Anda di halaman 1dari 13

1

PERAN LPTK DALAM MENGHASILKAN GURU YANG PROFESIONAL


Oleh: Juju Juangsih
(Dosen Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung)
Abstrak
Peranan LPTK sebagai lembaga penyelenggara program pendidikan bagi calon
guru yang diharapkan dapat mencetak tenaga-tenaga profesional ternyata mendapat
tantangan dengan diberlakukannya UU No. 14 tentang Guru dan Dosen, dalam pasal 12
dinyatakan bahwa Setiap orang yang memiliki sertifikat pendidik, memiliki
kesempatan untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu. Dengan
demikian, profesi guru menjadi profesi terbuka bagi siapa saja yang memiliki
sertifikat pendidik, tidak harus lulusan dari LPTK.Hal ini berimplikasi bahwa peluang
bagi lulusan LPTK menjadi berkurang karena mereka harus bersaing dengan lulusan
dari non LPTK. Jika hal ini tidak diantisipasi maka ada kemungkinan suatu saat
eksistensi LPTK menjadi hilang. Untuk mengantisipasi hal ini diperlukan kerja keras
dari penyelenggara LPTK untuk meningkatkan peranannya agar dapat mencetak guruguru yang profesional.
Kata Kunci: LPTK, UU Guru dan Dosen, guru profesional
THE ROLE OF LPTK IN MAKING PROFESSIONAL TEACHERS
Abstract
The role LPTK as the providers of education programs for prospective teachers
who are expected to create professional staff has received the challenge with the
implementation of Law No. 14 about Teachers and Lecturers, in article 12 states that
"Every person who has a teaching certificate, has the opportunity to be appointed as a
teacher in a particular educational unit. Thus, the teaching profession to be "open
profession" for anyone who has a teaching certificate. It must not graduate from LPTK.
This implies that the opportunities for graduates of LPTK can be reduced because they
have to compete with graduates from non LPTK. If it is not anticipated well, there may
be no more LPTKs existence. In anticipating this, it requires hard work of the organizers
LPTKs to increase its role in order to get professional teachers.
Keywords: LPTK, Law Teachers And Lecturers, Teachers' Professional
A. PENDAHULUAN
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menjamin
perkembangan dan kelangsungan hidup sebuah bangsa. Penyelenggaraan pendidikan di
Indonesia, sebelum diberlakukannya UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,

secara eksplisit diselenggarakan oleh Lembaga Pendidikan

Tenaga Kependidikan (LPTK). Bentuknya dapat berupa Sekolah Tinggi Keguruan Ilmu
Pendidikan (STKIP), Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) dan Fakultas Keguruan
Ilmu Pendidikan (FKIP, yang keberadaannya di bawah universitas). Lembaga-lembaga
tersebut sebagai lembaga pencetak tenaga-tenaga pendidik yang profesional.
LPTK sebagai lembaga pencetak tenaga pendidik profesional mempunyai tugas
pokok dalam menyelenggarakan pendidikan untuk calon tenaga kependidikan untuk
semua jenjang kependidikan serta keahliannya. Menurut Dirjen Dikti Kemendikbud,
Joko Susilo, jumlah LPTK per April 2013 ada sebanyak 415 LPTK yang terdiri dari 376
LPTK swasta, 26 FKIP negeri, satu FKIP Universitas Terbuka, dan 12 eks IKIP negeri.
Lebih lanjut Joko Susilo mengatakan bahwa 60% mutu LPTK rendah. Selain itu LPTK
masih belum mampu dalam mempersiapkan mahasiswa calon guru yang profesional.
Berdasarkan data di atas, diperlukan sekali pemikiran dan sikap profesional dari
para penyelenggara LPTK untuk meningkatkan kualitas mutu lulusannya. Kualitas
lulusan yang dihasilkan oleh LPTK sangat terkait dengan berbagai hal mulai dari
pelayanan tenaga administrasi, dosen/pengajar, kurikulum, tempat belajar, wawasan
mahasiswa terhadap pendidikan, dan sarana penunjang proses belajar mengajar di
LPTK.
Sehubungan dengan uraian di atas, makalah ini mencoba mengungkapkan
permasalahan

bagaimana

peranan

LPTK

dalam

mewujudkan

guru

yang

profesional.Dalam pembahasannya disinggung pula mengenai bagaimana upaya LPTK


untuk meningkatkan mutu lulusannya.Pembahasan permasalahan dilakukan dengan
studi literatur dari beberapa buku dan tulisan baik cetak maupun online.Tujuan dari
makalah ini adalah mengungkapkan dan menghasulkan pemikiran tentang tantangan
yang dihadapi LPTK dalam menghasilkan tenaga pendidik yang profesional.
B. KAJIAN TEORI
Pengertian mutu memiliki konotasi yang bermacam-macam tergantung orang
yang memakainya. Kata mutu diambil dari bahasa latin Qualis yang

artinya what kind of (tergantung dengan kata apa yang mengikutinya). Pengertian mutu
sendiri menurut Deming ialah kesesuaian dengan kebutuhan. Sedangkan menurut Juran,
mutu ialah kecocokan dengan kebutuhan dan Sallis (2003) mengemukakan bahwa mutu
adalah konsep yang absolut dan relatif. Mutu yang absolut adalah mutu yang
mempunyai idealisme tinggi dan berstandar tinggi yang harus dipenuhi, dengan sifat
produk bergengsi yang tinggi. Sedangkan mutu relatif adalah sebuah alat yang sudah
ditetapkan dan harus memenuhi standar yang telah dibuat.
Definisi pendidikan menurut Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional atau Sisdiknas, pasal 1 (ayat 1 dan 4), bahwa Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, akhlak mulia, pengendalian diri, kecerdasan,
keperibadian, serta keterampilan yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan
juga negara.
Mutu di bidang pendidikan meliputi 4, yaitu: mutu input, proses, output, dan
outcome. Penjelasan lebih lanjut sebagai berikut:
1. Input pendidikan dinyatakan bermutu apabila telah berproses.
2. Proses pendidikan bermutu jika mampu menciptakan suasana yang aktif, kreatif
dan juga menyenangkan.
3. Output dinyatakan bermutu jika hasil belajar dalam bidang akademik dan
nonakademik siswa tinggi.
4. Outcome dinyatakan bermutu apabila lulusan cepat terserap di dunia kerja, gaji
yang wajar, dan semua pihak mengakui kehebatannya lulusannya dan merasa
puas
Mutu dalam konteks manajemen mutu terpadu atau Total Quality Management
(TQM) bukan hanya suatu gagasan, tetapi suatu filosofi dan metodologi untuk
membantu lembaga dalam mengelola perubahan secara sistematik dan totalitas, melalui
suatu perubahan visi, misi, nilai, serta tujuan. Di dalam dunia pendidikan untuk menilai
mutu lulusan suatu sekolah dilihat dari

kesesuaian dalam kemampuan yang dimilikinya dengan tujuan yang telah ditetapkan di
dalam kurikulum.
Sekarang ini, LPTK sedang memasuki era baru dimana dalam setiap instutusi
terdapat misi ganda yaitu misi utama mempersiapkan berbagai jenis dan jenjang
program pendidikan tenaga kependidikan dan misi kedua yaitu melalui pelbagai
program non-kependidikan untuk mempersiapkan tenaga profesional di luar profesi
kependidikan. Perubahan misi tunggal kepada institusi dengan misi ganda ini banyak
menimbulkan permasalahan yang banyak dipertanyakan oleh masyarakat umum.
Apakah LPTK dalam bentuk sekarang mampu untuk menghasilkan tenaga pendidik
yang bermutu ataukah meletakkan tugas utama menjadi tugas biasa yang sama dengan
tugas tambahan untuk menghasilkan tenaga profesional di luar tenaga kependidikan?
Sehubungan dengan hal itu, Azhar (2011:76) dalam makalahnya memaparkan
bahwa LPTK swasta yang jumlahnya mendekati 400 institusi yang tersebar di seluruh
tanah air, memunculkan pertanyaan kualitatif yang cukup merisaukan.
Problema mutu yang ada pada perbedaan kualitas terjadi karena model
pengadaan tenaga kependidikan yang dilaksanakan oleh berbagai LPTK tidak memiliki
sistem dan prosedur pengendalian mutu yang handal. Akibatnya standar kelulusanpun
beragam. Banyak guru dan tenaga kependidikan yang dihasilkan, tetapi kualitasnya
cenderung bervariasi karena belum ada standar yang digunakan untuk mengukur
kualitasnya. Oleh karena itu kebutuhan akan standar mutu LPTK sangat penting di masa
yang akan datang.
Mutu LPTK yang rendah mengakibatkan tidak banyak diminati oleh lulusan
sekolah menengah. Hal ini dapat dilihat dari pilihan pada waktu SNMPTN, biasanya
LPTK akan dipilih setelah tidak diterima dari non-kependidikan. Hal ini dipertegas oleh
Suyono (dalam Azhar, 2011:82) yang mengatakan bahwa mutu guru rendah, karena gaji
guru rendah, generasi yang tertarik untuk menjadi guru bukan generasi yang terbaik.

Berdasarkan kenyataan yang ada, diketahui bahwa tidak banyak mahasiswa


yang masuk LPTK karena memang ingin menjadi guru. Menurut Fuad (dalam Azhar
(2011) bahwa orang yang masuk ke LPTK banyak yang tidak didasarkan pada motivasi
murni ingin menjadi guru, tetapi sebagai alternatif karena keinginannya tidak tercapai.
Sekitar 50%, siswa memilih Lembaga Akta Mengajar karena sudah merasa mentok kerja
di bidang lain. Sehingga bagaimana akan mendapatkan guru dengan kualitas yang baik
apabila dari awal memang tidak ada motivasi untuk menjadi guru LPTK.
Rektor IKIP Semarang Muhdi mengatakan, standar khusus perlu diterapkan pula dalam
rekrutmen calon mahasiswa, termasuk adanya tes psikologi untuk mengetahui calon
mahasiswa memenuhi kepribadian seorang guru.
Terlebih lagi, minat menjadi guru sekarang mulai membaik.Lulusan
SMA/SMK yang nilainya bagus sudah mulai memilih kuliah di
LPTK.Ini sinyal yang baik untuk penyiapan calon guru yang hebat di
masa mendatang," ujar Muhdi.
LPTK merupakan salah satu kunci berhasil atau tidaknya pendidikan di
Indonesia. Nurulpaik (dalam Azhar, 2011:78) berpendapat bahwa apabila kita sepakat
bahwa calon tenaga kependidikan harus dipersiapkan secara profesional dalam satu
setting pengkondisian tertentu, maka lingkungan pendidikan harus didesain dan
dipersiapkan sedemikian rupa hingga mampu membentuk karakter yang diharapkan.
Kemudian Gaffar (2005) menambahkan bahwa LPTK memiliki tugas pokok untuk
mendidik calon-calon guru TK hingga perguruan tinggi. Untuk mengemban tugas
tersebut, LPTK harus dinilai apakah sudah memenuhi standar kelayakan sebagai sebuah
LPTK yang bermutu dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas tersebut.
Untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas perlu dilakukan perbaikan pada
saat rekruitment calon mahasiswa. Dengan kata lain, calon mahasiswa harus diseleksi
secara ketat agar menghasilkan sarjana yang berkualitas. Selain itu juga harus
melakukan pembenahan kurikulum, kualitas dosen, atmosfer akademik, sarana, dan
budaya akademik juga harus dibangun untuk melahirkan sarjana pendidikan yang handal
secara intelektual dan memiliki kualitas akhlak yang baik.

Selain itu, LPTK harus mempersiapkan calon sarjana yang siap pakai, memiliki
kompetensi yang diperlukan di lapangan pekerjaan.Selain itu kurikulum LPTK juga
harus dirancang sesuai kebutuhan pasar. Untuk meningkatkan kualitas LPTK, menurut
Joko Santoso, diperlukan kajian serius dan mendalam tentang reposisi, penataan dan
penguatan kelembagaan LPTK. Disamping pula diperlukan landasan hukum untuk
memperkuat jati diri LPTK.
Untuk menentukan kelayakan secara kelembagaan, standar kelembagaan
digunakan untuk sebagai tolak ukur dalam proses evaluasi kelembagaan tersebut.
Lembaga yang telah memenuhi standar tersebut disebut lembaga yang terakreditasi atau
accredited in teacher education institution. Berikutnya Slamet (dalam Azhar (2011:79)
mengatakan bahwa ada empat usaha mendasar

yang harus dilakukan untuk

menghasilkan mutu yang baik, yaitu:


a. Menciptakan situasi win-win solution, bukan kalah-menang diantara pihak
yang berkepentingan dengan lembaga pendidikan (stakeholder). Terutama
antara pimpinan lembaga dengan staf lembaga harus terjadi kondisi yang
saling menguntungkan satu sama lain dalam meraih mutu produk /jasa yang
dihasilkan oleh lembaga pendidikan.
b. Perlu dikembangkan motivasi instrinsik pada setiap orang yang terlibat dalam
proses meraih mutu. Setiap orang dalam lembaga pendidikan harus tumbuh
motivasi bahwa hasil kegiatannya mencapai mutu tertentu yang meningkat
terus menerus terutama sesuai kebutuhan dan harapan pengguna.
c. Setiap pimpinan harus berorientasi pada proses dan hasil jangka panjang.
Penerapan manajemen mutu terpadu dalam pendidikan bukanlah suatu proses
perubahan jangka pendek.
d. Dalam menggerakkan segala kemampuan lembaga pendidikan untuk
mencapai mutu yang ditetapkan, haruslah dikembangkan adanya kerjasama
antar unsur-unsur pelaku proses mencapai hasil mutu. Semuanya harus
bekerjasama dantidak dapat dipisahkan satu sama lain untuk menghasilkan
mutu sesuai yang diharapkan.
Selanjutnya Azhar (2011) mengatakan bahwa untuk meningkatkan mutu
pendidikan, perlu dilaksanakan kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Guru

(PPTG) dan Pendidikan Tenaga Kependidikan (PTK). Sistem PPTG dan PTK
pada umumnya bertujuan agar para guru mampu merespon perubahan dan
tuntutan perkembangan iptek dan kemajuan kemasyarakatan, termasuk perubahan
sistem pendidikan dan pembelajaran secara mikro. Kegiatan PPTG secara
filosofis merupakan inti dari profesionalisasi.
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama adalah mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar dan pendidikan menengah. Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2003

Tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam konsiderannya, menjelaskan bahwa


Guru professional harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai
dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. (USPN 20/2003:
konsiderans, Bab I pasal 6, Bab II pasal 3, Bab XI pasal 39 ayat (2), 40 ayat

(2),

42 ayat (2). Hal ini diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
Tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
Tentang Standar Nasional Pendidikan yang menjelaskan bahwa Guru wajib
memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan
rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan

pendidikan

nasional.
Kompetensi yang harus dimiliki guru meliputi kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang
diperoleh melalui pendidikan profesi. Kompetensi, kualifikasi dan sertifikasi
merupakan prasyarat menciptakan guru professional. Guru profesional menjadi
jaminan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Bagaimana kriteria untuk
menjadi guru profesional? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, kita harus
mengetahui dulu definisi dari kata profesional.
Guru dituntut untuk profesional dengan memiliki kompetensi pedagogik,
kepribadian, sosial dan profesional. Cara mendapatkan guru seperti kriteria di
atas melalui kualifikasi, uji kompetensi dan sertifikasi. Dengan demikian guru
profesional harus memiliki sertifikat profesi.Sertifikasi diberikan secara
individual kepada Pendidik sebagai pengakuan atas kompetensinya dalam

keahlian dan keterampilan kependidikan juga sebagai lisensi untuk melakukan


pekerjaan Pendidik. Sertifikasi mempunyai jenjang dari tingkat dasar sampai ahli
dengan masa berlaku sesuai ketentuan dan perlu pendaftaran pada setiap kurun
waktu tertentu sesuai dengan sistem yang diberlakukan.
Sertifikasi merupakan proses pengambilan keputusan kelayakan individu
dalam jabatan tertentu. Proses tersebut terdiri dari kegiatan:
1) Pengujian; yaitu mengukur tingkat kompetensi Pendidik yang ditetapkan
berdasarkan standar kompetensi Pendidik
2) Pendidikan Profesi; diberikan kepada Pendidik untuk memperoleh sertifikasi
yang diselenggarakan oleh LPTK yang terakreditasi dan ditetapkan oleh
pemerintah.
3) Penetapan Sertifikat; diperoleh setelah mengikuti Pendidikan profesi dan
dinyatakan lulus Pendidikan profesi dan uji kompetensi.

Sertifikasi bertujuan untuk:


1) Mencetak calon Pendidik qualified dalam melaksanakan tugas pokok fungsi
pendidik untuk meningkatkan kualitas sekolah.
2) Menentukan tingkat kelayakan Pendidik dalam menyelenggarakan layanan
pendidikan.
3) Memperoleh gambaran tentang kompetensi Pendidik yang dapat digunakan
sebagai alat pembinaan, pengembangan, dan peningkatan kualitas pendidikan.

Fungsi sertifikasi adalah untuk:


1) Untuk pengetahuan, yakni dalam rangka mengetahui bagaimana kelayakan
kompetensi Pendidik dilihat dari berbagai unsur yang terkait, mengacu
kepada baku kualitas yang dikembangkan berdasarkan indikator-indikator
yang telah ditentukan.
2) Untuk akuntabilitas, yakni agar Pendidik dapat mempertanggungjawabkan
apakah layanan yang diberikan memenuhi harapan atau keinginan
masyarakat.

3) Untuk kepentingan pengembangan, yakni agar Pendidik dapat melakukan


peningkatan kualitas atau pengembangan berdasarkan masukan dari hasil
sertifikasi.
Hasil sertifikasi berupa sertifikat tenaga kependidikan dengan peringkat:
A (amat baik)
B (baik)
C (cukup)
Laporan Sertifikasi berisi:
1) Profil Tenaga Kependidikan
2) Kekuatan dan kelemahan
3) Rekomendasi untuk pembinaan dan pengembangan
Wirakartakusumah dalam Azhar (2009) menyatakan bahwa untuk mencapai
terselenggaranya pendidikan yang bermutu, diperlukan paradigma baru dalam
pendidikan yang difokuskan pada otonnomi, akuntabilitas, akreditasi dan evaluasi.
Sejalan dengan pernyataan Azhar tersebut, di dalam

buku Pengembangan Sistem

Pendidikan Tenaga Kependidikan abad 21 (SPTK-21) yang diterbitkan Depdiknas


(Azhar, 2011:74) dinyatakan bahwa tuntutan akan mutu dipicu oleh paradigma baru
pendidikan tinggi LPTK, yaitu (a) kualitas yang berkelanjutan, (b) otonomi, (c)
akuntabilitas, (d) akreditasi dan (e) evaluasi.
Pilar pertama kualitas, kinerja lembaga pendidikan (LPTK) harus selalu
mengacu pada kualitas yang berkelanjutan, yang dilandasi oleh kreativitas dan
produktivitas. Kualitas bukan saja input tetapi juga proses keluarannya. Hal ini
dimaksudkan agar output dapat bersaing dengan lulusan dari perguruan tinggi lain
sehingga terserap oleh pasar kerja.
Pilar kedua adalah otonomi perguruan tinggi. Menurut Rajagukguk (dalam
Azhar, 2011:75) pengertian otonomi dalam pendidikan belum sepenuhnya mendapat
kesepakatan pengertian dan implementasinya, tetapi paling tidak dapat dimengerti
sebagai bentuk pendelegasian kewenangan seperti dalam penerimaan dan pengelolaan
peserta didik dan staf non akademik, pengembangan kurikulum, dan materi ajar, serta
penentuan standar akademik. Sehingga dosen di kelas mempunyai hak profesi untuk

menentukan pengajaran, bukan sebagai kepanjangan tangan birokrasi di atasnya.


Pilar ketiga adalah akuntabilitas atau pertanggungjawaban. Pada masa lalu
pertangungjawaban terletak pada pemerintah, sedangkan pada paradigma baru sekarang,
perguruan tinggi harus mempertanggungjawabkan kepada para konstituen atau
stakeholder yakni pihak-pihak yang mempertaruhkan kinerja atau dan produknya
kepada perguruan tinggi. Rajagukguk (dalam Azhar, 2011) mengatakan bahwa
akuntabilitas sebagai kemampuan untuk menghasilkan output dan outcome yang
memuaskan pelanggan.
Pilar keempat adalah akreditasi, yakni pengakuan tentang peringkat suatu
perguruan tinggi dibanding perguruan tinggi lain dari kualitas kinerja maupun
keluarannya. Di masa mendatang LPTK harus memiliki status terakreditasi untuk
menghasilkan lulusan yang berkualitas (Depdiknas dalam Azhar, 2011:76). Pelaksanaan
akreditasi dilakukan oleh suatu badan independen yang berwenang,

di Indonesia

pelaksanaan akreditasi Perguruan Tinggi dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional


(BAN).
Pilar kelima adalah evaluasi, yang merupakan tindakan manajerial utama yang
melandasi pengambilan keputusan. Tanpa adanya evaluasi yang terus- menerus oleh
lembaga yang bersangkutan, tidak akan diperoleh informasi yang berguna untuk
memastikan titik berangkat dan titik akhir yang dituju untuk pengembangannya
(Depdikbud dalam Azhar, 2011:76). Evaluasi ini dilakukan secara internal maupun
eksternal dan akan mempunyai manfaat yang besar apabila dilakukan secara terusmenerus secara berkala.
C. SIMPULAN
Dari tulisan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal yang berhubungan dengan
paradigma meningkatkan mutu pendidikan di LPTK dewasa ini dalam mencetak guru
profesional sebagai berikut: (1) secara umum mutu dapat diartikan sebagai sebuah
karakteristik dari produk atau jasa yang memuaskan kebutuhan konsumen/pelanggan.
Dalam pendidikan mutu adalah suatu keberhasilan proses belajar yang menyenangkan,
(2) Dewasa ini LPTK sangat banyak jumlahnya,

LPTK swasta jumlahnya mendekati 400 institusi yang tersebar di seluruh pelosok tanah
air. Untuk itu pimpinan LPTK baik negeri maupun swasta harus bertanggung jawab dan
sungguh-sungguh dan secara profesional sesuai dengan standar LPTK.
Rekomendasi dari permasalahan di atas adalah bahwa untuk meningkatkan mutu lulusan
LPTK diperlukan upaya yang serius dan profesional dalam bebera hal di antaranya:
1)

Calon tenaga kependidikan harus dipersiapkan secara profesional dengan


pengkondisian tertentu yaitu dengan mendesain dan mempersiapkan
lingkungan pendidikan yang mampu membentuk karakter yang diharapkan.

2)

Untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas perlu dilakukan perbaikan pada


saat rekruitment calon mahasiswa. Dengan kata lain, calon mahasiswa harus
diseleksi secara ketat agar menghasilkan sarjana yang berkualitas.

3)

Melakukan pembenahan kurikulum.Kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan


pasar

4)

Kualitas dosen, atmosfer akademik, sarana, dan budaya akademik juga harus
dibangun untuk melahirkan sarjana pendidikan yang handal secara intelektual
dan memiliki kualitas akhlak yang baik.

5)

Dilakukan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Guru (PPTG) dan Pendidikan


Tenaga Kependidikan (PTK)

6)

Menjalin kerjasama dengan LPTK di luar negeri dalam hal: melakukan PPL
bersama, penelitian bersama dan sharing hasil penelitian,

7)

Melibatkan mahasiswa dalam mengembangkan payung penelitian dosen.

8)

Mendorong dosen untuk mengikuti berbagai pelatihan baik di dalam maupun


di luar negeri.

9)

Penyelenggaraan pendidikan secara profesional. Misalnya kelengkapan dalam


administrasi (Jadwal kuliah, BAP, Silabus, RPP, jumlah tatap muka tidak
kurang dari 80%.

DAFTAR PUSTAKA
Azhar. 2009. Kondisi LPTK sebagai Pencetak Guru Yang Profesional.
Tabularasa-Jurnal Pendidikan PPs Unimed, Vol.6 No.1 Juni 2009.pp
(1- 13).
Azhar. 2011. Jurnal Tabularasa PPS UNIMED. Paradigma Meningkatkan
Mutu Pendidikan Pada LPTK. Vol.8 No.1 Juni 2011
Susilo, Joko.2014. http://www.timlo.net/baca/68719503001/60-persenlptk-di- indonesia-di-bawah-standar/ (diunduh tanggal 25 Januari
2014)
http://seputarpendidikan003.blogspot.com/2013/06/pengertian-mutupendidikan.html#.UuX9PfsxXIU (diunduh tanggal 26 Januari 2014)
http://edukasi.kompas.com/read/2013/01/19/07432623/Penguatan.LPT
K.Perlu Dukungan.Pemerintah (diunduh tanggal 23 januari 2014)
http://eprints.unsri.ac.id/1073/1/1._Makalah_Semnas_2009_%28Peranan_LPTK
%29-UC.pdf (diunduh tanggal 26 Januari 2014)
Undang-Undang RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun
2003.
Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 93 Tahun 1999 tentang
Perubahan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan menjadi
Universitas

Anda mungkin juga menyukai