Fixx Peb
Fixx Peb
Disusun Oleh :
SYIFA ANANTA KHAIRUNNISA
1102012290
WINA HANRIYANI
1102012307
Pembimbing :
dr. K.A. Halim Lutfi, Sp.OG, MH.Kes
2016
BAB I
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama
: Ny. Y
Usia
: 22 Thn
Agama
: Islam
Pendidikan
: SLTP
Pekerjaan
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
: Desa Buyut
Tanggal masuk RS
Anamnesis
Keluhan utama :
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien G1P0A0 merasa hamil 9 bulan datang dengan keluhan sesak napas, sesak napas
dirasakan 7 hari yang lalu dan semakin memberat sejak 4 hari yang lalu. Keluhan disertai
tekanan darah yang tinggi dan bengkak diseluruh tubuh sejak 1 bulan yang lalu. Pasien juga
mengeluh mules sejak 1 hari yang lalu beserta keluar air-air dan lendir, darah (-) sejak 8 jam
yang lalu. gerak janin masih dirasakan. Pasien juga merasa lemas dan pusing, pandangan
kabur disangkal oleh pasien.
Riwayat menstruasi :
Menarche
: 15 tahun
Siklus
: Teratur
Lama haid
: 7 hari
1
HPHT
: 08 Maret 2016
HTP
: 17 Desember 2016
Riwayat obstetri :
Anak I : Hamil sekarang
Riwayat KB :
Tidak menggunakan KB
Riwayat Pernikahan :
Menikah 1 kali, lama pernikahan 1 tahun
Riwayat Penyakit dahulu :
HT (-), DM (-), Asma (-), Alergi (-), Peny.Jantung (-), Peny.Paru (-).
Riwayat penyakit keluarga :
HT (-), DM (-), Asma (-), Alergi (-), Peny.Jantung (-), Peny.Paru (-).
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Kesadaran
: Composmentis
Tekanan darah
: 170/120 mmHg
Nadi
: 120x/menit
Pernafasan
: 43x/menit
Suhu
: 36,5C
Spo2
: 69 %
Mata
Thorak
Abdomen
: Status Obstetrikus
Genitalia
: Status Obstetrikus
Ekstremitas
: Edema +/+
Status Obstretikus
Abdomen
Inspeksi
2 cm
G1P0A0 Parturien aterm Kala 1 fase laten dengan KPD +PEB + udem pulmo + udem anasarka
dan fetal distress.
Rencana
Hasil laboratorium :
Hematologi
Darah Lengkap
Hemoglobin
: 8,8
gr/dl
Hematokrit
: 32,6
Leukosit
: 19,41
103/ul
Trombosit
: 802
103/ul
Eritrosit
: 4.46
mm3
MCV
: 73.1
fl
MCH
: 19.8
pg
MCHC
: 27,1
g/dl
RDW
: 20.6
fl
MPV
: 9.7
fl
Index Eritrosit
PDW
: 35.8
fl
Eosinofil
: 0.2
Basofil
: 0.9
Segmen
: 72.7
Limfosit
: 20.2
Monosit
: 4.6
Stab
: 1,4
Golongan darah
Imunologi
HBsAg
: 0,01
Anti HIV
: Non reaktif
Kimia klinik
SGOT
SGPT
GDS
Ureum
Creatinin
Protein Urine
Pemeriksaan USG
: 82 U/L
: 26 U/L
: 107 mg/dl
: 9.4
: 0.74
: +3
BPD 38w1d
AC 36w3d
Pemeriksaan EKG
Keluarga diberitahu
BAB II
PEMBAHASAN
1. Apakah kasus pada pasien ini memenuhi syarat sebagai pre-eklampsi berat?
2. Apakah penyebab terjadi udem pulmo pada pasien PEB dalam kasus ini ?
3. Apakah penatalaksaan pada pasien ini sudah tepat?
1. Apakah kasus pada pasien ini memenuhi syarat sebagai pre-eklampsi berat?
Preeklampsia adalah kelainan malafungsi endotel pembuluh darah atau vaskular yang
menyebar luas sehingga terjadi vasospasme setelah usia kehamilan 20 minggu,
mengakibatkan terjadinya penurunan perfusi organ dan pengaktifan endotel yang
menimbulkan terjadinya hipertensi, edema nondependen, dan dijumpai proteinuria
300mg per 24 jam atau 30mg/dl (+1 pada dipstick) dengan nilai sangat fluktuatif saat
pengambilan urin sewaktu (Brooks MD, 2011). Semakin berat hipertensi atau
proteinuria, semakin pasti diagnosis pre eklamsia.
o Klasifikasi Preeklampsia
Dari berbagai gejala, preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan
preeklampsia berat.
Kriteria preeklampsia ringan :
7
20 minggu.
Proteinuria >300 mg/24 jam atau > 1 + pada pemeriksaan carik celup.
meningkat.
Nyeri epigastrium persisten
Hemolisis mikroangipatik peningkatan LDH
Peningkatan kadar transaminase serum ALT atau AST
Trombosit < 100.000 mm3
Nyeri kepala yang persisten atau gangguan serebral atau visual lainnya.
- nyeri kepala
- mata kabur
- nyeri epigastrium
Disfungsi endotel ditandai peningkatan kadar sVCAM-1, vWF dan fibrin monomer
sebagai petanda aktivasi koagulasi
Peningkatan permeabilitas kapiler akibat timbulnya mediator inflamasi (tromboksan
dan endothelin)
Ketidakseimbangan Starling Force akibat hipertensi dan hemodilusi, menyebabkan
Peningkatan tekanan vena pulmonalis Penurunan tekanan onkotik plasma
Peningkatan negativitas tekanan interstisial
Akibat hal tersebut menyebabkan tertumpuknya cairan pada ruang interstisial paruparu akibat ekstravasasi cairan ke jaringan ekstraseluler menyebabkan edema paru
lengkap
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya untuk menegakkan diagnosis
pasti udema paru (radiologi dan test pungsi) karena keterbatasan waktu
dikarenakan kondisi pasien memburuk.
tanpa ada penundaan. Pada beberapa tahun terakhir, sebuah pendekatan yang berbeda pada
wanita dengan PEB mulai berubah. Pendekatan ini mengedepankan penatalaksanaan
ekspektatif pada beberapa kelompok wanita dengan tujuan meningkatkan luaran pada bayi
yang dilahirkan tanpa memperburuk keamanan ibu.
Adapun terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien dengan PEB antara lain adalah :
a. Tirah baring
b. Oksigen
c. Kateter menetap
d. Cairan intravena. Cairan intravena yang dapat diberikan dapat berupa kristaloid maupun
koloid dengan jumlah input cairan 1500 ml/24 jam dan berpedoman pada diuresis,
insensible water loss, dan central venous pressure (CVP). Balans cairan ini harus selalu
diawasi.
e. Magnesium sulfat (MgSO4). Obat ini diberikan dengan dosis 20 cc MgSO4 20% secara
intravena loading dose dalam 4-5 menit. Kemudian dilanjutkan dengan MgSO4 40%
sebanyak 30 cc dalam 500 cc ringer laktat (RL) atau sekitar 14 tetes/menit. Magnesium
sulfat ini diberikan dengan beberapa syarat, yaitu:
1. refleks patella normal
2. frekuensi respirasi >16x per menit
3. produksi urin dalam 4 jam sebelumnya >100cc atau 0.5 cc/kgBB/jam
4. disiapkannya kalsium glukonas 10% dalam 10 cc sebagai antidotum. Bila nantinya
ditemukan gejala dan tanda intoksikasi maka kalsium glukonas tersebut diberikan
dalam tiga menit.
f. Antihipertensi
Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastolik >110 mmHg. Pilihan antihipertensi
yang dapat diberikan adalah nifedipin 10 mg. Setelah 1 jam, jika tekanan darah masih
tinggi dapat diberikan nifedipin ulangan 10 mg dengan interval satu jam, dua jam, atau
tiga jam sesuai kebutuhan. Penurunan tekanan darah pada PEB tidak boleh terlalu agresif
yaitu tekanan darah diastol tidak kurang dari 90 mmHg atau maksimal 30%. Penggunaan
nifedipin ini sangat dianjurkan karena harganya murah, mudah didapat, dan mudah
mengatur dosisnya dengan efektifitas yang cukup baik.
g. Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid direkomendasikan pada semua wanita usia kehamilan 24-34
minggu yang berisiko melahirkan prematur, termasuk pasien dengan PEB.
Preeklampsia sendiri merupakan penyebab 15% dari seluruh kelahiran prematur. Ada
11
pendapat bahwa janin penderita preeklampsia berada dalam keadaan stres sehingga
mengalami percepatan pematangan paru. Akan tetapi menurut Schiff dkk, tidak terjadi
percepatan pematangan paru pada penderita preeklampsia.
kematian pada ibu hamil dengan preeklamsi berat serta komplikasinya udem
paru.
Adapun tatalaksana pada pasien ini berupa:
o
o
o
o
o
o
o
o
o
DAFTAR PUSTAKA
13
Simadibrata M, Setiati S, Alwi, Maryantono, Gani RA, Mansjoer. Pedoman Diagnosis dan
Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2000; 208
Harun S dan Sally N. Edema Paru Akut. 2009. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th Ed. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p. 1651-1653
Winknjosastro H. Ilmu Kebidanan Edisi III,cetakan lima. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 1999. 357-8, 785-790.
14