Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN

ANAK DENGAN MEGACOLON (HIRSCHPRUNG)

Di susun untuk melengkapi tugas mata kuliah keperawatan anak II


Dosen Pengampu : Nurul Hidayati. L, S.kep.,Ns.

Oleh Kelompok 5 :
Akhmad Zubaedi

(0520011111)

Nur Kholifah

(0520011712)

Alifah

(0520012012)

Yuliana

(0520011111)

Miftakhul J.

(0520011111)

Boby Malika R.

(0520001111)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEKALONGAN

2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Hirschprung adalah suatu kelainan bawaan berupa aganglionik
usus, mulai dari spinkter ani interna kearah proksimal dengan panjang yang
bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum
dengan gejala klinis berupa gangguan pasase usus fungsional (Kartono,1993;
Heikkinen dkk,1997;Fonkalsrud,1997). Penyakit ini pertama kali ditemukan
oleh Herald Hirschprung tahun 1886, namun patofisiologi terjadinya penyakit
ini tidak diketahui secara jelas hingga tahun 1938, dimana Robertson dan
Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini
disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus akibat defisiensi
ganglion (Kartono, 1993; Fonkalsrud, 1997; Lister, 1996).
Beberapa metoda penatalaksanaan bedah definitif untuk kelainan
Hirschprung ini telah pula diperkenalkan, mula-mula oleh Swenson dan Bill
(1946) berupa prosedur rektosigmoidektomi, Duhamel (1956) berupa prosedur
retrorektal, Soave (1966) berupa prosedur endorektal ekstramukosa serta
Rehbein yang memperkenalkan tekhnik deep anterior resection. Sejumlah
komplikasi pasca operasi telah diamati oleh banyak peneliti, baik komplikai
dini berupa infeksi, dehisensi luka, abses pelvik dan kebocoran anastomose,
maupun komplikasi lanjut berupa obstipasi, inkontinensia dan enterokolitis.
Namun secara umum diperoleh gambaran hasil penelitian bahwa ke-empat
prosedur bedah definitif diatas memberikan komplikasi yang hampir sama,
namun masing-masing prosedur memiliki keunggulan tersendiri dibanding
dengan prosedur lainnya, tergantung keahlian dan pengalaman operator yang
mengerjakannya (Kartono,1993; Heikkinen dkk,1997, Teitelbaum,1999).

Namun hingga saat ini, belum ada satupun parameter atau sistem
penilaian fungsi anorektal yang diterima secara universal guna mengevaluasi
tingkat keberhasilan tindakan bedah definitif (Heikkinen dkk,1997). Padahal
keberhasilan mengembalikan fungsi anorektal tersebut ketingkat normal atau
mendekati normal merupakan hakikat utama tujuan penatalaksanaan penyakit
Hirschprung. Menurut H.A.Heij, parameter terbaik untuk menilai fungsi
anorektal adalah kemampuan untuk menahan defekasi sehingga diperoleh
tempat dan waktu yang tepat untuk defekasi (Heij dkk,1995). Kartono
mengusulkan empat katagori gangguan fungsi spinkter (kecipirit, kontinensia
kurang, inkontinensia dan obstipasi berulang) tanpa membuat skala sehingga
tidak dapat dipakai untuk menilai derajat kerusakan fungsi anorektal
tersebut(Kartono,1993). Ludman L, dkk (2002) mengusulkan 3 parameter,
yakni : frekwensi buang air besar, frekwensi kecipirit dan kekuatan otot
spinkter ani(Ludman dkk,2002). Sedangkan sistem skoring yang dibuat oleh
Hekkinen,dkk (1997) yang memuat 7 kriteria dengan masing-masing kriteria
memiliki skor antara 0 dan 2, merupakan sisitem skoring yang paling banyak
diterima saat ini namun belum universal dipakai(Heikkinen dkk,1997; Engum
dkk,1996; Hung,1996; Reding,1997; Swenson,2002) Sistem skoring menurut
Hekkinen ini lah yang dipakai dalam penelitian ini. Sepanjang pengetahuan
penulis, hingga saat ini belum pernah dilakukan penelitian fungsi anorektal
penderita Hirschprung pasca tindakan bedah definitif di kota Medan. Dalam
penelitian ini, penulis bermaksud melakukan pengamatan fungsi anorektal
pada penderita Hirschprung yang telah dilakukan tindakan bedah definitif
pull-through di rumah sakit pendidikan dan rumah sakit tempat pendidikan di
kota Medan dengan memakai sistem skoring Hekkinen.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang definisi dari hirschprung.
2. Untuk mengetahui tentang etiologi dari hirschprung.
3. Untuk mengetahui tentang patofisiologi dari hirschprung.
4. Untuk mengetahui tentang pathway dari hirschprung.
5. Untuk mengetahui tentang manifestasi klinis dari hirschprung .
6. Untuk mengetahui tentang komplikasi dari hirschprung.

7. Untuk mengetahui tentang pemeriksaan penunjang dari hirschprung.


8. Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan dari hirschprung.
9. Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan dari hirschprung.
10. Untuk mengetahui tentang evidance base nursing dari hirschprung.
11. Untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan anak II.

BAB II
TINJAUANPUSTAKA
A. Definisi
Penyakit

hirschprung

atau

yang

juga disebut

congenital

megakolon,

merupakan akibat tidak ada nyasel ganglion dalam rectum atau bagian usus besar
(Corwin, Elizabeth J. 2008).
Penyakit hirschprung adalah kelainan congenital yang mengakibatkan
obstruksi mekanik dari tidak memadainya motilitas pada bagian usus
(Hockenberry, Marilyn J, et al. 2003).
Hirschprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel-sel
ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya
evakuasi usus spontan (Betz, Cecily L, et.al. 2002).
Kesimpulannya, penyakit hirschprung (mega kolon kongenital) adalah suatu
penyumbatan pada usus besar yang terjadi akibat pergerakan usus yang tidak
adekuat karena sebagian dari usus besar tidak memiliki saraf yang mengendalikan
kontraksi ototnya.

B. Etiologi
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan
dinding usus, mulai dari spingter ani internus kearah proksimal, 70 % terbatas
didaerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat
mengenai seluruh usus dan pilorus.
Adapun yang menjadi penyebab hirschprung atau mega kolon kongenital
adalah diduga karena terjadi faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada
anak dengan Down syndrome, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam
dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan submukosa pada
dinding plexus.
Dalam keadaan normal bahan makanan yang dicerna bisa berjalan disepanjang
usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melapisi usus (kontraksi

ritmis ini disebut gerakan peristaltiik). Kontraksi dirangsang oleh sekumpulan


saraf yang disebut ganglion yang terletak dibawah lapisan otot.
C. Patofisiologi
Istilah congenital agang lionic Mega Colon menggambarkan adanya
kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa
kolon distal. Segmen aganglionik hampir selalu ada dalam rektum dan bagian
proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau
tidak adanya gerakan tenaga pendorong (peristaltik) dan tidak adanya evakuasi
usus spontan serta spinkter rektum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah
keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus
dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak
pada Mega Colon.
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol
kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen
aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya
bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan
menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar.

D. Pathway

E. Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda dapat bermacam-macam berdasarkan keparahan dari kondisi


kadang-kadang mereka muncul segera setelah bayi lahir. Pada saat yang lain
mereka mungkin saja tidak tampak sampai bayi tumbuh menjadi remaja ataupun
dewasa.
Pada kelahiran baru tanda dapat mencakup :
1. Kegagalan dalam dalam mengeluarkan feses dalam hari pertama atau
kedua kelahiran
2. Muntah : mencakup muntahan cairan hijau disebut bile-cairan pencernaan
yang diproduksi di hati
3. Konstipasi atau gas dan diare
Pada anak-anak yang lebih tua, tanda dapat mencakup :
1. Perut yang buncit
2. Peningkatan berat badan yang sedikit
3. Masalah dalam penyerapan nutrisi, yang mengarah penurunan berat badan,
diare atau keduanyadan penundaan atau pertumbuhan yang lambat
4. Infeksi kolon, khususnya anak yang baru lahir atau yang masih muda,
yang dapat mencakup enterocolitis, infeksi serius dengan diare, demam
dan muntah dan kadang-kadang dilatasi kolon yang berbahaya. Pada anakanak yang lebih tua atau dewasa, gejala dapat mencakup konstipasi dan
nilai rendah dari sel darah merah (anemia) karena darah hilang dalam
feses.
F. Komplikasi
Komplikasi yang mungkinterjadipadapenderitahirscsprungsadalah obstruksi
usus, konstipasi, ketidak seimbangan cairan dan elektrolit, entrokolitis, dan
striktur anal dan inkontinensial (pos operasi) (Betz, Cecily L, et.al. 2002).

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kimia darah : Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan panel renal
biasanya dalam batas normal. Anak dengan diare memiliki hasil yang

sesuai dengan dehidrasi. Pemeriksaan ini dapat membantu mengarahkan


pada penatalaksanaan cairan dan elektrolit.
b. Darah rutin : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui hematokrit
dan platelet preoperatiof.
c. Profil koagulasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada
gangguan pembekuan darah yang perlu dikoreksi sebelum operasi
dilakukan.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen dapat menunjukan adanya loop usus yang distensi
dengan adanya udara dalam rectum.
b. Barium enema
1) Jangan membersihkan kolon bagian distal dengan enema sebelum
memasukkan kontras enema karena hal ini akan mengaburkan
gambar pada daerah zona transisi.
2) Kateter diletakkan didalam anus, tanpa mengembangkan balon,
untuk menghindari kaburnya zona transisi dan beresiko terjadinya
peforasi. foto segera diambil setelah injeksi kontras, dan diambil lagi
24 jam kemudian.
3) Colon bagian distal yang menyempit dengan bagian proksimal
yang mengalami dilatasi merupakan gambaran klasik penyakit
Hirschprung. Akan tetapi temuan radiologis pada neonatus lebih sulit
diinterpetasi dan sering kali gagal memperlihatkan zona transisi.
4) Gambaran radiologis lainnya yang mengarah pada penyakit
Hirschprung adalah adanya retensi kontras lebih dari 24 jam setelah
barium enema dilakukan.
3. Biopsi
Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus submukosa meisner, apakah
terdapat ganglion atau tidak. Pada penyakit hirschprung ganglion ini tidak
ditemukan.
H. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Pembedahan pada penyakit hirscprung dilakukan dalam dua tahap. Mulamula dilakukan kolostomi loop atau doublebarrel sehingga tonus dan ukuran
usus yang dilatasi dan hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan waktu
kira-kira 3 sampai 4 bulan). Bila umur bayi itu antara 6-12 bulan (atau bila

beratnya antara 9 dan 10 Kg), satu dari tiga prosedur berikut dilakukan
dengan cara memotong usus aganglionik dan menganastomosiskan usus yang
berganglion ke rectum dengan jarak 1 cm dari anus. Prosedur Duhamel
umumnya dilakukan terhadap bayi yang berusia kurang dari 1 tahun.
Prosedur ini terdiri atas penarikan kolon nromal ke arah bawah dan
menganastomosiskannya di belakang anus aganglionik, menciptakan dinding
ganda yang terdiri dari selubung aganglionik dan bagian posterior kolon
normal yang ditarik tersebut. Pada prosedur Swenson, bagian kolon yang
aganglionik itu dibuang. Kemudian dilakukan anastomosis end-to-end pada
kolon bergangliondengan saluran anal yang dilatasi. Sfinterotomi dilakukan
pada bagian posterior. Prosedur Soave dilakukan pada anak-anak yang lebih
besar dan merupakan prosedur yang paling banyak dilakukanuntuk mengobati
penyakit hirsrcprung. Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh.
Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus, tempat dilakukannya
anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa.
2. Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui
pemasangan sonde lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium
dan udara.
3. Tindakan bedah sementara
Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang
terlambat didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dan keadaan
umum memburuk. Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal yang paling
distal.
4. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila
ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama
antara lain :
a. Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada
anak secara dini.
b. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak.
c. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis (pembedahan).
d. Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana
pulang.

Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak


anak dengan mal nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai
status fisiknya meningkat.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ANAK DENGAN MEGACOLON (HIRSCHPRUNG)
A. Pengkajian
1. Identitas
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan
kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan
bawaan lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih
sering

ditemukan

pada

anak

laki-laki

dibandingkan

anak

perempuan. Sedangkan kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon


atau usus halus ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan
(Ngastiyah, 1997).
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama

Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang
sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24
jam setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain
adalah muntah dan diare.
b. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi
total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi
mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi.
Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang
diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga yang konstipasi
ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam. Diare
berbau busuk dapat terjadi.
c. Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada penyakit terdahulu

yang

mempengaruhi

terjadinya

penyakit Hirschprung.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada anaknya.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinis. Pada
survey umum terlihat lemah atau gelisah. TTV biasa didapatkan hipertermi
dan takikardi dimana menandakan terjadinya iskemia usus dan gejala
terjadinya perforasi. Tanda dehidrasi dan demam bisa didapatkan pada
kondisi syok atau sepsis.
Pada pemeriksaan fisik fokus pada area abdomen, lipatan paha, dan rectum
akan didapatkan :
a. Inspeksi : Tanda

khas

didapatkan

adanya

distensi

abnormal.

Pemeriksaan rectum dan fese akan didapatkan adanya perubahan feses


seperti pita dan berbau busuk.
b. Auskultasi : Pada fase awal didapatkan penurunan bising usus, dan
berlanjut dengan hilangnya bisng usus.
c. Perkusi
: Timpani akibat abdominal mengalami kembung.
d. Palpasi
: Teraba dilatasi kolon abdominal.
1) Sistem kardiovaskuler : Takikardia.
2) Sistem pernapasan
: Sesak napas, distres pernapasan.
3) Sistem pencernaan
: Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut
tegang, muntah berwarna hijau. Pada anak yang lebih besar terdapat

diare kronik. Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada
waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium
atau tinja yang menyemprot.
4) Sistem saraf
: Tidak ada kelainan.
5) Sistem musculoskeletal : Gangguan rasa nyaman : nyeri
6) Sistem endokrin
: Tidak ada kelainan.
7) Sistem integument
: Akral hangat, hipertermi
8) Sistem pendengaran
: Tidak ada kelainan.
4. Pemeriksaan Diagnostik dan Hasil
a. Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat
gambaran obstruksi usus rendah.
b. Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi, gambaran
kontraksi usus yang tidak teratur di bagian menyempit, enterokolitis pada
segmen yang melebar dan terdapat retensi barium setelah 24-48 jam.
c. Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa.
d. Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum.
e. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat
peningkatan aktivitas enzim asetilkolin eseterase.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah :
a. Risiko konstipasi berhubungan dengan penyempitan kolon, sekunder,
obstruksi mekanik
b. Risiko ketidakseimbangan volume cairan/elektrolit tubuh berhubungan
dengan keluar cairan tubuh dari muntah, ketidakmampuan absorbs air
oleh intestinal.
c. Risiko injuri berhubungan dengan pasca prosedur bedah, iskemia,
nekrosis dinding intestinal sekunder dari kondisi obtruksi usus
d. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen, iritasi intestinal, respon
pembedahan
e. Risiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan penurunan volume
darah, sekunder dari absorpsi saluran intestinal, muntah-muntah.
f. Risiko tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake makanan yang kurang adekuat.
g. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan pasca prosedur pembedahan
h. Pemenuhan informasi berhubungan dengan adanya kolostomi, evaluasi
diagnostic, rencana pembedahan, dan rencana perawatan rumah.

i. Risiko gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan perubahan


kondisi psikososial anak selama dirawat sekunder dari kondisi sakit.
j. Ansietas berhubungan dengan prognosis penyakit, miniterpretasi
informasi, rencana pembedahan.
2. Analisa data
Data
DS : Anak terus rewel

Etiologi
Masalah keperawatan
Segment pendek/ segment Risiko konstipasi
panjang

DO: Konstipasi, tidak ada


mekonium

>

24-48

jam

pertama, kembung, distensi


abdomen,

peristaltic Peristaltic dalam segment

menurun

DS: Tidak

mau

Obstruksi kolon
minum, Mual, muntah, kembung

rewel

Risiko

ketidakseimbangan

volume cairan tubuh

DO: Mukosa mulut kering,


ubun-ubun dan mata cekung, Anorexia
turgor kulit kurang elastic

Intake nutrisi tidak adekuat

Kehilangan

cairan

dan

elektrolit
DS: Rewel
kurang

dan
nyaman

merasa Intervensi pembedahan


akibat

kolostomi
Kerusakan jaringan pasca

Risiko injuri

DO: BAB melalui kolostomi


DS : Pasien merasa demam

pembedahan
Obstruksi kolon proksimal

Risiko infeksi

DO : Hipertermi (suhu 38oC)


Intervensi pembedahan

Kerusakan jaringan pasca


pembedahan
3. Diagnosa keperawatan prioritas
a. Pre Operasi
1) Risiko konstipasi berhubungan

dengan

penyempitan

kolon,

sekunder, obstruksi mekanik


2) Risiko ketidakseimbangan volume cairan tubuh berhubungan dengan
keluar cairan tubuh dari muntah, ketidakmampuan absorbs air oleh
intestinal.
b. Post Operasi
1) Risiko injuri berhubungan dengan pasca prosedur bedah, iskemia,
nekrosis dinding intestinal sekunder dari kondisi obtruksi usus
2) Resiko infeksi berhubungan dengan pasca prosedur pembedahan.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Dx Keperawatan

Tujuan

dan

Intervensi
Kriteria Hasil
1. Resiko kostipasi Tujuan : Pola 1. Observasi
b/d penyempitan BAB normal.
kolon, sekunder, Kriteria

hasil

obstruksi

pasien

mekanik

mengalami

usus
:

tidak

bising 1. Untuk

menyusun

periksa

rencana

adanya

distensi

yang

abdomen

pasien.

mencegah

Pantau

dan

Rasional

dan

catat

penanganan
efektif

dalam

konstipasi

dan impaksi fekal

konstipasi, pasien

frekuensi

mempertahankan

karakteristik feses

defekasi

dan 2. Untuk

setiap 2. Catat

hari

terapi

asupan

haluaran secara akurat

meyakinkan
penggantian

cairan dan hidrasi


3. Untuk meningkatkan

3. Dorong pasien untuk


mengkonsumsi cairan

terapi

penggantian

cairan dan hidrasi

2.5 L setiap hari, bila 4. Untuk


tidak

ada

kontraindikasi
4. Lakukan

adaptasi

terhadap

fungsi fisiologi normal

program 5.

defekasi.

membantu

Untuk meningkatkan

Letakkan

eliminasi feses padat

pasien di atas pispot

atau gas dari saluran

atau commode pada

pencernaan,

saat

keefektifannya

tertentu

setiap

pantau

hari, sedekat mungkin


kewaktu

biasa

defekasi

(bila

diketahui)
5. Berikan

laksatif,

enema,

atau

supositoria
2. Risiko

instruksi
: 1. Timbang berat badan 1.

Tujuan

ketidakseimbang

kebutuhan cairan

an volume cairan terpenuhi


tubuh

b/d Kriteria

keluarnya cairan turgor


tubuh

dari elastik

absorps air oleh

detik

pasien

setiap

hari

sebelum sarapan
hasil

kulit
dan

dan

haluaran

untuk

urin

mendapatkan

status cairan
3. Pantau
urin

berat

Untuk

membantu

mendeteksi perubahan
keseimbangan cairan

: 2. Ukur asupan cairan 2.

muntah, ketidak normal, CRT < 3


mampuan

sesuai

Penurunan
atau

asupan

peningkatan

haluaran meningkatkan
defisit cairan

jenis 3.

Peningkatan
jenis

berat
urin

instentinal

4. Periksa

membran

mengindikasikan

mukosa mulut setiap

dehidrasi. Berat jenis

hari

urin

5. Tentukan cairan apa

mengindikasikan

yang disukai pasien

kelebihan

dan

cairan

simpan

rendah,

cairan

tersebut di samping 4.

volume

Membran

mukosa

tempat tidur pasien,

kering

sesuai instruksi

suatu indikasi dehidrasi

6. Pantau

kadar 5.

elektrolit serum

merupakan

Untuk meningkatkan
asupan

6.

Perubahan
elektrolit

nilai
dapat

menandakan
awitan ketidakseimban
gan cairan

3. Risiko

injury Tujuan : dalam 1. Observasi

berhubungan
dengan

waktu 2x24 jam

pasca pasca

intervensi

prosedur bedah, reseksi


iskeimia,

kolon

faktor

faktor- 1.
yang

resiko

meningkatkan resiko

hernia

umbilikalis

injuri

akibat

peningkatan

tidak mengalami 2. Monitor tanda dan


gejala perforasi atau 2.

intestinal

peritonitis.

usus

normal

(RR

x/mnt,

16-24
Suhu

360 C-370C,
TD

120/70

mmHg),

4.

dan

Monitor

komplikasi

adanya
pasca

rewel

yang

tiba-tiba

dan

5. Pertahankan

status

tidak bisa dibujuk atau

hemodinamik

yang

diam oleh orang tua


atau perawat, muntahmuntah,

optimal,

7. Hadirkan

suhu

pada insisi

gejala

penting adalah anak

6. Bantu ambulasi dini

infeksi

perforasi

atau peritonitis. Tanda

kardiorespirasi
terjadi

resiko

selang nasogatrik.

optimal
tidak

dari

yang

terjadinya

bedah

N:60-100x/mnt,

Perawat
mengantisipasi

dari Kriteria Hasil : 3. Lakukan pemasangan

kondisi obstruksi TTV

rekuren

tekanan intra abdomen

necrosis dinding injuri


sekunder

Pasca bedah terdapat

orang

terdekat

peningkatan
tubuh

dan

hilangnya bising usus.

8. Kolaborasi

Adanya

pengeluaran

pemberian antibiotik

pada anus yang berupa

pasca bedah

cairan

feses

bercampur

yang
darah

merupakan tanda klinik


penting bahwa telah
terjadi peforasi. Semua
perubahan yang terjadi
didokumentasikan oleh
perawat dan laporkan
pada dokter
3.

Tujuan

memasang

selang

nasogatrik

adalah

intervensi

4. Resiko
b/d

infeksi Tujuan

tidak

pasca menunjukkan

prosedur

adanya

pembedahan

tanda infeksi
Kriteria
suhu
rentang

infeksi

tanda-

hasil

1. Minimalkan

dalam
normal,

risiko 1.

dengan

mencuci

terbaik

untuk

mencegah

memberikan

sarung tangan dapat

perawatan,

melindungi

menggunakan sarung

pada saat memegang

tangan

luka yang dibalut atau

untuk

yang

asepsis

pada

saat

memberikan

dan insisi terlihat

perawatan langsung
2. Observasi

patogen,
tangan

melakukan

dalam kultur, luka


merah

cara

satu-satunya

sebelum dan setelah

mempertahankan

bersih,

tangan

adalah

tangan

tidak ada patogen


terlihat

Mencuci

tindakan
2.

suhu

berbagai

Suhu

yang

meningkat

terus
setelah

pembedahan

dapat
tanda

muda, dan bebas

minimal setiap 4 jam

merupakan

dari

dan catat pada kertas

awitan

grafik.

pulmonal, infeksi luka

purulen

drainase

Laporkan

evaluasi kerja

BAB V

komplikasi

atau dehisens.

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penyakit Hirschprung (mega kolon kongenital) adalah suatu penyumbatan
pada usus besar yang terjadi akibat pergerakan usus yang tidak adekuat karena
sebagian dari usus besar tidak memiliki saraf yang mengendalikan kontraksi
ototnya. Hirschprung terjadi karena adanya permasalahan pada persarafan usus
besar paling bawah mulai dari anus hingga usus diatasnya. Penyakit hisprung
merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan pergerakan usus
yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang yang
bervariasi dan termasuk anus sampai rektum.Penyakit ini disebabkan oleh tidak
adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus Auerbach di kolon.
B. SARAN
Sebagai calon perawat harus mengerti dan memahami penyakit hirschprung
(mega kolon kongenital). Dengan memahami dan mengerti penyakit hirschprung,
sebagai calon perawat maka bisa memberikan asuhan keperawatan pada klien
dengan baik dan benar.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2003. Mengenal Penyakit Hirschprung (Aganglionic Megacolon).
Disitasi dari http://www.indosiar.co.id/v2003/pk. pada tanggal 17 Maret
2015
Behrman, dkk.1996. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 2. Jakarta: EGC.
Budi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Penyakit Hisprung. Disitasi dari
http://www.mediakeperawatan.com/?id=budixtbn.

pada

tanggal

17

Maret 2015.
Mansjoer, dkk. 2000.Kapita Selekta Kedokteran. ed.3. Jakarta : Media
Aesculapius
Ngastiyah. 1997.Perawatan Anak Sakit. EGC : Jakarta.
Yuda. 2010. Penyakit Megacolon. Disitasi dari http://dokteryudabedah.com/wpcontent/uploads2010/01/mega-colon pada tanggal 26 Oktober 2010.
Kartono Darmawan. Penyakit Hirschsprung. Sagung Seto. Jakarta. 2004.
Pasumarthy L and Srour JW. Hirschsprungs Disease:A Case To Remember.
Practical Gastroenterology. 2008:42-45.
Nurko SMD. Hirschsprung Disease. Center for Motility and Functional
Gastrointestinal Disorders.2007
Kessman JMD. Hirschsprung Disease: Diagnosis and Management. American
Family Physician. 2006;74:1319-1322.
Izadi M, Mansour MF, Jafarshad R, Joukar F, Bagherzadeh AH, Tareh F. Clinical
Manifestations of Hirschsprungs Disease: A Six Year Course Review
of Admitted Patients in Gilan, Northern Iran. Middle East Journal of
Digestive Diseases. 2009;1:68-73.
Theodore Z, Polley JR, Coran GA. Hirschsprung's Disease In The Newborn.
Pediatric Surgery International. 1986:80-83.
Baucke VL, Pringle KC, Ekwo EE. Anorectal Manometry for Exclusion of
Hirschsprungs

Disease

in

Neonates.

Jurnal

Gastroentrology and Nutrition. 1985;4:596-603.

Of

Pediatric

Gerson KE. Hirschsprungs Disease in: Ashcraft Pediatric Surgery 5th edition.
Philadelphia. W.B. Saunders Company;2009:p456-475
Rahman Z, Hannan J, Islam S. Hirschsprung's Disease: Role of Rectal Suction
Biopsy-Data on 216 Specimens. Journal of Indian Association Pediatric
Surgery. 2010;15:56-58.
Puri P. Hirschsprungs Disease and Variants in: Pediatric Surgery. London.
Spinger; 2009:page 453-462.
A. John. M Adam. Klasifikasi dan Kriteria diagnosis Penyakit Hirschsprung,
Avalaible

http://emedicine.medscape.com/article/409150-media.

Acces : 17 Maret 2015


Wansjoer

A.

Tatalaksana

Penyakit

hirschsprung.

Avalaible

:http://www.surgicaltutor.org.uk/pictures/images/hne&p/hirschsprungs3
.jpg. Acces: 17 Maret 2015

Anda mungkin juga menyukai