Anda di halaman 1dari 23

B1

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Kegiatan proses produksi sebuah perusahaan perlu sebuah perencanaan
agregat dalam penggunaan yang produktifitas baik atassumber daya manusia
maupun sumber daya pelengkap. Perencanaan berawal dari permintaan konsumen
berdasarkan tahunan, bulanan, dari bulan kebulan dalam peramalan sering terjadi
peramalan yang tidak konstan yang akan meningkatkan kesulitan dalam
pembuatan rencana produksinya. Manajer operasi berupaya untuk menetukan cara
terbaik untuk memenuhi ramalan permintaan dengan menyesuaikan tingkat
produksi, tingkat kebutuhan tenaga kerja, tingkat persediaan, waktu lembur,
tingkat nila sub kontrak, dan semua variabel lain yang dapat dikendalikan. Tujuan
proses

produksi

biasanya

adalah

meminimisasi

biaya

sepanjang

periode perencanaa.
Pada laporan ini perusahaan toys Story membuat perbandingan item terhadap
family produk, melakukan perhitungan Resource Requirement Planning (RRP),
melakukan perencanaan agregat dengan metode pure staregy dan metode
transportasi, menyusun jadwal induk (Master Production Schedulling) dengan
teknik disagregasi yang tepat, serta menentukan kapasitas dalam memenuhi target
produksi.
Meskipun begitu, isu-isu strategis lainnya mungkin bisa lebih penting dari
pada biaya yang rendah. Strategi-strategi ini mungkin mencakup usaha
memuluskan tingkat kebutuhan tenaga kerja, menurunkan tingkat persediaaan,
atau mencapai tingkat pemenuhan kebutuhan konsumen yang tertinggi tanpa
memandang berapa biaya yang dikeluarkan
Keputusan perencanaan agregat, untuk menunjukkan bagaimana rencana
agregat yang cocok dengan keseluruhan proses perencanaan, dan menjelaskan
beberapa teknik yang digunakan para maajer dalam mengembangkan suatu
rencana. Dalam hal ini, penekanan dilakukan terhadap perusahaan- perusahaan
manufaktur maupun perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa.
Perencaan agregat sangat berhubungan dengan perencanaan penyediaan bahan

baku besar kecilnya persediaan kapasitas yang diproduksi tergantung pada banyak
sedikitnya bahan baku yang tersedia di suatu perusahaan.
Proses perencanaan agregat yang digunakan oleh perusahaan harus tetap
mengedepankan kualitas barang yang diproduksi oleh perusahaan toys story.
Perencanaan

agregat

ini berhubungan

dengan

srategi lokasi

dalam hal

penyimpanan barang yang berlebih, agar dapat menghemat biaya penyimpanan


dan resiko penyimpanan. hubungannya dengan manajemen persediaan adalah
ketika

kapasitas

produksi

satu waktu diperlukan barang persediaan yang relatif

banyak

pada
maka

kapasitas

produksi sebaiknya diperbanyak, begitu pula sebaliknya.


1.2.

TUJUAN
Adapun diadakannya kegiatan ini bertujuan untuk :

1) Mengetahui konsep mengenai perencanaan agregat


2)

Melakukan perencanaan agregat pada suatu sistem perencanaan dan


mengendalikan produksi

3) Menyusun jadwal pemproduksian secara terutur dengan teknik disagregasi yang


tepat
4) Menentukan kapasitas dalam memenuhi target produksi
5) Pembatasan Masalah
1.3.

PEMBATASAN MASALAH

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Resources Requirement Planning (RRP)
Perencanaan kebutuhan sumber daya merupakan tingkat perncanaan teringgi
dalam hirarki perencaan kapasitas. Menurut Gasperz, perencanaan kebutuhan
sumber daya merupakan tingkat perencanaan tertinggi dalam hierarki perencanaan
kapasitas. Perhitunga jumlah stasiun kerja ini menggunakan rumus

Sedangkan untuk menghitung kapasitas produksinya


Kapasitas reguker time (jam) = hari kerja xjam kerja x stasiun kerja\
Kapasitas over time (jam)

= 25% x RT

Kapasitas reguler time (menit) = kapasita RT (Jam) x (3600/Wb)


Kapasitas Over time (Unit) = Kapasitas OT (Jam) x (3600/Wb)
Perhitungan RRP ini diperlukan untuk mengetahui seberapa besar kapasitas
produksi dari reguler time dan over time yang dapat dipakai apabila ternyata
kapasitas produksi dari reguler time tidak dapa memenuhi demand. RRP
digunakan untuk merencanakan berapa kapasitas produksi yang kita butuhkan
apakah cukup menggunakan reguler time saja atau perlu tambahan bila ternyata
tidak memenuhi permintaan.
2.2.Perencanaan Aggregat
Agregate Planning (AP) adalah suatu aktivitas operasional untuk
menentukan jumlah dan waktu produksi pada waktu dimasa yang akan datang.AP
juga didefinisikan sebagai usaha untuk menyamakan antara supply dan demand
dari suatu produk atau jasa dengan jalan menentukan jumlah dan waktu input,
transformasi, dan output yang tepat. Dimana keputusan AP dibuat untuk produksi,
staffing, inventory, dan backorder level.
2.2.1. Strategi Dalam Perencanaan Agregat
1. Pure Strategy
Dalam strategi murni (Pure Strategy) terdapat tiga metode perencanaan agregat
yaitu Perubahan Persediaan (Changing Inventory Levels), Perubahan Tingkat
Tenaga Kerja (Changing Workforce Levels), dan Subkontrak.
a)

Perubahan Persediaan(Changing Inventory Levels)


Jika kita mengalami penumpukan inventory pada periode di mana permintaan
menurun, biaya yang berhubungan dengan stoage, handling, asuransi dan
kerusakan akan meningkat. Sebaliknya, saat terjadi peningkatan permintaan,
kekurangan

persediaan

akan

menyebabkan

penurunan

mutu

pelayanan

konsumen,peningkatan lead time, kerugian akibat permintaan yang tidak


terpenuhi, dan masuknya kompetitor baru dalam pasar.

Langkah-langkah perhitungan dengan menggunakan metode Changing


Inventory Levels adalah sebagai berikut :
Jumlah pekerja
= jumlah total demand / (jumlah periode x RT*)
Dimana : RT*
= 8 jam x 6 jam x 4 minggu = 192 jam
OT *
= 2 jam x 6 hari x 4 minggu = 48 jam
Jumlah produksi (jam) = jumlah pekerja x RT*
Produksi Agregat
= Produksi (jam) / waktu baku
Inventori (agregat)
= Produksi agregat demand => (+)
Lost Demand
= Produksi agregat Demand => (-)
b) Perubahan Tingkat Tenaga Kerja(Changing Workforce Levels)
Manajer dapat mengubah jumlah tenaga kerja dengan cara merekrut dan
memberhentikan tenaga kerja produksi untuk menyesuaikan tingkat produksi dan
permintaan dengan tepat. Dapat juga dengan cara mempertahankan jumlah tenaga
kerja, akan tetapi jam kerjanya divariasikan. Aplikasi dengan cara ini adalah
dilaksanakannya kerja lembur saat permintaan meningkat. Langkah-langkah
perhitungan dengan menggunakan metode Changing Workforce Levels, yaitu :
Demand (jam)

= Demand x waktu baku

Jumlah Pekerja

= Apakah pekerja sekarang x RT Demand (jam)

Jika, Ya : lihat a, jika tidak : lihat di bawah Apakah pekerja sekarang x (RT* +
OT*) Demand (jam)
Jika, Ya : lihat a, jika tidak : lihat di bawah Pekerja baru = Demand (jam) / (RT* +
OT*)
Keterangan :
a.

Jumlah pekerja yang dibutuhkan = demand (jam) / RT*

b. Tentukan Regular Time dengan mengalikan pekerja baru x RT*


Dimana : RT*

= 8 jam x 6 jam x 4 minggu = 192 jam OT * = 2 jam x 6

hari x 4 minggu = 48 jam


Regular Time

= Jumlah pekerja x Regular Time

Over Time

= Demand (jam) Regular Time

Perhitungan Hiring

= Jumlah T.Kerja sekarang T.Kerja Awal

Perhitungan Layoff

= Jumlah T.Kerja sekarang T.Kerja Awal

c) Subkontrak
Alternatif lain yang dapat dipertimbangkan oleh perusahaan selain
mengubah tenaga kerja atau mengubah jumlah persediaan adalah dengan
melakukan subkontrak kepada perusahaan lainnya jika tingkat produksi tidak
mencukupi jumlah permintaan.
Langkah-langkah perhitungan dengan menggunakan metode Subcontracting :
Produksi (agregat)

= Demand terkecil

Produksi (ajam)

= Produksi (agregat) x waktu baku

Jumlah pekerja

= Produksi (jam) / RT*

Subkontrak

= Demand produksi (agregat

2. Mixed Strategy
Pelaksaan masing-masing pure strategy akan menimbulkan biaya-biaya
tertentu, dan seringkali tidak feasibel. Oleh sebab itu sering kali digunakan
kombinasi dari strategi-strategi tersebut, atau sering dinamakan mixed strategy.
Melibatkan penggunaan dua atau lebih variabel yang dapat dikontrol untuk
mencapai rencana yang feasibel. Misalnya, perusahaan dapat menggunakan
kombinasi antara jam lembur, subkontrak, dan pemerataan persediaan sebagai
strategi mereka. Langkah-langkah perhitungan dengan menggunakan metode
Mixed Strategy :

1.
2.
3.
4.

Demand (jam)
= Demand x waktu baku
Jumlah pekerja
= Ketentuan :
Apakah pekerja awal sekarang x RT* + (inventory x waktu baku) Demand
(jam)
Jika Ya : pekerja baru = pekerja awal, tidak : ke langkah 2
Apakah pekerja sekarang x (RT*+OT*) + (inventory x waktu baku) Demand
(jam)
Jika Ya : pekerja baru = pekerja awal, tidak : ke langkah 3
Apakah [pekerja sekarang x (RT*+OT*) + (inventory x waktu baku) + Maks
Subkontrak] Demand (jam)
Jika Ya : pekerja baru = pekerja awal, tidak : ke langkah 4
Jumlah pekerja (JP) yang dapat dirumuskan, sbb : JP = [ Demand (jam) - (Waktu
baku x Maks.Subkontrak)] / (RT* + OT*)
Regular Time
= Jumlah pekerja x RT*
Inventori
= (Regular Time Demand (jam) / waktu baku
Overtime
= Jumlah pekerja x maksimum overtime

Dimana maks.overtime = hari kerja x waktu baku = 6 x 4 x 2= 48


Subkontrakting = Demand (jam) Inventori [ (RT+OT) / waktu baku ]
2.2.2. Biaya-biaya dalam perencanaan agregat
Adapun Biaya-biaya yang terlibat dalam perencanaan agregat antara lain :
1.

Hiring Cost (biaya penambahan tenaga kerja)


Penambahan tenaga kerja menimbulkan biaya-biaya untuk iklan, proses seleksi
dan training. Biaya training merupakan biaya yang besar apabila tenaga kerja

2.

yang direkrut adalah tenaga kerja yang belum berpengalaman.


Layoff Cost (Biaya pemberhentian tenaga kerja)
Pemberhentian tenaga kerja biasanya terjadi karena semakin rendahnya
permintaan akan produk yang dihasilkan, sehingga tingkat produksi menurun
dengan drastic. Pemberhentian ini mengakibatkan perusahaan harus mengeluarkan
uang pesangon bagi karyawan yang di-PHK, menurunnya moral kerja dan
produktivitas karyawan yang masih bekerja, dan tekanan yang bersifat social.
Semua akibat ini dianggap sebagai biaya pemberhentian tenaga kerja yang akan

ditanggung perusahaan.
3. Overtime Cost dan Undertime Cost(biaya lembur dan biaya menganggur)
Penggunaan waktu lembur bertujuan untuk meningkatkan output produksi,
tetapi konsekwensinya perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan lembur
yang biasanya 150% dari biaya kerja regular. Disamping biaya tersebut, adanya
lembur akan memperbesar tingkat absen karyawan karena capek. Kebalikan dari
kondisi diatas adalah bila perusahaan mempunyai kelebihan tenaga kerja
dibandingkan dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk
kegiatan produksi. Tenaga kerja berlebih ini kadang-kadang bisa dialokasikan
untuk kegiatan lain yang produktif meskipun tidak selamanya efektif. Bila tidak
dapat dilakukan alokasi yang efektif, maka perusahaan dianggap menanggung
biaya menganggur yang besarnya merupakan perkalian antara jumlah jam kerja
yang tidak terpakai dengan tingkat upah dan tunjangan lainnya.
4. Inventory Cost dan Backorder Cost (biaya persediaan dan biaya kehabisan
persediaan)
Persediaan mempunyai fungsi mengantisipasi timbulnya kenaikan permintaan
pada saat-saat tertentu. Konsekwensi dari kebijaksanaan persediaan bagi
perusahaan adalah timbulnya biaya penyimpanan (inventory cost/holding cost)

yang berupa biaya tertahannya modal, pajak, asuransi, kerusakan bahan, dan biaya
sewa gudang. Kebalikan dari kondisi diatas, kebijaksanaan tidak mengadakan
persediaan seolah-olah menguntungkan, tetapi sebenarnya dapat menimbulkan
kerugian dalam bentuk biaya kehabisan persediaan. biaya kehabisan persediaan
ini dihitung berdasarkan berapa barang diminta yang tidak tersedia. Kondisi ini
pada system MTO (Make to order = Memproduksi berdasarkan pesanan) akan
mengakibatkan jadwal jadwal penterahan order terlambat, sedangkan pada system
MTS (make to stock =Memproduksi untuk memenuhi persediaan) akan
mengakibatkan beralihnya pelanggan pada produk lain. Kekecewaan pelanggan
karena tidak tersedianya barang yang diinginkan akan diperhitungkan sebagai
kerugian bagi perusahaan, dimana kerugian tersebut akan dikelompokkan sebagai
biaya kehabisan persediaan. Biaya kehabisan persediaan ini sama nilainya dengan
biaya pemesanan kembali bila konsumen masih bersedia menunggu.

2.2.3. Metode Dalam Perencanaan Agregat


Metode metode perencanaan agregat adalah metode heuristik (trial and
error) dan metode optimasi.
1. Metode heuristik (trial and error)
Berikut ini adalah 5 tahapan dalam metode pembuatan Metode heuristik :
Tentukan permintaan pada setiap periode
Tentukan berapa kapasitas pada waktu waktu biasa, waktu lembur, dan
tindakan SubKontrak pada setiap periode.
Tentukan biaya tenaga kerja, biaya pengangkatan dan pemberhentian tenaga
kerja, serta biaya penambahan persediaan.
Pertimbangan kebijakan perusahaan yang dapat diterapkan pada para pekerja
dan tingkat persediaan.
Kembangkan rencana rencana alternatif dan amatilah biaya totalnya.
2. Metode optimasi
Perencanaan agregrat dapat digunakan menggunakan metode optimasi yang
terdiri atas model programa linier dan model transportasi land. Metode ini
mengijinkan penggunaan produksi reguler, overtime, inventory, back order, dan

SubKontrak. Hasil perencanaan yang diperoleh dapat dijamin optimal dengan


asumsi optimistik bahwa tingkat produksi (yang dipengaruhi hiring dan training
pekerja) dapat dirubah dengan cepat. Agar metode ini dapat diaplikasikan, kita
harus memformulasikan persoalan perencanaan ageregat sehingga :
kapasitas tersedia (supply) dinyatakan dalam kg yang sama dengan kebutuhan
(demand).
total kapasitas horizon perencanaan harus sama dengan total peramalan
kebutuhan. Bila tidak sama, kita gunakan variabel dummy sebanyak jumlah
selisih tersebut dengan kg cost nol.
semua hubungan biaya merupakan hubungan linier.

a) Model progama linier


Program linier dapat digunakan sebagai alat perencanaan agregat. Model ini
dibuat

karena

avaliditas

pendekata

koefisien

manajemen

sukar

dipertanggungjawabkan. Asumsi model programa linier adalah :


Tingkat permintaan (Dt) diketahui dan diasumsikan determistik
Biaya variabel variabel ini bersifat linier dan variabel variabel tersebut dapat
berbentuk bilangan riil
Batas atas dan bawah jumlah produksi dan inventory mempresentasikan batasan
kapasitas dan space yang bisa dipakai. Asumsi ini sering kali menyebabkan model
program linier kurang realistis jika diterapkan. Misalnya variabel berbentuk
bilangan riil, sementara itu pada kenyataannya nilai variabel variabel tersebut
adalah bilangan bulat.
Tujuan dari formulasi program linier adalah meminimasi ongkos total yang
berbentuk linier terhadap kendala kendala linier.
b) Model transportasi
Untuk kepentingan yang lebih efisien, bigel mengusulkan model perencanaan
produksi agregat dengan menggunakan teknik transport shipment

problem (TSP). Model ini dilakukan dengan menggunakan bantuan tabel


transportasi. Untuk memudahkan proses perencanaan agregat, metode
ini dibantu dengan supply demand, dimana baris menandakan alternatif kapasitas
yang ada dan kolom menunjukkan demand yang harus dipenuhi. Pada setiap cell,
terdapat biaya untuk masing masing alternatif kapasitas.
2.2.4. Satuan Agregat
Satuan agregat adalah satuan yang dapat mewakili berbagai macam produk
sehingga total kebutuhan untuk produk-produk tersebut dapatdibandingkan
dengan kapasitas fasilitas produksi yang tersedia.Dalam penyusunan jadwal induk
produksi perlu diingat bahwa penggunaan satu fasilitas produksi memiliki dampak
ongkos

yangsama

yangmenggunakan

dan
fasilitas

sukar

untuk

produksi

dibebankan
tersebut.

pada

Adanya

tiap

produk

satuan

agregat

inidiperlukan mengingat berbagai item produk membutuhkan jammesin dan


waktu setup yang berlainan serta ongkos produksi yangdigunakan secara bersamasama. Satuan agregat akan mewakiliagregasi seluruh item produk sehingga
permintaan total untuk kebutuhan selama satu kurun perencanaan dapat dihitung.
2.3.

Jadwal Induk Produksi (Master Production Scheduling)

2.3.1. Konsep Dasar, Fungsi MPS/JIP, Input Data JIP


Pada dasarnya Jadwal Induk Produksi (MPS/JIP) merupakan suatu pernyataan
tentang produk akhir (termasuk parts pengganti dan suku cadang) dari suatu
perusahaan industri manufaktur yang merencanakan memproduksi output
berkaitan dengan kuantitas dan periode waktu. JIP mendisagregasikan dan
mengimplementasikan rencana produksi (aktivitas pada level 1 dalam
hierarkiperencanaan prioritas) dinyatakan dalam konfigurasi spesifik dengan
nomor-nomor item yang ada dalam Item Master and BOM (Bills Of Material) file.
Aktivitas JIP pada dasarnya berkaitan dengan bagaimana menyusun dan
memperbaharui JIP, memproses transaksi dari JIP, memelihara catatan-catatan,
mengevaluasi efektivitas dari JIP dan memberikan laporan evaluasi dalam waktu
yang teratur untuk keperluan umpan balik dan tinjauan ulang. JIP pada dasarnya
berkaitan dengan aktivitas melakukan empat fungsi utama berikut:

1.

Menyediakan atau memberikan input utama kepada sistem perencanaan

2.

kebutuhan material (material requirements planning/MRP),


Menjadwalkan pesanan-pesanan produksi dan pembelian (production and

3.
4.

purchase orders) untuk item-item MPS,


Menentukan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan kapasitas,
Memberikan basis untuk pembuatan janji tentang penyerahan produk (delivery
promises) kepada pelanggan.
Sebagai suatu aktifitas proses, jadwal induk produksi membutuhkan lima input
utama seperti ditunjukan dalam Gambar 2.3.1.1.

Gambar 2.3.1.1. Proses Penjadwalan Induk Produksi.


Dari Gambar 2.3.1.1. dapat dijelaskan beberapa hal berikut:
a.

Data permintaan total,


Merupakan salah satu sumber data bagi proses penjadwalan induk produksi.
Data permintaan total berkaitan dengan ramalan penjualan (sales forecasts) dan

b.

pesanan-pesanan (order).
Status Inventori,
Berkaitan dengan informasi tentang on-hand inventory, stok yang dialokasikan
untuk penggunaan tertentu (allocated stock), dan firm planned orders. MPS harus
mengetahui secara akurat berapa banyak inventori yang tersedia dan menentukan
berapa banyak yang harus dipesan.

c.

Rencana Produksi,
Memberikan sekumpulan batasan kepada MPS. MPS harus menjumlahkannya
untuk menentukan tingkat produksi, inventori, dan sumber-sumber daya lain

d.

dalam rencana produksi itu.


Data perencanaan,
Berkaitan dengan aturan-aturan tentang lot-sizing yang harus digunakan,
shrinkage factor, stok pengaman (safety stock), dan waktu tunggu (lead time) dari
masing-masing item yang biasanya tersedia dalam file induk dari item (item
master file).

e.

Informasi dari RCCP.


Berupa kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan MPS menjadi salah
satu input bagi MPS. Tugas dan tanggung jawab dari penyusun JIP/MPS adalah
membuat perubahan-perubahan pada catatan MPS, mendisagregasikan rencana
produksi untuk menciptakan MPS, menjamin bahwa keputusan-keputusan
produksi yang ada dalam MPS itu telah sesuai dengan rencana produksi dan yang
terpenting adalah mengkomunikasikan hal-hal utama dalam MPS itu kepada
bagian-bagian lain yang terkait dalam perusahaan. Selanjutnya sebagai bagian dari
proses umpan balik secara umum, penyusun jadwal induk produksi harus
memantau performansiaktual terhadap MPS dan rencana produksi dan hasil-hasil
operasional untuk diberikan kepada manajemen puncak. Berdasarkan pemantauan
ini, penyusun MPS akan mampu melakukan analisis sebab akibat yang
memberikan dampak pada MPS apabila terjadi perubahan-perubahan dalam
rencana. Jadwal induk produksi (MPS) dikembangkan agak sedikit berbeda,
tergantung jenis industri make to order (MTO) atau make to stock (MTS) dan
jumlah item yang diproduksi (sedikit atau banyak). JIP pada industri MTS
menggunakan data peramalan permintaan bersih (peramalan bersih dikurangi
persediaan ditangan). Jika hanya ada beberapa macam produk akhir yang dibuat,
maka JIP-nya merupakan suatu pernyataan tentang kebutuhan-kebutuhan akan
produk individu. Bila produk akhir yang dibuat banyak, misalkan lebih dari 500
macam, maka tidak praktis bila kita membuat JIP berdasarkan produk. Dalam hal
ini, biasanya dikelompokan menjadi kelompok-kelompok sejenis kemudian
perencanaan tersebut didetailkan secara proporsional menjadi satu jadwal untuk

satu item individu untuk masing-masing kelompok produk sejenis. Untuk industri
bertipe make to order (MTO), pesanan yang belum terpenuhi merupakan data
permintaan yang dibutuhkan, sehingga pesanan-pesanan dari konsumen akan
menentukan JIP-nya. Pada industri dimana ada sedikit komponen-komponen
dasar tersebut dan bukan untuk produk-produk akhirnya sebagai contohnya adalah
mobil, dimana komponen-komponen dasarnya adalah mesin, transmisi, komponen
body dan lain-lain
2.3.2.

Teknik-Teknik Disagregasi
Proses disagregasi adalah proses merubah hasil rencana agregat menjadi
jumlah yang harus diproduksi untuk setiap produk / item. Tujuan dibuatnya
disagregasi adalah untuk menyusun jadwal induk produksi. Metode dalam
disagregasi ini banyak cara, baik itu bersifat analitis maupun heuristis. Metode
metode tersebut adalah sebagai berikut :

1.

Pendekatan Hax & Meal Pada pendekatan ini, produknya dibagi atas 3
tingkatan yaitu :

b) ITEM
1. Adalah produks akhir yang digunakan konsumen
2. Tingkat terendah dalam struktur produk
3. Suatu jenis produk mungkin terdiri atas banyak item yang dibedakan dari : warna,
kemasan, etiket, merek, dan lain-lain.
c) FAMILY
Adalah sekelompok item yang menanggung secara bersama sama ongkos
set-up. Bila suatu mesin sudah disiapkan untuk membuat suatu item dari suatu
keluarga, maka semua item dalam keluarga yang sama dapat diproduksi dengan
melakukan perubahan kecil pada saat set-up.
d) TIPE
1. Adalah kelompok beberapa item yang memiliki ongkos produksi per satuan yang
sama.

2. Ongkos buruh langsung


3. Ongkos simpan
4. Jumlah produk / satuan waktu, dan sebagainya
2. Pendekatan Britan & Hax
Berikut ini akan dibahas mengenai suatu metoda yang dikembangkan oleh Hax
and Candea (Hax and Britan, Bedworth, 1987). Metoda ini terdiri dari 2
1.
2.

algoritma, yaitu :
Algoritma untuk memecahkan rencana agregasi dalam jumlah produk family
Algoritma untuk memecahkan jumlah produk family dalam jumlah produk
individu (item).
Sebelum melanjutkan prosedur diatas, terlebih dahulu akan dibahas istilahistilah yang biasa digunakan dalam campuran produk (produk mix). Family
didefinisikan sebagai sekumpulan produk sejenis yang layak diproduksi bersama,
yang dipandang dari sudut ekonomi dan teknologi, atau dengan kata lain, karena
biaya pergantian produksi dari satu family ke family yang lain besar, maka perlu
dilakukan perencanaan untuk menentukan family mana yang akan diproduksi
sebelum memutuskan untuk pindah ke family yang lainnya. Secara umum, di
dalam suatu pabrik ada beberapa family, dimana kumpulan family ini disebut
sebagai tipe produksi. Langkah-langkah dalam proses disagregasi ini adalah

3.

sebagai berikut:
Langkah pertama prosedur ini adalah menentukan family mana yang akan
diproduksi. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah produk yang
tersedia dan jumlah permintaan setiap produk dalam family. Jika ekspektasi
jumlah produk pada akhir perioda lebih kecil dari persediaan cadangan (safety
stock), maka seluruh produk dalam family tersebut diproduksi. Secara formal
untuk produk j dalam family i , jika jumlah ekspektasi qij pada akhir perioda t
lebih kecil dari persediaan cadangan
diproduksi.

SSijseluruh produk dalam family akan

Jika

adalah jumlah persediaan produk

dan jumlah permintaan adalah

Dan jika :
min {

pada akhir periode

, maka jika :

Maka setiap produk

dalam family

diproduksi pada perioda t. Formulasi

masalah yang dikembangkan Hax and Britan, yaitu :


min z

dengan kendala :

Dimana :
Biaya setup untuk memproduksi family i
kebutuhan produksi yang ditentukan pada rencana agregat
faktor konversi jumlah unit produksi

dalam family

unit agregat produksi


permintaan produk

dalam family

biaya simpan produk family


jumlah unit family

yang diproduksi

pada perioda t

terhadap

batas bawah untuk family


batas atas untuk family i
kumpulan family yang diproduksi
3.

Menentukan batas atas dan batas bawah


Batas bawah ditentukan oleh kebutuhan untuk persediaan cadangan pada perioda
berikutnya. Perhitungan dilakukan dengan :

Batas atas diperlukan untuk menjamin kelebihan persediaan yang tidak


terakumulasi. Sebagai contoh, suatu kebijaksanaan menentukan tidak lebih dari n
perioda persediaan. Perhitungan batas atas :

Jika

maka solusi diatas akan menghasilkan unit diatas

bagan atas, kelebihan produksi tersebut harus dialokasi relatif terhadap biaya
persediaan. Jika biaya tiap family sama, maka tingkat produksi adalah:

Jika

masalah diatas tidak fleksibel dan persediaan akan

dibawah batas persediaan cadangan. Dalam hal ini, rencana produksi


didistribusikan family lain untuk menyeimbangkan biaya kekurangan persediaan.
Agar biaya konstan, maka resiko back order dikurangi (diratakan) dengan
menggunakan ;

Jika

, algoritma diatas akan memberikan jadwal

produksi sesuai dengan kapasitas yang dimiliki.

Algoritma pertama yaitu melakukan disagregasi family, dengan algoritma sebagai


berikut :

Langkah

Hitung

jumlah

produk

untuk

setiap

family

mempertimbangkan ongkos set up untuk setiap family.

Langkah 2 : Untuk
Jika

maka

Langkah 3 : Bagi family lainnya menjadi dua grup


dan

Hitung :

Langkah 4 :

Jika

maka

untuk semua

Jika

maka

untuk semua
(seluruh family

(untuk
Jika

yang ditemukan)

yang dijadwalkan pada iterasi

= maka selesai, jika tidak kembali ke langkah 1

dengan

Langkah berikutnya yaitu membagi produksi family menjadi produk individu.


Algoritma disagregasi produk adalah sebagai berikut :

Langkah 1 : Untuk setiap family

yang diproduksi, tentukan jumlah periode n

yang memenuhi :

Langkah 2 : Hitung error dari setiap n yang memenuhi :

Langkah 3 : Untuk setiap produk dalam family

Jika

, hitung jumlah produksi

untuk semua produk, misalnya

, maka

Keluarkan produk g dari family A.

Pendekatan Cut & Fit


Menurut Narasimhan, S.L., ( halaman 324 ) menyatakan Generally, Firm
try out various allocations of capacity for the products in a group until a
satisfactory comination is determined. Such an approach is called a cut and fit
method .
Rencana yang lebih tinggi menjadi pembatas / kendala bagi
rencana tingkat rendah.CAgregat Taktis

2.4.

Operasional

Rough Cut Capacity Planning (RCCP)


Rough Cut Capacity Planning (RCCP) merupakan suatu teknik yang
berkertensi MPS/JIP kedalam kebutuhan kebutuhan kapasitas secara dasar dari
sumber daya utama yang digunakan setiap produk yang dijual yang terangkum

dalam MPS/JIP. Dengan demikian RCCP akan digunakan untuk menguji


keayakan kapasitas dari rencana jadwal induk produksi sebelum PMS tersebut
diterapkan. Prosedur ini dilakukan untuk memberikan keyakinan bahwa MPS
yang ditetapkan keguiatan melebihi kapasitas produk terpasang pada seluruh pusat
kerja. Apabila pusat kerjanya cukup banyak, pengujian ini umumnya hanya
dilakukan pada pusat kerja yang mungkin menjadi bottolnek. MCCP adalah suatu
cara yang cepat dan murah untuk memperbaiki kesalahan apabila rencana
produksi yang tertung dalam rencana MPS melebihi kapasitas yang tersedia
sehingga diambil tindakan atau jalan keluar sebelum waktu produksi tiba.
Tahap pertama dalam Rough Cut Capacity Planning adalah identifikasi
sumber daya yang utama seperti, work centre, tenaga kerja, matrial kritis.
Kemudian menentukan penggunaan sumber daya perunit untuk setiap item,
diasumsikan sumber daya tersebut digunakan dalam periode yag sama sesuai
dengan jadwal yang telah disusun.

Rought Cut Capacity Planning (RCCP) atau perencanaan kapasitas kasar


initermasuk dalam perencanaan kapasitas jangka panjang. Rought Cut
CapacityPlanning (RCCP) merupakan kebutuhan kapasitas yang diperlukan untuk
melaksanakan MPS. Horizon waktu sama dengan MPS, biasanya 1 sampai dengan
3 tahun. Rought Cut Capacity Planning (RCCP) merupakan urutan kedua dari
hierarki perencanaan prioritas kapasitas yang berperan dalam mengembangkan
MPS.
Rought Cut Capacity Planning (RCCP) melakukan validasi terhadap MPS
yangjuga menempati urutan kedua dalam hierarki perencanaan prioritas produksi.
Guna menetapkan sumber-sumber spesifik tertentu, khusunya yang diperkirakan
akan menjadi hambatan potensial (potential bottlenecks) adalah cukup
untukmelaksanakan MPS. Dengan demikian kita dapat membantu manajemen
untuk melaksanakan Rought Cut Capacity Planning (RCCP), dengan memberikan
informasi tentang tingkat produksi di masa mendatang yang akan memenuhi
permintaan total itu.

Pada dasarnya Rought Cut Capacity Planning (RCCP) didefinisikan


sebagaiproses konversi dari rencana produksi dan atau MPS ke dalam kebutuhan
kapasitas yang berkaitan dengan sumber-sumber daya kritis seperti:
a.
b.
c.
d.
e.

Tenaga kerja
Mesin dan peralatan
Kapasitas gudang
Kapabilitas pemasok material dan parts
Sumber daya keuangan
Rought Cut Capacity Planning (RCCP) adalah serupa dengan perencanaan
kebutuhan sumber daya (Resource Requirement Planning = RRP), kecuali
bahwaRought Cut Capacity Planning (RCCP) adalah lebih terperinci daripada
RRP dalam beberapa hal, seperti:

a.
b.

Rought Cut Capacity Planning (RCCP) didisagregasikan ke dalam level item.


Rought Cut Capacity Planning (RCCP) didisagregasikan berdasarkan

c.

periodewaktu harian atau mingguan.


Rought Cut Capacity Planning (RCCP) mempertimbangkan lebih banyaksumber
daya produksi.
Pada dasarnya terdapat empat langkah yang diperlukan untuk melaksanakan
Rought Cut Capacity Planning (RCCP), yaitu:

1.

Memperoleh informasi tentang rencana produksi dari MPS.


Misalkan bahwa informasi yang berkaitan dengan rencana produksi untuk
satu bulan tertentu (katakanlah dalam minggu-minggu:32, 33, 34, dan 35).

2.

Memperoleh informasi tentang struktur produk dan waktu tunggu (lead time)
Informasi tentang struktur produk biasanya telah ditetapkan pada
perencanaan kebutuhan sumber daya RRP, yang berada pada level lebih tinggi
(level 1) dalam hierarki perencanaan kapasitas.

3.

Menentukan bill of resources.


Perhitungan terhadap waktu assembly rata-rata untuk setiap produk dalam
kelompok produk A menggunakan formula berikut:
Waktu assembly rata-rata = unit produk yang diproduksi x (jam standar
assembly/unit).
Selanjutnya hasil Rought Cut Capacity Planning (RCCP) ditampilkan
dalam suatudiagram yang dikenal sebagai load capacity profile. Load capacity

profilemerupakan metode yang umum dipergunakan untuk menggambarkan


kapasitas yang dibutuhkan versus kapasitas yang tersedia. Dengan demikian load
capacityprofile didefinisikan sebagai tampilan dari kebutuhan kapasitas di waktu
mendatang berdasarkan pesanan-pesanan yang direncanakan dan dikeluarkan
sepanjang suatu periode waktu tertentu.
Perencanaan

kapasitas

(capacity

planning)

merupakan

salah

satu

aktivitasmanajemen kapasitas. Perencanaan kapasitas adalah proses menentukan


tingkat kapasitas yang diperlukan untuk melakukan jadwal produksi (MPS),
dibandingkan terhadap kapasitas yang tersedia dan tindakan-tindakan penyesuaian
yang diperlukan terhadap tingkat kapasitas atau jadwal produksi. Jika terjadi
kekurangan kapasitas, hasilnya berupa kekurangan pencapaian target produksi,
pengiriman produk ke konsumen terlambat dan kehilangan kepercayaan sistem
manajemen. Sebaliknya, jika kapasitas berlebihan, mengakibatkan utilitasi sumber
rendah, operasi pabrik tidak efisien, biaya tinggi dan berkurangnya margin
keuntungan.
Jenis perencanaan kapasitas ditinjau dari horizon waktu perencanaan:
1.

Perencanaan kapasitas jangka panjang. Ukuran waktu 1-5 tahun ke depan.

a.
b.
c.
2.

Isiperencanaan ini adalah:


Fasilitas yang akan dibangun.
Mesin yang akan dibeli.
Produk yang akan dibuat.
Perencanaan kapasitas jangka menengah. Untuk kurun waktu bulanan
sampaidengan satu tahun ke depan. Tingkat perencanaan sudah rinci. Isi

a.
b.
c.
d.
3.

dalamperencanaan ini adalah:


Tambahan tooling
Lembur, tambah shift
Sub kontrak
Alternative routing.
Perencanaan kapasitas jangka pendek. Untuk kurun waktu harian sampai
satubulan ke depan. Titik beratnya lebih pada pengendalian; sudah melihat
ataumengevaluasi apakah pelaksanaan sudah sesuai dengan perencanaan
yangdibuat.Pengendalian kapasitas adalah monitoring baik work input maupun
production input untuk menjamin perencanaan kapasitas dapat tercapai.
Berikut salah satu teknik Rought Cut Capacity Planning (RCCP) yaitu:

CPOF (Capacity Planning Overall Factor) membutuhkan tiga masukan yaitu


MPS, waktu total yang diperlukan untuk memproduksi suatu produk dan proporsi
waktu penggunaan sumber.
a. CPOF (Capacity Planning Overall Factor)
CPOF membutuhkan tiga masukan yaitu MPS, waktu total yang diperlukan
untukmemproduksi suatu produk dan proporsi waktu penggunaan sumber. CPOF
mengalikan waktu total tiap family terhadap jumlah MPS untuk memperoleh total
waktu yang diperlukan pabrik untuk mencapai MPS. Total waktu ini kemudian
dibagi menjadi waktu penggunaan masing-masing sumber dengan mengalikan
total waktu terhadap proporsi penggunaan sumber.
b. BOLA (Bill Of Labour Approach)
Jumlah kebutuhan kapasitas yang diperlukan diperoleh dengan mengkalikan
waktu tiap komponen yang tercantum pada daftar tenaga kerja dengan jumlah
produk dari MPS. Jika perusahaan mempunyai lebih dari satu produk, lead time
tiap bagian harus ditentukan. Secara umum, jika n adalah jumlah produk, aik
adalah jumlah produk k di stasiun kerja i, bjk adalah jumlah produk k (MPS) pada
periode j, makaformula kebutuhan kapasitas stasiun kerja kerja pada periode j
adalah:

CPOF (Capacity Planning Overall Factor) dan BOLA (Bill of Labour


Approach) tidak mempertimbangkan

lead time. Kedua pendekatan ini

mengasumsikan bahwaseluruh komponen dibuat bersamaan dengan perakitan.


2.5. Alternatif Kapasitas
Kapasitas tersedia diperoleh dengan mengalikan waktu tersedia dikali
utilitas dikali efisiensi.

Ketika kapasitas tidak mencukupi, 4 pilihan dasar tersedia untuk


meningkatkan kapasitas, yaitu :
a.

Overtime

Overtime mungkin adalah solusi paling populer bagi kapasitas yang tidak
memadai karena sedikit pengaturan yang harus dibuat. Semua departemen harus
mencapai neraca keuangan untuk satu tahun, yang mana menentukan batasan pada
b.

overtime tahunan.
Subcontracting
Pengertian untuk subcontracting dimulai dengan baik untuk selanjutnya
memperbolehkan waktu untuk menemukan seorang vendor yang mampu
melaksanakan kerja berkualitas. Kelemahan subcontracting adalah leadtime-nya

c.

meningkat, biaya transportasi meningkat, dansulit menjamin kualitas produk.


Alternate Routing
Jika hanya sedikit work center yang bekerja penuh, work center yang tersisa
akan cenderung bekerja sangat sedikit selama periode yang diberikan. Adalah
mungkin untuk mempertimbangkan perubahan sementara dalam routing dari partpart yang spesifik jadi kerja yang biasanya dilaksanakan di work center A
sementara dilaksanakan di work center B. Ada 2 alasan bahwa work center B

tidak sedang digunakan, yaitu :


1. Jika work center B tidak dapat menghasilkan kualitas yang dibutuhkan maka
jangan pakai alternate routing.
2. Jika work center B tidak sedang digunakan karena waktu, alternate routing bisa
d.

dipakai.
Penambahan Personel
Menambah personel yang akan menambah kapasitas peralatan yang tersedia
bukan merupakan batasan. Ada 3 jalan untuk menambah personel yaitu dengan
menambah shift, menambah pekerja baru pada shift yang sudah ada atau

e.

memindahkan personel yang sudah ada dari work center yang sedikit digunakan.
Revisi MPS
Banyak perusahaan menganggap revisi MPS sebagai solusi terakhir pada saat
kekurangan kapasitas, hanya dilakukan ketika pilihan yang lain tidak berhasil.
Padahal revisi MPS sebenarnya harus menjadi hal pertama yang dipertimbangkan
oleh perusahaan. Macam-macam sebab dapat menyebabkan pesanan dipercepat
dan jarang memperlambat pesanan. Mungkin ada beberapa pesanan pada master
schedule yang ada, tidak lagi dibutuhkan secepat yang ditunjukkan tanggal jatuh
tempo. Jika ada kapasitas yang tidak mencukupi tidak mungkin untuk
menyelesaikan semua order pesanan sesuai waktu. Mpilihan kita adalah dengan

membuat manajemen menentukan pesanan mana yang akan terlambat.


Sebaliknya, jika ada kelebihan yang tidak dapat dihindari manajemen harus
mengambil tanggung jawab untuk merevisi tanggal jatuh tempu suatu pekerjaan
supaya menghasilkan MPS yang realistis. Ini adalah arti dari validasi master
schedule.

Anda mungkin juga menyukai