Anda di halaman 1dari 38

REFERAT

CEREBROVASCULAR DISEASE
(CVD)
Diajukan untuk melengkapi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Disusun Oleh :
Arlene Widjaja ( 406147021 )
Pembimbing:
dr.Wariyah, Sp.S
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Saraf
RSPI Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 Januari 2017 - 11 Februari 2017
1

LEMBAR PENGESAHAN
Nama

Arlene Widjaja

NIM

406147021

Fakultas

Kedokteran Umum

Universitas

Tarumanagara

Bidang Pendidikan

Program Pendidikan Profesi Dokter

Periode Kepaniteraan Klinik :

9 Januari 2017 - 11 Februari 2017

Judul Tugas

Referat Cerebrovascular disease (CVD)

Diajukan

Januari 2017

Pembimbing

dr.Wariyah, Sp.S

Telah diperiksa dan disahkan tanggal :.................................

Mengetahui,

Ketua SMF Saraf

dr. Wariyah,Sp.S

Pembimbing

dr.Wariyah, Sp.S

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan atas kasih karunia dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga
referat dengan judul Cerebrovascular disease (CVD) ini dapat selesai dengan baik dan tepat
pada waktunya.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Saraf Fakultas
Kedokteran Universitas Tarumanagara di Rumah Sakit Prof Sulianti Saroso periode 9 Januari
2017 - 11 Februari 2017.
Dalam penulisan referat ini penulis telah mendapat bantuan, bimbingan dan kerjasama
dari berbagai pihak maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. dr.Wariyah,Sp.S selaku ketua SMF Saraf dan pembimbing kepaniteraan klinik Saraf RSPI
Sulianti Saroso.
2. dr.Natan Payangan, Sp. S selaku pembimbing kepaniteraan klinik Saraf RSPI Sulianti
Saroso.
3. dr.Maria, Sp. S selaku pembimbing kepaniteraan klinik Saraf RSPI Sulianti Saroso.
4. Rekan-rekan anggota kepaniteraan klinik baik dari UNTAR di Bagian Saraf RSPI Sulianti
Saroso periode 9 Januari 2017 - 11 Februari 2017.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus yang disusun ini juga tidak luput dari
kekurangan karena kemampuan dan pengalaman penulis yang terbatas. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang dapat bermanfaat demi kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

Jakarta, 13 Januari 2017

Arlene Widjaja

BAB I
PENDAHULUAN

Cerebrovascular Disease (CVD) atau sering disebut Stroke adalah tanda-tanda klinis
yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain selain vaskular.
Setiap tahun, 15 juta orang di seluruh dunia menderita stroke. Hampir enam juta
meninggal dan lima juta yang tersisa cacat permanen. Stroke adalah penyebab kedua
kecacatan, setelah demensia.Secara global, stroke adalah penyebab utama kedua kematian di
atas usia 60 tahun, dan penyebab utama kelima kematian pada orang berusia 15 sampai 59
tahun.
Di banyak negara maju angka kejadian stroke menurun meskipun jumlah sebenarnya
dari stroke meningkat karena populasi yang menua.Di negara berkembang, angka kejadian
stroke meningkat. Di China, 1,3 juta orang mengalami stroke setiap tahun dan 75% hidup
dengan berbagai tingkat kecacatan akibat stroke. Data dari WHO menyatakan bahwa di
Amerika, stroke menyebabkan kematian hampir 130.000 orang Amerika setiap tahun.
Sedangkan di Indonesia, stroke adalah penyebab kematian tertinggi pada tahun 2014.
Menurut Data Riset Kesehatan Dasar 2013 (Riskesdas 2013) menujukkan bahwa jumlah
penderita penyakit stroke di Indonesia tahun 2013 berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
(Nakes) diperkirakan sebanyak 1.236.825 orang (7,0%).
Secara umum stroke dibagi menjadi 2 yaitu stroke iskemik (stroke non-hemoragik) dan
stroke hemoragik.Stroke iskemik adalah stroke dengan penurunan aliran darah menuju ke
otak yang menyebabkan kurangnya pasokan oksigen dan nutrisi untuk otak.Stroke hemoragik
adalah stroke dengan kerusakan pembuluh darah otak sehingga darah keluar ke ruang
ekstravaskular.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Stroke adalah terjadinya gangguan aliran darah ke otak yang mengakibatkan gangguan
fungsional otak secara fokal maupun global secara mendadak
2.2 Epidemiologi
Setiap tahun, 15 juta orang di seluruh dunia menderita stroke. Hampir enam juta
meninggal dan lima juta yang tersisa cacat permanen. Stroke adalah penyebab kedua
kecacatan, setelah demensia.Secara global, stroke adalah penyebab utama kedua kematian di
atas usia 60 tahun, dan penyebab utama kelima kematian pada orang berusia 15 sampai 59
tahun.
Di banyak negara maju angka kejadian stroke menurun meskipun jumlah sebenarnya
dari stroke meningkat karena populasi yang menua.Di negara berkembang, angka kejadian
stroke meningkat. Di China, 1,3 juta orang mengalami stroke setiap tahun dan 75% hidup
dengan berbagai tingkat kecacatan akibat stroke.
Data dari WHO menyatakan bahwa di Amerika, stroke menyebabkan kematian
hampir 130.000 orang Amerika setiap tahun.Rata-rata, satu orang Amerika meninggal akibat
stroke setiap 4 menit.Setiap tahun, lebih dari 795.000 orang di Amerika Serikat mengalami
stroke.Sekitar 610.000 di antaranya adalah pertama atau baru stroke dan sekitar 185.000
kasus pada orang yang telah menderita stroke sebelumnya.
Sedangkan di Indonesia, stroke adalah penyebab kematian tertinggi pada tahun 2014.
Menurut Data Riset Kesehatan Dasar 2013 (Riskesdas 2013) menujukkan bahwa jumlah
penderita penyakit stroke di Indonesia tahun 2013 berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
(Nakes) diperkirakan sebanyak 1.236.825 orang (7,0%).
Berdasarkan diagnosis Nakes, Provinsi Jawa Barat memiliki estimasi jumlah penderita
terbanyak yaitu sebanyak 238.001 orang (7,4%) dan 533.895 orang (16,6%), sedangkan
5

Provinsi Papua Barat memiliki jumlah penderita paling sedikit yaitu sebanyak 2.007 orang
(3,6%) dan 2.955 orang (5,3%).
Angka kematian berdasarkan umur adalah: sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun) dan
26,8% (umur 55-64 tahun) dan 23,5% (umur 65 tahun). Penderita laki-laki lebih banyak
daripada perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun
54,2%, dan usia diatas 65 tahun sebesar 33,5%.
2.3 Faktor Resiko
Faktor potensial kejadian stroke dibedakan menjadi 2 kategori besar yakni:
1

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi


Usia
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia, semakin besar pula
risiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan adanya proses degenerasi (penuan) yang
terjadi secara alamiah dan pada umumnya pada orang lanjut usia, pembuluh darahnya lebih
kaku oleh sebab adanya plak (atherosklerosis).

Jenis kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan
perempuan.Hal ini diduga terkait bahwa laki-laki cenderung merokok.Rokok itu sendiri
ternyata dapat merusak lapisan dari pembuluh darah tubuh yang dapat mengganggu aliran
darah.

Riwayat keluarga
Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga.Orang dengan riwayat stroke pada
keluarga, memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan orang
tanpa riwayat stroke pada keluarganya.

Ras/etnik
Dari berbagai penelitian diyemukan bahwa ras kulit putih memiliki peluang lebih besar
untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras kulit hitam.

2. Faktor yang dapat dimodifikasi

Hipertensi
Orang yang mempunyai tekanan darah yang tinggi memiliki peluang besar untuk
mengalami stroke.Bahkan hipertensi merupakan penyebab terbesar (etiologi) dari kejadian
stroke itu sendiri. Hal ini dikarenakan pada kasus hipertensi, dapat terjadi gangguan aliran
darah tubuh dimana diameter pembuluh darah akan mengecil (vasokontriksi) sehingga darah
yang mengalir ke otak pun akan berkurang. Dengan pengurangan aliran darah otak (ADO)
maka otak akan akan kekurangan suplai oksigen dan juga glukosa (hipoksia), karena suplai
berkurang secara terus menerus, maka jaringan otak lama-lama akan mengalami kematian.
klasifikasi hipertensi menurut AHA

Penyakit jantung
Adanya penyakit jantung seperti penyakit jantung koroner, infark miokard (kematian
otot jantung) juga merupakan faktor terbesar terjadinya stroke.Seperti kita ketahui, bahwa
sentral dari aliran darah di tubuh terletak di jantung. Bilamana pusat mengaturan aliran
darahnya mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh pun akan mengalami gangguan
termasuk aliran darah yang menuju ke otak. Karena adanya gangguan aliran, jaringan otak
pun dapat mengalami kematian secara mendadak ataupun bertahap.
7

Diabetes melitus
Diabetes melitus (DM) memiliki risiko untuk mengalami stroke.Hal ini terkait dengan
pembuluh darah penderita DM yang umumnya menjadi lebih kaku (tidak lentur). Adanya
peningkatan ataupun penurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba juga dapat
menyebabkan kematian jaringan otak.

Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan keadaan dimana kadar kolesterol didalam darah
berlebih

(hiper

kelebihan).

Kolesterol

yang

berlebih

terutama

jenis

LDL

akanmengakibatkan terbentuknya plak/kerak pada pembuluh darah, yang akan semakin


banyak dan menumpuk sehingga dapat mengganggu aliran darah.

Obesitas
Kegemukan juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke. Hal tersebut
terkait dengan tingginya kadar lemak dan kolesterol dalam darah pada orang dengan obesitas,
dimana biasanya kadar LDL lebih tinggi dibandingkan dengan kadar HDLnya.

Merokok
Berdasarkan penelitian didapatkan, bahwa orang-orang yang merokok ternyata
memiliki kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak
merokok. Peningkatan kadar fibrinogen ini dapat mempermudah terjadinya penebalan
pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku dengan demikian dapat
menyebabkan gangguan aliran darah.

2.4 Klasifikasi Stroke


Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
I
a
b
c
II
a
b

Stroke Iskemik
Transient Ischemic Attack (TIA)
Trombosis serebri
Emboli serebri
Stroke Hemoragik
Perdarahan intra serebral
Perdarahan subarachnoid
Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu:
8

a) Serangan iskemik sepintas/ TIA


Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah
di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam
b) RIND
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24
jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.
c) Progressing stroke atau stroke in evolution
Gejala neurologik yang makin lama makin berat
d) Completed stroke
Gejala klinis sudah menetap.
Berdasarkan sistem pembuluh darah:
a
b

Sistem Karotis
Sistem vertebro-basiler

2.5 Anatomi Pembuluh Darah Otak


Suplai darah ke otak melalui dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis (kanan dan kiri)
dan arteri karotis interna (kanan dan kiri). Arteri vertebralis menyuplai darah ke area
belakang dan area bawah dari otak, sampai di tempurung kepala dan arteri karotis interna
menyuplai darah ke area depan dan area atas otak.

Gambar 1. Pembuluh darah di otak


Cabang-cabang dari arteri vertebralis dan arteri karotis interna bersatu membentuk
sirkulus willisi.Sistem ini memungkinkan pembagian darah di dalam kepala untuk
mengimbangi setiap gerakan leher jika aliran darah dalam salah satu pembuluh nadi leher
mengalami kegagalan.

Gambar 2. Sirkulus Willisi

10

2.6 Autoregulasi Otak


Otak menerima suplai darah kira kira 15% dari kardiac output (CO) (volume semenit).
Dalam keadaan istirahat dan kondisi sehat CBF orang dewasa kira kira 45-55 cc/100g otak
permenit sedangkan pada anak anak sebesar 105 cc/100 gram otak/menit.Tingkat kritis
hipoperfusi yang menyebabkan penurunan fungsi dan menyebabkan kerusakan jaringan jika
CBF diantara 12-23 mL/100 gram otak/menit.
Bila CBF diantara 18-23 mL/100 gram otak/menit maka otak tidak berfungsi namun
sewaktu-waktu perfusi meningkat maka otak akan aktif lagi tetapi bila CBF< 18 mL/100
gram otak/menit akan terjadi infark apabila perfusi tidak bisa ditingkatkan sampai batas
waktunya.
Bila CBF <12mL/100 gram otak/menitakan terlihat EEG isoelektrik, fosfokreatinin
menurun, laktat meningkat tetapi ATP masih normal. Bila CBF antara 6-8 mL/100 gram
otak/menit terjadi kegagalan metabolisme, Kalium ekstraseluler meningkat, Ca intraseluler
meningkat dan ATP menurun.

Gambar 3. Cerebral Blood Flow

11

Dalam keadaan tanpa hipotensi tekanan darah arteri pengaruhnya sedikit saja pada
CBF, Penurunan tekanan darah sampai 60-70 mmHg tak mempengaruhi CBF.Hal ini
disebabkan adanya autoregulasi cerebral yang mekanismenya hingga saat ini masih belum
jelas.
Yang dimaksud dengan autoregulasi cerebral ialah kemampuan otak mempertahankan
CBF dalam batas-batas normal dalam menghadapi tekanan perfusi cerebral(CPP) yang
berubah.Tekanan perfusi cerebral adalah selisih tekanan arteri rata rata(saat masuk) dan
tekanan vena rata-rata (saat keluar) pada sinus sagitalis lymph/cerebral venous junction.
CPP adalah selisih tekanan arteri rata rata (mean arterial pressure (MAP) dan tekanan
intracranial rata rata (Intracranial Pressure) (ICP) yang diukur setinggi foramen monroe.
CBF = CPP / CVR
CPP = MAP - ICP
CBF = MAP - ICP
CVR
CBF : Cerebral Blood Flow
CPP : Cerebral Perfussion Pressure
MAP : Mean Arterial Preassure
ICP : Intra Cranial Pressure
CVR : Cerebro Vaskular Resistance
Karena CPP = MAP - ICP maka CPP akan menurun bila MAP turun atau ICP naik. CPP
normal antara 80-90 mmHg. Bila CPP turun50 mmHg terlihat EEG melambat, bila CPP < 40
mmHg maka EEG mendatar terjadi iskemia yang reversibel atau irreversibel tetapi bila CPP<
20 mmHg akan timbul iskemia cerebral yang irreversibel.
Biasanya autoregulasi akan dapat mempertahankan CBF selama MAP antara 50-150
mmHg. Artinya bila MAP turun oleh kontraksi otot-otot polos dinding serebrovaskular
sebagai respons adanya perubahan tekanan intra mural akan terjadi vaso serebral dilatasi
sebaliknya bila MAP naik akan terjadi vasocerebral konstriksi selama MAP antara 50-150
mmHg.
12

Bila MAP turun dibawah 50 mmHg walau dilatasi maksimal CBF akan mengikuti CPP
secara pasif sehingga terjadi iskemia otak. Dan sebaliknya bila MAP diatas 150 mmHg maka
biarpun kontriksi maksimal akan dirusak sehingga CBF akan naik dengan tiba tiba dapat
merusak blood brain barrier (BBB) dan terjadi edema otak bahkan perdarahan otak.
Beberapa keadaan merubah atau menghilangkan autoregulasi ini misal hipertensi kronis
dapat merubah batas atas autoregulasi bergeser kekanan sehingga sudah terjadi iskemia pada
tekanan darah yang dianggap normal pada orang normal.
Iskemia serebral, infarct, trauma kepala, hipoksia, hiperkarbia berat,obat anestesia
inhalasibisa menghilangkan autoregulasi otak. Bila autoregulasi otak hilang maka CBF
tergantung pada tekanan darah sehingga penurunan CPP akan menurunkan CBF.

Gambar 4.Autoregulasi Otak

2.7 Patofisiologi
2.7.1. Stroke Iskemik
Stroke iskemik disebut juga stroke sumbatan atau stroke infark dikarenakan adanya
kejadian yang menyebabkan aliran darah menurun atau bahkan terhenti sama sekali pada area
13

tertentu di otak, misalnya terjadinya emboli atau trombosis. Penurunan aliran darah ini
menyebabkan neuron berhenti berfungsi. Aliran darah kurang dari 18 ml/100 mg/menit akan
mengakibatkan iskemia neuron yang sifatnya irreversibel. Hampir sebagian besar pasien atau
sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.
Aliran darah ke otak pada stroke iskemik terhenti karena aterosklerosis (penumpukan
kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau adanya bekuan darah yang telah menyumbat
suatu pembuluh darah ke otak.Penyumbatan dapat terjadi di sepanjang jalur arteri yang
menuju ke otak.Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam arteri
karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah.Keadaan ini sangat serius karena
setiap arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak.
Terjadinya hambatan dalam aliran darah pada otak akan mengakibatkan sel saraf dan
sel lainnya mengalami gangguan dalam suplai oksigen dan glukosa. Bila gangguan suplai
tersebut berlangsung hingga melewati batas toleransi sel, maka akan terjadi kematian sel.
Sedangkan bila aliran darah dapat diperbaiki segera, kerusakan dapat diminimalisir.

Gambar 5. Stroke iskemik

Mekanisme terjadinya stroke iskemik secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu
akibat trombosis atau akibat emboli.Diperkirakan dua per tiga stroke iskemik diakibatkan
karena trombosis, dan sepertiganya karena emboli. Akan tetapi untuk membedakan secara

14

klinis, patogenesis yang terjadi pada sebuah kasus stroke iskemik tidak mudah, bahkan sering
tidak dapat dibedakan sama sekali.
Trombosis dapat menyebabkan stroke iskemik karena trombosis dalam pembuluh darah
akan mengakibatkan terjadinya oklusi (gerak menutup atau keadaan tertutup) arteri serebral
yang besar, khususnya arteri karotis interna, arteri serebri media, atau arteri basilaris. Namun,
sesungguhnya dapat pula terjadi pada arteri yang lebih kecil, yaitu misalnya arteri-arteri yang
menembus area lakunar dan dapat juga terjadi pada vena serebralis dan sinus venosus.
Stroke karena trombosis biasanya didahului oleh serangan TIA (Transient ischemic
attack). Gejala yang terjadi biasanya serupa dengan TIA yang mendahului, karena area yang
mengalami gangguan aliran darah adalah area otak yang sama. TIA merupakan defisit
neurologis yang terjadi pada waktu yang sangat singkat yaitu berkisar antara 5-20 menit atau
dapat pula hingga beberapa jam, dan kemudian mengalami perbaikan secara komplit.
Meskipun tidak menimbulkan keluhan apapun lagi setelah serangan, terjadinya TIA jelas
merupakan hal yang perlu ditanggapi secara serius karena sekitar sepertiga penderita TIA
akan mengalami serangan stroke dalam 5 tahun. Dalam keadaan lain, defisit neurologis yang
telah terjadi selama 24 jam atau lebih dapat juga mengalami pemulihan secara komplit atau
hampir komplit dalam beberapa hari. Keadaan ini kerap diterminologikan sebagai stroke
minor atau reversible ischemic neurological defisit (RIND).
Emboli menyebabkan stroke ketika arteri di otak teroklusi oleh adanya trombus yang
berasal dari jantung, arkus aorta, atau arteri besar lain yang terlepas dan masuk ke dalam
aliran darah di pembuluh darah otak. Emboli pada sirkulasi posterior umumnya mengenai
daerah arteri serebri media atau percabangannya karena 85% aliran darah hemisferik berasal
darinya.Emboli pada sirkulasi posterior biasanya terjadi pada bagian apeks arteri basilaris
atau pada arteri serebri posterior.
Stroke karena emboli memberikan karakteristik dimana defisit neurologis langsung
mencapai taraf maksimal sejak awal (onset) gejala muncul. Seandainya serangan TIA
sebelum stroke terjadi karena emboli, gejala yang didapatkan biasanya bervariasi. Hal ini
dikarenakan pada TIA yang terjadi mendahului stroke iskemik karena emboli, umumnya
mengenai area perdarahan yang berbeda dari waktu ke waktu.
15

Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah yang
kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Arteri karotis dan arteri vertebralis beserta
percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat
lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral,
yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan
penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi
atrium).Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke
dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.

2.7.2. Stroke hemoragik


Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh perdarahan intrakranial non
traumatik.Pada strok hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah
yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya.

Gambar 5. Stroke hemoragik

Hampir 70% kasus strok hemoragik terjadi pada penderita hipertensi.Stroke hemoragik
meliputi perdarahan di dalam otak (intracerebral hemorrhage) dan perdarahan di antara
16

bagian dalam dan luar lapisan pada jaringan yang melindungi otak (subarachnoid
hemorrhage). Gangguan lain yang meliputi perdarahan di dalam tengkorak termasuk
epidural dan hematomas subdural, yang biasanya disebabkan oleh luka kepala. Gangguan ini
menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dipertimbangkan sebagai stroke.

2.7.2.1 Intracerebral hemorrhage (perdarahan intraserebral)


Perdarahan intraserebral terjadi karena adanya ekstravasasi darah ke dalam jaringan
parenkim yang disebabkan ruptur arteri perforantes dalam.Stroke jenis ini berjumlah sekitar
10% dari seluruh stroke tetapi memiliki persentase kematian lebih tinggi dari yang
disebabkan stroke lainnya.Di antara orang yang berusia lebih tua dari 60 tahun, perdarahan
intraserebral lebih sering terjadi dibandingkan perdarahansubarakhnoid.
Perdarahan intraserebral sering terjadi di area vaskularis dalam pada lapisan hemisfer
serebral.Perdarahan yang terjadi kebanyakan pada pembuluh darah berkaliber kecil dan
terdapat lapisan dalam (deep arteries).Perdarahan intraserebral sangat sering terjadi ketika
tekanan darah tinggi kronis (hipertensi) melemahkan arteri kecil, menyebabkannya menjadi
pecah.Korelasi hipertensi sebagai kausatif perdarahan ini dikuatkan dengan pembesaran
vertikel jantung sebelah kiri pada kebanyakan pasien. Hipertensi yang menahun memberikan
resiko terjadinya stroke hemoragik akibat pecahnya pembuluh darah otak diakibatkan karena
adanya proses degeneratif pada dinding pembuluh darah.
Beberapa orang yang tua memiliki kadar protein yang tidak normal disebut amyloid
yang menumpuk pada arteri otak. Penumpukan ini (disebut amyloid angiopathy)
melemahkan arteri dan bisa menyebabkan perdarahan.Umumnya penyebabnya tidak banyak,
termasuk ketidaknormalan pembuluh darah yang ada ketika lahir, luka, tumor, peradangan
pada pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan antikoagulan
dalam dosis yang terlalu tinggi.Gangguan perdarahan dan penggunaan antikoagulan
meningkatkan resiko sekarat dari perdarahan intraserebral.
Perdarahan intraserebral ini merupakan jenis stroke yang paling berbahaya. Lebih dari
separuh penderita yang memiliki perdarahan yang luas, meninggal dalam beberapa
17

hari.Penderita yang selamat biasanya kembali sadar dan sebagian fungsi otaknya kembali,
karena tubuh akan menyerap sisa-sisa darah.
2.7.2.2.Subarachnoid hemorrhage (perdarahan subarakhnoid)
Perdarahan subarakhnoid adalah perdarahan ke dalam ruang (ruang subarachnoid)
diantara lapisan dalam (pia mater) dan lapisan tengah (arachnoid mater) para jaringan yang
melindungan otak (meninges).Penyebab yang paling umum adalah pecahnya tonjolan pada
pembuluh (aneurisma).Biasanya, pecah pada pembuluh menyebabkan tiba-tiba, sakit kepala
berat, seringkali diikuti kehilangan singkat pada kesadaran.Perdarahan subarakhnoid adalah
gangguan yang mengancam nyawa yang bisa cepat menghasilkan cacat permanen yang
serius. Hal ini adalah satu-satunya jenis stroke yang lebih umum terjadi pada wanita.
Perdarahan subarakhnoid biasanya dihasilkan dari luka kepala.Meskipun begitu,
perdarahan mengakibatkan luka kepala yang menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak
dipertimbangankan sebagai stroke.Perdarahan subarakhnoid dipertimbangkan sebagai sebuah
stroke hanya ketika hal itu terjadi secara spontan, yaitu ketika perdarahan tidak diakibatkan
dari kekuatan luar, seperti kecelakaan atau jatuh.
Perdarahan spontan biasanya diakibatkan dari pecahnya secara tiba-tiba aneurisma di
dalam arteri cerebral.Aneurisma menonjol pada daerah yang lemah pada dinding
arteri.Aneurisma biasanya terjadi dimana cabang nadi.Aneurisma kemungkinan hadir ketika
lahir (congenital), atau mereka berkembang kemudian, setelah tahunan tekanan darah tinggi
melemahkan dinding arteri.Kebanyakan perdarahan subarakhnoid diakibatkan dari aneurisma
sejak lahir.
Perdarahan subarakhnoid terkadang diakibatkan dari pecahnya jaringan tidak normal
antara

arteri

dengan

pembuluh

(arteriovenous

malformation)

di

otak

atau

sekitarnya.Arteriovenous malformation kemungkinan ada sejak lahir, tetapi hal ini biasanya
diidentifikasikan hanya jika gejala terjadi.Jarang, penggumpalan darah terbentuk pada klep
jantung yang terinfeksi, mengadakan perjalanan (menjadi embolus) menuju arteri yang
mensuplai otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang.Arteri tersebut bisa kemudian
melemah dan pecah.

18

2.8 Manifestasi Klinis


Pada tingkat awal, masyarakat, keluarga dan setiap orang harus memperoleh informasi
yang jelas dan meyakinkan bahwa stroke adalah serangan otak yang secara sederhana
mempunyai lima tanda-tanda utama yang harus dimengerti dan sangat dipahami. Hal ini
penting agar semua orang mempunyai kewaspadaan yang tinggi terhadap bahaya serangan
stroke.Secara umum gejala stroke antara lain adalah:

Kelemahan atau kelumpuhan dari anggota badan yang dipersarafi.


Kesulitan menelan
Kehilangan kesadaran (Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh)
Nyeri kepala
Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran
Penglihatan ganda.
Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.
Pergerakan yang tidak biasa.
Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
Ketidakseimbangan dan terjatuh.
Pingsan.
Rasa mual, panas dan sangat sering muntah-muntah.

Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut:


1.

Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi
sensorik

19

2.

Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau, mengecap,
mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah terganggu,
pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah lemah.

3.

Cerebral cortex: afasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.


Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai
Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau serangan awal
stroke.
Stroke iskemik dan hemoragik menampakkan gejala awal yang sama, misalnya anggota
gerak pertama-tama terasa lemah, lalu semakin parah dan lumpuh. Penderita juga mengalami
gangguan penglihatan dan kaki sering kesemutan. Bila telah terserang, dokter biasanya akan
mudah mendeteksi. Bila hanya organ sebelah kiri yang lumpuh, berarti serangan stroke
terjadi disebelah kanan dan sebaliknya.Gejala stroke iskemik tergantung pada lokasi dan
luasnya sumbatan atau perdarahan.
Bentuk ringan stroke dikenal dengan Serangan Otak Sepintas (Transient Ischaemic
Attack/TIA). Gejala terkadang hanya berupa rasa lemah di satu sisi wajah, atau mungkin rasa
kesemutan di lengan atau tungkai. Ada pula yang mengeluhkan gangguan dari fungsi
berbicara. Gejala stroke ringan biasanya akan kembali normal dalam waktu cepat, kurang
dari satu jam. Gejala stroke yang lebih berat umumnya akan menimbulkan gejala yang lebih
khas, seperti kelumpuhan.

2.8.1. Gejala stroke iskemik


Gejala klinis stroke iskemik dapat terjadi pada lokasi yang berbeda tergantung
neuroanatomi dan vaskularisasi yang diserang, antara lain:
1. Arteri serebri anterior
Arteri serebri anterior merupakan arteri yang memberikan suplai darah ke area korteks
serebri parasagital, yang mencakup area korteks motorik dan sensorik untuk anggota gerak
bawah kontralateral, juga merupakan pusat inhibitoris dari kandung kemih (pusat miksi).
Gejala yang akan timbul apabila terjadi gangguan pada aliran darah serebri
anterior adalah paralisis kontralateral dan gangguan sensorik yang mengenai anggota gerak
20

bawah. Selain itu, dapat pula dijumpai gangguan kendali dari miksi karena kegagalan dalam
inhibisi refleks kontraksi kandung kemih, dengan dampak terjadi miksi yang bersifat
presipitatif.
2. Arteri serebri media
Arteri serebri media merupakan arteri yang mensuplai sebagian besar dari hemisfer
serebri dan struktur subkortikal dalam, yang mencakup area divisi kortikal superior, inferior,
dan lentikolostriaka.
Gejala yang akan timbul apabila mengenai divisi kortikal superior yaitu menimbulkan
hemisensorik kontralateral dengan distribusi serupa, tetapi tanpa disertai hemianopia
homonimus. Seandainya hemisfer yang terkena adalah sisi dominan, gejala juga akan disertai
dengan afasia Brocca (afasia ekspresif) yang memiliki ciri berupa gangguan ekspresi
berbahasa. Gejala pada divisi kortikal inferior jarang terserang secara tersendiri, dapat berupa
homonimus

hemianopia

kontralateral,

gangguan

fungsi

sensorik

kortikal,

seperti

graphestesia, stereonogsia kontralateral, gangguan pemahaman spasial, anosognosia,


gangguan identifikasi anggota gerak kontralateral, dan apraksia. Pada lesi yang mengenai sisi
dominan, maka akan terjadi pula afasia Wernicke (afasia reseptif).
Apabila stroke terjadi akibat oklusi di daerah bifurkasio atau trifurkasio (lokasi
percabangan arteri serebri media) dimana merupakan pangkal dari divisi superior dan
inferior, maka akan terjadi stroke yang berat. Dengan demikian, akan terjadi hemiparesis dan
hemisensorik kontralateral, yang lebih melibatkan wajah dan lengan dibanding kaki, terjadi
homonimus hemianopia, dan bila mengenai sisi dominan akan terjadi afasia global (perseptif
dan ekspresif).
Oklusi yang terjadi di pangkal arteri serebri media akan mengakibatkan aliran darah ke
cabang lentikulostriata terhenti dan akan terjkadi stroke yang lebih hebat. Sebagai
dampaknya, selain gabungan gejala pada oklusi di bifurkarsio atau trifurkarsio seperti yang
disebutkan di atas, juga akan didapatkan gejala paralisis kaki sisi kontralateral.
3. Arteri karotis interna
Arteri karotis interna merupakan arteri yang berpangkal pada ujung arteri karotis
komunis yang membelah dua.Arteri karotis interna bercabang-cabang menjadi arteri serebri
anterior dan media, juga menjadi arteri oftalmikus yang memberikan suplai darah ke retina.
Berat ringannya gejala yang ditimbulkan akibat oklusi arteri karotis interna ditentukan
oleh aliran kolateral yang ada. Kurang lebih sekitar 15% stroke iskemik yang disebabkan

21

oklusi arteri karotis interna ini akan didahului oleh gejala TIA atau gejala gangguan
penglihatan monokuler yang bersifat sementara, yang mengenai retina mata sisi ipsilateral.
Secara keseluruhan, gejala yang muncul merupakan gabungan dari oklusi arteri serebri
media dan anterior ditambah gejala akibat oklusi arteri oftalmikus yang muncul sebagai
hemiplegia dan hemisensorik kontralateral, afasia, homonimus hemianopia, dan gangguan
penglihatan ipsilateral.
4. Arteri serebri posterior
Arteri serebri posterior merupakan cabang dari arteri basilaris yang memberikan aliran
darah ke korteks oksipital serebri, lobus temporalis medialis, talamus, dan bagian rostral dari
mesensefalon.Emboli yang berasal dari arteri basilaris dapat menyumbat arteri ini.
Gejala yang muncul apabila terjadi oklusi pada arteri serebri posterior menyebabkan
terjadinya homonimus hemianopia yang mengenai lapangan pandang kontralateral.
Sedangkan oklusi yang terjadi pada daerah awal arteri serebri posterior pada mesensefalon
akan memberikan gejala paralisis pandangan vertikal, gangguan nervus kranialis
okulomotorik, oftalmoplagia internuklear, dan defiasi vertikal drai bola mata.
Apabila oklusi mengenai lobus oksipital sisi hemisfer dominan, dapat terjadi afasia
anomik (kesulitan menyebutkan nama benda), aleksia tanpa agrafia (tidak dapat membaca
tanpa kesulitan menulis), agnosia visual (ketidakmampuan untuk mengidentfikasi objek yang
ada di sisi kiri), dan akibat adanya lesi di korpus kalosum menyebabkan terputusnya
hubungan korteks visual kanan dengan area bahasa di hemisfer kiri. Oklusi yang mengenai
kedua arteri serebri posterior (kanan dan kiri) mengakibatkan penderita mengalami kebutaan
kortikal, gangguan ingatan dan prosopagnosia (ketidakmampuan mengenali wajah yang
sebenarnya sudah dikenali).

5. Arteri basilaris
Arteri basilaris merupakan gabungan dari sepasang arteri vertebra.Cabang dari arteri
basilaris memberikan suplai darah untuk lobus oksipital, lobus temporal media, talamus
media, kapsula internal krus posterior, batang otak dan serebelum.
Gejala yang muncul akibat oklusi trombus arteri basilaris menimbulkan defisit
neurologis bilateral dengan keterlibatan beberapa cabang arteri.Trombosis basiler
22

mempengaruhi bagian proksimal dari arteri basilaris yang memberikan darah ke


pons.Keterlibatan sisi dorsal pons mengakibatkan gangguan pergerakan mata horizontal,
adanya nigtagmus vertikal, dan gerakan okular lainnya seperti konstriksi pupil yang reaktif,
hemiplegi yang sering disertai koma dan sindrom oklusi basiler dengan penurunan kesadaran.
Emboli dari arteri vertebralis yang menyumbat bagian distal arteri basilaris
mengakibatkan penurunan aliran darah menuju formasio retikularis asendens di
mesensefalon dan talamus sehingga timbul penurunan kesadaran.Sedangkan emboli yang
lebih kecil dapat menyumbat lebih rostral dan pada kasus demikian, mesensefalon, talamus,
lobus temporal, dan oksipital dapat mengalami infark.Kondisi ini dapat mengakibatkan
gangguan visual (hemianopia homonim, buta kortikal), visiomotor (gangguan gerak
konvergen, paralisis penglihatan vertikal, diplopia), dan prilaku (terutama disorientasi)
abnormal tanpa gangguan motorik.

6. Cabang vertebrobasilar Sirkumferensial


Cabang sirkumferesial dari arteri vertebralis dan basilaris adalah arteri sereberalis
inferior posterior, sereberalis inferior anterior, dan sereberalis superior.
Gejala yang terjadi akibat oklusi arteri sereberalis inferior posterior mengakibatkan
sindrom medular lateral (Wallenbergs syndrome). Sindrom ini dapat disertai ataksia
sereberalis ipsilateral, sindrom Horner, defisif sensoris wajah, hemihipertesi alternan,
nistagmus, vertigo, mual muntah, disfagia, disartria, dan cegukan. Oklusi arteri sereberalis
inferior anterior akan mengakibatkan infark sisi lateral dari kaudal pons dan menimbulkan
sindrom klinis seperti paresis otot wajah, kelumpuhan pandangan, ketulian, dan tinitus.
Oklusi arteri sereberalis superior akan mengakibatkan sindrom lateral rostral pons yang
menyerupai lesi dengan disertai adanya optokinetik nistagmus atau skew deviation.
7. Cabang vertebrobasiler paramedian
Cabang arteri paramedian memberi aliran darah sisi medial batang otak mulai dari
permukaan ventral hingga dasar ventrikel IV.Struktur pada regio ini meliputi sisi medial
pedunkulus sereberi, jaras sensorik, nukleus rubra, formasio retikularis, nukleus kranialis
(N.III, N. IV, N.VI, N.XII).
Gejala yang diakibatkan oleh oklusi arteri ini tergantung dimana oklusi terjadi.Oklusi
pada mesensefalon menimbulkan paresis nervus okulomotor (N.III) ipsilateral disertai
ataksia.Paresis nervus abdusen (N.VI) dan nervus fasialis (N.VII) ipsilateral terjadi pada lesi
23

daerah pons, sedang paresis nervus hipoglosus (N.XII) terjadi jika letak lesi setinggi medula
oblongata.Manifestasi klinis dapat berupa koma apabila lesi melibatkan kedua sisi batang
otak.
8. Cabang vertebrobasilar basalis
Percabangan ini berasal dari arteri sirkumferensial yang memasuki sisi vertebral batang
otak dan memberi aliran darah jaras motorik batang otak.Gejala yang ditimbulkan akibat
oklusi arteri basilaris yaitu hemiparesis kontralateral, dan apabila nervus kranialis (N.III,
N.VI, N.VII) terkena terjadilah paresis nervus kranialis ipsilateral.
9. Infark lakunar
Infark lakunar sering terjadi pada nukleus dalam dari otak (putamen 37%, talamus 14%,
nukleus kaudatus 10%, pons 26%, kapsula interna krus posterior 10%). Terdapat 4 macam
sindrom infark lakunar yaitu hemiparesis murni, stroke sensorik murni, hemiparesis ataksik,
dan sindroma dysarthria-clumsy hand.

2.8.2. Gejala Stroke Hemoragik


2.8.2.1 Perdarahan Intraserebral
Gejala yang diakibatkan oleh perdarahan intraserebral yaitu onset yang hampir selalu
timbul pada saat beraktivitas dan terkadang terjadi saat pasien dalam keadaan tidur (hanya
3%).Gejala yang paling umum ditemukan adalah sakit kepala dan muntah.Walaupun tidak
spesifik dan tergantung lokasi lesi, hal ini membedakannya dengan stroke iskemik.Sakit
kepala pada saat onset merupakan suatu gejala klinis yang penting pada pasien dengan
perdarahan lobar, diakibatkan karena adanya distensi lokal, distorsi, atau peregangan struktur
intrakranial superfisial yang sensitif terhadap rasa sakit.
Gejala lainnya yaitu kejang yang menunjukkan adanya suatu perdarahan lobaris
dibandingkan perdarahan pada bagian yang lebih dalam.Kecepatan penurunan kesadaran
pada pasien bervariasi sesuai lokasi dan luas perdarahan yang terjadi.
Mayoritas kasus dari perdarahan intraserebral terdapat

pada

kompartemen

supratentorial dan sebagian lagi pada bagian hemisfer serebral, ganglia basalis, dan talamus.
Berikut ini adalah penjelasan mengenai jenis-jenis perdarahan yang dapat terjadi pada stroke
perdarahan dan gejala yang diakibatkannya:
24

1. Perdarahan Putaminal
Perdarahan putaminal merupakan bentuk perdarahan intracerebral yang paling sering
terjadi.Gambaran klasik dari perdarahan putaminal adalah kelemahan motorik unilateral yang
diikuti abnormalitas sensorik visual dan perilaku. Apabila lesi mengenai

hemisfer sisi

dominan akan terjadi afasia global, sedangkan bila mengenai hemisfer non-dominan akan
menyebabkan gejala hemi-inattention.\

Perdarahan kaudatus
Perdarahan kaudatus biasa dimasukkan sebagai perdarahan putaminal yaitu sebagai
perdarahan putamina basalis.Onset perdarahan kaudatus umumnya tiba-tiba, dengan sakit
kepala dan muntah yang diikuti penurunan kesadaran.Pemeriksaan fisik menunjukan adanya
kekakuan leher dan berbagai gangguan perilaku (disorientasi dan konfusi) dan seringkali
diikuti gangguan ingatan jangka pendek.

Perdarahan talamik
Perdarahan talamik akan menunjukan gambaran klinis yang sesuai dengan besarnya
area perdarahan dan perluasan massa perdarahan yang terjadi. Apabila masa yang timbul
sangat besar maka perluasan dapat mencapai daerah parietal.Gejala muntah cukup banyak
dijumpai namun sakit kepala jarang.Gejala klinis termasuk hemiparesis atau hemiplegia yang
disertaai sindrom hemisensorik berupa penurunan sistem sensorik tungkai, wajah dan
punggung kontralateral.Gejala utama pada perdarahan talamik adalah kelainan pada nervus
okulomotoris yang mengakibatkan kelumpuhan pandangan atas, paralisis konvergen, retraksi
nistagmus, deviasi asimetris.

Perdarahan substansia alba (perdarahan lobaris)


Perdarahan yang terjadi pada daerah subkortikal substansia alba menghasilkan lesi
yang dapat muncul diseluruh lobus serebri terutama dilobus parietal, temporal dan oksipital.
Perdarahan lobaris berbeda dengan perdarahan intraserebral pada umumnya yaitu tidak
banyak berkaitan dengan hipertk berkaitan dengan hipertensi. Gejala klinis perdarahan
lobaris agak berbeda dengan perdarahan lain. Perdarahan lobaris jarang terjadi hipertensi
25

arterial dan penurunan kesadaran.Sedangkan keluhan sakit kepala dan kejang lebih sering
ditemukan.Terjadi rasa sakit kepala di daerah sekitar mata ipsilateral dan hemianopasia juga
sakit pada areal sekitar telinga dan kelemahan anggota gerak kontralateral atas serta
kelemahan kaki dan wajah.
5

Perdarahan serebral
Perdarahan serebral disebabkan oleh hipertensi arterial.Perdarahan yang terjadi
berasal dari cabang distal arteri serebralis posteriol inferior.Gejala krinis muncul pada saat
pasien melakukan aktifitas.Gejala awal yang mendahului rasa pening disertai perasaan
seperti saat mabuk, mati rasa pada wajah dan selanjutnya pasien tiba-tiba tidak mampu
berjalan dan bahkan berdiri.Kekakuan pada leher dan daerah bahu, tinitus dan cekukan
terjadi pada beberapa pasien.

Perdarahan mesensefalon
Perdarahan spontan nontraumatik pada otak tengah sangat jarang ditemukan
perdarahan biasanya berasal dari bagian bawah talamus atau lesi yang berawak dicerbelum
atau ponds.Gejala yang ditimbulkan umumnya bertahap dan progresif.Kerap terjadi ataksia
dan oftalmoplegia juga hidrposefalus akibat blokade atau distensi pada akuaduktus. Gejala
lain yang ditimbulkan antara lain berupa kelumpuhan bilateral nervus III, kelemahan bulbar,
reflek extensor plantar, sakit kapal yang menyeluruh, muntah, hemiparesis, diplopia, dan
pinpoint pupil.

Perdarahan pons
Perdarahan pons terjadi karena peningkatan tekanan intrakranial yang disebabkan
masuknya darah keruangan tertutup intrakranial.Gejala klinis yang terjadi adalah sakit kepala
yang hebat di daerah oksipital sebelum terjadi koma, gejala kejang, menggigil hebat, dan
terjadi disfungsi sistem otonom.Selain itiu gajala lainnya adalah mati rasa pada wajah dan
tungkai atas, ketulian, diplopia, kelemahan kaki bilateral, dan pola pernapasan yang
abnormal, apnea.

Perdarahan medula oblongata


Perdarahan medula oblongata yang sangat jarang sekali terjadi bahkan lebih jarang
dibandingkan pedarahan otak tengah.Gejala yang ditimbulkan dapat berupa rasa pening,
muntah, sakit kepala, diplopia, dan paresthesia tungkai atas kanan.Umumnya terjadi
26

somnolen dalam waktu singkat dan ataksik disertai kaku kuduk, hemiparesis kiri, nistagmus,
disfonia, dan disfagia.

2.8.2.1 Perdarahan Subarakhnoid


Perdarahan subarakhnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya suatu aneurisma
intrakranial.Sebelum pecah, aneurisma biasanya tidak menyebabkan gejala-gejala sampai
menekan saraf atau bocornya darah dalam jumlah sedikit, biasanya sebelum pecahnya besar
(yang menyebabkan sakit kepala). Kemudian menghasilkan tanda bahaya,

Sakit kepala, yang bisa tiba-tiba tidak seperti biasanya dan berat

Nyeri muka atau mata

Penglihatan ganda

Kehilangan penglihatan sekelilingnya


Tanda bahaya bisa terjadi hitungan menit sampai mingguan sebelum pecah.Orang harus
melaporkan segala sakit kepala yang tidak biasa kepada dokter dengan segera.Pecahnya bisa
terjadi karena hal yang tiba-tiba, sakit kepala hebat yang memuncak dalam hitungan
detik.Hal ini seringkali diikuti dengan kehilangan kesadaran yang singkat.Hampir separuh
orang yang terkena meninggal sebelum sampai di rumah sakit.Beberapa orang tetap dalam
koma atau tidak sadar.Yang lainnya tersadar, merasa pusing dan mengantuk.Mereka bisa
merasa gelisah. Dalam hitungan jam atau bahkan menit, orang bisa kembali menjadi
mengantuk dan bingung. Mereka bisa menjadi tidak bereaksi dan sulit untuk bangun.
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan cerebrospinal disekitar otak melukai lapisan
pada jaringan yang melindungi otak (meninges), menyebabkan leher kaku sama seperti sakit
kepala berkelanjutan, sering muntah, pusing, dan rasa sakit di punggung bawah. Frekuensi
naik turun pada detak jantung dan bernafas seringkali terjadi, kadangkala disertai kejang
yang semakin meningkat.
Selain itu, subarachnoid hemorrhage juga dapat menyebabkan beberapa masalah
serius lainnya
27

1. Hidrosefalus: dalam waktu 24 jam. Darah dari subarachnoid hemorrhage bisa menggumpal.
Darah yang menggumpal bisa mencegah cairan di sekitar otak (cairan cerebrospinal) dari
kekeringan seperti normalnya. Akibatnya, penumpukan darah di dalam otak, meningkatkan
tekanan di dalam tengkorak. Hidrosefalus bisa menyebabkan gejala-gejala seperti sakit
kepala, mengantuk, pusing, mual, dan muntah dan bisa meningkatkan resiko pada koma dan
kematian.
2. Vasospasm: sekitar 3 sampai 10 hari setelah perdarahan, arteri di dalam otak bisa kontraksi
(kejang), membatasi aliran darah menuju otak. Kemudian, jaringan otak bisa tidak
mendapatkan cukup oksigen dan bisa mati, seperti stroke iskemik. Vasopasm bisa
menyebabkan gejala yang serupa pada stroke iskemik, seperti kelemahan atau kehilangan
rasa pada salah satu bagian tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo,
dan koordinasi lemah.
3. Pecahan kedua: kadangkala pecahan kedua terjadi, biasanya dalam waktu seminggu.

2.9 Diagnosis
Proses penyumbatan pembuluh darah otak mempunyai beberapa sifat klinik yang
spesifik
1. Timbul mendadak
2. Menunjukkan gejala-gejala neurologis kontralateral terhadap pembuluh yang tersumbat.
Tampak sangat jelas pada penyakit pembuluh darah otak sistem karotis dan perlu lebih teliti
pada observasi sistem vertebro-basiler. Meskipun prinsipnya sama.
3. Kesadaran dapat menurun sampai koma terutama pada perdarahan otak. Sedangkan pada
stroke iskemik lebih jarang terjadi penurunan kesadaran.
Setiap penderita segera harus dirawat karena umumnya pada masa akut (minggu 1-2)
akan terjadi perburukan akibat infark yang meluas atau terdapatnya edema serebri atau
komplikasi-komplikasi lainnya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
neurologik, dan pemeriksaan penunjang
2.9.1. Dasar Diagnosis
1.

Anamnesis
28

Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya
adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis atau stroke
non hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti
mungkin.
Tabel 1. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis

2.
Pemeriksaan klinis neurologis
Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila dibandingkan antara
keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 2.Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark berdasarkan tanda-tandanya.

3.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
o CT-Scan otak: segera memperlihatkan perdarahan intraserebral. Pemeriksaan ini
sangat penting karena perbedaan manajemen perdarahan otak dan infark otak.
Pada infark otak, pemeriksaan CT-Scan otak mungkin tidak memperlihatkan
gambaran jelas jika dikerjakan pada hari-hari pertama, biasanya tampak setelah
72 jam serangan
o Pemeriksaan foto toraks

29

Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang
merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke dan adakah kelainan lain

pada jantung.
Selain itu dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial mempengaruhi proses
manajemen dan memperburuk prognosis.
o MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang
magnetik untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh
lebih detail jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan
garis depan untuk stroke
Tabel 3. Temuan CT-scan pada stroke

Gambar 6. Gambaran CT-scan stroke


30

2.10 Penatalaksanaan
2.10.1 Penatalaksanaan di Instalasi Gawat Darurat
A. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan

Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh,
dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada pasien dengan defisit neurologis yang nyata

Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen < 95%

Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang tidak sadar. Berikan
bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar
dengan gangguan jalan napas

Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia

Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask Airway) diperlukan pada pasien
dengan hipoksia (p02 <60 mmHg atau pCO2 >50 mmHg), atau syok, atau pada pasien yang
berisiko untuk terjadi aspirasi.

B. Stabilisasi Hemodinamik

Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian cairan hipotonik seperti
glukosa).

Bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan cairan sudah mencukupi, maka obat-obat
vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti dopamin dosis sedang/ tinggi, norepinefrin atau
epinefrin dengan target tekanan darah sistolik berkisar 140 mmHg.

Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan selama 24 jam pertama setelah
serangan stroke iskernik

C. Pemeriksaan Awal Fisik Umum

Tekanan darah

Pemeriksaan jantung
31

Pemeriksaan neurologi umum awal:


o Derajat kesadaran
o Pemeriksaan pupil dan okulomotor
o Keparahan hemiparesis

D. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)

Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral harus dilakukan dengan
memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis pada hari-hari pertama setelah serangan
stroke (

Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan penderita yang mengalami
penurunan kesadaran karena kenaikan TIK

Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP >70 mmHg.

Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial meliputi :

Tinggikan posisi kepala 200 - 300

Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular

Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik

Hindari hipertermia

Jaga normovolernia

Osmoterapi atas indikasi:


o Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4 - 6 jam dengan
target 310 mOsrn/L.

32

o Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB i.v.


o Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35 - 40 mmHg). Hiperventilasi
mungkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan operatif.

Paralisis neuromuskular yang dikombinasi dengan sedasi yang adekuat dapat mengurangi
naiknya TIK dengan cara mengurangi naiknya tekanan intratorakal dan tekanan vena akibat
batuk, suction, bucking ventilator

Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi edema otak dan tekanan tinggi
intracranial pada stroke iskemik, tetapi dapat diberikan kalau diyakini tidak ada kontraindikasi

Drainase ventricular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik serebelar Tindakan
bedah dekompresif pada keadaan iskemik sereberal yang menimbulkan efek masa, merupakan
tindakan yang dapat menyelamatkan nyawa dan memberikan hasil yang baik

E. Pengendalian Kejang

Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan diikuti oleh fenitoin, loading
dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.

Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.

Pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke iskemik tanpa kejang tidak dianjurkan

Pada stroke perdarahan intraserebral, obat antikonvulsan profilaksis dapat diberikan selama 1
bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan bila tidak ada kejang selama pengobatan

F. Pengendalian Suhu Tubuh

Setiap pederita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika dan diatasi
penyebabnya

Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5 oC

Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan hapusan (trakea, darah
dan urin) dan diberikan antibiotik. Jika memakai kateter ventrikuler, analisa cairan serebrospinal
harus dilakukan untuk mendeteksi meningitis.
33

2.10.2. Stroke Iskemik


Terapi medik stroke iskemik akut dapat dibagi menjadi 2 bagian seperti pada
penderita dengan kedaruratan medik perlu ditekankan bahwa penanganan stroke akut, harus
disamakan dengan keadaan darurat pada jantung, karena baik pada kedaruratan kardiologik
maupun neurologic, faktor waktu adalah sangat penting, akhirnya otak dan sel-sel neuron
harus diselamatkan secara cepat, karena kondisi otak tidak mrmpunyai anaerob glycolysis
sehingga survival time hanya beberapa menit pada iskemik otak fokal dan lebih lama
(mendekati 60 menit) pada iskemia global. Terapi medic stroke merupakan intervensi medik
dengan tujuan mencegah luasnya proses sekunder dengan menyelamatkan neuron-neuron di
daerah penumbra serta merestorasikan fungsi neurologik yang hilang.
Pengobatan medik yang spesifik dilakukan dengan dua prinsip dasar yaitu:
1. Pengobatan medik untuk memulihkan sirkulasi otak di daerah yang terkena stroke, kalau
mungkin sampai keadaan sebelum sakit. Tindakan pemulihan sirkulasi dan perfusi jaringan
otak disebut sebagai terapi reperfusi.
2. Untuk tujuan khusus ini digunakan obat-obat yang dapat menghancurkan emboli atau
thrombus pada pembuluh darah
2.10.2.1

Terapi trombolisis

Obat yang diakui FDA sebagai standar ini adalah pemakaian t-TPA (recombinant
tissue plasminogen activator) yang diberikan pada penderita stroke akut baik i.v maupun
intra arterial dalam waktu kurang dari 3 jam setelah onset stroke. Diharapkan dengan
pengobatan ini, terapi penghancuran thrombus dan reperfusi jaringan otak terjadi sebelum
ada perubahan irreversible pada otak yang terkena terutama daerah penumbra.
1. Terapi reperfusi lainnya adalah pemberian antikoagulan pada stroke iskemik akut. Obatobatan yang diberikan adalah heparin atau heparinoid. Obat ini diharapkan akan memperkecil
trombus yang terjadi dan mencegah pembentukan thrombus baru. Efek antikoagulan heparin
adalah inhibisi terhadap faktor koagulasi dan mencegah/memperkecil pembentukan fibrin
dan propagasi thrombus.
34

2. Pengobatan anti platelet pada stroke akut.


Pengobatan dengan obat antiplatelet pada fase akut stroke sangat dianjurkan.Uji klinis
pemberian aspirin pada fase akut menurunkan frekuensi stroke berulang dan menurunkan
mortalitas penderita stroke akut.

2.10.2.2

Terapi neuroprotektif

Pengobatan spesifik stroke iskemik akut yang lain adalah dengan obat-obat
neuroprotektor yaitu obat yang mencegah dan memblok proses yang menyebabkan kematian
sel-sel terutama di daerah penumbra. Obat-onat ini berperan dalam menginhibisi dan
mengubah reversibilitas neuronal yang terganggu akibat ischemic cascade. Termasuk
dalam kaskade ini adalah: kegagalan hemostasis Calsium, produksi berlebih radikal bebas,
disfungsi neurotransmitter, edema serebral, reaksi inflamasi oleh leukosit, dan obstruksi
mikrosirkulasi. Proses delayed neuronal injury ini berkembang penuh setelah 24-72 jam
dan dapat berlangsung sampai 10 hari.Banyak obat-obat yang dianggap mempunyai efek
neuroprotektor antara lain: citicoline, pentoxyfilline, pirasetam. Penggunaan obat-obat ini
melalui beberapa percobaan dianggap bermanfaat, dalam skala kecil.
2.10.3 Stroke Hemoragik
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL,
perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung memburuk.
Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila
tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume
hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan
dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20mg (pemberian dalam 10
menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg
per oral.
Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala dinaikkan 30,
posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol dan hiperventilasi (pCO2 20-35
mmHg).

35

Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah


mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian
memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat
perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60
mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.
Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau
tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya
adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation, AVM).

2.11 Prognosis
Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara sempurna
asalkan ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal ini penting agar
penderita tidak mengalami kecacatan.Jika lebih dari waktu tersebut maka akan terdapat
gejala sisa (sekuele).
Sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam setelah
terjadinya

serangan.Bila

demikian,

tindakan

yang

perlu

dilakukan

adalah

pemulihan.Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan
berupaya mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan
stroke.Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya dilakukan
secepat mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien stabil.Tiap pasien
membutuhkan penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari kebutuhan pasien. Proses ini
membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan.

36

BAB 3
KESIMPULAN

Cerebrovascular Disease (CVD) atau sering disebut Stroke adalah tanda-tanda klinis
yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain selain vaskular.
Secara umum stroke dibagi menjadi 2 yaitu stroke iskemik (stroke non-hemoragik) dan
stroke hemoragik.Stroke iskemik adalah stroke dengan penurunan aliran darah menuju ke
otak yang menyebabkan kurangnya pasokan oksigen dan nutrisi untuk otak.Stroke hemoragik
adalah stroke dengan kerusakan pembuluh darah otak sehingga darah keluar ke ruang
ekstravaskular.
Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
neurologis dan pemeriksaan penunjang.
Stroke masih dapat sembuh secara sempurna asalkan ditangani dalam jangka waktu
kurang dari 6 jam sehingga penderita tidak mengalami kecacatan atau gejala sisa
(sekuele).Tindakan pemulihan penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan
berupaya mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke

37

DAFTAR PUSTAKA
1. PERDOSSI. Pedoman Penatalaksanaan Stroke. Perhimpunan Dokter Spesialis Sararf
Indonesia (PERDOSSI); 2011
2. Caplan LR. Caplans Stroke. Elsevier, Phildadelphia; 2009
3. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Pedoman Pewawancara Petugas Pengumpul
Data. Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes RI, 2013
4. Adam, R.D., Victor, M., Ropper, A.H. 2014. Principles of Neurology. 10th Edition.
McGraw-Hill. New York.
5. Guyton, AC. Hall, JE. Aliran Darah Serebral, Cairan Serebrospinal, dan Metabolisme
Otak. Dalam : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-11. Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
6. Misbach HJ. Stroke: Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 1999.
7. Gofir A. Manajemen Stroke: Evidence Based Medicine. Jakarta: Pustaka Cendekia Press,
2009.
8. Brass LM. Stroke. Available at http://www.med.yale.edu/library/heartbk/18.pdf.
9. Smith WS, Johnston SC. Cerebrovascular Diseases. In: Harrisons Neurology in Clinical
Medicine. California: University of California, San Framsisco, 2006: 233-271.
10. Primary Prevention of Stroke, AHA/ASA Guideline, Stroke, June 2006; 1583-1633.

38

Anda mungkin juga menyukai