Anda di halaman 1dari 9

KAJIAN METEOROLOGIS BENCANA BANJIR BANDANG

DI WASIOR, PAPUA BARAT

Findy Renggono, M. Djazim Syaifullah


UPT Hujan Buatan BPPT, Gedung BPPT I Lt. 19 JL. MH. Thamrin No.8, Jakarta
Email: frm_68@yahoo.com

ABSTRAK
Banjir bandang telah melanda kawasan Wasior, Papua Barat pada Senin 4 Oktober 2010.
Bencana ini menyebabkan puluhan orang meninggal, ratusan luka dan ribuan lainnya
kehilangan tempat tinggal. Keterbatasan data meteorologis untuk wilayah ini yang sangat
minim menyebabkan kesulitan dalam melakukan analisa kondisi cuaca pada saat sebelum
dan selama kejadian banjir. Data penakar hujan yang terdekat hanya terdapat di
Manokwari dan Sorong, yang letaknya lebih dari 200 km dari Wasior. Dari pengamatan
skala sinop, kondisi meteorologis pada saat sebelum banjir memang mendukung adanya
pertumbuhan awan yang cukup besar, sedangkan hasil analisa dengan data TRMM
diketahui bahwa telah terjadi hujan dengan intensitas yang cukup tinggi dari tanggal 3
malam sampai 4 pagi. Analisa data curah hujan selama 2 tahun terakhir dengan data TRMM
menunjukkan kejadian hujan seperti ini memang beberapa kali pernah terjadi sebelumnya,
walaupun tidak menimbulkan bencana banjir.
Kata kunci : banjir, curah hujan, TRMM.
ABSTRACT
Great flood which hit Wasior, West Papua, Monday October 4th, 2010, has caused up to 200
people were killed or injured, and 1000 homeless. The lacks of meteorological data of this
place make it difficult to analyze the meteorological condition before the flood. The nearest
rain gauge was only in Sorong and Manokwari which is more than 200 km away from Wasior.
Synoptic analysis showed that the atmospheric condition supports cloud development over
Wasior area. TRMM data analysis found that the night before the flood, there was a heavy
rain, but this kind of rain was also found several times in the last three years.
Keywords : flood, rainfall, TRMM

Naskah masuk : 18 Januari 2011


Nasakah diterima : 2 Mei 2011
KAJIAN METEOROLOGIS BENCANA BANJIR BANDANG......................................................................Findy Renggono et al

33

I. PENDAHULUAN
Banjir Bandang yang terjadi di Wasior,
Papua Barat pada tanggal 4 Oktober 2010 cukup
banyak menelan korban, baik jiwa maupun harta.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB), bencana tersebut telah
merenggut 144 korban tewas, 179 orang luka berat,
641 orang luka ringan dan 103 orang hilang
(Antara, 11 Oktober 2010). Pemerintah
menyatakan bahwa terjadinya banjir bandang di
Wasior, Teluk Wondama, Papua Barat baru-baru ini
disebabkan faktor alam yaitu intensitas curah hujan
yang tinggi. Otoritas setempat mengaku belum
menemukan indikasi banjir bandang karena adanya
pembalakan liar, sementara dari editorial Metro TV
pada tanggal 6 Oktober 2010 menyatakan bahwa
banjir Wasior diakibatkan oleh pembalakan liar.
Lepas dari itu tulisan ini akan melakukan kajian
meteorologis berkaitan dengan kejadian banjir
tersebut. Badan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika (BMKG) juga menyebutkan adanya
perubahan suhu udara yang mengakibatkan
peningkatan pertumbuhan awan pada malam
sebelum kejadian banjir.
Kawasan Wasior, Kabupaten Teluk
Wondama, Papua Barat, memang dikenal sebagai
daerah yang rawan banjir bandang. Tercatat telah
tiga kali banjir bandang berkekuatan besar telah
menghempas pemukiman penduduk di distrik
tersebut, yaitu pada tahun 1955 dan tahun 2008.1)
Namun dalam bencana banjir bandang sebelumnya
tidak pernah memakan korban jiwa, sebab kala itu
penduduk Wasior tidak sebanyak sekarang. Pada
awalnya Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri
PU menyatakan bahwa banjir Wasior diakibatkan
oleh pembalakan liar, tetapi kemudian Menteri
Pekerjaan Umum menegaskan kembali bahwa
kejadian banjir di wilayah ini bukan karena
pembalakan liar setelah melakukan analisis foto
udara, karena dari hasil foto udara tidak tampak ada
pengurangan jumlah hutan.2)
Data meteorologi yang sangat minim untuk
wilayah Papua barat ini menyebabkan sulitnya
mengetahui dengan pasti kejadian hujan yang
terjadi pada saat sebelum bencana tersebut terjadi,
dan berapa besar rata-rata curah hujan untuk
wilayah tersebut. Penggunaan satelit sebagai alat
untuk mengukur presipitasi telah banyak
dikembangkan. Walaupun bukan merupakan
pengukuran langsung, namun cakupan wilayahnya
yang luas membuat data ini menjadi salah satu

referensi yang cukup penting untuk pengukuran


hujan di suatu wilayah, khususnya di wilayah yang
sulit dijangkau. Data satelit meteorologi yang
digunakan dalam tulisan ini adalah data TRMM.
Data TRMM adalah data presipitasi (hujan)
yang didapat dari satelit meteorologi TRMM
(Tropical Rainfall Measuring Mission) dengan
sensornya PR (Precipitation Radar), TMI (TRMM
Microwave Imager), dan VIRS (Visible and
Infrared Scanner). Ada beberapa satelit
meteorologi selain satelit TRMM, yaitu : Satelit
DMSP (Defense Meteorological Satellite
Program) dengan sensor SSM/I (Special Sensor
Microwave Imager). Satelit Aqua dengan sensor
AMSR-E (Advanced Microwave Scanning
Radiometer-Earth Observing System). dan satelit
NOAA (National Oceanic and Atmospheric
Administration) dengan sensor AMSU-B
(Advanced Microwave Sounding Unit-B).
Pada hasil akhirnya nanti, beberapa data dari
hasil analisis beberapa satelit tersebut
digabungkan/dikombinasikan untuk memproduksi
data hujan (presipitasi) yang disebut dengan
produk TRMM Multi-satellite Precipitation
Analysis (TMPA) yang memiliki tingkat
keakurasian data lebih baik dari data-data aslinya.
Kajian ini mencoba menelaah kondisi
atmosfer di wilayah itu pada saat sebelum sampai
sesaat sebelum terjadinya bencana. Pada tulisan ini
juga diuraikan hasil pengamatan kejadian hujan di
wilayah Wasior berdasarkan data dari TRMM.
II. METODE PENELITIAN
2.1. Lokasi
Wasior (terletak di 2.716LS, 134.5BT)
adalah sebuah distrik di kabupaten Teluk
Wondama, Papua Barat, Indonesia. Lokasinya
terletak sekitar lebih dari 200 km sebelah Selatan
dari Manokwari dan lebih dari 400 km sebelah
Tenggara dari Sorong (gambar 1). Menurut
Aldrian3), dari model REMO diketahui bahwa
wilayah ini mempunyai pola hujan yang mirip
dengan pola hujan di pulau Jawa, yaitu mempunyai
puncak sedikit hujan pada pertengahan tahun. Akan
tetapi, untuk daerah Wasior secara khusus belum
ada penelitian mengenai pola hujannya, karena
ketidak-adaannya penakar hujan di wilayah itu.

JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOLUME 12 NOMOR 1 TAHUN 2011: 33 - 41

34

mekanisme perubahan iklim global dan


memonitoring variasi lingkungan.

Gambar 1. Lokasi Wasior terhadap Sorong dan


Manokwari. (diambil dari Google Earth)

2.2. TRMM
Untuk mengatasi ketiadaan data penakar
hujan, digunakan data dari satelit TRMM. Satelit
TRMM diluncurkan dengan roket H-II pada
tanggal 27 November 1997 pada jam 6:27 pagi
(waktu setempat) di pusat stasiun peluncuran roket
milik JAXA (Japan Aerospace Exploration
Agency) di Tanegashima, Jepang. TRMM
membawa 5 buah sensor yaitu PR, TMI, VIRS,
CERES (Clouds and the Earth's Radiant Energy
System), dan LIS (Lightning Imaging Sensor).
Akan tetapi yang sering digunakan untuk
mengambil data hujan hanya dua jenis sensor yaitu
PR dan TMI. TRMM disponsori oleh NASA
(National Aeronautics and Space Administration)
dari USA dan JAXA yang dulu disebut NASDA
(National Space Development Agency) dari Jepang
dan merupakan satelit pertama yang
mengkhususkan diri untuk penelitian tentang
hujan.
Program TRMM adalah untuk penelitian
jangka panjang yang didesain untuk studi tentang
tanah, laut, udara, es, dan sistem total kehidupan di
bumi3). TRMM mampu mengobservasi struktur
hujan, jumlah dan distribusinya di daerah tropis dan
sub tropis serta berperan penting untuk mengetahui

2.3. Metode
Data TRMM 3B42RT merupakan data
presipitasi dengan resolusi spasial dan temporal
adalah 0.25
dan 3 jam. Data akumulasi curah hujan
3 jam untuk wilayah Wasior diambil dari website
nasa di http://giovani.gsfc.nasa.gov. Sedangkan
untuk analisis curah hujan historis dan kejadian
hujan setiap 3 jam selama 24 bulan, digunakan data
binary TRMM yang diambil dari ftp server milik
nasa.
Nilai presipitasi wilayah Wasior didapatkan
dengan cara mengambil rata-rata dari 4 titik yang
berdekatan. sedangkan untuk akumulasi curah
hujan selama kejadian banjir dilakukan dengan
membandingkan 12 data yang berdekatan.
III. PEMBAHASAN
3.1. Curah Hujan Historis
Variasi tahunan curah hujan untuk wilayah
Wasior, Papua Barat dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar ini merupakan rata-rata akumulasi curah
hujan bulanan berdasarkan nilai presipitasi data
TRMM 3B43 dari tahun 2007-2009.
Terlihat pada gambar ini bahwa pola curah
hujan bulanan di Wasior berkisar antara 240-500
mm. Curah hujan terendah terjadi pada bulan Mei
dan tertinggi pada bulan Agustus. Bulan Oktober
termasuk mempunyai curah hujan yang tinggi,
yaitu 436 mm.
Menurut Islam dan Uyeda 4 ) yang
membandingkan data TRMM dengan penakar
hujan menyebutkan bahwa perhitungan curah
hujan dengan TRMM terlihat lebih besar
dibandingkan penakar hujan pada saat premonsoon di Bangladesh, tapi lebih rendah pada saat
monsoon.

Gambar 2. Variasi tahunan curah hujan di Wasior


KAJIAN METEOROLOGIS BENCANA BANJIR BANDANG......................................................................Findy Renggono et al

35

Dari analisis pola curah hujan ini terlihat


bahwa pada bulan Oktober daerah Wasior
mempunyai curah hujan yang cukup tinggi
sehingga mempunyai potensi kejadian hujan
dengan intensitas yang besar yang dapat
menyebabkan banjir.
3.2. Analisis sinoptik dan citra satelit cuaca
Untuk mengetahui kondisi penyebab banjir
di Papua Barat, perlu dilihat kondisi metorologis
dan sinoptiknya sebelum kejadian bencana
tersebut. Gambar 3 adalah gambar gradient wind
untuk tanggal 3 Oktober 2010 pukul 12UTC (pukul
21 WIT)

semakin putih / cerah piksel tersebut semakin


dingin suhunya / semakin tinggi puncak awannya.
Secara umum awan hujan (jenis Cumulus dan
Cumulonimbus) dicirikan dengan warna yang
cerah dan kontras dengan lingkungannya. Dari
analisis citra satelit cuaca menunjukkan bahwa
sejak siang hari sebelum kejadian banjir, hampir
seluruh wilayah bagian Utara dari Papua Barat
diselimuti oleh awan-awan. Awan-awan tersebut
mulai muncul sekitar pukul 15.00 WIT, dan tampak
semakin lama semakin tebal. Terlihat pada gambar
ini bahwa pada pukul 21.00 WIT, tutupan awan di
wilayah sekitar Wasior cukup tebal. Awan-awan
tersebut bertahan lama karena mendapat suplai uap
air dari samudra Pasifik.

Gambar 3. Gradient Wind tanggal 3 Oktober 2010, 12z.


(dari BOM, Australia).

Dari analisis gradient wind terlihat bahwa


ternyata di wilayah Papua tidak terdapat pumpunan
tekanan rendah maupun pumpunan tekanan tinggi,
pola tekanan rendah pada saat itu terkonsentrasi di
wilayah Indonesia bagian Barat dan sebelah Barat
Australia. Tekanan rendah di sebelah Barat
Australia berpotensi menarik massa udara di
wilayah Samudera Pasifik yang kaya akan massa
uap air dikarenakan nilai SST (Sea Surface
Temperature) yang masih hangat. Penarikan massa
uap air ini akan melalui wilayah Papua yang dapat
menyebabkan potensi pertumbuhan awan yang
cukup banyak, sehingga meskipun daerah Papua
pada saat itu bukan merupakan daerah konvergensi
tetapi pertumbuhan awan cukup banyak terjadi
akibat masuknya massa uap air dari wilayah
Pasifik. Selain itu kemungkinan lain yang
menunjukkan konvergensi (penumpukan massa
uap air) yang dapat menyebabkan pertumbuhan
awan yang menghasilkan hujan lebat adalah karena
efek orografik pegunungan Papua
Hal tersebut diatas dapat dilihat dari tutupan
awan yang ditunjukkan pada gambar citra satelit
tanggal 3 Oktober 2010 12 UTC (gambar 4). Citra
tersebut diambil dengan sensor Infrared sehingga

Gambar 4. Tutupan awan dari sensor Infrared pada


tanggal 3 Oktober 2010, jam 12z (dari Kochi
University).

3.3. Kejadian Hujan


Gambar 5 di bawah ini adalah deretan
gambar kejadian hujan di Papua Barat dari tanggal
3 Oktober 2010 pukul 15.00 WIT sampai tanggal 4
Oktober 2010 pukul 18.00 WIT. Tampak pada
gambar-gambar tersebut bahwa presipitasi di
Wasior diatas 20 mm mulai pukul 21.00 sampai
pukul 09.00 WIT. Wilayah hujannya pun cukup
luas, meliputi pesisir teluk Cendrawasih.
Data TRMM yang digunakan dalam tulisan
ini merupakan data TRMM 3B42RT, yang berupa
data multi-satellite precipitation analysis. Data ini
menggunakan kombinasi optimal dari visual dan
infrared dengan microwave data. Keluaran dari
produk ini adalah nilai presipitasi suatu wilayah
dengan resolusi spasial 0.25
x 0.25
dan resolusi
waktu 3 jam dengan time lag sekitar 6 jam.
Beberapa gambar TRMM diproses di
http://giovanni.gsfc.nasa.gov, sedangkan data
curah hujan 3 jam-an Wasior diambil dari website
NASA.

JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOLUME 12 NOMOR 1 TAHUN 2011: 33 - 41

36

Gambar 5 (a-l). Daerah sebaran hujan dari tanggal 3 Oktober 2010 jam 15 WIT sampai tanggal 4 Oktober 2010 jam 18 WIT.

Akumulasi curah hujan di Wasior dari 3 - 4


Oktober setiap 3 jam mulai dari tanggal 3 Oktober
2010 pukul 06z (15.00 WIT) sampai tanggal 4
Oktober 2010 pukul 12z (21.00 WIT), ditunjukkan

pada gambar 5(a-l). Terlihat pada gambar-gambar


tersebut bahwa hujan mulai terlihat di wilayah
Wasior sejak pukul 18.00 WIT (gambar 5-b), dan
puncaknya pukul 00.00 WIT (gambar 5-d) hujan

KAJIAN METEOROLOGIS BENCANA BANJIR BANDANG......................................................................Findy Renggono et al

37

yang terkonsentrasi di wilayah tersebut semakin


banyak dan meluas. Setelah pukul 06.00 WIT
(gambar 5-f), intensitas hujan mulai turun dan
berhenti sekitar pukul 12.00 WIT (gambar 5-h).
Namun pada pukul 18.00 (gambar 5-k), hujan
terlihat muncul kembali di wilayah tersebut
walaupun tidak terlalu tinggi intensitasnya.
Untuk melihat berapa besarnya curah hujan
di Wasior, diambil rata-rata akumulasi curah hujan
dari 4 grid data TRMM yang berdekatan dengan
koordinat 2.75S 134.50E. Gambar 6 adalah ratarata akumulasi curah hujan dari tanggal 3 Oktober
2010 pukul 15.00 WIT sampai 4 Oktober 2010
pukul 21.00 WIT.

Gambar 7. Akumulasi curah hujan selama kejadian


hujan dari tanggal 3 oktober pukul 21.00
WIT sampai tgl. 4 Oktober pukul 18.00 WIT

Pada Tabel 1 di bawah ini ditunjukkan


beberapa nilai curah hujan untuk 12 grid yang
terdekat dengan lokasi Banjir.

Gambar 6. Rata-rata akumulasi curah hujan Wasior dari


tanggal 3 Oktober 2010 pukul 15.00 WIT
sampai 4 Oktober 2010 pukul 21.00 WIT.

Dari Gambar 6 di atas terlihat bahwa


Intesitas curah hujan yang tinggi terjadi pada
tanggal 4 Oktober 2010 pukul 00.00 WIT sebesar
63.4 mm/3jam, dan jam 06.00 WIT sebesar 60.9
mm/3jam. Setelah pukul 09.00 WIT curah hujan
berangsur-angsur menurun intensitasnya. Pada
pukul 18.00 terlihat meningkat kembali walaupun
tidak terlalu tinggi. Dilihat dari durasi hujannya,
kejadian hujan tanggal 4 Oktober ini hampir terjadi
sepanjang hari dengan perkiraan jeda waktu siang
sampai sore hari.
Gambar 7 adalah sebaran akumulasi curah
hujan dari tanggal 3 Oktober jam 15.00 WIT
sampai dengan tanggal 4 Oktober 2010 jam 12.00
WIT (selama 24 jam), dan tabel akumulasi curah
hujan untuk jangka waktu yang sama pada
beberapa grid yang berdekatan dengan Wasior
(Tabel 1). Dari gambar 7 terlihat bahwa selama
durasi waktu tersebut, seluruh teluk Cendrawasih
tampak terjadi hujan dengan jumlah total curah
hujan selama 24 jam diatas 40 mm, namun
konsentrasi hujan tertinggi berada di sekitar Wasior
dengan intensitas curah hujannya lebih 150
mm/hari.

Tabel 1. Akumulasi curah hujan selama kejadian hujan


dari tanggal 3 Oktober pukul 21.00 WIT sampai
tgl. 4 Oktober pukul 18.00 WIT, yang diambil
dari 12 grid yang terdekat dengan Wasior.
Longitude

Akumulasi CH
(mm)

-2.75

134

120.78

-2.75

134.25

181.32

-2.75

134.5

246.84

-2.75

134.75

245.34

-2.5

134

104.34

-2.5

134.25

145.77

-2.5

134.5

162.51

Latitude

-2.5

134.75

237.63

-2.25

134

108.12

-2.25

134.25

101.52

-2.25

134.5

105.87

-2.25
134.75
Rerata (mm)

103.47

Terlihat pada tabel tersebut bahwa


akumulasi curah hujan berkisar antara 101.5 - 246.8
mm dengan rata-rata total adalah 155.3 mm.
Namun jika diambil 4 titik terdekat, yaitu yang
berada diantara 134.3
E<lon<134.8
E dan
2.5
S<lat<3.0
S, rata-ratanya adalah 223 mm.
Nilai curah hujan ini termasuk dalam hujan ekstrim
karena jauh lebih tinggi dari rata-rata hariannya dan
dengan curah hujan seperti ini, apalagi dalam

JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOLUME 12 NOMOR 1 TAHUN 2011: 33 - 41

38

155.3

waktu yang cukup lama, dapat memicu kejadian


tanah longsor.
3.4. Diskusi
Hasil analisis kejadian hujan pada bab
sebelumnya menunjukkan bahwa dengan curah
hujan diatas 60 mm/3jam atau total curah hujan
diatas 223 mm/hari dapat menimbulkan bencana
banjir bagi wilayah Wasior. Pada bab ini akan
ditunjukkan hasil analisis kejadian hujan dari bulan
Oktober 2008 sampai September 2010 (24 bulan)
dengan menggunakan data TRMM, untuk melihat
apakah pernah terjadi kejadian hujan yang sama
seperti kejadian tanggal 4 Oktober 2010. Meskipun
demikian anlisis ini mempunyai keterbatasan
karena data TRMM bukanlah data yang terukur di
lapangan tetapi data pengukuran secara tidak
langsung dengan menggunakan satelit seperti
dijelaskan sebelumnya. Berikut adalah Scatter plot
dari nilai curah hujan 3 jam-an ditunjukkan pada
gambar 8.
Nilai curah hujan dikelompokkan
berdasarkan waktu kemunculannya, dan masingmasing bulan di plot berderet ke samping. Pada
gambar ini tampak bahwa nilai curah hujan lebih
banyak terkonsentrasi di bagian bawah, yang

menunjukkan bahwa hujan dengan intensitas


rendah lebih banyak dibandingkan dengan curah
hujan tinggi. Hujan terlihat lebih sering muncul
pada malam hari sampai dengan pagi hari sebelum
jam 09 WIT dengan intensitas yang bervariasi.
Hujan dengan intensitas diatas 50 mm/3 jam yang
terjadi antara tengah malam sampai pukul 9 pagi,
ini menunjukkan bahwa hujan dengan intensitas
sama ataupun lebih besar dari kejadian pada
tanggal 4 Oktober 2010 pernah terjadi di Wasior
sebelumnya.
Seluruh data yang mempunyai nilai
akumulasi curah hujan sebesar lebih dari 50 mm per
3 jam dihitung total akumulasi curah hujannya
selama satu kejadian hujan. Satu kejadian hujan
ekstrim ini dihitung dengan menjumlahkan seluruh
akumulasi curah hujan yang berurutan (tidak ada
curah hujan bernilai 0.0 mm pada satu kejadian
hujan). Selama 24 bulan tersebut ditemukan 17
kejadian hujan yang mempunyai minimal satu
kejadian hujan dengan intensitas lebih dari 50 mm/
3jam (tabel 2). Sebagai perbandingan, di bagian
paling bawah dalam Tabel 2 tersebut ditampilkan
juga nilai curah hujan pada saat kejadian hujan
tanggal 3-4 Oktober 2010.

Gambar 8. Kejadian hujan dari bulan Oktober 2008 sampai September 2010 (24 bulan) dengan menggunakan data TRMM

KAJIAN METEOROLOGIS BENCANA BANJIR BANDANG......................................................................Findy Renggono et al

39

Akumulasi curah hujan pada ke 17 data


hujan tersebut berkisar antara 75.6-164.3mm,
dengan durasi hujan berkisar antara 9 sampai 18
jam. Durasi hujan dalam tulisan ini dihitung
berdasarkan data curah hujan 3 jam-an. Kejadian
hujannyapun bervariasi dan hampir ada disetiap
bulan, namun terlihat ada peningkatan jumlah
kemunculan pada tahun 2010 dibandingkan dengan
tahun sebelumnya.
Tabel 2. Kejadian hujan yang terjadi antara bulan
Oktober 2008 sd. September 2010, yang
mempunyai curah hujan lebih dari 50 mm/3 jam

Jumlah kejadian hujan dengan curah hujan


yang tinggi seperti ini paling banyak terjadi pada
bulan September 2010, yaitu 4 kejadian. Namun
dari ke 17 kejadian hujan ekstrim tersebut total
akumulasi curah hujannya masih lebih kecil dari
kejadian tanggal 4 Oktober 2010, yaitu sebesar
178.3 mm per kejadian hujan, durasi hujannya pun
tidak sebesar kejadian hujan pada saat terjadi
bencana, yang mencapai 21 jam.
Dari data ini terlihat bahwa hujan pada
tanggal 3-4 Oktober 2010 memang cukup besar
dilihat dari durasinya maupun intensitasnya
dibandingkan kejadian-kejadian hujan sebelumnya
di Wasior, sehingga memungkinkan kejadian hujan

tersebut memicu terjadinya bencana banjir di


wilayah tersebut.
IV. KESIMPULAN
Pemerintah Daerah Papua Barat
menyebutkan bahwa bencana banjir yang menimpa
wilayah Wasior pada tanggal 4 Oktober 2010
merupakan bencana yang terjadi akibat curah hujan
yang tinggi. Analisa data meteorologi global
menunjukkan potensi pertumbuhan awan yang
cukup besar di atas wilayah Wasior. Data analisa
kejadian hujan dengan TRMM pada saat sebelum
sampai setelah terjadinya bencana menunjukkan
adanya hujan dengan intensitas curah hujan yang
lebih tinggi dari rata-rata. Dalam satu hari tercatat
lebih dari 233 mm hujan dengan maksimum curah
hujannya setiap 3 jam adalah 60 mm.
Hasil pengolahan data TRMM selama 24
bulan terakhir (Oktober 2008 - September 2010)
menunjukkan bahwa kejadian hujan dengan curah
hujan lebih dari 60 mm/3 jam pernah terjadi selama
beberapa kali dalam kurun waktu tersebut. Akan
tetapi total akumulasi curah hujan pada masingmasing kejadian hujan tersebut tidak lebih besar
dari yang terjadi pada tanggal 4 Oktober 2010.
Wa l a u p u n h a s i l a n a l i s i s k o n d i s i
meteorologis sebelum kejadian banjir mendukung
terjadinya hujan yang cukup deras dan intens,
namun kejadian hujan yang serupa juga sudah
pernah terjadi sebelumnya tanpa menimbulkan
bencana. Maka dari itu, untuk mengetahui
penyebab bencana Wasior, bukan hanya dilihat dari
kejadian hujannya saja namun kondisi lahan juga
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan
mempelajarinya melalui peta satelit atau foto
udara. Selain itu juga, untuk
mendapatkan
perkiraan nilai curah hujan yang lebih tepat dari
data satelit, perlu dilakukan perbandingan antara
pengukuran curah hujan dengan TRMM dan
penakar hujan di wilayah ini.
V. DAFTAR PUSTAKA
1)

Teluk Wondama Sesalkan Pemberitaan


Pembalakan Liar di Wasior (2010).
(http://www.tempoin teraktif.com/hg/
nusa_lainnya/2010/10/14/brk,20101014284632,id.html) diakses tanggal 15 Oktober
2010.
2)
Kirmanto, D (2010), Illegal Logging Bukan
P e n y e b a b B e n c a n a Wa s i o r.

JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOLUME 12 NOMOR 1 TAHUN 2011: 33 - 41

40

(http://www.pikiran-akyat.com/node/
124505), diakses tanggal 20 Oktober 2010.
1)
Aldrian, E., R. D. Susanto, (2003), Identification
of three dominant rainfall regions within
Indonesia and their relationship to sea
surface temperature, International Journal
of Climatology, 23, 1435-1452, DOI:
10.1002/joc.950

1)

Md. Nazrul Islam, Hiroshi Uyeda, Use of TRMM


in determining the climatic characteristics of
rainfall over Bangladesh, Remote Sensing of
Environment, 108(3), 15 June 2007, 264276, DOI: 10.1016/j.rse.2006. 11.011.

KAJIAN METEOROLOGIS BENCANA BANJIR BANDANG......................................................................Findy Renggono et al

41

Anda mungkin juga menyukai