ABSTRAK
Banjir bandang telah melanda kawasan Wasior, Papua Barat pada Senin 4 Oktober 2010.
Bencana ini menyebabkan puluhan orang meninggal, ratusan luka dan ribuan lainnya
kehilangan tempat tinggal. Keterbatasan data meteorologis untuk wilayah ini yang sangat
minim menyebabkan kesulitan dalam melakukan analisa kondisi cuaca pada saat sebelum
dan selama kejadian banjir. Data penakar hujan yang terdekat hanya terdapat di
Manokwari dan Sorong, yang letaknya lebih dari 200 km dari Wasior. Dari pengamatan
skala sinop, kondisi meteorologis pada saat sebelum banjir memang mendukung adanya
pertumbuhan awan yang cukup besar, sedangkan hasil analisa dengan data TRMM
diketahui bahwa telah terjadi hujan dengan intensitas yang cukup tinggi dari tanggal 3
malam sampai 4 pagi. Analisa data curah hujan selama 2 tahun terakhir dengan data TRMM
menunjukkan kejadian hujan seperti ini memang beberapa kali pernah terjadi sebelumnya,
walaupun tidak menimbulkan bencana banjir.
Kata kunci : banjir, curah hujan, TRMM.
ABSTRACT
Great flood which hit Wasior, West Papua, Monday October 4th, 2010, has caused up to 200
people were killed or injured, and 1000 homeless. The lacks of meteorological data of this
place make it difficult to analyze the meteorological condition before the flood. The nearest
rain gauge was only in Sorong and Manokwari which is more than 200 km away from Wasior.
Synoptic analysis showed that the atmospheric condition supports cloud development over
Wasior area. TRMM data analysis found that the night before the flood, there was a heavy
rain, but this kind of rain was also found several times in the last three years.
Keywords : flood, rainfall, TRMM
33
I. PENDAHULUAN
Banjir Bandang yang terjadi di Wasior,
Papua Barat pada tanggal 4 Oktober 2010 cukup
banyak menelan korban, baik jiwa maupun harta.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB), bencana tersebut telah
merenggut 144 korban tewas, 179 orang luka berat,
641 orang luka ringan dan 103 orang hilang
(Antara, 11 Oktober 2010). Pemerintah
menyatakan bahwa terjadinya banjir bandang di
Wasior, Teluk Wondama, Papua Barat baru-baru ini
disebabkan faktor alam yaitu intensitas curah hujan
yang tinggi. Otoritas setempat mengaku belum
menemukan indikasi banjir bandang karena adanya
pembalakan liar, sementara dari editorial Metro TV
pada tanggal 6 Oktober 2010 menyatakan bahwa
banjir Wasior diakibatkan oleh pembalakan liar.
Lepas dari itu tulisan ini akan melakukan kajian
meteorologis berkaitan dengan kejadian banjir
tersebut. Badan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika (BMKG) juga menyebutkan adanya
perubahan suhu udara yang mengakibatkan
peningkatan pertumbuhan awan pada malam
sebelum kejadian banjir.
Kawasan Wasior, Kabupaten Teluk
Wondama, Papua Barat, memang dikenal sebagai
daerah yang rawan banjir bandang. Tercatat telah
tiga kali banjir bandang berkekuatan besar telah
menghempas pemukiman penduduk di distrik
tersebut, yaitu pada tahun 1955 dan tahun 2008.1)
Namun dalam bencana banjir bandang sebelumnya
tidak pernah memakan korban jiwa, sebab kala itu
penduduk Wasior tidak sebanyak sekarang. Pada
awalnya Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri
PU menyatakan bahwa banjir Wasior diakibatkan
oleh pembalakan liar, tetapi kemudian Menteri
Pekerjaan Umum menegaskan kembali bahwa
kejadian banjir di wilayah ini bukan karena
pembalakan liar setelah melakukan analisis foto
udara, karena dari hasil foto udara tidak tampak ada
pengurangan jumlah hutan.2)
Data meteorologi yang sangat minim untuk
wilayah Papua barat ini menyebabkan sulitnya
mengetahui dengan pasti kejadian hujan yang
terjadi pada saat sebelum bencana tersebut terjadi,
dan berapa besar rata-rata curah hujan untuk
wilayah tersebut. Penggunaan satelit sebagai alat
untuk mengukur presipitasi telah banyak
dikembangkan. Walaupun bukan merupakan
pengukuran langsung, namun cakupan wilayahnya
yang luas membuat data ini menjadi salah satu
34
2.2. TRMM
Untuk mengatasi ketiadaan data penakar
hujan, digunakan data dari satelit TRMM. Satelit
TRMM diluncurkan dengan roket H-II pada
tanggal 27 November 1997 pada jam 6:27 pagi
(waktu setempat) di pusat stasiun peluncuran roket
milik JAXA (Japan Aerospace Exploration
Agency) di Tanegashima, Jepang. TRMM
membawa 5 buah sensor yaitu PR, TMI, VIRS,
CERES (Clouds and the Earth's Radiant Energy
System), dan LIS (Lightning Imaging Sensor).
Akan tetapi yang sering digunakan untuk
mengambil data hujan hanya dua jenis sensor yaitu
PR dan TMI. TRMM disponsori oleh NASA
(National Aeronautics and Space Administration)
dari USA dan JAXA yang dulu disebut NASDA
(National Space Development Agency) dari Jepang
dan merupakan satelit pertama yang
mengkhususkan diri untuk penelitian tentang
hujan.
Program TRMM adalah untuk penelitian
jangka panjang yang didesain untuk studi tentang
tanah, laut, udara, es, dan sistem total kehidupan di
bumi3). TRMM mampu mengobservasi struktur
hujan, jumlah dan distribusinya di daerah tropis dan
sub tropis serta berperan penting untuk mengetahui
2.3. Metode
Data TRMM 3B42RT merupakan data
presipitasi dengan resolusi spasial dan temporal
adalah 0.25
dan 3 jam. Data akumulasi curah hujan
3 jam untuk wilayah Wasior diambil dari website
nasa di http://giovani.gsfc.nasa.gov. Sedangkan
untuk analisis curah hujan historis dan kejadian
hujan setiap 3 jam selama 24 bulan, digunakan data
binary TRMM yang diambil dari ftp server milik
nasa.
Nilai presipitasi wilayah Wasior didapatkan
dengan cara mengambil rata-rata dari 4 titik yang
berdekatan. sedangkan untuk akumulasi curah
hujan selama kejadian banjir dilakukan dengan
membandingkan 12 data yang berdekatan.
III. PEMBAHASAN
3.1. Curah Hujan Historis
Variasi tahunan curah hujan untuk wilayah
Wasior, Papua Barat dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar ini merupakan rata-rata akumulasi curah
hujan bulanan berdasarkan nilai presipitasi data
TRMM 3B43 dari tahun 2007-2009.
Terlihat pada gambar ini bahwa pola curah
hujan bulanan di Wasior berkisar antara 240-500
mm. Curah hujan terendah terjadi pada bulan Mei
dan tertinggi pada bulan Agustus. Bulan Oktober
termasuk mempunyai curah hujan yang tinggi,
yaitu 436 mm.
Menurut Islam dan Uyeda 4 ) yang
membandingkan data TRMM dengan penakar
hujan menyebutkan bahwa perhitungan curah
hujan dengan TRMM terlihat lebih besar
dibandingkan penakar hujan pada saat premonsoon di Bangladesh, tapi lebih rendah pada saat
monsoon.
35
36
Gambar 5 (a-l). Daerah sebaran hujan dari tanggal 3 Oktober 2010 jam 15 WIT sampai tanggal 4 Oktober 2010 jam 18 WIT.
37
Akumulasi CH
(mm)
-2.75
134
120.78
-2.75
134.25
181.32
-2.75
134.5
246.84
-2.75
134.75
245.34
-2.5
134
104.34
-2.5
134.25
145.77
-2.5
134.5
162.51
Latitude
-2.5
134.75
237.63
-2.25
134
108.12
-2.25
134.25
101.52
-2.25
134.5
105.87
-2.25
134.75
Rerata (mm)
103.47
38
155.3
Gambar 8. Kejadian hujan dari bulan Oktober 2008 sampai September 2010 (24 bulan) dengan menggunakan data TRMM
39
40
(http://www.pikiran-akyat.com/node/
124505), diakses tanggal 20 Oktober 2010.
1)
Aldrian, E., R. D. Susanto, (2003), Identification
of three dominant rainfall regions within
Indonesia and their relationship to sea
surface temperature, International Journal
of Climatology, 23, 1435-1452, DOI:
10.1002/joc.950
1)
41