Anda di halaman 1dari 45

TUGAS INTERAKSI OBAT

ANALISA RESEP

DisusunOleh :
Atif Kurniawan
Andi Hamonangan
Debi RizkiAjana
Harry Purnama
Samuel Setiawan
WenesdaAgusSubekti

Sekolah Tinggi TeknologiIndusti Dan Farmasi Bogor


2016

RESEP A

dr. Sonny
Jl. Kumbang No. 28 Bogor

No. 01
R/ Amlodipine 5 mg

XV

S 1 dd 1 tab

R/Furosemida

S 1 dd 1 tab

R/ Simvastatin

S tdd 1 tab

Pro : Meli
( 50 thn )

Resep A diberikan pada ibu Meli( 50 thn ), penderita hipertensi, Karena mengeluh tangan
kesemutan pasien disarankan untuk test kolesterol dan gula darah, keesokan harinya. Kapan pasien
bias minum obat?

1. ASSESMENT
A.

Menggali Riwayat Pasien


No
.
1

Kriteria

Keterangan

Data Pasien

Nama : Ny. Meli


Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : L / P
Alamat : No. HP : BB/TB : - kg / - cm
Pekerjaaan : -

Riwayat Penyakit -Keluhan sekarang : tangankesemutan


Data Laboratorium : :

Riwayat

Pengobatan
Keadaan
Khusus Pasien

B.

Skrining Resep

1)

Administratif (Kelengkapan Resep)


No.

URAIAN

PADA RESEP
ADA
TIDAK
Inscription

Identitas dokter:
1

Nama dokter

SIP dokter

3
4
5

Alamat dokter
Nomor telepon
Tempat dan tanggal

penulisan

resep
Invocatio

Tanda resep diawal penulisan resep

(R/)
7
8
9

Nama Obat
Kekuatan obat
Jumlah obat

10
11
12
13
14
15
16

Nama pasien
Jenis kelamin
Umur pasien
Barat badan
Alamat pasien
Aturan pakai obat
Iter/tanda lain

Prescriptio/Ordonatio

Signatura

17 Tanda tangan/paraf dokter


Kesimpulan:

Subscriptio

Resep tersebut lengkap / tidak lengkap.


Resep tidak lengkap karena tidak mencantumkan informasi mengenai alamat
pasien, jenis kelamin pasien, berat badan pasien dan tidak mencantumkan SIP dokter,
alamat dokter, tanggal penulisan resep
Cara pengatasan Alamat dan berat badan pasien dapat ditanyakan langsung kepada
pasien/keluarga pasien. SIP, alamat dokter dan tanggal penulisan resep dapat
ditanyakan langsung kepada dokter.

3)
No.
1

Dosis
Nama Obat
Amlodpine

Dosis

Dosis Literatur
Kesimpulan
Rekomendasi
Resep
1 x sehari 1 Umumnya
dosis
awal Sesuai
Pada pemakaian
amlodipine adalah 5 mg per
tablet
sebaiknya
hari. Ini bias ditingkatkan ke
(sediaan
amlodipine diminum
dosis maksimum yaitu 10 mg
per hari. Dosis akan disesuaikan
5mg)
pagi hari untuk

dengan keadaandan respons


pasien terhadap obat ini
2

Furosemid

menghindari hal-hal
yang tidak

1 x sehari 1 Dosis dewasa yang digunakan Sesuai

diinginkan
Pada
pemakaian

tablet

untuk pengobatan edema gagal

sebaiknya furosemid

(sediaan

jantung kongestif, gagal ginjal,

diminum pagi hari,

40mg)

asites, hipertensi, oliguria non

karena

obstruktif,

paru

digunakan

untuk

adalah furosemid tablet dengan

membuang

cairan

dosis awal 20 mg hingga 80 mg,

yang berlebihan dari

untuk dosis pemeliharaan dapat

dalam tubuh melalui

ditingkatkan secara bertahap 20

urine.

hingga 40 mg per dosis setiap 6

diminum malam hari,

hingga 8 jam dengan dosis

akan

maksimum

tidur anda.

dan

edema

sehari

600

mg

furosemid

Dan

jika

mengganggu

Bersumberdari: Furosemid :
Kegunaan, Dosis, EfekSamping
| Mediskus
3

Simvastatin

3 x sehari 1 Untuk menurunkan lemak, dosis Tidak sesuai

Sebaiknya diminum

tablet

simvastatin yang diberikan ialah

(sediaan

5-40 mg satu kali per hari.

malam hari sebelum

10mg)

Pertama-tama pasien diberikan

tidur dan sebaiknya

dosis 10-20 mg dan diliha

diminum

tresponnya. Pada pasien dengan

melakukan

risiko tinggi penyakit jantung,

pengecekan

simvastatin dapat diberikan

kolesterol.

dalam dosis lebih tinggi, misal


40 mg.

4)

Pertimbangan Klinis

sehari

pada

setelah
kadar

No
.
1
2
3
4

Kriteria

Permasalahan

Pengatasan

Indikasi
Kontraindikasi
Interaksi
Dupikasi/polifarmasi Pada resep dokter sudah

Sebaiknya dokter memberikan

meresepkan simvastatin,

simvastatin setelah mengetahui

sedangkan pasien belum

hasil cek kolesterol.

mengetahui hasil pengecekan


kolesterol
5
6

Alergi
Efek samping
Reaksi obat yang
merugikan

(ADR/Adverse Drug
Reaction)

C.

Karakteristik Obat

1. Amlodipine
Farmakologi
Amlodipine merupakan antagonis kalsium golongan dihidropiridin (antagonis ion kalsium) yang
menghambat influks (masuknya) ion kalsium melalui membran ke dalam otot polos vaskular dan
otot jantung sehingga mempengaruhi kontraksi otot polos vaskular dan otot jantung. Amlodipine
menghambat influks ion kalsium secara selektif, di mana sebagian besar mempunyai efek pada
sel otot polos vaskular dibandingkan sel otot jantung. Efek antihipertensi amlodipine adalah
dengan bekerja langsung sebagai vasodilator arteri perifer yang dapat menyebabkan penurunan
resistensi vaskular serta penurunan tekanan darah. Dosis satu kali sehari akan menghasilkan

penurunan tekanan darah yang berlangsung selama 24 jam. Onset kerja amlodipine adalah
perlahan-lahan, sehingga tidak menyebabkan terjadinya hipotensi akut. Efek antiangina
amlodipine adalah melalui dilatasi arteriol perifer sehingga dapat menurunkan resistensi perifer
total (afterload). Karena amlodipine tidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung, pengurangan
beban jantung akan menyebabkan penurunan kebutuhan oksigen miokardial serta kebutuhan
energi. Amlodipine menyebabkan dilatasi arteri dan arteriol koroner baik pada keadaan
oksigenisasi normal maupun keadaan iskemia. Pada pasien angina, dosis amlodipine satu kali
sehari dapat meningkatkan waktu latihan, waktu timbulnya angina, waktu timbulnya depresi
segmen ST dan menurunkan frekuensi serangan angina serta penggunaan tablet nitrogliserin.
Amlodipine tidak menimbulkan perubahan kadar lemak plasma dan dapat digunakan pada pasien
asma, diabetes serta gout.

Indikasi
Amlodipine digunakan untuk pengobatan hipertensi, angina stabil kronik, angina vasospastik
(angina prinzmetal atau variant angina). Amlodipine dapat diberikan sebagai terapi tunggal
ataupun dikombinasikan dengan obat antihipertensi dan antiangina lain.

Kontra Indikasi
Amlodipine tidak boleh diberikan pada pasien yang hipersensitif terhadap amlodipine dan
golongan dihidropiridin lainnya.

Dosis

Penggunaan dosis diberikan secara individual, bergantung pada toleransi dan respon pasien.
Dosis awal yang dianjurkan adalah 5 mg satu kali sehari, dengan dosis maksimum 10 mg satu
kali sehari. Untuk melakukan titrasi dosis, diperlukan waktu 7-14 hari. Pada pasien usia lanjut
atau dengan kelainan fungsi hati, dosis yang dianjurkan pada awal terapi 2,5 mg satu kali sehari.
Bila amlodipine diberikan dalam kombinasi dengan antihipertensi lain, dosis awal yang
digunakan adalah 2,5 mg. Dosis yang direkomendasikan untuk angina stabil kronik ataupun
angina vasospastik adalah 5-10 mg, dengan penyesuaian dosis pada pasien usia lanjut dan
kelainan fungsi hati. Amlodipine dapat diberikan dalam pemberian bersama obat-obat golongan
tiazida, ACE inhibitor, -bloker, nitrat dan nitrogliserin sublingual.

Efek Samping
Secara umum amlodipine dapat ditoleransi dengan baik, dengan derajat efek samping yang
timbul bervariasi dari ringan sampai sedang. Efek samping yang sering timbul dalam uji klinik
antara lain : edema, sakit kepala. Secara umum

: fatigue, nyeri, peningkatan atau penurunan

berat badan. Pada keadaan hamil dan menyusui : belum ada penelitian pemakaian amlodipine
pada wanita hamil, sehingga penggunaannya selama kehamilan hanya bila keuntungannya lebih
besar dibandingkan risikonya pada ibu dan janin. Belum diketahui apakah amlodipine
diekskresikan ke dalam air susu ibu. Karena keamanan amlodipine pada bayi baru lahir belum
jelas benar, maka sebaiknya amlodipine tidak diberikan pada ibu menyusui. Efektivitas dan
keamanan amlodipine pada pasien anak belum jelas benar.

Peringatan & Perhatian


Pasien dengan gangguan fungsi hati : Waktu paruh amlodipine menjadi lebih panjang, sehingga
perlu pengawasan.

Interaksi Obat

Amlodipine dapat diberikan bersama dengan penggunaan diuretik golongan tiazida, -bloker, bloker, ACE inhibitor, nitrat, nitrogliserin sublingual, antiinflamasi non-steroid, antibiotika, serta
obat hipoglikemik oral. Pemberian bersama digoxin tidak mengubah kadar digoxin serum
ataupun bersihan ginjal digoxin pada pasien normal. Amlodipine tidak mempunyai efek
terhadap ikatan protein dari obat-obat : digoxin, phenytoin, warfarin dan indomethacin.
Pemberian bersama simetidin atau antasida tidak mengubah farmakokinetik amlodipine.
2.

Furosemide
Furosemide adalahobat yang termasuk loop diuretic yang merupakan turunan asam antranilat.
Obat ini bekerja dengan cara membuang cairan berlebih di dalam tubuh. Cairan berlebihan yang
tidak bisa dikeluarkan dengan semestinya ini disebabkan oleh penyakit-penyakit seperti gagal
jantung, penyakit ginjal maupun kelainan pada hati. Hal ini menyebabkan tubuh cepat lelah,
sesak nafas, serta kaki dan pergelangan membengkak. Kondisi inilah yang disebut edema.
IndikasiFurosemid

Furosemide adalah obat lini pertama pada pengobatan edema yang disebabkan oleh gagal
jantung kongestif, sirosis hati, dan penyakit ginjal, termasuk sindrom nefrotik.

Sebagai terapi tambahan untuk edema serebral atau paru saat diuresis cepat diperlukan
juga pengobatan hiperkalsemia.

Furosemide digunakan juga untuk pengobatan hipertensi, baik tunggal maupun


dikombinasikan dengan obat diuretik lain, seperti triamtene atau spironolactone.

KontraIndikasi

jangan menggunakan furosemide untuk pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap
furosemide.

obat ini juga dikontraindikasikan untuk pasien dengan anuria.

EfekSamping

efek samping furosemide seperti loop diuretic lainnya adalah terjadi hipokalemia (kadar
kalium yang rendah dalam tubuh). Hal ini biasanya diatasi dengan mengkombinasikan
furosemide dengan produk-produk kalium.

Furosemide juga diketahui menyebabkan peningkatan kadar asam urat (hiperurikemia)


dan kadar gula darah (hiperglikemia).

Efek samping pada saluran gastrointestinal seperti mual, muntah, anoreksia, iritasi mulut
dan lambung, diare, dan sembelit.

Efek samping yang umum lainnya misalnya gangguan pendengaran, pusing, sakit kepala,
juga penglihatan kabur.

Furosemide juga menyebabkan efek samping yang cukup berat seperti anemia aplastik,
anemia hemolitik, trombositopenia, agranulositosis, leukopenia, dan eosinofilia.

Efek samping pada kulit misalnya nekrolisis epidermal toksik, sindrom stevens-johnson,
eritema, ruam, dermatitis eksfoliatif, dan bisa menyebabkan kulit menjadi lebih sensitif
terhadap sinar matahari.

Furosemide juga bisa menyebabkan hipotensi ortostatik yang akan bertambah buruk jika
anda juga mengkonsumsi alkohol, barbiturat atau narkotika.

Perhatian

Pasien yang mempunyai riwayat alergi terhadap obat-obat jenis sulfonamid harus
memberitahukannya kepada dokter, karena ada kemungkinan alergi juga terhadap
furosemide sehingga dikhawatirkan terjadi eksaserbasi atau aktivasi lupus eritematosus
sistemik.

Jika anda menderita sirosis hati, jangan menggunakan furosemide tanpa pengawasan
dokter karena furosemide dapat menyebabkan perubahan tiba-tiba pada keseimbangan
cairan dan elektrolit yang dapat memicu koma hepatik.

Penggunaan obat diuretik termasuk furosemide bisa menyebabkan dehidrasi dan


ganggguan elektrolit terutama pada pasien usia lanjut. Jika tanda-tanda seperti : mulut
kering, haus, letih, lesu, mengantuk, gelisah, nyeri otot atau kram, detak jantung cepat dan
tidak teratur atau gangguan pencernaan seperti mual dan muntah, konsultasikan dengan
dokter anda. Suplemen kalium mungkin akan disarankan oleh dokter.

Jangan menggunakan furosemide selama menyusui karena obat ini diketahui ikut keluar

melalui air susu ibu (ASI).


Pemberian furosemide pada bayi prematur atau anak di bawah 4 tahun, harus

dipertimbangkan dengan sangat masak karena obat ini bisa menyebabkan nefrokalsinosis /
nefrolitiasis. Jika obat ini harus diberikan fungsi ginjal harus dipantau dengan seksama.
Sebaiknya jangan menggunakan furosemide jika anda menderita penyakit asam urat,

penyakit ginjal, prostat, atau diabetes.


Jangan mengkonsumsi furosemide terlalu malam karena obat ini menyebabkan anda akan

sering buang air kecil sehingga mengganggu waktu tidur anda.


Interaksi Obat
Furosemide berinteraksi dengan obat-obat berikut :
NSAID, Lithium, antibiotik aminoglikosida , asam ethacrynic, salisilat, cephalosporin :

penggunaan obat-obat ini bersamaan dengan furosemide dapat meningkatkan potensi


toksisitasnya.
ACE inhibitor : penggunaan bersamaan antara furosemide dan ACE inhibitor

menyebabkan hipotensi berat dan penurunan fungsi ginjal.


Sukralfat : obat ini dapat menurunkan efek natriuretik dan antihipertensi dari furosemide.

Jika tetap digunakan beri jarak setidaknya 2 jam.


Fenitoin : obat ini menyebabkan penurunan penyerapan furosemide di usus, dan

akibatnya menurunkan konsentrasi serum puncak furosemide. Akibatnya efektivitas


furosemide sedikit berkurang.
Indometasin : jika indometasin dan furosemide digunakan bersamaan dapat mengurangi

efek natriuretik dan antihipertensi dari furosemide.

Dosis
furosemide diberikan dengan dosis :

Dosis lazim dewasa untuk ascites, gagal jantung kongestif, edema, hipertensi,
oliguria nonobstruktif, edema paru, gagal ginjal, dan oliguria :
oral : awal : 20 80 mg / dosis
Pemeliharaan : tingkatkan secara bertahap dari 20 40 mg / dosis setiap 6 8 jam. Berikan
1 2 x sehari, dengan dosis harian maksimum 600 mg.
Intravena / intramuskular : 10 20 mg sekali selama 1 2 menit. ulangi dalam waktu 2
jam jika respon tidak memadai.
infus Intravena : 0.1 mg / kg sebagai dosis bolus awal, selanjutnya tingkatkan dua kali lipat
setiap 2 jam sampai maksimal 0.4 mg / kg / jam.

Dosis lazim dewasa untuk hiperkalsemia


Oral : 10 40 mg 4 x sehari.
Intravena : 20 100 mg setiap 1 2 jam selama 1 2 menit

3. Simvastatin
Farmakologi:
Simvastatin adalah senyawa anti lipermic derivate asam mevinat yang mempunyai mechanis
mekerja menghambat 3-hidroksi-3-metil-glutaril-koenzim A (HMG-CoA) reduktase yang
mempunyai fungsi sebagai katalis dalam pembentukan kolesterol. HMG-CoA reduktase
bertanggung jawab terhadap perubahan HMG-CoA menjadi asam mevalonat. Penghambatan
terhadap HMG-CoA reduktase menyebabkan penurunan sintesa kolesterol dan meningkatkan
jumlah reseptor Low Density Lipoprotein (LDL) yang terdapat dalam membrane sel hati dan
jaringan ekstra hepatik, sehingga menyebabkan banyak LDL yang hilang dalam plasma.
Simvastatin cenderung mengurangi jumlah trigliserida dan meningkatkan High Density
Lipoprotein (HDL) kolesterol.

Indikasi:
Sebelum memulai terapi dengan simvastatin, singkirkan dulu penyebab hiperkolesterolemia
sekunder (misal: diabetes mellitus tidak terkontrol, hipertiroidisme, sindromanefrotik,
disproteinemia, penyakit hati obstruktif, alcoholism serta terapi dengan obat lain) dan lakukan
pengukuran profil lipid total kolesterol, HDL kolesterol dan trigliserida. Penurunan kadar
kolesterol total dan LDL pada penderita hiperkolesterolemia primer, bila respon terhadap diet
dan penatalaksanaan non farmakologik saja tidak memadai. Simvastatin meningkatkan kadar
kolesterol HDL dan karenanya menurunkan rasio LDL/HDL serta rasio kolesterol total/LDL.
Meskipun mungkin bermanfaat mengurangi kolesterol LDL yang meninkat pada penderita
dengan hiperkolesterolemia campuran dan hipertrigliseridemia (dengan hiperkolesterolemia
sebagai kelainan utama), namun simvastatin belum diteliti pada kelainan utama berupa
peningkatan kadar Chylemicron.
KontraIndikasi
Pasien yang mengalami gagal fungsi hati atau pernah mengalami gagal fungsi hati.
Pasien yang mengalami peningkatan jumlah serum transaminase yang abnormal.
Pecandu alkohol.
Bagi wanita hamil dan menyusui.
Hipersensitif terhadap simvastatin.

Dosis
Penderita harus melakukan diet pengurangan kolesterol baku sebelum dan selama memulai
pengobatan dengan simvastatin dan harus melanjutkan diet selama pengobatan dengan
simvastatin.Dosis awal 10 mg/hari sebagai dosis tunggal malam hari. Dosis awal untuk pasien
dengan hiperkolesterolemia ringan sampai sedang 5 mg/hari.Pengaturan dosis dilakukan dengan
interval tidak kurang dari 4 minggu sampai maksimal 40 mg/hari (diberikan malam hari).
Lakukan pengukuran kadar lipid dengan interval tidak kurang dari 4 minggu dan dosis
disesuaikan dengan respon penderita. Pada pasien yang diobati dengan obat-obat imunosupresan
bersama HMG-CoA reduktase inhibitor, dosis simvastatin yang dianjurkan adalah terendah.
Bila kadar kolesterol LDL < 75 mg/dl (1,94 mmol/l) atau kadar total kolesterol plasma < 140

mg/dl (3,6 mmol/l) maka perlu dipertimbangkan pengurangan dosis simvastatin.Penderita


gangguan
fungsi ginjal:Pemberian simvastatin tidak perlu penyesuaian dosis, karena simvastatin tidak
diekskresi ginjal secara bermakna. Simvastatin efektif diberikan dalam bentuk tunggal, atau
bersamaan dengan Bile Acid Sesquestran akan lebih efektif.

EfekSamping

Sakit kepala, konstipasi, nausea, flatulen, diare, dispepsia, sakit perut, fatigue, nyeri dada

dan angina.
Astenia, miopathy, ruam kulit, rhabdomyolisis, hepatitis, angioneurotik edema terisolasi.
Neurologik: disfungsi saraf kranial, tremor, pusing, gangguan psikis, anxiety, insomnia,

depresi, vertigo, hilang memori, parestesia, neuropati perifer, pheripheral nerve palsy.
Reaksi hipersensitifitas: anaphylaxis, angioedema, sindrom menyerupai lupus
erythematosus, polymialgia rheumatika, vasculitis, positive ANA, eosinophilia, arthritis,
arthralgia,

urtikaria,

malaise,

dispepsia,

toksik

epidermal necrolysis,

erythema

multiforme, termasuk syndrome Stevens Johnson pernah dilaporkan (sangat jarang).


Gastrointestinal : anoreksia, mual, muntah, diare, pankreatitis, dispepsia.
Kulit : alopesia, pruritus.
Organ reproduksi : ginekomastia, libido berkurang, disfungsi erektil.
Mata : oftalmoplegia, progesifitas katarak.
Laboratorium : peningkatan serum transaminase, serum creatinine phosphokinase.

Peringatan Dan Perhatian

Selama terapi dengan simvastatin harus dilakukan pemeriksaan fungsi hati. Pemeriksaan
level transaminase dalam serum, termasuk ALT (SGPT) harus dilakukan sebelum
pengobatan, setiap 6 minggu dan 12 minggu setelah pengobatan atau penaikan dosis dan
kemudian secara berkala setiap 6 bulan.

Pemberian simvastatin harus dihentikan bagi pasien yang mengalami peningkatan serum

transaminase 3 kali lebih besar diatas normal.


Efek pada otot: pasien harus diminta segera melaporkan bila mengalami nyeri otot, lemah

atau lemas.
Segera hentikan pengobatan bila terjadi peningkatan kadar creatinine phosphokinase.
Myopathy harus dipertimbangkan pada penderita dengan myalgia, otot lemah dan / atau

peningkatan kadar creatinine phosphokinase (10 x batas normal atas).


Pengobatan dengan HMG-CoA reduktase inhibitor harus ditunda atau dihentikan pada
penderita dengan gejala akut dan serius yang cenderung merupakan myopathy, atau
merupakan faktor predisposisi untuk perkembangan gagal ginjal akut sekunder karena

adanya rhabdomyolisis.
Penggunaan pada anak-anak: keamanan dan efektifitas penggunaan simvastatin pada
anak-anak dan remaja belum diketahui, karena itu pemberian simvastatin tidak

dianjurkan.
Penderita dengan homozygous familial hypercholesterolemia tidak memiliki reseptor

LDL, pengobatan simvastatin kurang berhasil.


Pada penderita hipertrigliseridemia, simvastatin hanya berkhasiat menurunkan trigliserida
terbatas dan tidak diindikasikan untuk hiperlipidemia tipe I, IV, V.

InteraksiObat

Bila simvastatin dikombinasikan dengan siklosporin, eritromisin, gemfibrozil dan niacin

dapat menyebabkan peningkatan resiko terjadi myopathy dan rhabdomyolisis.


Bila simvastatin dikombinasikan dengan warfarin akan meningkatkan aktivitas warfarin

sebagai antikoagulan.
Pemberian simvastatin bersamaan waktu dengan digoksin dapat menyebabkan aktivitas
jantung akan meningkat.

RESEP B
dr. Slamet sp. A
SIK : 8323819/3/208

No. 02
R/ Ibuprofen syr

no. 1

S t dd 1 cth

R/ Paracetamol syr

no. 1

Pseudoefedrin

9 tab

Triamcinolon

6 tab

Erdostein cap

S t dd 1 cth

R/ Cefixime syr
S t dd 1 cth
Pro : Randi
( 5 thn )

no. 1

Resep B diberikan pada anak Randi (5 thn) yang menderita demam, batuk, dan pilek

1. ASSESMENT
A.

Menggali Riwayat Pasien


No
.
1

Kriteria

Keterangan

Data Pasien

Nama : Randi
Umur : 5 tahun
Jenis Kelamin :
Alamat : No. HP : BB/TB : - kg / - cm
Pekerjaaan : -

Riwayat Penyakit -Keluhan sekarang : demam, batuk dan pilek


Data Laboratorium : :

Riwayat

Pengobatan
Keadaan
Khusus -

Pasien

B.

Skrining Resep

1)

Administratif (Kelengkapan Resep)


No.

URAIAN

ADA
Inscription

PADA RESEP
TIDAK

Identitas dokter:
1

Nama dokter

SIP dokter

3
4
5

Alamat dokter
Nomor telepon
Tempat dan tanggal penulisan

resep
6

Invocatio
Tanda resep diawal penulisan resep

(R/)
7
8
9

Nama Obat
Kekuatan obat
Jumlah obat

10
11
12
13
14
15
16

Nama pasien
Jenis kelamin
Umur pasien
Barat badan
Alamat pasien
Aturan pakai obat
Iter/tanda lain

Prescriptio/Ordonatio

Signatura

17 Tanda tangan/paraf dokter


Kesimpulan:

Subscriptio

Resep tersebut lengkap / tidak lengkap.


Resep tidak lengkap karena tidak mencantumkan informasi mengenai alamat
pasien, jenis kelamin pasien, berat badan pasien dan tidak mencantumkan alamat
dokter, serta tanggal penulisan resep

Cara pengatasan Alamat dan berat badan pasien dapat ditanyakan langsung kepada
pasien/keluarga pasien. Alamat dokter dan tanggal penulisan resep dapat ditanyakan
langsung kepada dokter.

3)

Dosis
No. Nama Obat
1 Ibuprofen
sirup 60ml

Dosis Resep
Dosis Literatur
3 x sehari 1 Anak-anak :
sendok takar
(sediaan
100mg/cth)

Kesimpulan
Rekomendasi
Sesuai
Sebaiknya ibuprofen

1-2 tahun : sehari 3-4 kali


sendok takar (50 mg)

sirup tidak perlu

3-7 tahun : sehari 3-4 kali


1 sendok takar (100 mg)

sudah ada

8-12 tahun : sehari 3-4 kali


2 sendok takar (200 mg)

dengan indikasi obat

diberikan, karena
paracetamol sirup
yang sama.

Dewasa dan anak-anak


diatas 12 tahun :
Dosis yang dianjurkan :
sehari 3 4 kali 2 sendok
takar (200 mg)

Paracetamol
sirup 60ml

3 x sehari 1 0-1tahun : sendok takar


sendok takar
(sediaan
120mg/cth)

(2,5ml) 3-4 kali sehari


1-2 tahun : 1 sendok takar
(5 ml) 3-4 kali sehari
2-6 tahun : 1-2 sendok
takar (5-10ml) 3-4 kali
sehari
9-12 tahun : 3-4 sendok
takar (15-20ml) 3-4 kali
sehari

Sesuai

Pseudoefedrin 3 x sehari 1 2-5 tahun : 15mg setiap 4-

Sesuai

sendok takar 6 jam

30mg

(22,5mg/cth) 6-11 tahun : 30mg setiap


4-6 jam
Lebih dari 12 tahun : 60
mg setiap 4-6 jam (tablet
konvensional), 120mg
setiap 12 jam (tablet
extended-release)

4.

Triamcinolon

3 x sehari 1 Dewasa : 4-48mg sehari

4mg

sendok takar Anak : 4-12mg sehari


(2mg/cth)

Sesuai

(iso hal. 290)

5.

3 x sehari 1 Dewasa : sehari 2-3 kali 1-

Erdostein
150mg

; sendok takar 2 kapsul 150mg atau 1

300mg/kap;
175mg

(150mg/cth)
; sediaan

225mg/sach

kapsul

granul;

300mg

175mg/5ml

kapsul 300mg
Anak :
15-19kg : sehari 2 kali 1
sach atau 5ml sirup
20-30kg : sehari 3x1 sach

sirup kering

atau 5 ml sirup
(iso hal. 505)

6.

Cefixime

3 x sehari 1 Anak :

sirup 60 ml

sendok takar

(100mg/cth)

4)

Tidak sesuai

Seharusnya cefixime

Diatas 6 bulan dibawah 50

diminum 2 kali

kg : 8mg/kgBB dibagi

sehari sendok

dalam 2 dosis terbagi

takar.

Pertimbangan Klinis
No

Kriteria

Permasalahan

Pengatasan

.
1

Indikasi

Pada resep diberikan obat yang

Obat dengan indikasi yang sama

memiliki indikasi yang sama

dipilih salah satu sesuai dengan


kebutuhan pasien, dan dilihat dari

Kontraindikasi

Interaksi

Pada pemberian obat

efek samping yang ada


Sebaiknya pemberian

kortikosteroid triamcinolon,

tidak perlu, karena dalam resep

kontraindikasi dengan NSAID

sudah ada paracetamol dengan

ibuprofen

Interaksi yang ditimbulkan dari

indikasi yang sama.


Sebaiknya pemberian NSAID tidak

kortikosteroid dengan NSAID

perlu diberikan.

dapat menyebabkan ulkus


peptikum dan pendarahan
4
5
6

Dupikasi/polifarmasi
Alergi
Efek samping

gastrointestinal
Efek samping yang ditimbulkan

Sebaiknya kortikosteroid tidak

dari obat kortikosteroid dalam

diberikan pada anak-anak. Kecuali

resep cukup banyak. Sehingga

manfaatnya lebih besar dari pada

dapat memicu penyakit lain

resiko nya.

muncul.
Reaksi

obat

yang

merugikan
(ADR/Adverse Drug
Reaction)

C. Karakteristik Obat
1. Ibuprofen
Farmakologi

Ibuprofen merupakan derivat asam fenil propionat dari kelompok obat antiinflamasi
nonsteroid (OAINS). Ibuprofen bekerja melalui penghambatan enzim siklooksigenase
pada biosintesis prostaglandin, sehingga konversi asam arakidonat menjadi PG-G2
terganggu.

Prostaglandin berperan pada patogenesis inflamasi, analgesia dan demam. Dengan


demikian maka ibuprofen mempunyai efek antiinflamasi dan analgetik-antipiretik.

Khasiat ibuprofen sebanding, bahkan lebih besar dari pada asetosal (aspirin) dengan efek
samping yang lebih ringan terhadap lambung.

Pada pemberian oral ibuprofen diabsorbsi dengan cepat, berikatan dengan protein plasma
dan kadar puncak dalam plasma tercapai 1 2 jam setelah pemberian. Adanya makanan
akan memperlambat absorbsi, tetapi tidak mengurangi jumlah yang diabsorbsi.
Metabolisme terjadi di hati dengan waktu paruh 1,8 2 jam. Ekskresi bersama urin dalam
bentuk utuh dan metabolit inaktif, sempurna dalam 24 jam.

Indikasi

Meredakan demam.

Mengurangi rasa nyeri pada sakit kepala, sakit gigi, nyeri otot, nyeri setelah operasi pada
gigi dan dismenore.

Terapi simptomatik rematoid artritis dan osteoarthritis.

Kontra Indikasi

Penderita yang hipersensitif terhadap asetosal (aspirin) atau obat antiinflamasi non steroid
lainnya, dan wanita hamil trimester 3.

Penderita dengan syndroma nasal polyps, angioedema dan reaksi bronkospasme terhadap
asetosal (aspirin) atau antiinflamasi non steroid yang lain.

Dapat menyebabkan reaksi anafilaktik.

Dosis dan Aturan Pakai

Dewasa : 200 400 mg , 3 4 kali sehari.

Anak-anak : 20 mg/kg berat badan/hari dibagi menjadi beberapa kali pemberian.

Efek Samping
Efek samping adalah ringan dan bersifat sementara berupa mual, muntah, diare, konstipasi, nyeri
lambung, ruam kulit, pruritus, sakit kepala, pusing dan heart burn.

Peringatan dan Perhatian

Penderita gangguan fungsi ginjal, gagal jantung, hipertensi, dan penyakit lain yang
mengakibatkan retensi cairan tubuh, asma, gangguan pembekuan darah, lupus
ertematosus sistemik.

Hati-hati penggunaan pada anak usia di bawah 1 tahun, wanita hamil trimester 1 dan 2,
dan ibu menyusui.

Hati-hati pemberian pada penderita tukak lambung atau mempunyai riwayat tukak
lambung.

Hati-hati pada penderita yang sedang mendapatkan antikoagulan kumarin.

Interaksi Obat

Asetosal (aspirin).

Dosis ibuprofen lebih dari 2,4 g per hari, dapat menggantikan warfarin dari ikatannya
dengan protein plasma.

2. Paracetamol
Farmakologi
Paracetamol yang dikenal juga dengan nama acetaminophen adalah obat yang digunakan sebagai
analgetic (pereda nyeri) dan antipiretik (penurun panas/demam) yang bisa diperoleh tanpa resep
dokter. Meskipun paracetamol memiliki efek anti inflamasi, obat ini tidak dimasukkan sebagai
obat NSAID, karena efek anti inflamasinya dianggap tidak signifikan. Cara kerja obat ini yang
diketahui sekarang adalah dengan cara menghambat kerja enzim cyclooxygenase (COX). Enzim
COX berperan pada pembentukan prostaglandin yaitu senyawa penyebab nyeri. Dengan
dihambatnya kerja enzim ini, maka jumlah prostaglandin pada sistem saraf pusat menjadi
berkurang sehingga respon tubuh terhadap nyeri berkurang. Paracetamol menurunkan suhu tubuh
dengan cara menurunkan hipotalamus set-point di pusat pengendali suhu tubuh di otak.

Indikasi

Paracetamol digunakan untuk menurunkan demam pada segala usia. Namun obat ini
sebaiknya digunakan bila suhu tubuh sudah benar-benar tinggi dan membutuhkan terapi
obat penurun panas. Rekomendasi WHO : penggunaan obat penurun panas, bila suhu
tubuh lebih besar dari 38.5 C (101,3 F).

Digunakan secara luas untuk meredakan sakit kepala, sakit gigi dan nyeri ringan lainnya.
Pada nyeri yang lebih berat seperti nyeri pasca operasi obat ini biasanya dikombinasikan
dengan NSAID atau analgetic opioid.

Kombinasi paracetamol dengan kafein adalah obat lini pertama pada pengobatan migrain.

Paracetamol bisa dipilih untuk meredakan nyeri pada arthritis ringan, dengan efek yang
sebanding dengan aspirin tetapi efek samping yang lebih ringan.

Obat ini adalah komponen utama pada obat flu dan pilek yang beredar luas di pasaran.

Kontra Indikasi

jangan digunakan untuk pasien yang memiliki riwayat hipersensitif.

Efek Samping
Secara umum obat ini bisa ditoleransi dengan baik oleh sebagian besar orang, selama diberikan
pada dosis yang dianjurkan. Berikut adalah beberapa efek samping paracetamol yang mungkin
terjadi :

Paracetamol bisa menyebabkan kerusakan hati terutama jika penggunaanya melebihi


dosis yang dianjurkan. Potensi efek samping ini meningkat pada orang-orang yang
mengkonsumsi alkohol.

Efek samping ringan pada saluran pencernaan misalnya mual dan muntah. Pada
penggunaan dosis yang lebih tinggi, paracetamol diketahui meningkatkan resiko
terjadinya perdarahan lambung.

Efek samping pada ginjal relatif jarang. Namun pada penggunaan jangka panjang, obat
ini dapat meningkatkan resiko kerusakan ginjal., termasuk gagal ginjal akut.

Efek samping pada kulit kejadiannya jarang. Pada tahun 2013, FDA (US Food and Drug
Administration) memperingatkan kemungkinan terjadinya efek pada kulit seperti sindrom
stevens-johnson dan nekrolisis epidermal toksik akibat pemakaian paracetamol, meski hal
ini sangat jarang namun bisa fatal jika terjadi.

Beberapa ahli menyarankan untuk menghindari penggunaan obat ini pada penderita asma
terutama anak-anak, karena ada kemungkinan terjadinya peningkatan resiko asma
ataupun memperburuk penyakit asma yang telah diderita sebelumnya.

Reaksi hipersensitivitas akibat pemakaian obat ini sangat jarang, namun jika terjadi
pertolongan medis harus segera diberikan karena bisa menyebabkan syok anafilaksis
yang berakibat fatal

Beberapa ahli mengaitkan penggunaan paracetamol oleh ibu hamil, dengan resiko
terjadinya asma pada anak-anak dan peningkatan ADHD. Namun obat ini tetap
dianjurkan sebagai obat pilihan pertama untuk nyeri dan demam selama kehamilan,
meski harus memperhatikan resikonya.

Perhatian
Hal-hal yang perlu diperhatikan pasien selama menggunakan obat ini adalah sebagai berikut :

Pemakaian obat ini harus dihentikan jika tanda-tanda awal reaksi alergi seperti ruam,
gatal, sakit tenggorokan, demam, arthralgia, pucat, atau tanda-tanda lainnya muncul,
karena jika terjadi bisa berakibat fatal.

Obat ini harus digunakan secara hati-hati pada pasien yang mempunyai penyakit asma.

Paracetamol diketahui ikut keluar bersama air susu ibu (ASI) meskipun dalam jumlah
yang kecil. Obat ini adalah pilihan pertama sebagai pereda nyeri dan penurun panas bagi
ibu menyusui, namun jika anda ragu berkonsultasilah dengan dokter jika anda ingin
menggunakan paracetamol saat menyusui.

Meskipun efeknya terhadap perdarahan lambung relatif lebih kecil daripada obat-obat
golongan NSAID, ada baiknya obat ini dikonsumsi setelah makan.

Jika anda mengkonsumsi alkohol, potensi terjadinya kerusakan hati sangat tinggi
terutama pada pemakaian jangka panjang dan dosis yang lebih tinggi.

Hati-hati menggunakan obat ini pada pasien dengan gangguan fungsi hati dan ginjal.

Interaksi Obat
Berikut adalah interaksi dengan obat-obat lain jika digunakan secara bersamaan :

Metoclopramide : meningkatkan efek analgetic paracetamol.

Carbamazepine, fenobarbital dan fenitoin : meningkatkan potensi kerusakan hati.

Kolestiramin dan lixisenatide : mengurangi efek farmakologis paracetamol.

Antikoagulan warfarin : paracetamol meningkatkan efek koagulansi obat ini sehingga


meningkatkan potensi resiko terjadinya perdarahan.

Dosis
Syrup 120 mg/5 ml :

Anak < 1 tahun : 3-4 x sehari 2.5 ml sirup.

Anak 1-3 tahun : 3-4 x sehari 2.5 ml sirup.

Anak 3-6 tahun : 3-4 x sehari 5 ml sirup.

Anak 6-12 tahun : 3-4 x sehari 5-10 ml sirup.

Di atas 12 tahun : 3-4 x sehari 15-20 ml sirup.

Catatan :

Bila perlu obat diberikan setiap 4 jam atau menurut petunjuk dokter.

Pemberian tidak lebih dari 5 x sehari.

Dosis Lazim

Dosis lazim dewasa untuk penurun panas dan atau meredakan


nyeri
Injeksi intavena : 1000 mg setiap 6 jam atau 650 mg setiap 4 jam (dosis maksimum 4000
mg/hari, 1000 mg/ 1 x pemberian)
Oral atau rectal (melalui dubur) : 325-650 mg setiap 4-6 jam.

Dosis lazim bayi dan anak < 12 tahun untuk penurun panas
dan meredakan nyeri
Oral : 10-15 mg / kg BB / dosis, diberikan setiap 4-6 jam sesuai kebutuhan.
Melalui dubur : 10-20 mg / kg BB / dosis, diberikan setiap 4-6 jam sesuai kebutuhan.

Injeksi intavena untuk anak usia < 2 tahun : 7.5-15 mg / kg BB/ dosis diberikan setiap 6
jam. Dosis maksimum : 60 mg / kg BB / hari.
Injeksi intravena untuk anak usia 2-12 tahun : 15 mg / kg Bb setiap 6 jam. Dosis
maksimum : 75 mg / kg BB / hari (tidak melebihi 3750 mg / hari).

Dosis lazim anak > 12 tahun untuk penurun panas dan


meredakan nyeri
Oral atau melalui dubur : 325-650 mg setiap 4-6 jam. Dosis maksimum : 4000 mg / hari.
Injeksi intravena untuk anak dengan berat badan < 50 kg : 15 mg / kg BB setiap 6 jam.
Dosis maksimum : 750 mg/sekali pemberian atau 3750 mg/hari.
Injeksi intravena untuk anak dengan berat badan 50 kg : 650 mg setiap 4 jam. Dosis
maksimum 1000 mg/sekali pemberian atau 4000 mg/hari.

3. Pseudoefedrin Hcl
Indikasi dan Kontra Indikasi
Obat ini bekerja pada reseptor pada selaput lendir saluran napas yang dapat mengurangi sekresi
yang dapat menyumbat saluran napas. Selain itu, obat ini juga turut membantu membuka /
memperlebar saluran napas sekaligus meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kekuatan
kontraksi otot jantung. Pseudoefedrin HCl diindikasikan pada pasien dengan hidung dan sinus
paranasal yang tersumbat, pilek, di mana obat ini dapat mengurangi gejala sumbatan dan pilek
serta nyeri yang dapat ditimbulkan oleh proses sumbatan tersebut. Hal ini tentunya membuat
pasien dapat bernapas dengan lebih lega. Obat ini dikontraindikasikan pada anak di bawah usia 2
tahun (karena keamanan belum diketahui), pasien dengan riwayat hipersensitivitas terhadap obat
ini, riwayat hipertensi atau penyakit arteri koroner, pasien yang sedang mengkonsumsi obat
obatan golongan monoamine oxidase inhibitors (MAOIs) atau sudah mengkonsumsi obat ini
dalam waktu 14 hari terakhir. Selain itu, penggunaan obat ini juga perlu mendapat perhatian

khusus pada pasien dengan hipertensi, hipertiroid, diabetes melitus, penyakit arteri koroner,
glaukoma, hipertrofi prostat, dan gangguan fungsi hati dan ginjal yang berat. Pseudoefedrin HCl
juga terbatas dalam penggunaannya dengan ibu hamil dan ibu yang sedang menyusui. Pasien
usia tua juga lebih rentan terhadap efek samping. Pasien yang sedang mengkonsumsi obat
obatan anti-depresi dan beberapa golongan obat penurun tekanan darah juga perlu mendapat
perhatian khusus karena terdapat interaksi antar obat tersebut dengan pseudoefedrin HCl.

Efek Samping

detak jantung berdentum, cepat, tidak stabil

kegelisahan dan pusing parah

berdarah dan memar, kelelahan yang tidak biasa, demam, kedinginan, tidak enak badan,
gejala flu

tekanan darah meningkat hingga tahap berbahaya (sakit kepala parah, pengelihatan kabur,
telinga berdengung, gelisah, bingung, sakit pada dada, gangguan dalam bernafas, detak
jantung tidak stabil)

Efek samping yang lebih umum, mencakup:

hilang nafsu makan

rasa panas, geli, atau kemerahan dibawah kulit Anda

merasa semangat atau senang (khususnya pada anak-anak)

gangguan tidur (insomnia)

ruam kulit atau gatal

Interaksi Obat

Clorgyline

Dihydroergotamine

Furazolidone

Iproniazid

Isocarboxazid

Linezolid

Moclobemide

Nialamide

Pargyline

Phenelzine

Procarbazine

Rasagiline

Selegiline

Toloxatone

Tranylcypromine

Menggunakan obat ini dengan beberapa obat-obatan di bawah ini biasanya tidak
direkomendasikan, tapi pada beberapa kasus mungkin dibutuhkan. Jika kedua obat ini diresepkan
untuk Anda, dokter biasanya akan mengubah dosisnya atau menentukan seberapa sering Anda
harus mengonsumsi obat-obatan tersebut.

Guanethidine

Iobenguane I 123

Methyldopa

Midodrine

Pencegahan dan Peringatan


Alergi
Beri tahu dokter jika Anda mengalami reaksi tak biasa atau alergi pada obat ini atau obat lain.
Beri tahu dokter juga jika Anda memiliki alergi tipe lain seperti pada makanan, pewarna,
pengawet, atau alergi hewan. Untuk produk tanpa resep, baca label pada kemasan secara
saksama.
Anak-anak
Pseudoephedrine cenderung menyebabkan efek samping untuk bayi, khususnya bayi baru lahir
dan bayi prematur, dibandingkan dengan anak-anak yang lebih tua atau orang dewasa
Jangan memberikan obat batuk dan pilek apapun yang dijual bebas untuk bayi atau anak berusia
di bawah 4 tahun. Penggunaan obat-obatan ini pada usia sangat muda dapat menyebabkan efek
samping serius atau risiko yang mengancam nyawa.

Dosis
Dosis umum anak-anak untuk hidung tersumbat (pilek)
Usia 2 5 tahun:
Immediate release: 15 mg setiap 6 jam.
Sustained release: 12.5 hingga 25 mg dikonsumsi tiap 12 jam sebagaimana dibutuhkan.
Dosis maksimum harian: 60 mg/hari.
Dosis alternatif: 1 mg/kg/dosis tiap 6 jam, dosis maksimum: 15 mg.
Usia 6 12 tahun:
Immediate release: 30 mg setiap 6 jam.
Sustained release suspension: 25 hingga 50 mg dikonsumsi tiap 12 jam sebagaimana dibutuhkan.
Dosis maksimum harian: 120 mg/hari.
Usia >12 tahun:
Immediate release: 30 60 mg dikonsumsi tiap 4 hingga 6 jam sebagaimana dibutuhkan.
Sustained release: 120 mg dikonsumsi tiap 12 jam sebagaimana dibutuhkan..
Sustained release suspension: 50 100 mg dikonsumsi tiap 12 jam sebagaimana dibutuhkan.
Dosis maksimum harian: 240 mg/hari.

4. Triamcinolon
Farmakologi

Triamcinolone bekerja terutama sebagai glukokortikoid dan mempunyai daya antiinflamasi yang
kuat, mempunyai efek hormonal dan metabolik seperti kortison. Aktivitas glukokortikoid
menyebabkan peningkatan glukoneogenesis dan penurunan penggunaan glukosa secara efektif di
dalam jaringan. Katabolisme protein dipercepat dan sintesis dari protein makanan diturunkan
meskipun efek keseluruhan pada keseimbangan nitrogen tergantung pada faktor lain termasuk
diet, dosis dan lama pengobatan. Glukokortikoid alami (hidrokortison dan kortison), yang juga
bersifat meretensi garam, digunakan sebagai terapi pengganti pada kondisi defisiensi
adrenokortikal. Triamcinolone berbeda dengan glukokortikoid alami, yaitu dalam hal efek
antiinflamasi dan glukoneogenesis yang lebih besar dan sifat meretensi garamnya yang lebih
sedikit.
Dosis
Dosis awal tablet triamcinolone dapat bervariasi dari 4-48 mg/hari tergantung dari penyakit
spesifik tertentu yang sedang diobati. Pada kondisi yang tidak begitu berat, dosis yang lebih
rendah umumnya cukup, sedangkan untuk pasien tertentu mungkin diperlukan dosis awal yang
lebih tinggi. Dosis awal harus dipertahankan atau disesuaikan sampai dicapai respon yang
memuaskan. Jika setelah beberapa waktu respon klinis yang didapat kurang memuaskan,
kortikosteroid harus dihentikan dan diganti dengan terapi lain yang tepat. Harus ditegaskan
bahwa dosis yang dibutuhkan bersifat variabel dan harus disesuaikan secara individual
tergantung penyakit yang diobati dan respon pasien.
Untuk bayi dan anak-anak:
Dosis yang direkomendasikan harus diatur dengan pertimbangan yang sama seperti di atas dari
pada dengan aturan yang ketat terhadap rasio usia atau berat badan. Setelah dicapai respon yang
baik, harus ditentukan dosis pemeliharaan yang tepat dengan cara penurunan dosis awal dengan
sedikit penambahan pada interval waktu yang tepat sampai tercapai dosis terendah yang dapat
mempertahankan respon klinik adekuat yang telah dicapai.
Harus selalu diingat bahwa monitoring dosis obat harus selalu dilakukan. Penyesuaian dosis
diperlukan jika terdapat perubahan pada status klinis pasien, respon individu pasien erubah atau
pasien dalam kondisi yang penuh tekanan yang tidak berhubungan langsung dengan penyakit
yang sedang diobati. Pada situasi ini mungkin perlu untuk meningkatkan dosis triamcinolone

selama periode waktu yang sesuai dengan kondisi pasien. Jika setelah terapi jangka panjang obat
dihentikan, dianjurkan penghentian obat dilakukan secara gradual bukan dengan tiba-tiba. Terapi
hormon merupakan terapi tambahan dan tidak untuk mengganti terapi konvensional.
Untuk mengganti pengobatan pasien dari kortikosteroid lain:
Triamcinolone 4 mg pada awal pemberian sebagai pengganti cortisone 25 mg, hydrocortisone 20
mg, prednisone 5 mg, prednisolone 5 mg, methylprednisolone 4 mg, dexamethasone 0,75 mg,
betamethasone 0,6 mg and paramethasone 2 mg. Setelah itu, dosis harus disesuaikan menurut
respon individu.

Peringatan Dan Perhatian


Peringatan

Penggunaan pada wanita hamil dan menyusui:


Karena studi reproduksi manusia yang adekuat belum dilakukan dengan kortikosteroid,
penggunaan obat ini pada wanita hamil, ibu menyusui atau wanita usia subur harus
mempertimbangkan keuntungan dari penggunaan obat dibanding dengan potensi bahaya

bagi ibu, embrio, fetus atau bayi yang menyusu.


Bayi yang dilahirkan dari ibu yang mendapat obat kortikosteroid selama hamil, harus

diamati dengan hati-hati terhadap timbulnya tanda-tanda hipoadrenalisme.


Pada pasien yang mendapat terapi kortikosteroid karena stres yang tidak biasa,
diindikasikan peningkatan dosis kortikosteroid kerja cepat sebelum, selama dan setelah

kondisi stres.
Kortikosteroid dapat menutupi beberapa gejala infeksi dan infeksi baru dapat muncul
selama penggunaannya. Ketika kortikosteroid digunakan dapat terjadi penurunan
resistensi dan ketidakmampuan untuk melokalisir infeksi. Jika selama terapi
kortikosteroid terjadi infeksi, hal tersebut harus segera dikontrol dengan terapi

antimikroba yang sesuai.


Penggunaan kortikosteroid jangka panjang dapat menimbulkan posterior subcapsular
cataracts, glaukoma yang dapat menimbulkan kerusakan pada saraf optik dan dapat
meningkatkan infeksi okular sekunder yang disebabkan oleh jamur atau virus.

Retensi garam dan air sebagaimana juga peningkatan ekskresi kalium dapat terjadi,
meskipun jarang terjadi pada derivat sintesis seperti triamcinolone dibanding
hidrokortison atau kortison, kecuali jika digunakan pada dosis besar. Diet garam dan

suplementasi kalium diperlukan. Semua kortikosteroid meningkatkan ekskresi kalium.


Pada saat terapi kortikosteroid, pasien tidak boleh divaksinasi cacar air. Prosedur
imunisasi yang lain tidak boleh dilakukan pada pasien yang mendapat kortikosteroid,
khususnya pada dosis tinggi, karena kemungkinan bahaya komplikasi neurologi dan

berkurangnya respon antibodi.


Penggunaan triamcinolone pada tuberkulosis aktif harus dibatasi pada kasus-kasus
tuberkulosis yang fulminan atau yang menyebar di mana kortikosteroid digunakan untuk

penatalaksanaan penyakit bersamaan dengan regimen antituberkulosis yang tepat.


Jika kortikosteroid diindikasikan untuk pasien dengan tuberkulosis laten atau reaktivasi
tuberkulin, perlu dilakukan observasi yang ketat karena dapat terjadi reaktivasi penyakit.

Selama terapi kortikosteroid jangka panjang, pasien harus mendapat kemoterapi.


Triamcinolone dosis besar mempunyai kecenderungan lebih besar untuk menimbulkan
miopati proksimal.

Perhatian

Seperti pada semua kortikosteroid, pasien harus diamati peningkatan berat badannya,
edema, hipertensi, dan ekskresi kalium yang berlebihan, seperti adanya tanda efek
samping steroid adrenokortikal yang kurang jelas. Asupan protein yang banyak penting

selama terapi jangka panjang.


Insufisiensi adrenokortikal sekunder yang diinduksi obat dapat diminimalkan dengan cara
mengurangi dosis secara perlahan-lahan. Tipe insufisiensi relatif ini dapat menetap
selama berbulan-bulan setelah penghentian terapi. Oleh karena itu, pada setiap situasi
stres (seperti trauma, pembedahan atau penyakit berat) yang terjadi selama periode itu,
harus dilakukan terapi hormone kembali. Karena sekresi mineralokortikoid dapat

terganggu, garam dan/atau mineralokortikoid harus dihentikan secara bersamaan.


Ada peningkatan efek kortikosteroid pada pasien hipotiroidisme dan sirosis.
Kortikosteroid harus diberikan secara hati-hati pada pasien ocular herpes simplex karena

kemungkinan dapat menimbulkan perforasi kornea.


Harus digunakan dosis terendah kortikosteroid yang mungkin untuk mengontrol kondisi
yang diobati. Jika memungkinkan dilakukan pengurangan dosis secara gradual.

Gangguan psikis dapat terjadi ketika kortikosteroid digunakan, mulai dari euforia,
insomnia, mood swings, perubahan kepribadian, dan depresi berat, sampai manifestasi
psikosis yang jelas. Ketidakstabilan emosi yang sudah ada atau tendensi psikotik dapat

diperburuk oleh kortikosteroid.


Pemberian secara bersamaan salisilat dengan kortikosteroid harus hati-hati pada

hipoprotrombinemia.
Kortikosteroid harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan ulcerative colitis
yang tidak spesifik jika terdapat kemungkinan terjadi perforasi, abses atau infeksi
piogenik lain. Kortikosteroid juga harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan
diverkulitis, fresh intestinal anastomoses, ulkus peptikum aktif atau laten, insufisiensi
ginjal, hipertensi, osteoporosis, glomerulonefritis akut, vaccinia, varicella, exanthema,
sindrom Cushing, infeksi resisten antibiotik, diabetes melitus, gagal jantung kongestif,
nefritis kronik, kecenderungan tromboembolik, tromboflebitis, gangguan konvulsi,

kanker metastase dan myasthenia gravis.


Pertumbuhan dan perkembangan bayi dan anak pada terapi kortikosteroid jangka panjang

harus diamati dengan hati-hati.


Ketidakteraturan menstruasi dapat terjadi dan kemungkinan ini harus dijelaskan kepada

pasien wanita past menarche.


Triamcinolone, seperti glukokortikoid lain, dapat memperburuk diabetes sehingga
diperlukan insulin atau obat hipoglikemik dengan dosis yang lebih tinggi. Triamcinolone
dapat mencetuskan manifestasi diabetes melitus laten. Setelah penghentian terapi
kortikosteroid, perlu dilakukan pengawasan lebih lanjut pada pasien karena terdapat
kemungkinan manifestasi berat dari penyakit yang diobati muncul kembali secara tibatiba pada pasien yang dirawat.

Efek Samping
Pasien yang mendapat kortikosteroid harus diamati secara ketat terhadap efek samping di bawah
ini yang mungkin berhubungan dengan terapi kortikosteroid:

Gangguan cairan dan elektrolit

Retensi natrium, retensi cairan, gagal jantung kongestif pada pasien yang rentan,
kehilangan kalium, alkalosis hipokalemia, dan hipertensi.

Muskuloskeletal
Kelemahan otot, fatigue, miopati steroid, kehilangan massa otot, osteoporosis, vertebral
compression fracture, nekrosis aseptik kaput tulang paha dan humerus, fraktur patologi
dari tulang panjang dan fraktur spontan.

Gastrointestinal
Ulkus peptikum dengan kemungkinan diikuti perforasi dan perdarahan, pankreatitis,
distensi abdomen dan ulcerative esophagitis.

Dermatologi
Gangguan penyembuhan luka, kulit yang rapuh dan tipis, ptechiae dan ekimosis, eritema
wajah, berkeringat berlebihan, atrofi lemak subkutan, purpura, striae, hiperpigmentasi,
hirsutisme, erupsi jerawat, dan ditekannya reaksi terhadap tes alergi.

Neurologi
Konvulsi, peningkatan tekanan intrakranial dengan papiledema (pseudotumor cerebri)
biasanya setelah pengobatan, vertigo, sakit kepala dan memburuknya kondisi psikiatrik
yang sudah ada.

Endokrin
Ketidakteraturan menstruasi, timbulnya keadaan chusingoid, supresi pertumbuhan pada
anak, tidak beresponnya adrenokortikal dan pituitari sekunder, khususnya pada waktu
stres (contohnya trauma, pembedahan atau kondisi sakit), penurunan toleransi
karbohidrat, manifestasi diabetes melitus laten dan peningkatan kebutuhan insulin atau
obat hipoglikemik oral pada keadaan diabetes.

Mata
Posterior subcapsular cataract, peningkatan tekanan intraokular, glaukoma dan
exophthalmos.

Metabolik
Hiperglikemia, glikosuria dan keseimbangan nitrogen negatif disebabkan oleh
katabolisme protein.

Lain-lain
Necrotizing angitis, tromboflebitis, tromboembolisme, memburuknya infeksi atau
menutupi gejala infeksi, insomnia, episode sinkop dan reaksi anafilaktoid.

Interaksi Obat
Interaksi yang berpotensi berbahaya
Kombinasi kortikosteroid dengan obat anti-inflamasi nonsteroid meningkatkan risiko terjadinya
ulkus peptikum dan perdarahan gastrointestinal.
Interaksi signifikan lainnya
Kortikosteroid dilaporkan menimbulkan antagonis pada blokade neuromuskular yang disebabkan
oleh pancuronium. Risiko hipokalemia dapat meningkat jika triamcinolone diberikan secara
bersamaan dengan simpatomimetik dan teofilin yang dapat menurunkan kalium plasma dan
dengan diuretik yang tidak hemat kalium, hipokalemia juga dapat memperkuat efek glikosida
jantung. Efek diabetogenik kortikosteroid akan mengganggu kontrol glukosa darah dengan
insulin dan obat hipoglikemik oral.

5. Endostein
Farmakologi
agen mukolitik. Dapat mengencerkan mucus dan sputum purulen. Erdostein adalah pro drug
yang menjadi aktif setelah proses metabolism dimana gugus sulfhidril bebas di bentuk. Gugus ini
akan memecahkan ikatan disulfide yang mengikat serat-serat glikoprotein di dalam mucus. Hal
ini menyebabkan sekresi bronkus menjadi lebih encer dan lebih mudah dikeluarkan. Dari studi
in vivo dan invitro di tunjukkan bahwa karena adanya gugus sulfhidril bebas dalam bentuk
metabolit aktifnya, maka erdostein memiliki sifat antioksidan

Indikasi
mukolitik, obat pengencer lendir pada gangguan saluran pernapasan akut dan kronik
Peringatan
Erdosteine tidak direkomendasikan untuk digunakan oleh wanita yang sedang hamil atau

menyusui.
Erdosteine hanya boleh digunakan untuk orang-orang yang telah berusia 18 tahun ke atas.

Kecuali atas resep dokter


Harap berhati-hati bagi penderita gangguan hati, ginjal, dan penderita tukak lambung.
Jangan menggunakan erdosteine bersamaan dengan obat-obatan lainnya tanpa petunjuk
dari dokter. Hal ini dikhawatirkan dapat menyebabkan interaksi obat yang
membahayakan.

Dosis
Dewasa: 150/50 mg 2-3 kali sehari
Anak: Berat badan 15-19 kg: 175 mg 2 kali sehari; 20-30 kg: 175 mg 3 kali sehari; > 30 kg: 350
mg 2 kali sehari

Efek Samping

Sensasi terbakar pada dada atau perut.

Perubahan rasa di mulut.

Gejala flu dan sakit kepala.

Nyeri atau sakit perut.

Mual.

Diare.

Interaksi Obat
tidak ada interaksi yang berbahaya bila diberikan bersama obat lain yang pernah di amati, dan
erdostein dapat diberikan bersama-sama dengan antibiotic, bronkodilator (teofilin, B2-mimetik,
sedative, batuk)
6. Cefixime
Farmakologi
Aktivitas antibakteri
Cefixime memiliki spektrum antibakteri yang luas terhadap mikroorganisme grampositif dan gram-negative. Dibandingkan dengan sediaan oral cephalosporin lain,
cefixime khususnya memiliki aktivitas yang poten terhadap organisme gram-positif
seperti

Streptococcus

sp, Streptococcus

pneumoniae,

dan

gram-negatif

seperti

branhamella catarrhalis, Escherichia coli, proteus sp, Haemophillus influenzae. Cara


kerjanya adalah sebagai bakterisidal. Cefixime sangat stabil dan memiliki aktiitas yang
baik terhadap beta-laktamase yang dihasilkan banyak organisme.
Mekanisme Kerja
Cefixime menghambat sintesis dinding sel mikroorganisme. Cefixime memiliki afinitas
yang tinggi untuk pembentukan protein penicillin, dengan tempat aktivitas yang
bervariasi tergantung pada organismenya.
Indikasi
Cefixime diindikasikan untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh miroorganisme
sebagai berikut:
Infeksi saluran urin tanpa komplikasi yang disebabkan oleh Escherichia coli dan

Proteus mirabillis.
Otitis media yang disebabkan oleh Haemophillus influenzae (beta-laktamase
strain positif dan negatif), moraxella (Branhamella) catarrhalis (umumnya yang

termasuk beta-laktamase strain positif) dan Streptococcus pyogenes.


Faringitis dan tonsillitis yang disebabkan oleh Streptococcus pyogenes.
Bronkhitis akut dan eksaserbasi akut bronkhitis kronik yang disebabkan oleh
Streptococcus pneumoniae dan Haemophillus influenzae (beta-laktamase strain

negatif dan positif).


Pengobatan demam tifoid pada anak dengan multi-resisten terhadap pengobatan
standar.

Dosis dan Cara Pemberian


Untuk orang dewasa dan anak dengan berat badan, > 30 kg : dosis yang
dianjurkan adalah 50-100 mg (potensi), 2 kali sehari. Dosis harus disesuaikan
dengan umur, berat badan dan kondisi pasien. Pada infeksi yang berat atau dapat

berinteraksi, dosis dapat ditingkatkan menjadi 200 mg (potensi), 2 kali sehari.


Cefixime suspensi 100 mg (potensi) : dosis umum untuk anak-anak adalah 1,5 - 3
mg (potensi)/kg, 2 kali sehari. Dosis harus disesuaikan terhadap kondisi pasien.
Untuk infeksi yang berat atau dapat berinteraksi, dosis dapat ditingkatkan

menjadi 6 mg (potensi)/kg, 2 kali sehari.


Pada anak-anak, otitis media harus diobati dengan sediaan suspensi. Studi klinik
pada otitis media menunjukkan bahwa pada pemberian dosis yang sama, sediaan
suspensi memberikan hasil kadar puncak dalam darah yang lebih tinggi
dibandingkan dengan sediaan tablet. Oleh karena itu pada pengobatan otitis
media pengoabatan dengan sediaan suspensi tidak boleh diganti dengan sediaan

tablet.
Demam tifoid pada anak-anak : 10-15 mg/kg/hari selama 2 minggu.
Pasien dengan kerusakan fungsi ginjal memerlukan modifikasi dosis tergantung
pada tingkat kerusakan. Apabila bersihan kreatinin antara 21-60 mg mL/min atau
pasien mendapat terapi hemodialisa, dosis yang dianjurkan adalah 75% dari dosis
standar (misalnya 300 mg sehari). Apabila bersihan kreaatinin kuran dari 20
mL/min atau pasien mendapat terapi rawat jalan peritonial dialisaberkelanjutan,
dosis yang dianjurkan adalah 50% dari dosis standar (misalnya 200 mg perhari).

Kontra Indikasi
Penggunaan antibiotik ini harus dihindari pada pasien dengan riwayat hipersensitivitas (alergi)
pada Cefixime dan antibiotik golongan cephalosporin lainnya.

Efek Samping

Berikut adalah efek samping Cefixime yang mungkin terjadi :

Efek samping yang paling umum dari antibiotik cephalosporin oral adalah gangguan
pencernaan termasuk mual, muntah, dan diare.

Reaksi hipersensitivitas termasuk ruam kulit, urtikaria, demam, gatal, angioedema, edema
wajah, kesulitan bernapas, kulit merah, melepuh, bengkak, dan mengelupas, sindrom
Stevens-Johnson, dan nekrolisis epidermal toksik.

Pseudomembranous

colitis dan Clostridium difficile juga

telah

dilaporkan

pada

penggunaan antibiotik ini.

Antibiotik cephalosporin bisa juga menyebabkan anemia aplastik dan anemia hemolitik
pada bebearapa kasus.

Efek samping Cefixime pada organ hati seperti hepatitis dan kenaikan sementara SGPT,
SGOT, dan alkali fosfatase. Antibiotik golongan cephalosporin telah dikaitkan dengan
terjadinya disfungsi hati termasuk kolestasis.

Efek samping pada sistem saraf seperti sakit kepala, pusing, mengantuk, dan kejang.

Jika tandatanda reaksi alergi terjadi segera hentikan pengobatan dan hubungi pihak
medis karena dapat terjadi shock anafilaksis yang bisa berakibat fatal.

Kebanyakan obat antibiotik termasuk Cefixime dapat menyebabkan diare, yang bisa saja
merupakan tanda dari infeksi baru. Jika diare terjadi sangat berat misalnya berair atau
memiliki darah di dalamnya, segera hubungi dokter Anda. Jangan menggunakan obat untuk
menghentikan diare kecuali atas petunjuk dokter

Perhatian
Hal-hal yang harus diperhatikan pasien selama menggunakan antibiotik Cefixime adalah sebagai
berikut :

Hati-hati memberikan Cefixime pada penderita dengan fungsi hati dan ginjal yang rusak
terutama pada pemakaian obat dalam jangka waktu panjang.

pengamatan yang teliti perlu dilakukan pada pasien dengan gejala defisiensi Vitamin K.

Pemakaian oleh ibu menyusui belum ada data, tetapi biasanya pihak produsen obat obat
dengan kandungan Cefixime merekomendasikan untuk tidak menggunakan obat ini selama
menyusui.

sebaiknya Cefixime tidak digunakan untuk bayi berumur kurang dari 6 bulan karena
efektivitas dan keamanan penggunaan antibiotik ini belum dapat dipastikan, .

Cefixime menyebabkan pusing, jangan menggemudikan kendaraan atau menyalakan


mesin selama menggunakan obat ini.

Cefixime harus digunakan sesuai dengan rekomendasi dokter, tetap lanjutkan terapi
meskipun anda sudah merasa sembuh. Hal ini untuk mencegah terjadinya resistensi bakteri
terhadap Cefixime.

untuk pasien Diabetes : Cefixime dapat menyebabkan hasil tes untuk glukosa urin atau
keton urin menjadi salah. informasikan kepada petugas laboratorium jika anda melakukan
tes selama mengkonsumsi Cefixime. konsultasikan dengan dokter anda sebelum Anda
mengubah diet Anda atau dosis obat diabetes Anda.

Cefixime tidak digunakan untuk mengobati infeksi oleh virus seperti flu.

Interaksi Obat
Berikut adalah interaksi dengan obat-obat lain jika digunakan secara bersamaan :

Probenesid menghambat sekresi Cefixime sehingga meningkatkan konsentrasi obat ini


dalam tubuh dan meningkatkan potensi terjadinya efek samping.

Jika Cefixime diberikan bersamaan dengan carbamazepine dapat meningkatkan


konsentrasi carbamazepine dalam plasma sehingga meningkatkan efek farmakologinya.

Pemberian

Cefixime

bersama

antikoagulan

(misalnya

warfarin)

akan

meningkatkan protrombin time (dengan atau tanpa perdarahan).

Nifedipin dan salicylat dapat menigkatkan konsentrasi Cefixime dalam plasma darah
sehingga efeknya akan meningkat.

Vaksin BCG atau vaksin tifoid hidup akan menurun efektivitasnya jika diberikan bersama
Cefixime.

Anda mungkin juga menyukai