai perusahaan besar, memiliki suatu seksi yang memiliki peranan yang sangat
penting dalam menunjang kelancaran operasional untuk meningkatkan hasil pengolahan minyak bumi. Bagian tersebut adalah
Utilities Section, yang salah satu fungsinya adalah sebagai penyedia nitrogen murni untuk kebutuhan kilang. Nitrogen murni ini
terdapat di bagian N2 Plant, seksi PPTL&U yang antara lain digunakan untuk keperluan start up kilang polypropylene, dan sealing
untuk berbagai refinery tools. Selain untuk keperluan kilang, nitrogen juga diproduksi untuk dijuall kepada beberapa perusahaan yang
memerlukannya.
Karena untuk memenuhi kebutuhan kilang, nitrogen plant dituntut untuk menghasilkan nitrogen dengan purity minimal 99,9 % vol.
Untuk itu dibutuhkan peralatan, pengoperasian dan maintenance yang baik untuk memproduksi nitrogen yang berkualitas. Salah
satu perlalatan tersebut adalah mole sieve adsorber, yang berfungsi sebagai purificator air pada nitrogen flow process. Pada
kesempatan ini penulis ingin mengambil judul Evaluasi Operasi Mole Sieve Adsorber Unit di Nitrogen Plant Power Station

32

II UTL / Production, yang berfokus pada purification air, karena kedudukannya yang sangat penting pada nitrogen flow
process.
3.3 Tujuan
1. Untuk melakukan evaluasi kinerja MS. Adsorber dengan cara melakukan perhitungan efisiensinya serta pola operasi MS.
Adsorber.
2. Menentukan faktor-faktor yang menjadi penyebab berkurangnya daya serap MS. Adsorber selama proses adsorbsi.
3.4 Manfaat
1. Dapat menghitung nilai effisiensi MS. Adsorber di Nitrogen Plant Unit Utilities PS II .
2. Mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab berkurangnya daya serap MS. Adsorber selama proses adsorbsi.
3.5 Pembatasan Masalah
Proses perhitungan dan analisa operasi ini mempunyai masalah yang cukup sulit. Ini dikarenakan merupakan yang pertama pada
pembuatan Laporan Kerja Praktek. Tentunya banyak sekali tinjauan yang dilakukan mulai dari konsep awal, observasi lapangan,
analisa laboratorium hingga keterbatasan akses dimana masing-masing mempunyai permasalahan berbeda-beda. Pembahasan dititikberatkan pada pola operasi MS. Adsorber dan menghitung efisiensi adsorbsi MS. Adsorber.
Beberapa poin di atas yang menjadi tinjauan penulis dalam penulisan Laporan KP ini. Pembatasan ini bertujuan kenyamanan
konsep pemikiran dari penulis, sehingga akan ditemukan jalan pemikiran yang benar terhadap hal - hal tersebut.

33

3.6 Metode Pengumpulan Data


Metode yang penulis gunakan dalam pengumpulan data untuk pembuatan Kertas Kerja Wajib adalah :

1. Metode Observasi
Metode Observasi yaitu pengumpulan data dengan cara penelitian pengamatan secara langsung pada seksi Nitrogen Plant.
2. Metode Interview
Metode Interview yaitu pengumpulan data dan masukan dengan cara wawancara dengan berbagai pihak yang lebih
berpengalaman dengan Nitrogen Plant.
3. Metode Study Literature
Metode Study Literature yaitu pengumpulan data dengan cara membaca dan mempelajari berbagai bahan pustaka yang
berhubungan dengan topik permasalahan.
3.7 Tinjauan Pustaka
3.7.1 Definisi Nitrogen
Nitrogen adalah unsur kimia didalam daftar susunan unsur kimia yang mempunyai lambang N dan Nomor atom 7. Suatu gas
dwiatom tanpa warna, tidak berbau, tidak berasa dan bukan logam, 78 persen udara di bumi terdiri dari nitrogen dan merupakan
suatu unsur dari semua jaringan kehidupan. Nitrogen merupakan zat bukan logam dengan electronegenatifitas 3,0 yang mempunyai

34

lima elektron pada kulit luarnya, maka campuran bervalensi tiga. Nitrogen murni adalah suatu gas dwiatom tanpa warna, tidak
reaktif pada suhu kamar, dan tidak berbau. Cairan nitrogen sering disebut dengan Cryogen. Molekul nitrogen di udara tidak reaktif,
tetapi secara biologi dapat diubah secara perlahan-lahan, bermanfaat bagi beberapa organisme hidup, khususnya bakteri tertentu.
Kemampuan untuk mengkombinasikan nitrogen adalah kunci dari industri kimia modern.
Di dalam komposisi umum pada udara, kandungan nitrogen

merupakan terbesar dengan 4/5 bagian di dalam udara. Berikut

merupakan komposisi yang utama di dalam udara :

Nitrogen : Mempunyai 4/5 bagian dari udara dengan prosentase 78,11% volume dan mempunyai titik didih ( boiling point )
-196C atau -321F didalam tekanan atmospheric.

Oksigen : Mempunyai 1/5 bagian dari udara dengan prosentase 20,96% volume dan mempunyai titik didih ( boiling point )
-183C atau -297F didalam tekanan atmospheric.

Argon

: Mempunyai 1/100 bagian dari udara dengan prosentase 0,93% volume dan mempunyai titik didih ( boiling point )

-186C atau

-303F didalam tekanan atmospheric.

Kandungan udara yang lainnya merupakan gas-gas yang jarang ditemui dan dianggap sebagai impurities, antara lain Neon,
Helium, Krypton, Carbon dioksida, Hydrokarbon ( Acetylene, dll ) gas-gas tersebut sangat kecil kandungannya di dalam udara. Tabel
di bawah ini menjelaskan tentang komposisi udara ambient.

Gas

N2

O2

Ar

CO2

Vol %

78.11

20.96

0.93

0.035 ~

Ne

10

He
4

18x10

Kr
4

5x10

10

35

Xe
5

10

0.040

Wt %

75.47

23.20

1.28

0.054 ~
0.061

10

12x10

7x10

3x10

4x10

Tabel 5. Komposisi Udara Ambient

3.7.2 Definisi Adsorbsi


Adsorbsi adalah proses dimana satu atau lebih unsur-unsur pokok dari suatu larutan fluida akan lebih terkonsentrasi pada
permukaan suatu padatan tertentu (adsorben). Dengan cara ini, komponen-komponen dari suatu larutan, baik itu dari larutan gas
ataupun cairan, bisa dipisahkan satu sama lain. Adsorbsi melibatkan proses perpindahan massa dan menghasilkan kesetimbangan
distribusi dari satu atau lebih larutan antara fasa cair dan partikel.
Pemisahan dari suatu larutan tunggal antara cairan dan fasa yang diserap membuat pemisahan larutan dari fasa cair dapat
dilangsungkan. Fasa penyerap disebut sebagai adsorben. Bahan yang banyak digunakan sebagai adsorben adalah karbon aktif,
molecular sieve dan silika gel. Permukaan adsorben pada umumnya secara fisika maupun kimia heterogen dan energi ikatan sangat
mungkin berbeda antara satu titik dengan titik lainnya. Pada praktiknya, proses adsorbsi bisa dilakukan secara tunggal namun bisa
pula merupakan kelanjutan dari proses pemisahan dengan cara distilasi.
3.7.3 Jenis-Jenis Adsorbsi
Adsorbsi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu :
1.

Adsorbsi Fisik

36

Adsorbsi fisik adalah adsorbsi yang terjadi akibat gaya interaksi tarik-menarik antara molekul adsorben dengan molekul
adsorbat. Adsorbsi ini melibatkan gaya-gaya Van der Wals ( sebagai kondensasi uap ). Jenis ini cocok untuk proses adsorbsi
yang membutuhkan proses regenerasi karena zat yang teradsorbsi tidak larut dalam adsorben tapi hanya sampai permukaan
saja.
2.

Adsorbsi Kimia
Adsorbsi kimia adalah adsorbsi yang terjadi akibat interaksi kimia antara molekul adsorben dengan molekul adsorbat.
Proses ini pada umumnya menurunkan kapasitas dari adsorben karena gaya adhesinya yang kuat sehingga proses ini tidak
reversibel.

3.7.4 Adsorben
Adsorben adalah suatu senyawa yang dapat menyerap / mengikat zat lain yang diinginkan. Adsorbat adalah zat atau senyawa
yang terserap hanya pada permukan luar dari pori-pori. Kebanyakan zat pengadsorbsi atau adsorben adalah bahan-bahan yang sangat
berpori, dan adsorbsi berlangsung terutama pada dinding-dinding pori atau pada daerah tertentu di dalam partikel itu. Karena poripori adsorben biasanya sangat kecil maka luas permukaan dalamnya menjadi beberapa kali lebih besar dari permukaan luar. Adsorben
yang telah jenuh dapat diregenerasi agar dapat digunakan kembali untuk proses adsorbsi.
Suatu adsorben dipandang sebagai suatu adsorben yang baik untuk adsorbsi dilihat dari sisi waktu. Lama operasi terbagi
menjadi dua, yaitu waktu penyerapan hingga komposisi diinginkan dan waktu regenerasi adsorben. Makin cepat dua variabel
tersebut, berarti makin baik unjuk kerja adsorben tersebut.

37

3.7.5 Klasifikasi Adsorben


Klasifikasi adsorben dapat dibedakan berdasarkan pada kemampuan adsorben menyerap air, berdasarkan bahan penyusun
adsorben, dan berdasarkan ukuran pori.
3.7.5.1 Berdasarkan Kemampuan Adsorben Menyerap Air
Adsorben merupakan bahan yang digunakan untuk menyerap komponen dari suatu campuran yang ingin dipisahkan. Secara
umum, hal yang mempengaruhi kinerja adsorben adalah struktur kristalnya ( zeolit dan silikat ) dan sifat dari molecular sieve
adsorben tersebut. Zeolit dalam jumlah yang banyak telah ditemukan baik dalam bentuk sistetis ataupun alami. Tabel di berikut ini
menjelaskan tentang klasifikasi umum adsorben.
Jenis

Penyusun

Struktur

Hidrofobik

Polimer Karbon Aktif

Molecular sieve Karbon,


Silikat

Hidrofilik

Silika Gel

Zeolit : 3A (KA),
4A (NaA), 5A (CaA),

Alumina Aktif

13X (NaX),
Mordenite, Chabazite, dll

Tabel 6. Penggolongan Adsorben Berdasarkan Kemampuan Menyerap Air


3.7.5.2 Berdasarkan Bahan Penyusun Adsorben

38

Klasifikasi adsorben berdasarkan bahannya dibagi menjadi :

Adsorben Organik
Adsorben organik adalah adsorben yang berasal dari bahan-bahan yang mengandung pati. Adsorben ini sudah mulai
digunakan sejak tahun 1979 untuk mengeringkan berbagai macam senyawa. Beberapa tumbuhan yang biasa digunakan untuk
adsorben diantaranya adalah singkong, jagung, dan gandum. Kelemahan dari adsorben ini adalah sangat bergantung pada
kualitas tumbuhan yang akan dijadikan adsorben.
Adsorben Organik
Adsorben anorganik mulai dipakai pada awal abad ke-20. Dalam perkembangannya, pemakaian dan jenis dari adsorben
ini semakin banyak dipakai orang. Penggunaan adsorben ini dipilih karena berasal dari bahan-bahan non pangan, sehingga
tidak terpengaruh oleh ketersediaan pangan dan kualitasnya cenderung sama.
Contoh adsorben anorganik antara lain :
a. Molecular sieve
Molecular sieve adalah adsorben pertama yang digunakan secara komersial. Senyawa ini merupakan unit material dari
logam alumino silikat yang terhubung secara tiga dimensi dengan kristal silika dan alumina tetrahedral. Adsorben ini
memiliki pori-pori kecil / halus dimana ukurannya sudah sangat terstandarisasi dan seragam. Pori-pori tersebut dapat dengan
selektif melanjutkan atau menangkap molekul-molekul yang lewat berdasarkan besar-kecilnya ukuran molekul. Ukuran

39

diameter ini mempengaruhi senyawa apa yang akan ditangkap atau diteruskan. Molecular sieve sering digunakan untuk
menyerap air ( jari-jari molekular air sekitar 0,28 nm). Kemampuannya untuk menyerap H2O cukup tinggi, yaitu sampai
mencapai 25% beratnya sendiri. Berdasarkan bentuk molekulnya, molecular sieve terdiri dari dua jenis, yaitu tipe A ( yang
berbentuk pellet dan serbuk ) dan X. Bentuk molekul dari molecular sieve dapat dilihat pada gambar 12.

Gambar 11. Bentuk Molekul Molecular Sieve


Kekurangan dari adsorben ini adalah kebutuhan energi yang dibutuhkan untuk meregenerasi cukup besar. Besarnya
energi tersebut disebabkan oleh tingginya temperatur yang dibutuhkan untuk proses desorpsi air yang terjebak di pori-pori.
Namun, biaya yang dikeluarkan untuk kekurangan tersebut dapat segera ditutupi dengan banyaknya adsorbat yang dapat
diserap oleh molecular sieve. Kemampuan penyerapan molecular sieve dapat berkurang akibat kontaminasi zat-zat seperti
minyak, olefin, dan diolefin. Selain oleh zat-zat tersebut, kemampuan penyerapan molecular sieve juga dapat berkurang akibat

40

terbentuknya arang ( coke ) dipermukaan molecular sieve dari proses regenerasi adsorben. Arang ini dapat menutupi
permukaan aktif sehingga mengurangi jumlah air yang dapat diserap.
Molecular sieve merupakan sintesis berpori dari kristal zeolit dan metal aluminosilicates. Adsorben ini bisa menyerap
semua air yang ada karena luas permukaannya cukup luas. Sangkar kristal adsorben ini dapat menjebak adsorbat sehingga
dapat teradsorbsi. Ukuran diameter dipengaruhi oleh komposisi kristal yang kemudian menentukan ukuran molekul yang
dapat terserap. Selain dapat memisahkan berdasarkan ukuran molekul, molekular sieve juga dapat memisahkan berdasarkan
tingkat polaritas molekul dan derajat kejenuhan. Terdapat beberapa ukuran yang tersedia dari 3 A hingga 10 A, dalam wujud
butir ataupun serbuk. Dapat digunakan untuk dehidrasi gas dan cairan, separasi gas dan campuran hidrokarbon cairan.
Gambar di bawah ini merupakan salah satu contoh mole sieve.

Gambar 12. Molecular Sieve


b. Silica Gel

41

Silica Gel ini merupakan senyawa buatan yang komposisi kimianya sebagian besar SiO 2 . Ciri-ciri adsorben ini yaitu
keras, berisi butir kecil, sangat berpori, mudah diregenerasi, dan efisiensinya tinggi. Terbuat dari presipitasi gel dengan
ditambahkan asam dari larutan sodium silikat dan biasa digunakan untuk dehidrasi dalam fasa uap. Gambar silica gel dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 13. Silica Gel


c. Ceramic Ball
Keramik bola juga dikenal sebagai komponen pendukung yang sangat penting dalam proses pengolahan gas dan
industri petrokimia. Keramik bola juga dikenal sebagai inert ball dan media katalis dukungan. Hal ini umumnya digunakan
untuk mendukung katalis dan produk adsorben. Fungsi utamanya adalah untuk bertindak sebagai packing material pada saat
yang sama untuk mencegah terobosan impurities. Keramik bola memiliki ukuran yang berbeda, antara lain 1 ", 3 / 4", ", "

42

dan 1 / 8 ". Ukuran diatur lapis demi lapis di bagian atas dan bawah disesuaikan dengan ukuran yang berbeda bola keramik.
Metode ini sama halnya seperti sistem pasir filter untuk pemurnian air. Gambar di bawah ini merupakan contoh ceramic ball.

Gambar 14. Ceramic Ball

3.7.5.3 Berdasarkan Ukuran Pori Adsorben


Klasifikasi berdasarkan tipe diameter pori (w) adsorben dapat dilihat pada tabel di berikut ini :
Tipe

Diameter Pori ( w )

Mikropori

w < 2 nm

Mesopori

2 nm < w > 50 nm

Karakteristik
Superimposed wall
potentials
Kondensasi kapiler

Makropori
w > 50 nm
Efektif pada dinding tipis
Tabel 7. Penggolongan Adsorben Berdasarkan Ukuran Pori

43

Pada mikropori, diameter antarpori sangat kecil sehingga terjadi tarik menarik antara dinding pembentuk pori yang saling
berlawanan. Tarik-menarik tersebut menimbulkan energi potensial sehingga menghasilkan hasil penyerapan yang kuat. Pada
makropori, terjadi difusi molekul ke dalam partikel pori. Untuk adsorbsi fasa gas, molekul tidak akan mengisi adsorbat sampai fasa
gas menjadi jenuh.
3.7.6 Menghilangkan Impurities
Impurities merupakan bagian yang tidak diinginkan disini, ada banyak impurities didalam udara dan cara mengatasinya pun
berbeda-beda. Proses penghilangan impurities menjadi sangat penting karena dapat mengganggu keselamatan operasi dan dapat
mengakibatkan ledakan yang serius. Berikut adalah berbagai impurities yang harus diminimalisir keberadaannya, efek pada kolom,
dan cara penanganannya dapat dilihat pada table berikut ini.

44

Impurities
Debu
Karbon
dioksida

Uap

Chemical
formula
CO2

H2O

Nitrogen
dioksida

N2O

Ozone

O3

Hidrokarb
on

CnHm

Impurities

Chemical
formula

Nitrogen
Oxides

NxOy

Oil

Fenomena
Akumulasi debu akan
mengganggu fungsi
mesin
Akumulasinya akan
menyumbat pipa
exchanger, dan
konsentrasi
hidrokarbon akan
mempengaruhi kinerja
mesin melebihi batas
daya larutnya. Hal ini
akan menyebabkan
ledakan karena listrik
statis.

Tabel 8. Penanganan Impurities

Cara Penanganan
Melalui filter-filter
pada inlet udara
kompresor
Dengan Molecular
Sieve

3.7.7 Regenerasi Adsorben


Pengeringan zat padat adalah pemisahan
sejumlah kecil air atau zat cair dari bahan
sehingga mengurangi kandungan sisa zat cair di
dalam zat padat itu sampai suatu nilai rendah yang
dapat diterima. Pengeringan biasanya merupakan

Alumina gel aktiv

langkah

terakhir

Kandungan

zat

dari
cair

sederetan
dalam

operasi.

bahan

yang

dikeringkan berbeda dari satu bahan ke bahan


Dengan Molecular
Sieve

Ozone adalah highly


eksplosive material

Dengan Molecular
Sieve

Didalam partikel yang


tak terbungkus akan
menyebabkan ledakan

Dengan Molecular
Sieve

lain.

Ada

bahan

yang

tidak

mempunyai

kandungan zat cair sama sekali (bone dry).


Pada

umumnya

zat

padat

selalu

mengandung sedikit fraksi air sebagai air terikat.


Zat padat yang akan dikeringkan biasanya
terdapat

dalam bentuk serpih (flake), bijian

(granule), kristal (crystal), serbuk (powder),


Fenomena
Akan membuat reaksi
tidak stabil dan dapat
mengakibatkan ledakan
jika bereaksi dengan
hidrokarbon.
Akan menyebabkan
ledakan jika bereaksi
dengan oksigen

Cara Penanganan

Dengan Molecular
Sieve45
Semua mesin harus
bertipe bebas oli

lempeng

(slab),

atau

lembaran

sinambung

(continous sheet) dengan sifat-sifat yang berbeda satu sama lain. Zat cair yang akan diuapkan mungkin terdapat pada permukaan zat
padat seperti pada kristal dapat pula seluruh zat cair terdapat di dalam zat padat seperti pada pemisahan pelarut dari lembaran polimer
selain itu dapat pula sebagian zat cair sebagian di luar dan sebagian di dalam.
Umpan pengering mungkin berupa zat cair di mana zat padat melayang sebagai partikel, atau dapat pula berbentuk larutan.
Hasil pengeringan ada yang tahan terhadap penanganan mekanik kasar dan berada dalam lingkungan yang sangat panas, ada pula
yang memerlukan penanganan hati-hati pada suhu rendah atau sedang. Perbedaan pengering terutama terletak dalam hal cara
memindahkan zat padat di dalam zona pengering dan dalam proses perpindahan kalornya.
Dalam operasi pengeringan pada sistem udara-air ada beberapa definisi yang lazim digunakan. Perhitungan teknis biasanya
didasarkan pada satuan massa gas bebas uap. Uap yang dimaksud adalah bentuk gas dari komponen yang juga terdapat dalam fasa
cair. Sedangkan gas adalah komponen yang hanya terdapat dalam bentuk gas saja. Adsorben yang bersenyawa polimer dapat
diregenerasi/dikeringkan pada temperatur rendah. Metode regenerasi yang bisa digunakan adalah dengan udara, N 2, gelombang
mikro, maupun dengan temperatur vakum. Salah satu metode yang digunakan adalah metode tanpa memindahkan adsorben. Kukus
dan gas inert panas dilewatkan ke dalam kolom adsorpsi untuk melucuti pengotor pada adsorben.
3.7.8 Defrosting
Defrosting merupakan bagian dari proses keseluruhan separator unit seperti pemanasan (heating), defrosting, dan pengeringan
dengan menggunakan udara ambient dengan temperatur 23oC 32oC atau udara panas .

46

Yang dimaksud dengan defrosting ini adalah pemanasan kedalam cold box untuk menghilangkan impurities ( seperti air, CO2 ).
Impurities ini jika dalam temperatur rendah akan membeku di dinding-dinding tube dan hal ini akan menghalangi aliran dan
proses perpindahan panas, yang akhirnya mempengaruhi kemampuan cold box.
Defrosting dilakukan dengan cara mengalirkan waste gas dari outlet reactivation heater ke defrosting line kemudian dialirkan
kedalam cold box exchanger. Pemanasan ini dilakukan secara bertahap dengan tujuan untuk menghindari kejutan / shock
terhadap peralatan-peralatan. Bila pencairan impurities terlaksana, tahap selanjutnya adalah melakukan drain melalui rectifier
colomn drain.
Defosting dilakukan dalam 1 tahun sekali atau saat kapasitas produksi gas atau liquid nitrogen menurun.
3.7.9 Nitrogen Plant Flow Process
Udara yang telah dikompresikan (udara bertekanan) dari 6 unit kompresor dialirkan ke refrigerant compressor 2026 LJA/B.
Udara ini didinginkan dari temperatur ambient 35C menjadi 8C. Setelah itu udara yang dingin tadi dialirkan ke air separator
(2026 LF4) untuk di drain air yang terkandung dalam udara tersebut. Proses pendinginan ini terjadi di air chillier (2026 LC6), dimana
udara tersebut didinginkan oleh refrigerant (freon) yang dikompresikan oleh kompresor. Sebelum masuk ke air chillier, freon terlebih
dahulu didinginkan di Condenser (2026 LC5).
Kemudian udara ini masuk ke unit MS. Adsober (2026 LD1A/B) untuk dibuang impurities yang masih tersisa dalam udara
tersebut. Dengan kata lain fungsi dari MS. Adorber ini adalah untuk menyerap impurities dalam udara tersebut, sehingga mole sieve
pada MS. Adsober ini akan mengalami masa kejenuhan. Untuk mengaktifkannya kembali maka perlu dilakukan regenerasi, yaitu
dengan cara memanasi mole sieve tersebut pada temperature yang telah ditentukan.

47

Udara yang diharapkan bersih tadi kemudian dialirkan ke dalam cold box melalui lower column untuk dipisahkan kandungan
nitrogen dan oksigennya dimana sebelumya dilewatkan heat exhanger (2026 LC7) untuk menurunkan temperaturnya menjadi lebih
rendah. Proses pemisahan ini dilakukan kurang lebih pada temperatur -176C dan tekanan 8.4 kg/cm 2g, dimana dengan keadaan
tersebut akan didapatkan gas nitrogen murni, sedangkan oksigen akan mengalami pengembunan dan mencair. Tidak semua produk
gas nitrogen langsung didistribusikan ke header, karena ada juga nitrogen yang dicairkan untuk digunakan sebagai spare kemudian
ditampung dalam 4 buah storage bertekanan rendah (2026 F1A/B/C/D) dan 2 storage bertekanan tinggi (2026 LF3A/B).
Proses pencairan nitrogen ini memanfaatkan dari gas nitrogen yang didinginkan kembali dengan cara melewatkannya di
rendaman rich liquid yang terdapat pada condenser (B72) di upper column. rich liquid yang digunakan untuk merendam
condenser (B72) berasal dari lower column yang kemudian dialirkan ke upper column dengan diatur levelnya oleh kerangan kontrol
LIC-B72B.
Kemudian rich liquid sebagian mengalami perubahan fase kembali menjadi gas setelah dinginnya diserap oleh gas nitrogen .
waste gas inilah yang dimanfaatkan untuk memutar expander turbine. expander turbine ini berfungsi untuk menurunkan temperature
di cold box menjadi -176C, dengan cara mengekspasi waste gas yang memutarnya.
Lalu waste gas yang telah dingin karena perlakuan ekspansi ini dimanfaatkan kembali untuk diserap dinginnya di heat
exchanger (2026 LC7). Kemudian gas ini dimanfaatkan kembali sebagai aliran untuk regenerasi MS. Adsober.
3.7.10 Spesifikasi Peralatan pada MS. Adsorber
3.7.10.1 MS. Adsorber Vessel 2026 LD 1A / 1B

48

Alat ini berfungsi sebagai tempat terjadinya proses adsorbsi oleh adsorben. Adsorben yang digunakan yaitu mole sieve dan
ceramic ball.
MS. Adsorber Vessel memiliki spesifikasi sebagai berikut :
Flow Rate

: 8000 Nm3 / hr

Design Press

: 9,9 kg / cm2

Design Temperature

: 3 - 250 oC

Hydro Test Press

: 14,9 kg / cm2

Net Weight

: 2500 kg

Design Code

: ASME SEC VIII DIV-1


: Vertical Cylindrical Vessel
: 1300ID x 2850TL x 12t

3.7.10.2 MS. Strainer 2026 LD 2A / 2B


Alat ini berfungsi sebagai penyaring terakhir dari feed yang menuju ke cold box agar feed yang masuk cold box hanya
mengandung N2 dan O2 saja selain itu juga berfungsi sebagai menahan mole sieve supaya tidak terikut ke cold box.
MS. Strainer memiliki spesifikasi sebagai berikut :
Flow Rate

: 8000 Nm3 / hr

Press Drop

: 1,4 kg / cm2

Design Press

: 9,9 kg / cm2

49

Design Temperature

: 0 - 40 oC

Hydro Test Press

: 14,9 kg / cm2

Design Code

: ASME SEC VIII DIV-1


: Vertical Cylindrical Vessel
: 600ID x 1430TL x 9t

3.7.10.3 MS. Silencer


Alat ini berfungsi sebagai venting gas / uap yang sudah mengandung molekul-molekul CO 2, H2O dan impurities lain yang
menempel pada permukaan mole sieve yang sudah diregenerasi ke atmosfir dan juga alat ini berfungsi untuk membuang tekanan yang
berlebihan pada saat proses regenerasi. Spesifikasinya sebagai berikut :
Weight

: 400 kg

Design Temperature

: 90 oC

Design Code

: ASME SEC VIII DIV-1


: Manufacturers Standard
: 510ID x 1810TL x 6t

3.7.10.4 Regeneration Gas Heater 2026 LC4


Alat ini berfungsi untuk regenerasi adsorben pada MS. Adsorber Vessel. Spesifikasinya sebagai berikut :
Flow rate

: 1800 Nm3 / hr

Operation Temperature

: 3 220 oC

50

Design Temperature

: 300 oC

Operation Press

: 0,2 kg / cm2

Design Press

: 9,9 kg / cm2

Hydro Test Press

: 14,9 kg / cm2

Inner Volume

: 0,72 m3 / hr

Weight

: 1840 kg

Design Code

: ASME SEC VIII DIV-1


: Horizontal Shell & Tube Electric Heater
: 600ID x 3200TL x 9t

Rating 380 V AC , 50 Hz , 3 Phase , 200 kW


( Gambar Regeneration Gas Heater ini dapat dilihat pada lampiran 4)

3.7.10.5 Peralatan Pengaman Operasianal


Kelancaran operasi dari sebuah MS. Adsorber tergantung pada peralatan dan kelengkapan yang harus dipasang pada MS.
Adsorber

tersebut. Peralatan pengamanan yang dipasang secara langsung pada MS. Adsorber

dengan maksud agar dalam

pengoperasian dapat dijamin keselamatannya.

Press Safety Valve (PSV). Peralatan ini digunakan untuk menjaga tekanan, jika ada press over akan dibuang melalui PSV ini

51

sehingga alat yang dilindunginya aman dan tidak rusak. PSV ini dipakai pada PSV 2026 LD1, PSV 2026 LD2A dan PSV
2026 LD2B.

Control Valve (Piston Cylinder Type) with handwheel. Pemakaian valve jenis ini memiliki keuntungan tersendiri yaitu dari sisi
safety process. Jika terjadi kegagalan / macet pada saat membuka atau menutup valve padahal seharusnya aliran proses atau
flow harus tetap mengalir. Kita dapat menggunakan handwell secara manual supaya valve yang bermasalah tadi dapat dibuka
atau ditutup kembali, sehingga aliran proses atau flow yang sempat tertunda menjadi lancar. Jenis valve ini dipakai pada valve
XV20675, XV20676, XV20677, XV20678, XV20679, XV20680 dan XV20681.

Control Valve with handwheel. Keuntungan valve jenis ini sama dengan valve yang sebelumnya hanya saja berbeda tipe yaitu
tidak menggunakan sistem silinder piston. Jenis valve ini dipakai pada valve XV20659.

Untuk mendeteksi kandungan CO2 diperlukannya sebuah alat yaitu CO 2 Detector yang diletakkan diluar MS. Vessel, alat ini
mengamati kandungan CO2 yang mengalir secara terus menerus dan untuk mendeteksi kandungan CO 2 lebih dari 1 ppm.
Untuk itu dilakukan regenerasi molecular sieve secara periodik untuk menjaga reaktifitas molecular sieve tetap terjaga dalam
waktu yang lama.

Manometer (Pressure Gauge) adalah alat yang digunakan untuk mengukur seberapa besar tekanan pada saat MS. Adsorber
beroperasi.
Peralatan penunjang keamanan yang lain yaitu:

Bordes. Bagian ini dibutuhkan karena alasan stuktur unit adsorber. Operator harus mengontrol atau memeriksa bagian atas
peralatan-peralatan yang ada di bagian atas MS. Adsorber. Contohnya PSV dan FI 20611 N2 waste gas to regeneration gas
heater.

52

Tangga. Tangga ini digunakan untuk naik ke atas bordes.

Pagar Pembatas. Untuk kepentingan operasi unit, pada bordes juga perlu dipasang pagar pembatas sebagai safety.

3.7.11 MS. Adsorber Flow


Udara yang melalui over head drain separator menuju ke salah satu mole sieve adsorber ( yang satu lagi sedang
diregenerasi ). Adsorber menyerap sisa kotoran atau impurities yang masih terbawa di dalam udara. impurities ini dapat berupa air,
benzene, acetylene, propane, isobutene, carbon dioxide dan methylcyclopenthane.
Mole sieve adalah suatu bahan kimia yang tidak beracun, bentuknya hampir sama seperti butir-butir pasir berdiameter 1 4
mm, pada dasarnya molecular sieve adalah komposisi dari Crystalized Hidroxyde, Sodium Aluminate dan Sodium Silicate. Mole sieve
yang dipakai pada MS. Adsorber ini memiliki spesifikasi dengan tipe produk 13X APG, Form 8 x 12 beads, bulk density 40 lbs/ft,
kode produk 9451, net weight 136,20 kg. Sementara itu, ceramic ball yang digunakan ukuran , Crush Strengta dengan jumlah
sebanyak 136 kg dan ukuran , Crush Strengta dengan jumlah sebanyak 45,4 kg.
Dua buah MS. Vessel dipasang pada sistem, sehingga memungkinkan operasi plant secara terus menerus. Satu vessel
beroperasi memurnikan udara dari air, CO2 dan persenyawaan hydrocarbon lainnya, sedangkan vessel yang lain dapat diregenerasi
termasuk juga pemanasan ataupun pendinginannya. Semua urutan regenerasi, heating, cooling serta penggiliran operasi dari unit
adsorber telah di program secara automatis akan tetapi pada aktual regenerasi di lapangan dilakukan sistem manual.
Disaat salah satu adsorber unit on stream, lapisan pertama vessel lebih menyukai menyerap air, semakin lama penyerapan
terhadap air makin meluas mengakibatkan penyerapan terhadap CO2 semakin berkurang, tetapi lapisan vessel berikutnya akan
menyerap CO2 sehingga CO2 yang terdapat di dalam udara habis.

53

Seperti yang telah kita ketahui bahwa tidak selamanya bahan menyerap berfungsi dengan sempurna, terutama dalam
penyerapan CO2 kadang-kadang CO2 masih dapat lolos dari penyerapan hal ini dapat berakibat buruk bagi operasi. Untuk hal
tersebut dipasang CO2 Analyzer

AI20610 setelah MS. Strainer. Bila konsentrasi CO2 semakin meningkat AAH20610 akan

memberikan alarm bila konsentrasi CO2 1 ppm.


Bila CO2 telah mampu menembus mole sieve, maka haruslah di check temperature udara masuk adsober apakah meningkat
panas, bila hal ini terjadi maka berarti cooling section ( pada refrigeration ) terdapat hal-hal yang tidak beres.
Change over operasi adsorber dan diselidiki penyebab CO2 dapat lolos mungkin penyebabnya adalah kurangnya penyerapan
pada waktu regenerasi. Tetapi lolosnya CO2 dari penyerapan tidaklah berarti kita harus menyetop seluruh unit, karena pada cold box
masih diberikan kelonggaran

( toleransi ) dalam menghadapi lolosnya CO 2 dari adsorber. Akan tetapi bila hal lolosnya CO 2 tetap

bertahan lama, disaat unit stop perlu dilakukan penyelidikan secara cermat.
Sementara itu, dry waste gas ini yang merupakan outlet dari expander setelah melewati heat exchanger yang nantinya akan
masuk ke heater yang akan digunakan untuk meregenerasi adsorben. Spesifikasinya sebagai berikut :
Inlet Press

: 4,07 kg / cm2

Outlet Press

: 0,3 kg / cm2

Temperature

: 174,7 oC ( Normal )

Flow Rate

: 6240 Nm3 / hr

Regeneration gas merupakan gas outlet dari heater. Gas ini berfungsi sebagai media untuk meregenerasi adsorben pada MS.
Adsorber Vessel. Gas ini untuk membawa molekul-molekul H 2O (carrier gas) sedangkan dengan sifat panas yang dihasilkan dari
heater agar molekul-molekul H2O terlepas / keluar dari pori-pori dessiscant.

54

Spesifikasinya sebagai berikut :


Gas

: Dry Waste Gas

Inlet Press

: 0,2 kg / cm2

Inlet Temperature

: 3 - 250 oC ( Normal )

Untuk operasi normal, mole sieve yang telah dipergunakan dapat diregenerasi untuk membuang air, CO2 yang terserap,
sehingga adsorber tadi telah siap dipakai untuk operasi berikutnya.
Untuk melihat aliran flow pada MS. Adsorber ini dapat dilihat pada gambar 16 berikut ini.

55

Gambar 15. MS. Adsorber Flow Process


Untuk melakukan regenerasi mole sieve menggunakan waste gas dari cold box mempunyai tahapan sebagai berikut :
1. Depressurizing ( Penurunan tekanan )

56

Udara dengan tekanan 9,0 kg/cm2 dilewatkan di MS. Vessel dan dilakukan pemurnian disana. Pada saat regenerasi dilewatkan
waste gas yang bertekanan 0,2 kg/cm2 yang arah alirannya berlawanan dengan arah aliran udara yang dimurnikan.
Depressurizing dapat dikatakan tekanan diturunkan mendekati 0 kg/cm2 .
2. Heating ( Pemanasan )
Bertujuan untuk mengurangi daya serap mole sieve dengan cara melewatkan waste gas yang telah dipanaskan di heater. Pada
temperatur +120C, CO2 yang terserap akan terlepas dan pada temperatur 200C - 250C, air yang terserap pun akan hilang
akibat keringnya mole sieve.
3. Cooling ( Pendinginan )
Bertujuan untuk mengembalikan atau mengaktifkan kembali daya serap mole sieve dengan cara mengalirkan udara dingin
waste gas ke mole sieve tanpa adanya pemanasan dari heater dengan kata lain heater dalam posisi Off. Kurangnya waktu
pendinginan mole sieve berakibat masih panasnya udara yang keluar dari adsorber yang menyebabkan kurang baiknya kerja
cold box exchanger dan akibat selanjutnya kurang baiknya mutu / kemurnian produk nitrogen.
4. Pressurizing ( Pengaturan tekanan )
Mengisi vessel yang telah diregenerasi dengan udara dari chiller sampai dengan tekanan operasi MS. Adsorber.
Mengenai step-step regenerasi pada MS. Adsorber untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 5.

57

3.8 Data Hasil Analisa Laboratorium


Karena didalam pengambilan data hanya dapat dilakukan sekali dalam 1 minggu sekali oleh bagian laboraturium maka berikut
merupakan data dari tanggal 14 Juli 2016 sampai 18 Agustus 2016 selanjutnya akan diambil perhitungan efisiensi adsorbsi adsorben.
Data-data yang diperlukan untuk menghitung nilai efisiensi dapat dilihat pada tabel 9 dan tabel 10 berikut ini.
Tanggal
14 Juli 2016

21 Juli 2016

28 Juli 2016

4 Agustus 2016

11 Agustus 2016

Parameter
DP (C)
H20 (ppm)
Purity N2 % Volume
CO Content (ppm)
DP (C)
H20 (ppm)
Purity N2 % Volume
CO Content (ppm)
DP (C)
H20 (ppm)
Purity N2 % Volume
CO Content (ppm)
DP (C)
H20 (ppm)
Purity N2 % Volume
CO Content (ppm)
DP (C)
H20 (ppm)

58

Outlet
MS
-50,6
13,8
*
*
-39,8
79,6
*
*
-52
17,7
*
*
-52,7
20,4
*
*
-53,6
14,7

Gas
Air dryer
Nitrogen
-55,9
-29,8
10,8
*
99,72
*
< 0,1
*
-43.2
-16,69
51,9
*
99,3
*
< 0,1
*
-58,3
-16,8
7,9
*
99,64
*
*
*
-50.3
-3,05
10,8
*
99,5
*
< 0,1
*
-43.5
-20,7
51.6
*

Purity N2 % Volume
CO Content (ppm)
18 Agustus 2016 DP (C)
H20 (ppm)
Purity N2 % Volume
CO Content (ppm)

*
*
-50,7
97,4
*
*

99,82
*
*
*
*
*

*
*
-29.6
*
*
*

Tabel 9. Extra Sample Laboratorium


*) tidak dianalisa/tidak ada sample
Tanggal
14 Juli 2016
21 Juli 2016
28 Juli 2016
4 Agustus 2016
11 Agustus 2016
18 Agustus 2016

Inlet Temperature
(0C)
7,94
7,95
7,98
7,93
7,87
7,87

Inlet Pressure

Feed Flow Rate

(kg/cm2)
(Nm3)
8,92
3242,33
8,93
3124
8,97
3122,33
8,91
3156,33
8,85
3303,67
8,85
3426,33
Tabel 10. Data Operasional MS. Adsorber

3.9 Analisa dan Perhitungan Efisiensi MS. Adsorber


Perhitungan efisiensi ini dihitung berdasarkan hasil extra sample dan data operasional MS. Adsorber dari laboratorium dengan
asumsi bahwa :

59

H2O content outlet MS. Adsorber merupakan outlet dari MS. Adsorber
Flow rate merupakan feed flow rate dari data operasional MS. Adsorber.
Untuk menghitung efisiensi adsorbsi dapat menggunakan rumus :
H = Flowrate x (H2O content inlet - H2O content outlet)
Effisiensi =

H 2 O yang teradsorbsi
H 2 O content inlet

x 100%

a. Effisiensi adsorbsi pada tanggal 14 Juli 2016


H2O content inlet MS. Adsorber
T = 7,940C
Ps = 0,01102 kg/cm2 = 1,0806 kPa (Tabel uap jenuh lampiran 2, Interpolasi lampiran 1)
Pt = 8,92 kg/cm2 = 874,7532 kPa
Ps
H = 0,622 x Pt Ps
= 0,622 x

1,0806 kPa
(874,75 32 kPa1,0806 kPa)

= 7,6929 x 10-4 kg H2O/kg DA x 1,2928 kg H2O/ m3 DA


= 9,9453 x 10-4 kg H2O/m3 DA
H2O content outlet MS. Adsorber
H = 13,8 ppm

60

= (13,8 x 10-6 m3 H2O/ m3 DA) x 1,2928 kg H2O/ m3 DA


= 0,1784 x 10-4 kg H2O/ m3 DA
H2O yang teradsorbsi
H = Flowrate x (H2O content inlet - H2O content outlet)
= 3242,33 Nm3 x {(9,9453 x 10-4) (0,1784 x 10-4)} kg H2O/ m3 DA
= 3,1668 kg/hr

Effisiensi =

H 2 O yang teradsorbsi
H 2 O content inlet

x 100%

3,1668 kg /hr
9,9453 x 10 kg H 2 O/m3 DA x 3242,33 Nm3 /hr

3,1668 kg /hr
3,2246 kg/hr

x 100%

x 100%

= 98,21%

b. Effisiensi adsorbsi pada tanggal 21 Juli 2016


H2O content inlet MS. Adsorber
T = 7,950C

61

Ps = 0,01103 kg/cm2 = 1,0813 kPa (Tabel uap jenuh lampiran 2, Interpolasi lampiran 1)
Pt = 8,93 kg/cm2 = 875,7339 kPa
Ps
H = 0,622 x Pt Ps
= 0,622 x

1,0813 kPa
(875,7339 kPa1,0813 kPa)

= 7,6893 x 10-4 kg H2O/kg DA x 1,2928 kg H2O/ m3 DA


= 9,9407 x 10-4 kg H2O/m3 DA
H2O content outlet MS. Adsorber
H = 79,6 ppm
= (79,6 x 10-6 m3 H2O/ m3 DA) x 1,2928 kg H2O/ m3 DA
= 1,0291 x 10-4 kg H2O/m3 DA
H2O yang teradsorbsi
H = Flowrate x (H2O content inlet - H2O content outlet)
= 3124 Nm3 x {(9,9407 x 10-4) (1,0291 x 10-4)} kg H2O/m3 DA
= 2,7840 kg/hr

62

Effisiensi =

H 2 O yang teradsorbsi
H 2 O content inlet

x 100%

2,7840 kg /hr
9,9407 x 10 kg H 2 O/m 3 DA x 3124 Nm3 /hr

2,7840 kg /hr
3,1055 kg /hr

x 100%

x 100%

= 89,65%
c. Effisiensi adsorbsi pada tanggal 28 Juli 2016
H2O content inlet MS. Adsorber
T = 7,980C
Ps = 0,01105 kg/cm2 = 1,0834 kPa (Tabel uap jenuh lampiran 2, Interpolasi lampiran 1)
Pt = 8,97 kg/cm2 = 879,6565 kPa
Ps
H = 0,622 x Pt Ps
= 0,622 x

1,0834 kPa
(879,6565 kPa1,0834 kPa)

= 7,6701 x 10-4 kg H2O/kg DA x 1,2928 kg H2O/ m3 DA


= 9,9158 x 10-4 kg H2O/m3 DA

63

H2O content outlet MS. Adsorber


H = 17,7 ppm
= (17,7 x 10-6 m3 H2O/ m3 DA) x 1,2928 kg H2O/ m3 DA
= 0,2288 x 10-4 kg H2O/m3 DA
H2O yang teradsorbsi
H = Flowrate x (H2O content inlet - H2O content outlet)
= 3122,33 Nm3 x {(9,9158 x 10-4) (0,2288 x 10-4 )} kg H2O/m3 DA
= 3,0246 kg/hr

Effisiensi =

H 2 O yang teradsorbsi
H 2 O content inlet

x 100%

3,0246 kg /hr
9,9158 x 10 kg H 2 O/m3 DA x 3122,33 Nm3 /hr

3,0246 kg/hr
3,0961kg /hr

x 100%

x 100%

= 97,69%

64

d. Effisiensi adsorbsi pada tanggal 4 Agustus 2016


H2O content inlet MS. Adsorber
T = 7,930C
Ps = 0,01101 kg/cm2 = 1,0798 kPa (Tabel uap jenuh lampiran 2, Interpolasi lampiran 1)
Pt = 8,91 kg/cm2 = 873,7725 kPa
Ps
H = 0,622 x Pt Ps
= 0,622 x

1,0798 kPa
(873,7725 kPa1,0798 kPa)

= 7,6964 x 10-4 kg H2O/kg DA x 1,2928 kg H2O/ m3 DA


= 9,9499 x 10-4 kg H2O/m3 DA
H2O content outlet MS. Adsorber
H = 20,4 ppm
= (20,4 x 10-6 m3 H2O/ m3 DA) x 1,2928 kg H2O/ m3 DA
= 0,2637 x 10-4 kg H2O/m3 DA

H2O yang teradsorbsi


H = Flowrate x (H2O content inlet - H2O content outlet)
= 3156,33 Nm3 x {(9,9499 x 10-4) (0,2637 x 10-4 )} kg H2O/m3 DA

65

= 3,0573 kg/hr

Effisiensi =

H 2 O yang teradsorbsi
H 2 O content inlet

x 100%

3,0573 kg /hr
9,9499 x 10 kg H 2 O/m3 DA x 3156,33 Nm3 /hr

3,0573 kg /hr
3,1405 kg /hr

x 100%

x 100%

= 97,35%
e. Effisiensi adsorbsi pada tanggal 11 Agustus 2016
H2O content inlet MS. Adsorber
T = 7,870C
Ps = 0,01097 kg/cm2 = 1,0756 kPa (Tabel uap jenuh lampiran 2, Interpolasi lampiran 1)
Pt = 8,85 kg/cm2 = 867,8885 kPa
Ps
H = 0,622 x Pt Ps
= 0,622 x

1,0756 kPa
(867,8885 kPa1,0756 kPa)

66

= 7,7181 x 10-4 kg H2O/kg DA x 1,2928 kg H2O/ m3 DA


= 9,9779 x 10-4 kg H2O/m3 DA
H2O content outlet MS. Adsorber
H = 14,7 ppm
= (14,7 x 10-6 m3 H2O/ m3 DA) x 1,2928 kg H2O/ m3 DA
= 0,19 x 10-4 kg H2O/m3 DA

H2O yang teradsorbsi


H = Flowrate x (H2O content inlet - H2O content outlet)
= 3303,67 Nm3 x {(9,9779 x 10-4) (0,19 x 10-4 )} kg H2O/m3 DA
= 3,2336 kg/hr

Effisiensi =

H 2 O yang teradsorbsi
H 2 O content inlet

x 100%

3,2336 kg / hr
9,9779 x 10 kg H 2 O/m3 DA x 3303,67 Nm3 /hr
4

x 100%

67

3,2336 kg/hr
3,2964 kg/hr

x 100%

= 98,10%
f. Effisiensi adsorbsi pada tanggal 18 Agustus 2016
H2O content inlet MS. Adsorber
T = 7,870C
Ps = 0,01097 kg/cm2 = 1,0756 kPa (Tabel uap jenuh lampiran 2, Interpolasi lampiran 1)
Pt = 8,85 kg/cm2 = 867,8885 kPa
Ps
H = 0,622 x Pt Ps
= 0,622 x

1,0756 kPa
(867,8885 kPa1,0756 kPa)

= 7,7181 x 10-4 kg H2O/kg DA x 1,2928 kg H2O/ m3 DA


= 9,9779 x 10-4 kg H2O/m3 DA
H2O content outlet MS. Adsorber
H = 97,4 ppm
= (97,4 x 10-6 m3 H2O/ m3 DA) x 1,2928 kg H2O/ m3 DA
= 1,2592 x 10-4 kg H2O/m3 DA

68

H2O yang teradsorbsi


H = Flowrate x (H2O content inlet - H2O content outlet)
= 3426,33 Nm3 x {(9,9779 x 10-4) (1,2592 x 10-4 )} kg H2O/m3 DA
= 2,9879 kg/hr

Effisiensi =

H 2 O yang teradsorbsi
H 2 O content inlet

x 100%

2,9879 kg /hr
9,9779 x 10 kg H 2 O/m3 DA x 3870,67 Nm3 /hr

2,9879 kg /hr
3,4188 kg /hr

x 100%

x 100%

= 87,38%

Dari hasil perhitungan dapat ditabulasikan pada tabel berikut ini :


Tanggal
14 Juli 2016
21 Juli 2016
28 Juli 2016
4 Agustus 2016

Nilai Effisiensi (%)


98,21
89,65
97,69
97,35

69

11 Agustus 2016
98,10
18 Agustus 2016
87,38
Tabel 11. Nilai Efisiensi Adsorbsi dari Bulan Juli-Agustus

Grafik Effisiensi Adsorber

Nilai Effisiensi Adsorber

100
98
96
94
92
90
88
86
84
82
80

9-Jul-16

98.21

97.69

97.35

98.1

89.65
87.38

19-Jul-16

29-Jul-16

8-Aug-16

18-Aug-16

28-Aug-16

Tanggal Pengambilan Sample

Gambar 16. Grafik efisiensi Adsorbsi Bulan Juli - Agustus


Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dalam periode waktu tersebut, efisiensi adsorbsi sebuah sistem pastinya akan
mengalami suatu kondisi yang tidak sama didalam proses purifikasi udara. Dengan melihat grafik diatas, dapat diketahui bahwa
dalam hal operasi dari sebuah MS. Adsorber mempunyai grafik yang cenderung menurun. Akan tetapi, setelah unit nitrogen plant

70

defrosting, terjadi peningkatan nilai efisiensi. Kemudian

indikasi penurunan efisiensi dapat dilihat terjadi lagi. Tentunya ini

disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya, baik faktor dari dalam maupun dari luar.
Penyebab utama berkurangnya daya serap mole sieve selama proses adsorbsi memiliki banyak faktor. Faktor-faktor penyebab ini
antara lain :
1.

Panas. Selama beroperasi MS. Vessel di set pada 5oC agar kemampuan penyerapannya cukup baik dan selama regenerasi
temperatur Vessel akan meningkat sampai diatas 200oC. mole sieve menerima hal tersebut setiap 8 jam, akibatnya secara
perlahan-lahan akan menyebabkan rusaknya struktur mole sieve dalam jumlah yang cukup besar apalagi dioperasikan dalam
waktu yang cukup lama.

2. Hydrothermal. Seperti yang kita ketahui bahwa mole sieve menyerap air dalam jumlah yang relatif, semakin banyak air yang
diserap semakin banyak pula panas yang dibutuhkan untuk menghilangkan air tersebut. Hal ini dapat menyebabkan semakin
cepatnya struktur mole sieve lapuk / rusak.
3. Persenyawaan Hydrocarbon. Akibat proses adsorbsi tentu memungkinkan adanya persenyawaan tersebut. Apabila
Persenyawaan Hydrocarbon berat yang masih melekat di mole sieve dan disaat regenerasi tidak terbuang mengakibatkan pula
rusaknya mole sieve. Selain itu jika hal ini dibiarkan terus menerus tanpa ada penanggulangan akan membahayakan unit
selanjutnya yaitu cold box. Proses pada cold box akan terganggu disebabkan adanya hydrocarbon yang terakumulatif. Sumber
persenyawaan hydrocarbon ini terbawa oleh udara akan melewati proses kompresi udara, pendinginan udara dan purifikasi
udara. Pada proses terakhir yaitu pemisahan N2 dan O2, hal ini yang nantinya akan berakibat pada kerusakan peralatan.

71

4. Selain itu, pengaruh dari masa pakai mole sieve. Daya serap akan menurun seiring dengan bertambahnya waktu penggunaan
adsorbsi mole sieve.
Faktor-faktor penyebab di atas akan menyebabkan daya serap mole sieve menurun, tentu saja fungsi kerja unit MS. Adsorber juga
akan terganggu. Hal ini akan menyebabkan produk dari MS. Adsorber yang merupakan feed ke cold box tidak sesuai dengan yang
diharapkan efeknya pun akan berpengaruh terhadap proses pemisahan N2 dan O2 di cold box.

BAB IV
PENUTUP

72

4.1 Kesimpulan
Sebuah kondisi operasi yang handal merupakan suatu indikator penting dalam mengetahui maksimal atau tidaknya sistem
untuk memproduksi produk, karena akan sangat berpengaruh terhadap produk yang akan diproduksinya. Untuk itu mengetahui
suatu kinerja unit sangatlah penting, berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan analisa yang dilakukan, dapat disimpulkan
beberapa hal diantaranya adalah :
1

Nilai efisiensi adsorbsi pada bulan Juli Agustus


Tanggal
14 Juli 2016
21 Juli 2016
28 Juli 2016
4 Agustus 2016
11 Agustus 2016
18 Agustus 2016

Nilai Effisiensi (%)


98,21
89,65
97,69
97,35
98,10
87,38

Penurunan nilai effiesiensi yang cukup signifikan yaitu pada tanggal 18 Agustus 2016 sebesar 10,72%.

3 Faktor penyebab berkurangnya daya serap mole sieve selama proses adsorbsi adalah panas, hydrothermal, persenyawaan
hydrocarbon dan masa pakai mole sieve.

73

4.2 Saran
Mengetahui kondisi operasi MS. Adsorber tentunya sangatlah penting, karena dengan berawal dari situ hal-hal yang bersifat
preventive dan improvement dapat dilakukan. Tentunya dalam perjalanannya terdapat beberapa masalah yang harus dihadapi,
berdasarkan dari hal tersebut penulis mempunyai beberapa saran, diantaranya :
1

Dalam pengoperasiannya hendaknya sesuai dengan Standard Operation Procedure ( SOP ), baik shutdown, start-up,
defrosting, dan hal lainnya karena dapat meminimalisir losses yang mungkin terjadi.

Sample point waste gas yang berada di MS. Adsorber bagian atas hendaknya dipindah ke bawah, karena akan mempermudah
pengambilan extra sample waste gas.

Pengecheckan waste gas oleh laboraturium hendaknya dilakukan secara rutin, seperti pada bagian udara MS. Adsorber, N2
line, dan dryer agar dapat mempercepat monitoring performance cold box.

Perlakuan maintenance harap dilakukan dengan maksimal, khususnya yang bersifat preventive.

Memaksimalkan kalibrasi dan perbaikan control/instrumentasi secara periodik sehingga akan didapat hasil yang maksimal.

Pengadaan hydrocarbon analyzer, akan membantu memaksimalkan fungsi MS. Adsorber untuk mencegah hydrocarbon masuk
ke cold box Untuk mendeteksi

kandungan hydrocarbon diperlukannya sebuah alat yaitu hydrocarbon analyzer yang

diletakkan diluar MS Vessel, alat ini mengamati kandungan hydrocarbon yang mengalir secara terus menerus dan untuk
mendeteksi kandungan hydrocarbon terakumulasi yang diijinkan tidak lebih dari 0,5 ppm. Penempatan alat ini sebaiknya
dipasang pada inlet chiller.

74

75

Anda mungkin juga menyukai