Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
Pneumonia adalah penyakit infeksi saluran pernapasan akut yang mengenai jaringan
paru (alveoli). Penyakit ini ditandai dengan adanya batuk dan atau kesukaran bernapas yang
disertai pula napas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Pneumonia yang
terjadi sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus atau bakteri) dan sebagian
kecil disebabkan oleh faktor lain, seperti: kondisi lingkungan, sosial, ekonomi, adat istiadat,
malnutrisi, dan imunisasi.
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang
kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Kasus infeksi
saluran napas bawah (sebagian besar pneumonia) menyebabkan kematian sekitar 4 juta anak
pertahun, kira-kira 1/3 dari seluruh kematian anak di negara berkembang. Kejadian
pneumonia pada balita yang tinggi dapat dilihat dari data world health report tahun 2005,
yang menggambarkan bahwa penyebab kematian bayi dan balita di dunia 19% adalah ISPA
dan sebagian besar akibat dari pneumonia. Sedangkan di Indonesia berdasarkan data SKN
tahun 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita disebabkan oleh penyakit sistem
pernafasan terutama pneumonia.
Berdasarkan umur para penderita, pneumonia diklasifikasikan menjadi 2, yaitu
pneumonia untuk kelompok umur <2 bulan dan kelompok umur 2 bulan - <5 tahun. Hal
tersebut dilakukan untuk memudahkan dalam penanganan kasus yang terjadi. Sedangkan
berdasarkan tempat terjadinya infeksi, pneumonia dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu:
pneumonia masyarakat (community-acquired pneumonia) dan pneumonia RS atau pneumonia
nosokomial (hospital-acquired pneumonia).
Pasien pneumonia mempunyai indikasi untuk perawatan di rumah sakit. Sesak yang
terjadi harus ditangani dengan segera. Pneumonia pada bayi di bawah 2 bulan biasanya
menunjukkan gejala yang cukup berat. Tata laksana pasien meliputi terapi suportif dan terapi
etiologik. Terapi suportif berupa pemberian makanan atau cairan sesuai kebutuhan serta
koreksi asam basa dan elektrolit sesuai kebutuhan. Terapi oksigen diberikan secara rutin. Jika
penyakitnya berat dan sarana tersedia, alat bantu napas mungkin diperlukan terutama dalam
24 48 jam pertama. Bagian yang sangat penting dari tatalaksana pneumonia adalah
pemberian antibiotik.
BAB II
BORANG PORTOFOLIO
1

Nama peserta

: dr. Arganita Kusuma Dewi

Nama wahana

: RSAL Marinir Cilandak

Topik

: Bronkopneumonia

Tanggal kunjungan: 19 Agustus 2016


Nama pasien

: An. R, Lk, 7 bulan

Tanggal presentasi :

No RM

: 37 27 49

Nama pendamping : dr. Arif Eko Wibowo

Tempat presentasi : RSAL Marinir Cilandak


Objektif presentasi
Keilmuan

Keterampilan

Penyegaran

Tinjauan pustaka

Diagnostik

Manajemen

Masalah

Istimewa

Neonatus

Bayi

Anak

Remaja

Dewasa

Lansia

Deskripsi :
Pasien datang ke IGD RSMC dengan keluhan sesak napas sejak 5 menit. Pasien
rencana kontrol ke fisioterapi, namun saat sedang antri pasien tiba tiba sesak napas.
Selama 1 minggu pasien mengalami batuk dan pilek, keluhan semakin parah 3 hari
terakhir. Pasien juga mengalami demam sejak 1 hari yang lalu.
Kesadaran compos mentis, keadaan umum tampak sakit sedang. Nadi 147 x/menit,
pernapasan 55 x/menit, suhu 37.6 C. Pemeriksaan fisik napas cuping hidung (+), paru
retraksi intercostal (+), vesikuler +/+, ronkhi +/+, wheezing -/-. Pemeriksaan fisik lainnya
dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang laboratorium leukosit meningkat (10.200 ul),
trombosit meningkat (551.000 ul). Hasil rontgen thorax gambaran bronkopneumonia
kanan dan bayangan opak di paratrakea sampai suprahiler kiri (thymus). Penatalaksanaan
dilakukan pemberian nebulisasi Ventolin 1 cc + NaCl 2 cc dan konsul spesialis anak.
Tujuan : Melakukan diagnosis dan tatalaksana kasus Bronkopneumonia

Bahan bahasan
Tinjauan pustaka

Riset

Kasus

Audit

Diskusi

Email Pos

Cara membahas
Presentasi & diskusi
Data utama untuk bahan diskusi
Subjektif
1. Diagnosis/ Gambaran klinis
2

Pasien datang ke IGD RSMC dengan keluhan sesak napas sejak 5 menit. Pasien
rencana kontrol ke fisioterapi, namun saat sedang antri pasien tiba tiba sesak napas.
Pasien mengalami sesak napas sejak 1 hari yang lalu, lalu membaik. Sesak napas tidak
dipengaruhi posisi tidur, pasien tidak cepat lelah saat menetek atau minum susu botol.
Selama 1 minggu pasien mengalami batuk dan pilek, keluhan semakin parah 3 hari
terakhir. 1 hari sebelumnya pasien sudah berobat ke poli anak dan mendapat obat
antibiotik sirup dan puyer batuk pilek, pasien dianjurkan untuk dirawat bila keluhan tidak
membaik. Pasien juga mengalami demam 1 hari yang lalu, oleh orang tua pasien telah
diberi obat paracetamol sirup, demam turun setelah diberi paracetamol. Selama 3 hari
terakhir makan pasien berkurang, namun pasien masih mau meminum ASI. Tidak ada
keluhan muntah atau tersedak. BAK dan BAB masih dalam batas normal. Keluhan biru
pada daerah bibir dan ujung jari tidak ada.
2. Riwayat pengobatan
Saat usia 2 bulan pasien juga mengalami keluhan sesak napas dan sempat dirawat di
RSMC. Saat usia 5 dan 6 bulan keluhan kembali kambuh namun hanya rawat jalan.
3. Riwayat kesehatan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengalami sesak napas 5 menit.
Pasien mengalami batuk pilek selama 1 minggu dan keluhan makin bertambah berat 3
hari terakhir.
Pasien mengalami demam 1 hari yang lalu.
Selama 3 hari terakhir makan pasien berkurang, namun pasien masih mau meminum
ASI.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sesak napas sebelumnya saat pasien berusia 2, 5, dan 6 bulan dengan
diagnosis bronkopneumonia. Tidak ada riwayat trauma, riwayat kejang sebelumnya.
Riwayat Atopi
Alergi makanan dan alergi obat disangkal.
4. Riwayat keluarga
Ibu pasien memiliki riwayat asma. Riwayat Diabetes Melitus, Hipertensi pada keluarga
disangkal. Ayah pasien perokok.
3

5. Riwayat kehamilan, persalinan dan tumbuh kembang


Selama kehamilan ibu pasien tidak memiliki hipertensi, diabetes, infeksi seperti
TORCH maupun penyulit lainnya. Saat hamil ibu pasien rutin kontrol di bidan. Ibu
pasien hanya mengkonsumsi obat obatan dan vitamin yang diberikan oleh bidan.
Konsumsi alkohol dan merokok disangkal.
Pasien lahir spontan, cukup bulan, dengan presentasi bokong di bidan, langsung
menangis, kuning dan biru saat lahir (-), BBL 3000 gram, PB 49 cm.
Pasien adalah anak ke 2 dari 2 bersaudara. Kakak pasien tidak mempunyai keluhan
yang sama seperti pasien, riwayat kehamilan kakak pasien tidak mengalami masalah.
ASI eksklusif (+) sampai usia 6 bulan.
Riwayat imunisasi : DTP 3 dan Polio 4 belum dilakukan
6. Riwayat sosial
Ayah pasien bekerja sebagai karyawan swasta sedangkan ibu pasien adalah ibu rumah
tangga. Pasien berobat dengan menggunakan pembayaran secara pribadi. Pasien tinggal
bersama kedua orang tua dan kakaknya.
Objektif
7. Pemeriksaan Fisik
Antropometrik
Berat Badan

: 8,6 kg

Panjang Badan : 73 cm
BMI

: 16.1 kg/cm2

Lingkar Kepala : 45 cm
Status Gizi (Berdasarkan WHO)
BB terhadap Umur

: z score 0 s/d 2

TB terhadap Umur

: z score 0 s/d 2

BB terhadap TB

: z score 0 s/d -1

BMI terhadap Umur

: z score 0 s/d -1

Kesan status gizi

: baik

Kesadaran
Keadaan umum
Tekanan Darah
Nadi
Respirasi
Suhu

:
:
:
:
:
:

Compos Mentis
Tampak sakit sedang
147 x/menit
55 x/menit
37.6C (per axilla)
4

Kepala

: bentuk kepala bulat, simetris, ubun ubun besar sudah


menutup,rambut hitam, lurus, tidak mudah dicabut, distribusi

Mata

merata
: konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, reflex cahaya langsung

Telinga
Hidung
Mulut

+/+, reflex cahaya tidak langsung +/+, pupil isokor 3mm/3mm


: bentuk normal, simetris, liang lapang, serumen tidak ada.
: bentuk normal, septum tidak deviasi, napas cuping hidung (+)
: bibir tidak kering, sianosis tidak ada, faring tidak hiperemis,

Leher

tonsil T1-T1
: bentuk simetris, trakea berada di tengah, kelenjar getah bening
tidak membesar

Thoraks
Paru
Inspeksi

: pergerakan dada simetris, retraksi intercostal (+)

Palpasi

: fremitus vokal simetris

Perkusi

: sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi

: vesikuler +/+, ronkhi +/+, wheezing -/-

Jantung
Inspeksi

: pulsasi ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: ictus cordis teraba

Perkusi

: jantung dalam batas normal

Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi

: bunyi jantung I-II reguler, gallop (-), murmur (-)


: perut datar, tidak ada lesi, tidak terlihat penonjolan massa
: bising usus (+) normal
: supel, tidak terdapat pembesaran hepar dan limpa

: timpani
Perkusi
Ekstremitas
: akral hangat, sianosis tidak ada, CRT < 2 detik
7. Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin :
-

Hb

: 10.3 g/dL

Ht

Leukosit

: 10.2 rb/ul

Trombosit

: 551 rb/ul

: 30 %

Rontgen Thorax

Gambar 1. Rontgen Thorax PA


Kesan :
-

Gambaran bronkopneumonia kanan

- Bayangan opak di paratrakea sampai suprahiler kiri (thymus)


Assessment
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang. Pada pasien ini di diagnosis dengan
Bronkopneumonia.
Planning
1. Tatalaksana Awal :
- Nebulisasi (Ventolin 1 cc + NaCl 2 cc)
2. Rencana Terapi :
Konsul DPJP (Sp.A) :
- Obat kemarin stop
- IVFD KAEN 1B 10 tpm
- O2 0,5 liter/menit
- Inj. Gentamicin 2 x 20 mg (skin test) dalam NaCl 0,9% 10 ml dengan syringe
-

pump
Inj. Ranitidin 2 x 10 mg IV (ekstra) 1 hari saja
Inj. Deksametason 2 x 2 mg (ekstra) 1 hari saja
Puyer ventolin 0,35 mg + epexol 4 mg (3 bungkus : 3x1)
Sanmol drop 3 x 1 ml (k/p)
Inhalasi 3x/hari (ventolin 1cc + NaCl 2 cc + Pulmicort 1/3 ampul)
Suction 2x/hari
Rontgen thorax
Minum perlahan
6

3. Rencana Edukasi :
Memberikan penjelasan kepada orang tua pasien tentang penyakit, terapi, dan
tindakan yang diberikan.
4. Rencana Konsultasi :
Konsul dilakukan dengan spesialis anak.
Hasil pembelajaran
1. Mengenali manaifestasi klinis yang timbul pada bronkopneumonia.
2. Mendiagnosis bronkopneumonia.
3. Menentukan faktor resiko dan etiologi yang dapat menyebabkan bronkopneumonia.
4. Menentukan pemeriksaan dan rencana penatalaksaan yang tepat.

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO


Subjektif
Keluhan Utama
: sesak napas sejak 5 menit sebelum masuk RS
Riwayat Penyakit Sekarang : (alloanamnesa)
Pasien rencana kontrol ke fisioterapi, namun saat sedang antri pasien tiba tiba sesak
napas. Pasien mengalami sesak napas sejak 1 hari yang lalu, lalu membaik. Sesak napas tidak
dipengaruhi posisi tidur, pasien tidak cepat lelah saat menetek atau minum susu botol. Selama
1 minggu pasien mengalami batuk dan pilek, keluhan semakin parah 3 hari terakhir. 1 hari
sebelumnya pasien sudah berobat ke poli anak dan mendapat obat antibiotik sirup dan puyer
batuk pilek, pasien dianjurkan untuk dirawat bila keluhan tidak membaik. Pasien juga
mengalami demam 1 hari yang lalu, oleh orang tua pasien telah diberi obat paracetamol sirup,
demam turun setelah diberi paracetamol. Selama 3 hari terakhir makan pasien berkurang,
namun pasien masih mau meminum ASI. Tidak ada keluhan muntah atau tersedak. BAK dan
BAB masih dalam batas normal. Keluhan biru pada daerah bibir dan ujung jari tidak ada.
Saat usia 2 bulan pasien juga mengalami keluhan sesak napas dan sempat dirawat di
RSMC. Saat usia 5 dan 6 bulan keluhan kembali kambuh namun hanya rawat jalan.
Objektif
Pemeriksaan fisik :
Kesadaran
: Compos Mentis
Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
Tekanan Darah
:Nadi
: 147 x/menit
Respirasi
: 55 x/menit
Suhu
: 37.6 C
Kepala
: tidak ada kelainan
Mata
: tidak ada kelainan
Telinga
: tidak ada kelainan
Hidung
: napas cuping hidung (+)
Mulut
: tidak ada kelainan
Leher
: tidak ada kelainan
Paru

: retraksi intercostal (+), vesikuler +/+, ronkhi +/+, wheezing -/-

Jantung
Abdomen
Ekstremitas

: tidak ada kelainan


: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan

Pemeriksaan penunjang :
Darah Rutin :

Hb

: 10.3 g/dL
8

Ht

: 30 %

Leukosit

: 10.200 rb/ul

Trombosit

: 551.000 rb/ul

Rontgen Thorax
Kesan :
- Gambaran bronkopneumonia kanan
- Bayangan opak di paratrakea sampai suprahiler kiri (thymus)
Assessment : Bronkopneumonia
Planning
Tatalaksana Awal :
- Nebulisasi (Ventolin 1 cc + NaCl 2 cc)
Rencana Terapi :
Konsul DPJP (Sp.A) :
- Obat kemarin stop
- IVFD KAEN 1B 10 tpm
- O2 0,5 liter/menit
- Inj. Gentamicin 2 x 20 mg (skin test) dalam NaCl 0,9% 10 ml dengan syringe pump
- Inj. Ranitidin 2 x 10 mg IV (ekstra) 1 hari saja
- Inj. Deksametason 2 x 2 mg (ekstra) 1 hari saja
- Puyer ventolin 0,35 mg + epexol 4 mg (3 bungkus : 3x1)
- Sanmol drop 3 x 1 ml (k/p)
- Inhalasi 3x/hari (ventolin 1cc + NaCl 2 cc + Pulmicort 1/3 ampul)
- Suction 2x/hari
- Rontgen thorax
- Minum perlahan
Rencana Edukasi :
Memberikan penjelasan kepada orang tua pasien tentang penyakit, terapi, dan tindakan
yang diberikan.
Rencana Konsultasi :
Konsul dilakukan dengan spesialis anak.

BAB III
PEMBAHASAN DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA BRONKOPNEUMONIA
Berdasarkan anamnesis didapatkan pasien bayi laki laki umur 7 bulan dengan
keluhan sesak napas sejak 5 menit. Pasien rencana kontrol ke fisioterapi, namun saat
sedang antri pasien tiba tiba sesak napas. Selama 1 minggu pasien mengalami batuk dan
pilek, keluhan semakin parah 3 hari terakhir. Pasien juga mengalami demam sejak 1 hari yang
lalu. Pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, keadaan umum tampak sakit
sedang. Nadi 147 x/menit, pernapasan 55 x/menit, suhu 37.6 C. Napas cuping hidung (+),
paru retraksi intercostal (+), vesikuler +/+, ronkhi +/+, wheezing -/-. Pemeriksaan fisik
lainnya dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang laboratorium leukosit meningkat
(10.200 ul), trombosit meningkat (551.000 ul). Hasil rontgen thorax gambaran
bronkopneumonia kanan dan bayangan opak di paratrakea sampai suprahiler kiri (thymus).
Penatalaksanaan awal berupa pemberian nebulisasi Ventolin 1 cc + NaCl 2 cc. Pasien
kemudian didiagnosis dengan bronkopnemonia, dikonsulkan ke spesialis anak dan dirawat di
RS Marinir Cilandak.
A. DIAGNOSIS
Anamnesa
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak sejak 5 menit. Sesak napas
merupakan tanda awal gagal napas. Penyebab sesak napas sangat bervariasi, bisa karena
proses infeksi saluran napas, tersedak benda asing, dan kelainan jantung. Dari anamnesa
didapatkan 1 minggu terakhir pasien mengalami batuk pilek yang bertambah berat sejak
3 hari terakhir disertai adanya demam. Hal ini bisa disebabkan oleh infeksi respiratorik
bawah yaitu bronkopneumonia dan bronkiolitis. Maka penyebab sesak napas karena
etiologi infeksi belum dapat disingkirkan. Dari anamnesa tidak didapatkan adanya
riwayat tersedak, maka sesak napas karena etiologi tersedak benda asing dapat
disingkirkan. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit jantung bawaan, pasien juga tidak
cepat lelah saat menetek atau minum susu hal ini biasanya terjadi pada kelainan jantung,
namun etiologi sesak napas karena kelainan jantung belum dapat disingkirkan karena
dibutuhkan pemeriksaan fisik dan penunjang lainnya.
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, keadaan umum
tampak sakit sedang. Nadi 147 x/menit, pernapasan 55 x/menit, suhu 37.6 C. Terdapat
10

peningkatan frekuensi napas pada pasien yaitu 55x/menit. Frekuensi napas meningkat
bila :1,2

>50 x/menit untuk anak usia 2 bulan1 tahun

>40 x/menit untuk anak >15 tahun

Serta terdapat peningkatan suhu yaitu > 37.5 C. Pemeriksaan fisik lainnya terdapat
napas cuping hidung (+), paru retraksi intercostal (+), vesikuler +/+, ronkhi +/+,
wheezing -/-. Pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang
laboratorium leukosit meningkat (10.200 ul), trombosit meningkat (551.000 ul). Hasil
rontgen thorax gambaran bronkopneumonia kanan dan bayangan opak di paratrakea
sampai suprahiler kiri (thymus).
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang maka etiologi sesak napas
karena infeksi respiratorik bawah yaitu bronkopneumonia dapat ditegakkan. Diagnosis
bronkopneumonia yang terbaik adalah berdasarkan etiologi yaitu dengan pemeriksaan
mikrobiologi dan/atau serologis. Namun pemeriksaan ini banyak sekali kendalanya
karena memerlukan laboratorium penunjang yang memadai. Bahkan dalam penelitianpun
kuman penyebab spesifik hanya dapat diidentifikasi pada kurang dari 50% kasus. Oleh
karena itu, bronkopneumonia pada anak umumnya didiagnosis berdasarkan gambaran
klinis yang menunjukkan keterlibatan sistem respiratori, serta gambaran radiologis.
Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu
gejala respiratori sebagai berikut : takipnea, batuk, napas cuping hidung, retraksi, ronki,
dan suara napas melemah.2,3 Pada pasien ini didapatkan adanya demam, takipnea, batuk,
napas cuping hidung, retraksi dan ronki. Serta didukung dari pemeriksaan rontgen
thoraks terdapat gambaran bronkopneumonia kanan.
Pada bronkiolitis sekitar 95% dari kasus kasus tersebut secara serologis terbukti
disebabkan oleh invasi RSV, belum ada bukti kuat bahwa bronkiolitis disebabkan oleh
bakteri. Infeksi virus pada epitel bersilia bronkiolus menyebabka respons inflamasi akut
yang salah satunya ditandai oleh obstruksi saluran respiratori bawah, sehingga pada
pemeriksaan fisik paru akan didapatkan gejala ekspirasi memanjang hingga wheezing. 1,2,3
Pada pasien ini tidak ditemukan adanya wheezing. Pada pemeriksaan laboratorium darah
rutin kurang bermakna karena jumlah leukosit biasanya normal, hal ini disebabkan
karena etiologi bronkiolitis adalah virus. Namun pada pemeriksaan lab pasien didapatkan
peningkatan leukosit yang biasanya disebabkan oleh bakteri. Pada pemeriksaan rontgen
thoraks didapatkan gambaran hiperinflasi dan infiltrat (patchy infiltrates). Pada pasien
11

didapatkan gambaran bronkopneumonia. Maka berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan


penunjang bronkiolitis dapat disingkirkan.
Dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang tidak terdapat kelainan
jantung maka etiologi sesak napas karena kelainan jantung bawaan dapat disingkirkan.
B. PENATALAKSANAAN
Tata laksana pasien meliputi terapi suportif dan terapi etiologik. Terapi suportif
berupa pemberian makanan atau cairan sesuai kebutuhan serta koreksi asam-basa dan
elektrolit sesuai kebutuhan. Terapi oksigen diberikan secara rutin. Jika penyakitnya berat
dan sarana tersedia, alat bantu napas mungkin diperlukan terutama dalam 24-48 jam
pertama. Bagian yang sangat penting dari tata laksana pneumonia adalah pemberian
antibiotik. Idealnya tata laksana pneumonia sesuai dengan kuman penyebabnya. Namun
karena berbagai kendala diagnostik etiologi, untuk semua pasien pneumonia diberikan
antibiotik secara empiris. Pneumonia viral seharusnya tidak diberikan antibiotik, namun
pasien dapat diberi antibiotik apabila terdapat kesulitan membedakan infeksi virus
dengan bakteri, di samping kemungkinan infeksi bakteri sekunder tidak dapat
disingkirkan. Pilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan antibiotik golongan
beta-laktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap betalaktam dan kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik lain seperti gentamisin, amikasin,
atau sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan.1,2,3
Tatalaksana awal pasien ini diberikan nebulisasi (Ventolin 1 cc + NaCl 2 cc)
untuk mengatasi sesaknya, kemudian dikonsultasikan ke dokter spesialis anak, diberikan
terapi IVFD KAEN 1B 10 tpm, O 2 0,5 liter/menit, inj. Gentamicin 2 x 20 mg (skin test)
dalam NaCl 0,9% 10 ml dengan syringe pump, inj. Ranitidin 2 x 10 mg IV (ekstra) 1 hari
saja, inj. Deksametason 2 x 2 mg (ekstra) 1 hari saja, puyer ventolin 0,35 mg + epexol 4
mg (3 bungkus : 3x1), sanmol drop 3 x 1 ml (k/p), inhalasi 3x/hari (ventolin 1cc + NaCl
2 cc + Pulmicort 1/3 ampul), suction 2x/hari.

C. BRONKOPNEUMONIA
Definisi
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru yang meliputi
alveolus dan jaringan interstitial. Pneumonia adalah sindrom klinis, sehingga
didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, dan perjalanan penyakitnya. Salah satu
12

definisi klinis klasik menyatakan pneumonia adalah penyakit respiratorik yang ditandai
dengan batuk, sesak napas, demam, ronki basah, dengan gambaran infiltrat pada foto
rontgen toraks.1,2
Etiologi
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan
sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dan lain-lain). Penyebab
tersering adalah bakteri, namun seringkali diawali oleh infeksi virus yang kemudian
mengalami komplikasi infeksi bakteri. Pola kuman penyebab pneumonia biasanya
berbeda sesuai dengan distribusi umur pasien. Secara umum bakteri yang paling berperan
penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae, haemophilus influenzae,
Staphylococcus aureus, streptokokus grup B, serta kuman atipik klamidia dan
mikoplasma.2,3,4

13

Tabel 1. Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang bersumber dari data di
negara maju3
Faktor Resiko
Beberapa keadaan seperti gangguan nutrisi (malnutrisi), usia
muda, kelengkapan imunisasi, kepadatan hunian, defisiensi vitamin A,
defisiensi Zinc (Zn), dan faktor lingkungan (polusi udara) merupakan
faktor risiko untuk IRBA. Pada keadaan malnutrisi selain terjadinya
penurunan imunitas seluler, defisiensi Zn merupakan hal utama
sebagai faktor risiko pneumonia. Penelitian meta-analisis menunjukkan
bahwa pemberian vitamin A pada anak dapat menurunkan risiko
kematian karena pneumonia. Kejadian IRBA meningkat pada anak
dengan riwayat merokok atau perokok pasif.2

14

Tabel 2. Faktor Resiko Pneumonia4


Patogenesis
Sebagian besar pneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi kuman atau
penyebaran langsung kuman dari saluran respiratorik atas. Hanya sebagian kecil
merupakan akibat sekunder dari viremia / bakteremia atau penyebaran dari infeksi
intraabdomen. Dalam keadaan normal saluran respiratorik bawah mulai darisublaring
hingga unit terminal dalam keadaan steril. Paru terlindung dari infeksi dengan beberapa
mekanisme :
-

filtrasi partikel di hidung

pencegahan aspirasi dengan refleks epiglotis

ekspulsi benda asing melalui refleks batuk

pembersihan ke arah kranial oleh selimut mukosilier

fagositosis kuman oleh makrofag alveolar

netralisasi kuman oleh substansi imun lokal

drainase melalui sistem limfatik

Pneumonia terjadi jika satu atau lebih mekanisme di atas mengalami gangguan.
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui
saluran respiratori. Mula mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah
proliferasi dan penyebaran kuman dan jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena
konsolidasi, yaitu serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya
kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi
fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosist PMN di alveoli dan terjadi proses
15

fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya,
jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan megalami degenerasi, fibrin menipis,
kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistim
bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal. Antibiotik yang
diberikan sedini mungkin dapat memotong perjalanan penyakit, sehingga stadium khas
yang telah diuraikan sebelumnya tidak terjadi.2,3
Anamnesis
Gambran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya
infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut.3
a. Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu
makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare; kadang-kadang
ditemukan gejala infeksi ekstrapulomoner.
b. Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas
cuping hidung, air hunger, merintih dan sianosis.
Pemeriksaan Fisik
Penilaian keadaan umum anak, frekuensi napas, dan nadi harus dilakukan saat awal
-

pemeriksaan sebelum pemeriksaan lain yang dapat menyebabkan anak gelisah.


Penilaian keadaan umum antara lain meliputi kesadaran adan kemampuan
makan/minum.
Dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara napas melemah dan ronki.
Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda pneumonia lebih beragam
dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak
ditemukan kelainan.1,3

Pemeriksaan Penunjang
a. Darah Perifer Lengkap
Pada pneumoia virus dan juga mikoplasma umumnya ditemukan leukosit
dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada pneumonia bakteri
didapatkan leukositosis (15.000 40.000/mm3). Dengan prdominan PMN.
Leukopenia (< 5000/mm3) menunjukkan prognosis yang buruk. Pada infeksi
Chlamydia kadang kadang ditemukan eosinofilia. Pada efusi pleura didapatkan sel
PMN pada cairan eksudat berkisar 300-100.000/mm 3, protein > 2,5 g/dl, dan glukosa
relatigf lebih rendah daripada glukosa darah. Kadang kadang terdapat anemia ringan
16

dan LED yang meningkat. Secara umum hasil pemeriksaan darah perifer lengkap
tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan bakteri secara pasti.3
b. C- Reaktif Protein ( CRP )
CRP adalah suatu protein fase akut yang disisntesis oleh hepatosit. Sebagai
respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh
sitokin, terutama IL-6, IL-1 da TNF. Meskipun fungsi pastinya belum diketahui, CRP
sangat mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel rusak. Secara
klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi
dan noninfeksi, infeki virus dan bakteri, atau infeksi superfisialis atau profunda.
Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus atau infeksi superfisialis daripada
profunda.3
c. Uji Serologis
Uji serologik untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Secara umum, uji serologis tidak
terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri tipik, namun bakteri atipik
seperti Mycoplasma dan chlamydia serta beberapa virus tampak peningkatan anibodi
IgM dan IgG.3
d. Pemeriksaan mikrobiologis
Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat diambil dari usap
tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, punksi pleura atau aspirasi paru.
Diagnosis dikatakan definitif apabila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, atau
aspirasi paru. Kultur darah jarang positif pada infeksi Mycoplasma dan Chlamydia.3
e. Pemeriksaan rontgen Thoraks
Secara umum gambaran oto thoraks terdiri dari :3
- Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskuler,
peribronchial cuffing dan hiperaerasi.
- Infiltrat alveoler, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.
Konsolidasi dapat mengenai satu lobus (pneumonia lobaris), atau terlihat sebagai
lei tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, batas tidak terlalu tegas,
menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia.
- Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru,
berupa bercak bercak infiltrat yang meluas hingga ke daerah perifer paru, disertai
dengan peningkatan corakan peribronkial.

17

Tabel 3. Pedoman klinis membedakan penyebab pneumonia2


Diagnosis
Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan/atau serologis
merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri penyebab tidak
selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang memadai. Oleh karena
itu, pneumonia pada anak umumnya didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang
menunjukkan keterlibatan sistem respiratori, serta gambaran radiologis. Prediktor paling
kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori
sebagai berikut: takipnea, batuk, napas cuping hidung, retraksi, ronki, dan suara napas
melemah.3
Klasifikasi pneumonia berdasarkan WHO :1,2
A. Bayi dan anak berusia 2 bulan5 tahun
a. Pneumonia berat
-

bila ada sesak napas

harus dirawat dan diberikan antibiotik.

b. Pneumonia
-

bila tidak ada sesak napas

ada napas cepat dengan laju napas:


>50 x/menit untuk anak usia 2 bulan1 tahun
>40 x/menit untuk anak >15 tahun

tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral.

c. Bukan pneumonia
18

bila tidak ada napas cepat dan sesak napas

tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan
simptomatis seperti penurun panas.

B. Bayi berusia di bawah 2 bulan


Pada bayi berusia di bawah usia 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih
bervariasi, mudah terjadi komplikasi, dan sering menyebabkan kematian. Klasifikasi
pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut :
a. Pneumonia
- bila ada napas cepat (>60 x/menit) atau sesak napas
- harus dirawat dan diberikan antibiotik.
b. Bukan pneumonia
- tidak ada napas cepat atau sesak napas
- tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis.
Penatalaksanaan
a. Pneumonia Rawat Jalan
Pada pneumonia rawat jalan diberikan antibiotik lini pertama secara oral, misalnya
amoksisilin atau kotrimoksazol. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah 25
mg/kgBB,

sedangkan

kotrimoksazol

adalah

4mg/kgBB

TMP-20

mg/kgBB

sulfametoksazol. Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid baru dapat digunakan


sebagai terapi alternatif beta laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan
pertimbangan adanya aktivitas ganda terhadap S.pneumonia dan bakteri atipik. Dosis
eritromisin 30-50 mg/kgBB/hari, diberikan setiap 6 jam selama 10-14 hari.
Klaritromisin diberikan 2 kali sehari dengan dosis 15 mg/kgBB. Azitromisin 1 kali
sehari 10mg/kgBB 3-5 hari (hari pertama) dilanjutkan dengan dosis 5mg/kgBB untuk
hari berikutnya.3
b. Pneumonia Rawat Inap
Pilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan antibiotik golongan beta-laktam
atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap beta-laktam dan
kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik lain seperti gentamisin, amikasin, atau
sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan. Terapi antibiotik
diteruskan selama 710 hari pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi,
meskipun tidak ada studi kontrol mengenai lama terapi antibiotik yang optimal. Pada
19

pneumonia rawat inap antibiotik yang diberikan adalah beta laktam, ampisilin atau
amoksisislin dikombinasikan degan kloramfenikol. Antibiotik yang diberikan berupa :
Penisilin G intrvena ( 25.000 U/kgBB setiap 4 jam ) dan kloramfenikol ( 15 mg/kgBB
setiap 6 jam ), dan seftriaxon intravena ( 50 mg/kgBB setiap 12 jam ). Keduanya
diberikan selama 10 hari.3
Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis
purulenta, pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta.
Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri.3
Prognosis
Secara keseluruhan prognosisnya adalah baik. Hampir semua kasus yang
disebabkan oleh virus dapat sembuh tanpa pengobatan, bakteri patogen dan organisme
atipikal memberikan respon terhadap terapi antimikroba. The United Nations Children's
Fund (UNICEF) 3 juta anak meninggal di seluruh dunia karena pneumonia, kematian ini
terjadi pada anak yang memiliki kondisi khusus yang menyertai saat terkena pneumonia
seperti chronic lung disease of prematurity, penyakit jantung bawaan, dan imunosupresi.5

BAB IV
KESIMPULAN

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru yang meliputi alveolus
dan jaringan interstitial.
Angka kematian bayi dan balita akibat pneumonia cukup tinggi baik di negara
berkembang maupun negara maju, hal ini masih merupakan masalah utama di bidang
kesehatan.
Penyakit ini ditandai dengan adanya batuk dan atau kesukaran bernapas yang disertai
pula napas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.
20

Pneumonia yang terjadi sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus atau
bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh faktor lain, seperti: kondisi lingkungan,
sosial, ekonomi, adat istiadat, malnutrisi, dan imunisasi.
Bagian yang sangat penting dari tata laksana pneumonia adalah pemberian antibiotik.
Idealnya tata laksana pneumonia sesuai dengan kuman penyebabnya. Namun karena
berbagai kendala diagnostik etiologi, untuk semua pasien pneumonia diberikan
antibiotik secara empiris.

BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Pedoman Pelayan Medis. Jilid 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2010
2. Supriyatno B. Infeksi Respiratori Akut pada Anak. September 2006. Diunduh dari :
Sari Pediatri, Vol.8, No.2. h.100-6
3. Said M, Pneumonia dalam: Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi 1: Rahajoe NN, dkk :
IDAI : Jakarta, 2008:352-1.
4. Rudan I, Pinto CB, Biloglav Z, Mulhollan, Campbell H. Epidemiology and etiology of
childhood pneumonia. World Health Organization.2008;86:408-416
5. Pediatric Pneumonia. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/967822overview#aw2aab6b2b5aa. Diakses 3 Desember 2016.

21

22

Anda mungkin juga menyukai