Anda di halaman 1dari 20

1

USUL PENELITIAN MAHASISWA


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Judul
Nama
NIM
Pembimbing

: Studi Realitas tentang Nilai-nilai Karakter Siswa Jurusan IPS


di SMA Negeri 1 Kayu Agung
: Abdul Hamid
: 06121003042
: 1. Prof. Dr. M. Djahir Basir, M.Pd.
2. Dian Eka Amrina, S.Pd., M.Pd.

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembentukan karakter merupakan aspek belajar yang selama ini kurang
diperhatikan di Indonesia. Pembelajaran yang selama ini diterapkan di sekolah
kurang memperhatikan pembentukan karakter pada diri peserta didik, dan lebih
dominan untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan semata. Mendidik
seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman
marabahaya kepada masyarakat. Tidak dimungkiri, sekolah sebagai lembaga
pendidikan cenderung mendidik peserta didik cerdas secara kognitif dan
mengabaikan aspek moral. Akibatnya, dekadensi moral telah melanda bangsa ini
(Wiyani, 2012).
Berbagai kejadian krisis karakter pada siswa dapat dengan mudah kita
jumpai, salah satu contohnya adalah tingginya angka kekerasan pada siswa di
sekolah. Data yang dirilis Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
mengungkap bahwa sepanjang tahun 2011 sampai 2014 ada 369 pengaduan kasus
bullying di sekolah dan 179 kasus tawuran pelajar (Setyawan, 2014). Dalam rilis
yang berbeda,

International Center for Research on Women (ICRW)

menunjukkan fakta mencengangkan terkait kekerasan anak di sekolah, hasil survei


yang dilakukan dari Oktober 2013 hingga Maret 2014 terdapat 84% anak di
Indonesia mengalami kekerasan di sekolah (Qodar, 2015).

Hal lain bukti dari terjadinya krisis karakter pada siswa diantaranya krisis
ketidakjujuran dan ketidakdisiplinan. Fakta-fakta mengenai krisis karakter
tersebut diungkapkan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kautsar
(2009) pada SMA di Kota Semarang menunjukkan sebanyak 77% siswa
mencontek dan hasil penelitian Istiqomah (2013) pada SMA di Kota Magetan
menunjukkan 43 siswa membolos pada bulan Agustus, 38 siswa membolos pada
bulan September, dan 15 siswa membolos pada bulan Oktober. Data-data yang
diungkap di atas menunjukkan adanya kesenjangan antara kenyataan di lapangan
dengan amanat pendidikan nasional dan menegaskan bahwa karakter siswa
Indonesia berada pada taraf kritis.
Sangat memprihatinkan ketika melihat penyimpangan pelajar, seperti
kasus

bullying,

tawuran,

penyalahgunaan

narkoba,

dan

penyimpangan-

penyimpangan yang lain yang seharusnya tidak terjadi karena dunia pendidikan
yang notabene lembaga tempat menanamkan nilai-nilai kemanusiaan yang
seharusnya menjadi teladan bagi masyarakat luas. Pembelajaran di sekolah
idealnya tidak hanya mengembangkan aspek kognitif, tetapi juga harus
menekankan proses pengembangan afektif peserta didik. Pembentukan karakter
bukan hanya tugas guru agama dan pendidikan kewarganegaraan, tetapi semua
bidang studi memiliki tanggungjawab yang sama. Demikian halnya dengan
bidang studi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) . Dalam Undang-Undang No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3 disebutkan bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut, maka pembelajaran
di sekolah perlu dirancang secara utuh, tidak hanya aspek kognitif dan psikomotor
tetapi juga sikap spiritual dan sikap sosial. Saat ini bangsa Indonesia sedang
menghadapi banyak tantangan dalam

berbagai bidang kehidupan. Dalam

menghadapi tantangan tersebut dibutuhkan kekuatan diri dari masing-masing


warga negara dan kekuatan kohesi sosial dalam bidang politik, ekonomi, dan
budaya. Kekuatan diri yang diharapkan adalah menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab (Depdiknas RI, 2003).
Kohesi sosial yang dibutuhkan adalah kekuatan kebersamaan, komitmen, dan
kearifan untuk bahu-membahu membangun bangsa.
Dari semua tantangan tersebut, pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
mengambil peran untuk memberi pemahaman yang luas dan mendalam pada
bidang ilmu yang berkaitan, yaitu: (1) Memperkenalkan konsep-konsep yang
berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya; (2) Membekali
kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,

inkuiri,

memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial; (3) Memupuk


komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; dan (4)
Membina kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk, baik di tingkat lokal, nasional maupun global
(Depdikbud RI, 2014).
Terkait dengan peran tersebut, bidang studi IPS dapat dikatakan sebagai
bidang studi di sekolah yang dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial
untuk menciptakan kondisi kehidupan yang lebih baik dan atau mengatasi
masalah-masalah sosial. Berdasarkan uraian tersebut, seharusnya siswa yang
mempelajari bidang Ilmu Pengetahuan Sosial lebih memiliki kesadaran terhadap
nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. Pada realitasnya, saat ini sebagian besar
masyarakat menganggap jurusan IPS sebagai tempat bagi siswa yang memiliki
nilai akademis rendah dan memiliki sifat nakal atau suka melanggar aturan. Oleh
sebab itu, masyarakat memberikan label negatif kepada siswa jurusan IPS.
Berdasarkan hasil pengamatan pada saat studi pendahuluan yang
dilakukan dengan salah satu guru di SMA Negeri 1 Kayu Agung terlihat bahwa
pada saat jam pelajaran berlangsung terdapat 16 siswa yang bolos dan
bersembunyi di ruang Unit Kesehatan Sekolah (UKS). Setelah diselidiki, dari 16
siswa tersebut 13 diantaranya adalah siswa jurusan IPS. Selain itu, saat pergantian

jam pelajaran terdapat 5 orang siswa merokok di belakang gedung sekolah dan
semuanya adalah siswa jurusan IPS. Melihat permasalahan tersebut, maka perlu
dikaji lebih lanjut bagaimana sebenarnya nilai-nilai karakter siswa jurusan IPS
Sekolah Menengah Atas. Karena mengingat begitu pentingnya pembentukan
karakter sejak dini melalui pembelajaran di sekolah, dan peran strategis bidang
studi IPS dalam pembentukan nilai-nilai karakter, maka dilakukan sebuah
penelitian dengan judul Studi Realitas tentang Nilai-nilai Karakter Siswa
Jurusan IPS di SMA Negeri 1 Kayu Agung.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana nilai-nilai karakter siswa jurusan IPS di SMA
Negeri 1 Kayu Agung?
1.3. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui dan memperoleh gambaran mengenai nilai-nilai karakter siswa
jurusan IPS di SMA Negeri 1 Kayu Agung.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini dapat bersifat
teoritis dan praktis sebagai berikut:
1) Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
memperkaya khasanah pengetahuan tentang nilai-nilai karakter siswa.
2) Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi:
a. Pihak Sekolah: untuk membuat kebijakan-kebijakan dalam upaya
meningkatkan nilai-nilai karakter siswa.
b. Guru: untuk membuat desain pelaksanaan proses pembelajaran yang
menanamkan nilai-nilai karakter pada diri siswa.
c. Peneliti lain: sebagai bahan acuan penelitian lanjutan mengenai nilai-nilai
karakter siswa.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Karakter


Perlunya pengembangan dan pembentukan karakter tertuang dalam
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dalam pasal 3 dinyatakan bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan YME, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan pernyataan tersebut, terlihat bahwa tujuan pendidikan
nasional secara keseluruhan adalah pengembangan dan pembentukan karakter
siswa. Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas
manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan.
Kemendiknas (2010:3) mendefinisikan karakter sebagai watak, tabiat,
akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai
kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara
pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai,
moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat
kepada orang lain.
Sementara itu, Matta (2006:14) mengartikan karakter sebagai nilai yang
telah menjadi sikap mental yang mengakar dalam jiwa, lalu tampak dalam bentuk
tindakan dan perilaku yang bersifat tetap, natural, dan refleks. Karakter tidak
sekali terbentuk lalu tertutup, tetapi terbuka bagi semua bentuk perbaikan,
pengembangan, dan penyempurnaan. Oleh karenanya, karakter individu seseorang
dapat dibentuk dan dikembangkan.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat ditegaskan bahwa karakter
merupakan kepribadian yang melekat pada diri seseorang sebagai landasan dalam
berpikir, bersikap, dan bertindak. Karakter individu seseorang dapat dibentuk dan
dikembangkan melalui internalisasi berbagai nilai kebajikan.
2.2. Pembentukan Karakter

Dalam pembentukan karakter, terdapat unsur sangat penting yang harus


diperhatikan. Unsur terpenting dalam pembentukan karakter adalah pikiran,
karena pikiran yang di dalamnya terdapat seluruh program yang terbentuk dari
pengalaman hidup merupakan pelopor segalanya (Byrne, 2007:17). Program ini
kemudian membentuk sistem kepercayaan yang akhirnya dapat membentuk pola
berpikir yang bisa mempengaruhi perilaku. Jika program yang tertanam tersebut
sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran universal, maka perilaku berjalan selaras
dengan hukum alam. Hasilnya, perilaku tersebut membawa ketenangan dan
kebahagiaan. Sebaliknya, jika program tersebut tidak sesuai dengan prinsipprinsip hukum universal, maka perilaku akan membawa kerusakan dan
menghasilkan penderitaan. Oleh karena itu, pikiran harus mendapatkan perhatian
serius.
Mengenai pikiran, Murphy (2002:6) mengatakan bahwa di dalam diri
manusia terdapat satu pikiran yang memiliki ciri yang berbeda. Untuk
membedakan ciri tersebut, maka istilahnya dinamakan dengan pikiran sadar
(conscious mind) atau pikiran objektif dan pikiran bawah sadar (subconscious
mind) atau pikiran subjektif. Gunawan (2005:27) menjelaskan mengenai fungsi
dari pikiran sadar dan bawah sadar sebagai berikut:
Pikiran sadar yang secara fisik terletak di bagian korteks otak bersifat logis
dan analisis dengan memiliki pengaruh sebesar 12 % dari kemampuan
otak. Sedangkan pikiran bawah sadar secara fisik terletak di medulla
oblongata yang sudah terbentuk ketika masih di dalam kandungan. Karena
itu, ketika bayi yang dilahirkan menangis, bayi tersebut akan tenang di
dekapan ibunya karena dia sudah merasa tidak asing lagi dengan detak
jantung ibunya. Pikiran bawah sadar bersifat netral dan sugestif.
Untuk memahami cara kerja pikiran, kita perlu tahu bahwa pikiran sadar
(conscious) adalah pikiran objektif yang berhubungan dengan objek luar dengan
menggunakan panca indra sebagai media, dan sifat pikiran sadar ini adalah
menalar. Sedangkan pikiran bawah sadar (subsconscious) adalah pikiran subjektif
yang berisi emosi serta memori, bersifat irasional, tidak menalar, dan tidak dapat
membantah. Kerja pikiran bawah sadar menjadi sangat optimal ketika kerja
pikiran sadar semakin minimal (Gunawan dan Setyono, 2006:38).

Pikiran sadar dan bawah sadar terus berinteraksi. Pikiran bawah sadar akan
menjalankan apa yang telah dikesankan kepadanya melalui sistem kepercayaan
yang lahir dari hasil kesimpulan nalar dari pikiran sadar terhadap objek luar yang
diamatinya. Karena pikiran bawah sadar akan terus mengikuti kesan dari pikiran
sadar, maka pikiran sadar diibaratkan seperti nahkoda sedangkan pikiran bawah
sadar diibaratkan seperti awak kapal yang siap menjalankan perintah, terlepas
perintah itu benar atau salah. Di sini, pikiran sadar bisa berperan sebagai penjaga
untuk melindungi pikiran bawah sadar dari pengaruh objek luar.
Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan
karakter masyarakat dan karakter bangsa. Oleh karena itu,
pembentukan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui
pembentukan karakter individu seseorang. Akan tetapi, karena
manusia hidup dalam ligkungan sosial dan budaya tertentu,
maka pembentukan karakter individu seseorang hanya dapat
dilakukan

dalam

lingkungan

sosial

dan

budaya

yang

bersangkutan. Artinya, pembentukan karakter bangsa hanya


dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak
melepaskan siswa dari lingkungan sosial, budaya masyarakat,
dan budaya bangsa.
Jika lingkungan tempat siswa menempuh proses pendidikan buruk, maka
lingkungan ini dapat membuat seorang siswa merasa depresi karena terpengaruh
lingkungan tersebut, dia menalar berdasarkan kepercayaan buruk yang dia respon
dari lingkungannya. Dari sini, kesan yang diperoleh dari hasil penalaran di pikiran
sadar adalah kesan ketidakberdayaan yang berakibat kepada rasa putus asa.
Akhirnya rasa ketidakberdayaan tersebut akan memunculkan perilaku destruktif,
bahkan bisa mendorong kepada tindak kejahatan. Namun, melalui pikiran sadar
pula kepercayaan tersebut dapat dirubah untuk memberikan kesan berbeda dengan
menciptakan lingkungan belajar yang baik bagi siswa, sehingga membuat seorang
siswa merasa nyaman dari hasil internalisasi berbagai kebajikan ke dalam diri dan
pikirannya. Hal semacam ini tentu akan memberikan kesan keberdayaan dari hasil
penalaran di pikiran sadarnya sehingga kesan ini dapat memberikan harapan dan

mampu meningkatkan rasa percaya diri, yang akhirnya akan membentuk karakter
yang baik dalam diri siswa.
2.3. Nilai-nilai Karakter untuk Siswa
Nilai-nilai karakter merupakan kandungan sikap, perilaku, dan tindakan
seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang
berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, dan kebangsaan. Nilai-nilai karakter dapat dikembangkan melalui
pendidikan. Kemendiknas (2010:8) menyebutkan nilai-nilai tersebut diidentifikasi
dari sumber-sumber berikut ini:
1) Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu,
kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran
agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun
didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan
itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan
pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.
2) Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsipprinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila.
Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut
dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan
politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan
budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi
warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan,
kemauan, dan menerapkan nilainilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai
warga negara.
3) Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup
bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui
masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian
makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota
masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan

masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan


budaya dan karakter bangsa.
4) Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki
setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan
pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat
berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh
karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional
dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Berdasarkan keempat sumber nilai itu, teridentifikasi sejumlah nilai untuk
pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai berikut ini:
1) Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun
dengan pemeluk agama lain.
2) Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang
selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3) Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat,
sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4) Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan.
5) Kerja Keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi
berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan
sebaik-baiknya.
6) Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari
sesuatu yang telah dimiliki.
7) Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.

10

8) Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban
dirinya dan orang lain.
9) Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam
dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10) Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan
bangsa dan negara di atas kepentingan diri sendiri maupun kepentingan
kelompoknya.
11) Cinta Tanah Air
Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian,
dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12) Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu
yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati
keberhasilan orang lain.
13) Bersahabat/ Komunikatif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja
sama dengan orang lain.
14) Cinta Damai
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang
dan aman atas kehadiran dirinya.
15) Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang
memberikan kebajikan bagi dirinya.
16) Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada
lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk
memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17) Peduli Sosial

11

Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan
masyarakat yang membutuhkan.
18) Tanggung Jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya,
yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan
(alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Berdasarkan nilai-nilai yang telah dikemukakan di atas, maka diharapkan
pendidikan dapat mengembangkan nilai-nilai tersebut pada diri siswa sehingga
mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilainilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan
warganegara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif.

III. METODOLOGI PENELITIAN

12

3.1. Jenis Penelitian


Jenis Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan
kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif, sebagaimana yang dikemukakan oleh
Sugiyono (2014:14) dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan
pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel
tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, dan analisis data
bersifat kuantitatif atau statistik.
Menurut Sugiyono (2014:56) penelitian deskriptif yaitu, penelitian yang
dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih
(variabel

yang

berdiri

sendiri)

tanpa

membuat

perbandingan,

atau

menghubungkan dengan variabel yang lain. Penelitian deskriptif dalam penelitian


ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran dan keterangan-keterangan
mengenai nilai-nilai karakter siswa jurusan IPS di SMA Negeri 1 Kayu Agung.
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
3.2.1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran
2014/2015. Penentuan waktu penelitian mengacu pada kalender akademik sekolah
di SMA Negeri 1 Kayu Agung.
3.2.2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Kayu Agung yang beralamat di
Jalan Letnan Muchtar Saleh Nomor 07 Kelurahan Paku Kecamatan Kayu Agung
Kabupaten Ogan Komering Ilir.
3.3. Variabel Penelitian
Variabel adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau
kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2014:61). Dalam
penelitian ini, peneliti memakai satu variabel atau variabel tunggal, yaitu nilainilai karakter sebagai variabel mandiri atau variabel yang berdiri sendiri.
3.4. Populasi dan Sampel Penelitian

13

3.4.1. Populasi
Populasi adalah himpunan yang lengkap dari satuan-satuan atau individuindividu yang karakteristiknya ingin kita ketahui (Anggoro, 2011:4.2). Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa jurusan IPS di SMA Negeri 1 Kayu
Agung, yang berjumlah 262 siswa, yang dapat dikelompokkan berdasarkan
jenjang kelas, yaitu kelas X berjumlah 101 siswa, kelas XI berjumlah 86 siswa,
dan kelas XII berjumlah 75 siswa.
3.4.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2014:118). Jenis pengambilan sampel pada
penelitian ini adalah probability sampling. Sampel yang akan digunakan dalam
penelitian ini sasarannya adalah siswa jurusan IPS kelas X, kelas XI, dan kelas
XII dimana ukuran sampelnya yaitu 149 siswa dari keseluruhan siswa jurusan IPS
yang ada di SMA Negeri 1 Kayu Agung tahun pelajaran 2014/2015.
Agar sampel yang diambil dalam penelitian ini dapat mewakili populasi,
jumlah sampel dapat ditentukan dengan menggunakan teknik proportionate
stratified random sampling, sebagai berikut:
Kelas X

101
262

x 149 = 57,44 = 57

Kelas XI

86
262

x 149 = 48,91 = 49

Kelas XII

75
262

x 149 = 42,65 = 43

Jadi, total sampel dalam penelitian ini adalah 149 siswa.


3.5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara yang dipakai untuk
mengumpulkan data dengan metode-metode tertentu. Dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan metode kuesioner, dan didukung metode wawancara dan
dokumentasi. Instrumen berupa kuesioner ini digunakan untuk mengetahui nilainilai karakter siswa jurusan IPS di SMA Negeri 1 Kayu Agung.

14

3.5.1. Kuesioner
Sugiyono

(2014:199)

menyatakan

kuesioner

merupakan

teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan memberi seperangkat pertanyaan atau


pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner cocok
digunakan untuk penelitian dengan responden berjumlah besar. Penelitian ini
menggunakan kuesioner tertutup dengan bentuk check list. Pernyataan dalam
kuesioner tertutup sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal
memilih pilihan jawaban. Bentuk kuesioner check list ini merupakan sebuah daftar
pernyataan, dimana responden tinggal membubuhkan tanda check () pada kolom
yang sesuai menurut responden. Dalam kuesioner ini responden memberikan
jawaban mengenai dirinya sendiri. Metode kuesioner dalam penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai karakter yang dimiliki oleh siswa jurusan
IPS di SMA Negeri 1 Kayu Agung.
Tabel 1.
Kisi-kisi Instrumen Kuesioner
Variabel Penelitian
Indikator
1. Religius
2. Jujur
3. Toleransi
4. Disiplin
5. Kerja Keras
6. Kreatif
7. Mandiri
8. Demokratis
9. Rasa Ingin Tahu
Nilai-nilai karakter
10. Semangat Kebangsaan
11. Cinta Tanah Air
12. Menghargai Prestasi
13. Bersahabat/ Komunikatif
14. Cinta Damai
15. Gemar Membaca
16. Peduli Lingkungan
17. Peduli Sosial
18. Tanggung Jawab

3.5.2. Wawancara

15

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti


ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus
diteliti (Sugiyono, 2014:194). Percakapan wawancara dilakukan oleh dua pihak
yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang
memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Metode ini membuat peneliti dapat
langsung mengetahui reaksi responden. Peneliti dapat mengetahui secara
mendalam mengenai partisipan dalam menginterpretasikan masalah yang diteliti
dimana hal tersebut tidak dapat ditemukan melalui pemberian kuesioner.
Wawancara dalam penelitian ini bersifat tidak terstruktur atau terbuka, di
mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara
sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang
digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.
Responden dalam wawancara ini adalah siswa jurusan IPS di SMA Negeri
1 Kayu Agung yang menjadi sampel penelitian. Wawancara pada siswa bertujuan
untuk mengumpulkan informasi atau data mengenai nilai-nilai karakter siswa, di
mana data ini akan mendukung data yang ditemukan dari hasil pemberian
kuesioner.
3.5.3. Dokumentasi
Untuk melengkapi data yang diperoleh, dilakukan pengumpulan data
dengan metode dokumentasi. Sugiyono (2014:329) menyatakan dokumen
merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen yang dikumpulkan
berupa daftar siswa jurusan IPS di SMA Negeri 1 Kayu Agung yang diperoleh
dari pihak sekolah. Kemudian laporan hasil penilaian sikap yang dilakukan oleh
guru di dalam kelas yang tercermin dalam nilai rapot siswa. Selain itu,
dokumentasi juga digunakan sebagai rekap seluruh kegiatan penelitian baik
berupa foto kegiatan penelitian, data hasil kuesioner responden, hasil wawancara,
dan data dokumen dari objek penelitian yang ada kaitannya dengan penelitian
yang dilakukan.
3.5.4. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan
atau kesahihan sesuatu instrumen (Arikunto, 2013:211). Instrumen yang valid

16

berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data itu valid. Valid berarti
instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.
Pengujian untuk membuktikan valid atau tidaknya item-item kuesioner
dapat dilakukan dengan melihat angka koefisien korelasi Pearson Product
Moment. Besaran nilai koefisien korelasi Peardon product Moment dapat
diperoleh dengan rumus seperti di bawah ini:
N XY ( X )( Y )
rx y
N X 2 ( X 2 ) N Y 2 ( Y 2 )

(Noor, 2014:169)
Dimana :

rx y
= koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
X = skor yang diperoleh subjek dari seluruh item
Y = skor total yang diperoleh dari seluruh item

= jumlah skor dalam distribusi Y

X
Y

= jumlah skor dalam distribusi X

= jumlah kuadrat dalam skor distribusi X

= jumlah kuadrat dalam skor distribusi Y

N = Banyaknya responden
3.5.5. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah kemantapan suatu alat ukur untuk menunjukkan sejauh
mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran dilakukan
secara berulang kali (Anggoro, 2011:5.31). Instrumen yang reliabel berarti
instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama,
akan menghasilkan data yang sama.
Teknik uji reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
Spearman-Brown atau teknik belah dua. Untuk mencari besaran angka reliabilitas

17

dengan menggunakan teknik Spearman-Brown dapat digunakan suatu rumus


sebagai berikut:
2 r1 / 21/ 2
r11
(1 r1 / 21/ 2 )
(Arikunto, 2013:223)
Dimana :
r 11 = reabilitas instrument

rxy

r1/ 21/ 2
=

yang disebutkan sebagai indeks korelasi antara dua belahan instrumen.

3.6. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis statistik deskriptif yaitu dengan menggunakan statistik nonparametris, hal
ini merujuk kepada pendapat Sugiyono (2014:211) yang menyatakan bahwa
statistik nonparametris digunakan untuk menganalisa data yang berbentuk ordinal
dan nominal.
Prosedur analisis data secara statistik yang akan digunakan adalah analisis
parsial. Analisis ini dimaksudkan untuk menghitung masing-masing komponen
secara terpisah. Untuk lebih rincinya prosedur analisis statistik tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Memeriksa jawaban angket dan menghitung jumlah skornya. Cara pemberian
skor pada butir-butir pernyataan dalam instrumen nilai-nilai karakter siswa
bergerak dari 1 sampai 5. Untuk butir pernyataan yang positif jawaban SS
diberi skor 5, S diberi skor 4, N diberi skor 3, TS diberi skor 2, dan STS
diberi skor 1. Sedangkan untuk butir pernyataan yang negatif jawaban SS
diberi skor 1, S diberi skor 2, N diberi skor 3, TS diberi skor 4, dan STS
diberi skor 5.
2. Menghitung rata-rata per item soal perindikator sesuai dengan perolehan data
hasil jawaban responden.
3. Menghitung rata-rata skor perindikator dengan menjumlahkan rata-rata per
item soal dan membaginya dengan jumlah item perindikator.

18

4. Menginterpretasikan tinggi rendahnya rata-rata tiap item soal dan tiap


indikator ke dalam kategorisasi lima skala normal menurut penghitungan
Azwar (2010:108), sebagai berikut:
Tabel 2.
Skala Normal
No.
1
2
3
4
5

1 <X<
2 <X<
2,7 < X <
3,3 < X <
4 <X<

Rentang
2
2,7
3,3
4
5

Interpretasi
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi

DAFTAR PUSTAKA
Anggoro, Muhammad Toha. 2011. Metode Penelitian. Jakarta: Universitas
Terbuka.

19

Arikunto, Suharsimi. 2013. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2. Jakarta:


Bumi Aksara.
Azwar, Saefudin. 2010. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Byrne, Rhonda. 2007. The Secret. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Depdikbud. 2014. Pedoman Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah
Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Dirjen Dikdasmen,
Depdikbud.
Depdiknas. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: B.P. Dharma Bhakti.
Gunawan, Adi W. 2005. Hypnosis The Art of Subconscious Communication.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Gunawan, Adi W. dan Ariesandi Setyono. 2006. Manage Your Mind for Success.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Istiqomah, F. 2013. Studi tentang Penanganan Siswa Membolos di SMA Negeri
Magetan. Jurnal BK UNESA, Vol. 03 No. 01.
Kautsar, I. 2009. Program Bimbingan Belajar untuk Mengatasi Masalah
Mencontek Siswa SMP. Skripsi. Bandung: FIP Universitas Pendidikan
Indonesia.
Kemendiknas. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa.
Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan
Pengembangan Pusat Kurikulum.
Matta, Muhammad A. 2006. Membentuk Karakter Cara Islam. Jakarta: AlItishom.
Muchlas Samani & Hariyanto. 2013. Konsep dan Model Pendidikan Karakter.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Murphy, Joseph. 2002. Rahasia Kekuatan Pikiran Bawah Sadar. Jakarta:
Spektrum.
Noor, Juliansyah. 2014. Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, & Karya
Ilmiah. Jakarta: Kencana.

20

Qodar, Nafiysul. 2015. Survei ICRW: 84% Anak Indonesia Alami Kekerasan di
Sekolah.

http://news.liputan6.com/read/2191106/survei-icrw-84-anak-

indonesia-alami-kekerasan-di-sekolah. Diakses pada 15 Maret 2015.


Setyawan, Davit. 2014. KPAI: Kasus Bullying dan Pendidikan Karakter.
http://www.kpai.go.id/berita/kpai-kasus-bullying-dan-pendidikan-karakter.
Diakses pada 15 Maret 2015.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Universitas Sriwijaya. 2014. Buku Pedoman Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sriwijaya. Inderalaya: Percetakan dan Penerbit
Universitas Sriwijaya.
Wiyani, Novan A. 2012. Manajemen Pendidikan Karakter: Konsep dan
Implementasinya di Sekolah. Yogyakarta: Pedagogia.
Zubaedi. 2013. Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam
Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Anda mungkin juga menyukai