Anda di halaman 1dari 7

Kajian Insiden Ulat Bulu (Lepidoptera : Lymantriidae)

di Sentra Pengembangan Tanaman Hortikultura Kota Batu


Nurhadi, Susi Wuryantini, Yunimar, Otto Endarto, Rudi Cahyo Wicaksosno, Sukadi
Balai Penelitian Tanamn Jeruk dan Buah Subtropika

Ringkasan Eksekutif
Berbagai laporan dan pemberitaan melalui media cetak maupun elektornik pada
pertengahan bulan Maret sampai dengan April 2011 menginformasikan terjadinya
insiden ulat bulu yang menyerang tanaman mangga di JawaTimur. Serangan diawali di
delapan desa di kabupaten Probolinggo, 3 desa di kota Batu-Malang, di Banyuwangi,
Jombang, bahkan juga dilaporkan telah menyebar ke berbagai daerah di propinsi lain di
Indonesia. Tingkat serangan antar daerah dan komoditas beragam bahkan di beberapa
daerah secara spekulatif diberitakan bahwa insiden telah mencapai tingkat yang serius
sehingga berdampak meresahkan pada sebagian masyarakat.
Atas dasar pertimbangan di atas, Tim Peneliti Balitjestro yang berkordinasi dengan UPT
Badan Litbang Pertanian lingkup Jawa Timur melakukan peninjauan lapang yang
bertujuan untuk: 1)
mengkonfirmasi adanya kelimpahan (abundance), potensi
penyebaran dan kemampuan perkembangan populasi (outbreak) ulat bulu yang
dikhawatirkan berdampak signifikan terhadap kerugian ekonomis, atau bahkan
mengancam sustainabilitas pertanaman buah di sentra-sentra pengembangan; 2)
mengkaji pola distribusi dan aktifitas biologis ulat dalam hubungannya dengan aspek
ekologis dan dampak ekonomisnya terhadap tanaman buah-buahan. Kajian ini
diharapkan dapat menghasilkan referensi mengenai status insiden ulat bulu terkini untuk
memberikan peringatan kepada masyarakat umum dan pedesaan, pekebun dan pelakupelaku fitosanitasi mengenai pentingnya segera menyiapkan tindakan-tindakan
karantina untuk: 1) menghindari terjadinya introduksi ulat bulu pada area baru
khususnya kebun-kebun yang dibudidayakan secara komersial, 2) meminimalisasi
kecepatan peningkatan populasi dan penyebaran ulat bulu, 3) membangun system
monitoring dan mitigasi regional dan 4) mengimplementasikan strategi pengendalian.
Hasil kajian melalui kunjungan lapang dan desk studi mengungkap bahwa secara
geografis, insiden kelimpahan ulat bulu pertamakali terjadi di kabupaten Probolinggo.
Populasi ulat stadium larva ditemukan melimpah pada tanaman mangga di delapan
desa, khususnya mangga yang ditanam di halaman-halaman rumah atau pekarangan
yang umumnya tidak atau kurang dipelihara. Peninjauan yang dilakukan pada tiga
kebun percobaan mangga di Cukurgondang dan Banjarsari, kebun-kebun yang
pemeliharaannya optimal khususnya sanitasi kebun, tidak ditemukan insiden ulat bulu
meskipun lokasinya berdekatan dengan kebun dimana insiden ulat bulu terjadi
(Lampiran Gambar 1). Hasil kajian yang intensif di kota Batu mengungkap bahwa
kelimpahan ini terjadi secara sporadis pada satu atau beberapa individu tanaman yang
umumnya ditanam sebagai pengisi halaman atau pekarangan yang umumnya tidak
dipelihara secara optimal. Sejauh ini belum ditemukan insiden kelimpahan yang terjadi
pada kebun berskala komersial yang biasanya dipelihara secara intensif (Lampiran
Gambar 2). Sampai pertengahan bulan April 2011 insiden kelimpahan juga dilaporkan

terjadi di Banyuwangi, Jogyakarta, Jakarta dan di beberapa kabupaten lain baik di pulau
Jawa maupun di luar Jawa.
Selama kajian dilakukan Tim tidak menemukan kerugian ekonomis yang ditimbulkan
sebagai dampak insiden ulatbulu. Wawancara dan diskusi dengan masyarakat juga
menyatakan hal yang sama. Kekhawatiran yang terjadi di masyarakat lebih disebabkan
oleh situasi populasi ulat yang tinggi dan mulai menyebar secara tidak terkendali pada
berbagai komoditas yang berada di sekitarnya. Pada semua jenis tanaman, khususnya
mangga, bagian yang terserang adalah daun, tidak dijumpai serangan pada organ lain
seperti bunga atau buah (Lampiran Tabel 1). Ulat menggerek daun pada satu tanaman
dengan tingkat insidensi beragam berkisar 10 40 % dan apabila populasi tinggi ulat
baru menyebar ke tanaman lain di sekitarnya. Sedangkan luas atau persentase serangan
(jumlah tanaman yang terserang dalam satu kebun), atau dalam skala yang lebih luas
(desa, kecamatan atau kbupaten) tergolong rendah diperkirakan berkisar 0 1 %. Pola
serangan yang sama juga ditemukan pada berbagai jenis tanaman, sejauh ini tidak
ditemukan serangan ulat pada organ tanaman yang mempunyai nilai ekonomi.
Berdasarkan beberapa sumber, spesies ulat bulu yang menimbulkan insiden di Jawa
Timur, Jawa Tengah maupun Jawa Barat beragam antar tanaman dan lokasi dimana
ulat ditemukan (Gambar 3). Hal ini tidak mengherankan karena ulat bulu yang
termasuk dalam family Lymantriidae ini terdiri dari 350 genera dan lebih dari 2500
spesies ditemukan di seluruh dunia, di setiap benua kecuali Antarctica. Distribusinya
terutama terkonsentrasi di sub-Sahara Afrika, India, Asia Tenggara dan Amerika
Selatan. Schaefer (1989) mengestimasi di Madagascar saja tidak kurang 258 spesies
ditemukan. Beberapa tempat dimana Lymantriidae tidak ditemukan antara lain di New
Zealand, Antilles dan New Caledonia (Schaefer , 1989). Lymantriidae merupakan famili
keper = kupu kecil (moths). Banyak spesies dari anggota famili ini disebut sebagai
Tussock moths. Stadium ulat atau larva dari spesies ini memiliki penampilan yang
khas, sebagaimana keluarga ngengat lainnya, banyak ulat bulu yang mempunyai bulubulu lembut yang dapat menyebabkan reaksi sakit, iritasi atau gatal jika bersentuhan
dengan kulit.
Di Indonesia, spesies-spesies ulat bulu sebelumnya diketahui sebagai organisme yang
selalu hadir pada bulan Pebruari sampai dengan April di setiap tahun. Sekurangkurangnya ditemukan tiga spesies selama peninjauan. Kehadirannya dengan mudah
dapat ditemukan pada berbagai jenis tanaman yang dipelihara di halaman rumah atau
pekarangan sebagai ornamental, atau pada tanaman-tanaman yang pemeliharaannya
minimal atau tidak dipelihara sama sekali. Selama ini kehadiran sering diabaikan karena
populasinya relatif rendah, tidak menimbulkan kerusakan dan tidak berdampak
ekonomis pada tanaman sehingga spesies-spesies dalam kelompok ulat ini diketegorikan
sebagai visitor pest. Ulat bulu tergolong polyphag dengan kisaran inang yang luas,
ditemukan menyerang berbagai jenis tanaman antara lain mangga, jambu air, cherry,
palm, flamboyant, cemara, alpokat, begonia, pakis, ketela pohon (Lampiran Gambar 4).
Kelimpahan ngengat ulat bulu bersifat musiman karena dinamika populasinya
dikendaliakan oleh alam dan kondisi kebersihan kebun. Setidaknya terdapat tujuh jenis
parasitoid dan lalat tachinid yang telah diidentifikasi sebagai parasit local yang hadir di
komplek aktifitas biologis ulat bulu. Dari golongan predator, laba-laba atau burung
mempunyai tingkat preadasi terhadap ulat bulu cukup besar pada tahap-tahap awal larva
tetapi bulu yang padat pada ulat berukuran besar membuat predasi oleh spesies burung
yang paling sulit. Sebuah virus penyakit polihedral nuklir, yang dikenal sebagai

"penyakit layu", juga bisa menjadi pengendali penting selama terjadinya kelimpahan
populasi. Cuaca buruk terutama setelah telur menetas dapat menjadi komponen alam
penting dalam membatasi populasi ulat bulu. Apabila pengaruh kumulatif dari berbagai
komponen pengendali alami ini bekerja secara optimal, kecil sekali kemungkinan
terjadinya kelimpahan ulat bulu, atau bertahan lebih lama (beberapa tahun), sebelum
populasinya turun ke tingkat normal dan tidak merusak.
Berbagai pendapat spekulatif dikemukakan tentang fenomena insiden kelimpahan ulat
bulu, yang pada dasarnya terkait dengan perubahan signifikan dari kondisi alam (iklim)
yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia pada sepuluh tahun terakhir ini. Dampak
pengaruh iklim terhadap kelimpahan ulat bulu sejauh ini belum diungkap sepenuhnya.
Meskipun demikian, hasil desk study meyakini bahwa insiden kelimpahan ulat bulu ini
merupakan efek interakasi antara spesies ulat dengan habitat dengan lingkungannya.
Keyakinan ini didasari oleh terjadinya perubahan yang mendasar pada kompleks ulat
bulu terhadap eksosistemnya pada 5-10 tahun terakhir dibandingkan dengan kondisinya
pada dekade 50-an. Kondisi iklim pada dua-tiga tahun terakhir ini ditengarai berdampak
terhadap perubahan fenologi pertumbuhan berbagai jenis tanaman tahunan khususnya
buah-buahan, yang terlihat sebagai off season flushes. Konsekuensinya kondisi ini
akan berdampak pada proses penyesuaian/adaptasi siklus biologis ulat dalam kaitannya
dengan ketidak seimbangan antara laju perkembangan intrinsic ulat dengan
ketersediaan pakan dalam suatu periode pertumbuhan musiman tanaman. Pada kondisi
ini, kecepatan perkembangan ulat tidak proporsional dengan kecepatan perkembangan
parasitoid sehingga populasi ulat rentan terhadap terjadinya outbreak.
Insiden kelimpahan ulat bulu ditemukan dan dilaporkan terjadi di berbagai komoditas
dan wilayah pengembangan, meskipun belum ada laporan tentang terjadinya kerugian
ekonomis yang ditimbulkannya. Namun demikian, karena potensinya yang cukup
signifikan bagi timbulnya outbreak dipertimbangkan sebagai ancaman serius di masa
mendatang. Hal penting yang perlu dicermati dalam kaitan ini adalah, insiden pada ulat
bulu saat ini merupakan fenomena yang mungkin saja terjadi pada hama atau penyakit
dari spesies lain suatu saat di masa mendatang. Kegiatan sosialisasi, monitoring dan
mitigasi terhadap hama ulat bulu sangat urgen untuk diimplementasikan. Sistem
monitoring ini tidak hanya dilakukan pada ulat bulu saja, tetapi kepada organisme
pengganggu tanaman lain yang pada saat dilakukannya peninjauan lapangan ini juga
sudah mulai terlihat berpotensi menimbulkan outbreak, khususnya untuk tanamantanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti apel, jeruk dan stroberi.

Lampiran Gambar

Gambar 1. Insiden ulat bulu ditemukan pada tanaman mangga yang ditanam di
halaman rumah di delapan desa (kuning), dan tidak ditemukan di dua kebun percobaan
mangga yang dipelihara secara optimal di Kabupaten Probolinggo (hijau).

Gambar 2. Insiden ulat bulu tidak


ditemukan di kebun berbagai komoditas
yang dipelihara secara optimal di kota
Batu: a) Stroberi, b) Apel dan c) Jeruk di
lokasi Agro Wisata desa Pesanggrahan;

d) kebun Apel di KP Banaran; e) Blok


Fondasi Jeruk di KP Punten.

Gambar 3. Spesies ulat bulu yang menimbulkan insiden di Jawa Timur, Jawa Tengah
maupun Jawa Barat beragam antar tanaman dan lokasi dimana ulat ditemukan.

Gambar 4. Insiden ulat bulu ditemukan dalam stadium aktif di satu


pekarangan/halaman rumah penduduk di desa Oro-oro Ombo: a) Ketela pohon, b)
Jambu Air, c) Begonia, d) Pakis; dan ditemukan dalam stadium inaktif di desa Punten:
e) Flamboyan, f) Phyllodendron sp. dan g) di pagar tembok atau dinding bangunan, dan
tidak ditemukan pada tanaman jeruk.

Lampiran Tabel 1. Insiden ulat bulu, luas serangan dan varietas tanaman yang
terserang.
Lokasi/Desa
1.

2.

Desa Oro-oro
Ombo

Desa
Pesanggrahan

Jumlah tanaman
terserang/yang
diamatai
1/2

Varietas
Tanaman
Jambu Air
Mangga
Belimbing
Jeruk
Kopi
Cherry
Melinjo
Pisang
Ubi Kayu
Euphorbia
Pakisaji
Begonia

0/2
0/2
0/40
0/22
3/3
1
2
30/100

Strawberi

0/>0,75 Ha

Tingkat Kerusakan
Keterangan
Halaman rumah/
Pekarangan/
tanpa
pemeliharaan

1/1
1/1

Apel
Jeruk
Cherri
Ornamental
Glyrisideae

0/6 Ha
0/>4 Ha
0/16 Tan
beberapa
spesies
1/20 Tan

Kebun,
pemeliharaan
intensif

TD

++

TD

TD

TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD

TD
TD
TD
TD
+++
TD
TD
+++
+
+
+

TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD

TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD

TD

TD

TD

TD

TD
TD
TD
TD

TD
TD
TD
TD

TD
TD
TD
TD

TD
TD
TD
TD

TD

TD

++

3.

Desa Sidomulyo

Jeruk
Phyllodendron
Flamboyan

0/>6000
2/2
1/1

Kebun,
pemeliharaan
intensif

TD
TD
TD

TD
+++
+++

TD
+++
+

TD
+
TD

4.

Desa Banaran

Apel
Ornamental

0/360
Beberapa
spesies

Kebun,
pemeliharaan
intensif

TD
TD

TD
TD

TD
TD

TD
TD

5.

Desa Sisir

Jambu Air

1/1

Tanaman
Pekarangan

TD

+++

TD

TD

Keterangan:
A
B
C
D

Bunga
Daun
Buah
Batang

+
++
+++
TD

Kerusakan Ringan
Kerusakan Sedang
Kerusakan Berat
Tidak Ditemukan

Anda mungkin juga menyukai