Oleh Kelompok 5 :
Akhmad Zubaedi
(0520011111)
Nur Kholifah
(0520011712)
Alifah
(0520012012)
Yuliana
(0520011111)
Miftakhul J.
(0520011111)
Boby Malika R.
(0520001111)
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Hirschprung adalah suatu kelainan bawaan berupa aganglionik
usus, mulai dari spinkter ani interna kearah proksimal dengan panjang yang
bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum
dengan gejala klinis berupa gangguan pasase usus fungsional (Kartono,1993;
Heikkinen dkk,1997;Fonkalsrud,1997). Penyakit ini pertama kali ditemukan
oleh Herald Hirschprung tahun 1886, namun patofisiologi terjadinya penyakit
ini tidak diketahui secara jelas hingga tahun 1938, dimana Robertson dan
Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini
disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus akibat defisiensi
ganglion (Kartono, 1993; Fonkalsrud, 1997; Lister, 1996).
Beberapa metoda penatalaksanaan bedah definitif untuk kelainan
Hirschprung ini telah pula diperkenalkan, mula-mula oleh Swenson dan Bill
(1946) berupa prosedur rektosigmoidektomi, Duhamel (1956) berupa prosedur
retrorektal, Soave (1966) berupa prosedur endorektal ekstramukosa serta
Rehbein yang memperkenalkan tekhnik deep anterior resection. Sejumlah
komplikasi pasca operasi telah diamati oleh banyak peneliti, baik komplikai
dini berupa infeksi, dehisensi luka, abses pelvik dan kebocoran anastomose,
maupun komplikasi lanjut berupa obstipasi, inkontinensia dan enterokolitis.
Namun secara umum diperoleh gambaran hasil penelitian bahwa ke-empat
prosedur bedah definitif diatas memberikan komplikasi yang hampir sama,
namun masing-masing prosedur memiliki keunggulan tersendiri dibanding
dengan prosedur lainnya, tergantung keahlian dan pengalaman operator yang
mengerjakannya (Kartono,1993; Heikkinen dkk,1997, Teitelbaum,1999).
Namun hingga saat ini, belum ada satupun parameter atau sistem
penilaian fungsi anorektal yang diterima secara universal guna mengevaluasi
tingkat keberhasilan tindakan bedah definitif (Heikkinen dkk,1997). Padahal
keberhasilan mengembalikan fungsi anorektal tersebut ketingkat normal atau
mendekati normal merupakan hakikat utama tujuan penatalaksanaan penyakit
Hirschprung. Menurut H.A.Heij, parameter terbaik untuk menilai fungsi
anorektal adalah kemampuan untuk menahan defekasi sehingga diperoleh
tempat dan waktu yang tepat untuk defekasi (Heij dkk,1995). Kartono
mengusulkan empat katagori gangguan fungsi spinkter (kecipirit, kontinensia
kurang, inkontinensia dan obstipasi berulang) tanpa membuat skala sehingga
tidak dapat dipakai untuk menilai derajat kerusakan fungsi anorektal
tersebut(Kartono,1993). Ludman L, dkk (2002) mengusulkan 3 parameter,
yakni : frekwensi buang air besar, frekwensi kecipirit dan kekuatan otot
spinkter ani(Ludman dkk,2002). Sedangkan sistem skoring yang dibuat oleh
Hekkinen,dkk (1997) yang memuat 7 kriteria dengan masing-masing kriteria
memiliki skor antara 0 dan 2, merupakan sisitem skoring yang paling banyak
diterima saat ini namun belum universal dipakai(Heikkinen dkk,1997; Engum
dkk,1996; Hung,1996; Reding,1997; Swenson,2002) Sistem skoring menurut
Hekkinen ini lah yang dipakai dalam penelitian ini. Sepanjang pengetahuan
penulis, hingga saat ini belum pernah dilakukan penelitian fungsi anorektal
penderita Hirschprung pasca tindakan bedah definitif di kota Medan. Dalam
penelitian ini, penulis bermaksud melakukan pengamatan fungsi anorektal
pada penderita Hirschprung yang telah dilakukan tindakan bedah definitif
pull-through di rumah sakit pendidikan dan rumah sakit tempat pendidikan di
kota Medan dengan memakai sistem skoring Hekkinen.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang definisi dari hirschprung.
2. Untuk mengetahui tentang etiologi dari hirschprung.
3. Untuk mengetahui tentang patofisiologi dari hirschprung.
4. Untuk mengetahui tentang pathway dari hirschprung.
5. Untuk mengetahui tentang manifestasi klinis dari hirschprung .
6. Untuk mengetahui tentang komplikasi dari hirschprung.
BAB II
TINJAUANPUSTAKA
A. Definisi
Penyakit
hirschprung
atau
yang
juga disebut
congenital
megakolon,
merupakan akibat tidak ada nyasel ganglion dalam rectum atau bagian usus besar
(Corwin, Elizabeth J. 2008).
Penyakit hirschprung adalah kelainan congenital yang mengakibatkan
obstruksi mekanik dari tidak memadainya motilitas pada bagian usus
(Hockenberry, Marilyn J, et al. 2003).
Hirschprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel-sel
ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya
evakuasi usus spontan (Betz, Cecily L, et.al. 2002).
Kesimpulannya, penyakit hirschprung (mega kolon kongenital) adalah suatu
penyumbatan pada usus besar yang terjadi akibat pergerakan usus yang tidak
adekuat karena sebagian dari usus besar tidak memiliki saraf yang mengendalikan
kontraksi ototnya.
B. Etiologi
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan
dinding usus, mulai dari spingter ani internus kearah proksimal, 70 % terbatas
didaerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat
mengenai seluruh usus dan pilorus.
Adapun yang menjadi penyebab hirschprung atau mega kolon kongenital
adalah diduga karena terjadi faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada
anak dengan Down syndrome, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam
dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan submukosa pada
dinding plexus.
Dalam keadaan normal bahan makanan yang dicerna bisa berjalan disepanjang
usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melapisi usus (kontraksi
D. Pathway
E. Manifestasi Klinis
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kimia darah : Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan panel renal
biasanya dalam batas normal. Anak dengan diare memiliki hasil yang
beratnya antara 9 dan 10 Kg), satu dari tiga prosedur berikut dilakukan
dengan cara memotong usus aganglionik dan menganastomosiskan usus yang
berganglion ke rectum dengan jarak 1 cm dari anus. Prosedur Duhamel
umumnya dilakukan terhadap bayi yang berusia kurang dari 1 tahun.
Prosedur ini terdiri atas penarikan kolon nromal ke arah bawah dan
menganastomosiskannya di belakang anus aganglionik, menciptakan dinding
ganda yang terdiri dari selubung aganglionik dan bagian posterior kolon
normal yang ditarik tersebut. Pada prosedur Swenson, bagian kolon yang
aganglionik itu dibuang. Kemudian dilakukan anastomosis end-to-end pada
kolon bergangliondengan saluran anal yang dilatasi. Sfinterotomi dilakukan
pada bagian posterior. Prosedur Soave dilakukan pada anak-anak yang lebih
besar dan merupakan prosedur yang paling banyak dilakukanuntuk mengobati
penyakit hirsrcprung. Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh.
Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus, tempat dilakukannya
anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa.
2. Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui
pemasangan sonde lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium
dan udara.
3. Tindakan bedah sementara
Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang
terlambat didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dan keadaan
umum memburuk. Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal yang paling
distal.
4. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila
ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama
antara lain :
a. Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada
anak secara dini.
b. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak.
c. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis (pembedahan).
d. Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana
pulang.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ANAK DENGAN MEGACOLON (HIRSCHPRUNG)
A. Pengkajian
1. Identitas
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan
kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan
bawaan lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih
sering
ditemukan
pada
anak
laki-laki
dibandingkan
anak
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang
sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24
jam setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain
adalah muntah dan diare.
b. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi
total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi
mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi.
Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang
diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga yang konstipasi
ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam. Diare
berbau busuk dapat terjadi.
c. Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada penyakit terdahulu
yang
mempengaruhi
terjadinya
penyakit Hirschprung.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada anaknya.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinis. Pada
survey umum terlihat lemah atau gelisah. TTV biasa didapatkan hipertermi
dan takikardi dimana menandakan terjadinya iskemia usus dan gejala
terjadinya perforasi. Tanda dehidrasi dan demam bisa didapatkan pada
kondisi syok atau sepsis.
Pada pemeriksaan fisik fokus pada area abdomen, lipatan paha, dan rectum
akan didapatkan :
a. Inspeksi : Tanda
khas
didapatkan
adanya
distensi
abnormal.
diare kronik. Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada
waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium
atau tinja yang menyemprot.
4) Sistem saraf
: Tidak ada kelainan.
5) Sistem musculoskeletal : Gangguan rasa nyaman : nyeri
6) Sistem endokrin
: Tidak ada kelainan.
7) Sistem integument
: Akral hangat, hipertermi
8) Sistem pendengaran
: Tidak ada kelainan.
4. Pemeriksaan Diagnostik dan Hasil
a. Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat
gambaran obstruksi usus rendah.
b. Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi, gambaran
kontraksi usus yang tidak teratur di bagian menyempit, enterokolitis pada
segmen yang melebar dan terdapat retensi barium setelah 24-48 jam.
c. Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa.
d. Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum.
e. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat
peningkatan aktivitas enzim asetilkolin eseterase.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah :
a. Risiko konstipasi berhubungan dengan penyempitan kolon, sekunder,
obstruksi mekanik
b. Risiko ketidakseimbangan volume cairan/elektrolit tubuh berhubungan
dengan keluar cairan tubuh dari muntah, ketidakmampuan absorbs air
oleh intestinal.
c. Risiko injuri berhubungan dengan pasca prosedur bedah, iskemia,
nekrosis dinding intestinal sekunder dari kondisi obtruksi usus
d. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen, iritasi intestinal, respon
pembedahan
e. Risiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan penurunan volume
darah, sekunder dari absorpsi saluran intestinal, muntah-muntah.
f. Risiko tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake makanan yang kurang adekuat.
g. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan pasca prosedur pembedahan
h. Pemenuhan informasi berhubungan dengan adanya kolostomi, evaluasi
diagnostic, rencana pembedahan, dan rencana perawatan rumah.
Etiologi
Masalah keperawatan
Segment pendek/ segment Risiko konstipasi
panjang
>
24-48
jam
menurun
DS: Tidak
mau
Obstruksi kolon
minum, Mual, muntah, kembung
rewel
Risiko
ketidakseimbangan
Kehilangan
cairan
dan
elektrolit
DS: Rewel
kurang
dan
nyaman
kolostomi
Kerusakan jaringan pasca
Risiko injuri
pembedahan
Obstruksi kolon proksimal
Risiko infeksi
dengan
penyempitan
kolon,
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx Keperawatan
Tujuan
dan
Intervensi
Kriteria Hasil
1. Resiko kostipasi Tujuan : Pola 1. Observasi
b/d penyempitan BAB normal.
kolon, sekunder, Kriteria
hasil
obstruksi
pasien
mekanik
mengalami
usus
:
tidak
bising 1. Untuk
menyusun
periksa
rencana
adanya
distensi
yang
abdomen
pasien.
mencegah
Pantau
dan
Rasional
dan
catat
penanganan
efektif
dalam
konstipasi
konstipasi, pasien
frekuensi
mempertahankan
karakteristik feses
defekasi
dan 2. Untuk
setiap 2. Catat
hari
terapi
asupan
meyakinkan
penggantian
terapi
penggantian
ada
kontraindikasi
4. Lakukan
adaptasi
terhadap
program 5.
defekasi.
membantu
Untuk meningkatkan
Letakkan
pencernaan,
saat
keefektifannya
tertentu
setiap
pantau
biasa
defekasi
(bila
diketahui)
5. Berikan
laksatif,
enema,
atau
supositoria
2. Risiko
instruksi
: 1. Timbang berat badan 1.
Tujuan
ketidakseimbang
kebutuhan cairan
b/d Kriteria
dari elastik
detik
pasien
setiap
hari
sebelum sarapan
hasil
kulit
dan
dan
haluaran
untuk
urin
mendapatkan
status cairan
3. Pantau
urin
berat
Untuk
membantu
mendeteksi perubahan
keseimbangan cairan
sesuai
Penurunan
atau
asupan
peningkatan
haluaran meningkatkan
defisit cairan
jenis 3.
Peningkatan
jenis
berat
urin
instentinal
4. Periksa
membran
mengindikasikan
hari
urin
mengindikasikan
kelebihan
dan
cairan
simpan
rendah,
cairan
tersebut di samping 4.
volume
Membran
mukosa
kering
sesuai instruksi
6. Pantau
kadar 5.
elektrolit serum
merupakan
Untuk meningkatkan
asupan
6.
Perubahan
elektrolit
nilai
dapat
menandakan
awitan ketidakseimban
gan cairan
3. Risiko
berhubungan
dengan
pasca pasca
intervensi
kolon
faktor
faktor- 1.
yang
resiko
meningkatkan resiko
hernia
umbilikalis
injuri
akibat
peningkatan
intestinal
peritonitis.
usus
normal
(RR
x/mnt,
16-24
Suhu
360 C-370C,
TD
120/70
mmHg),
4.
dan
Monitor
komplikasi
adanya
pasca
rewel
yang
tiba-tiba
dan
5. Pertahankan
status
hemodinamik
yang
optimal,
7. Hadirkan
suhu
pada insisi
gejala
infeksi
perforasi
kardiorespirasi
terjadi
resiko
selang nasogatrik.
optimal
tidak
dari
yang
terjadinya
bedah
N:60-100x/mnt,
Perawat
mengantisipasi
rekuren
orang
terdekat
peningkatan
tubuh
dan
8. Kolaborasi
Adanya
pengeluaran
pemberian antibiotik
pasca bedah
cairan
feses
bercampur
yang
darah
Tujuan
memasang
selang
nasogatrik
adalah
intervensi
4. Resiko
b/d
infeksi Tujuan
tidak
pasca menunjukkan
prosedur
adanya
pembedahan
tanda infeksi
Kriteria
suhu
rentang
infeksi
tanda-
hasil
1. Minimalkan
dalam
normal,
risiko 1.
dengan
mencuci
terbaik
untuk
mencegah
memberikan
perawatan,
melindungi
menggunakan sarung
tangan
untuk
yang
asepsis
pada
saat
memberikan
perawatan langsung
2. Observasi
patogen,
tangan
melakukan
cara
satu-satunya
mempertahankan
bersih,
tangan
adalah
tangan
Mencuci
tindakan
2.
suhu
berbagai
Suhu
yang
meningkat
terus
setelah
pembedahan
dapat
tanda
merupakan
dari
awitan
grafik.
purulen
drainase
Laporkan
evaluasi kerja
BAB V
komplikasi
atau dehisens.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penyakit Hirschprung (mega kolon kongenital) adalah suatu penyumbatan
pada usus besar yang terjadi akibat pergerakan usus yang tidak adekuat karena
sebagian dari usus besar tidak memiliki saraf yang mengendalikan kontraksi
ototnya. Hirschprung terjadi karena adanya permasalahan pada persarafan usus
besar paling bawah mulai dari anus hingga usus diatasnya. Penyakit hisprung
merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan pergerakan usus
yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang yang
bervariasi dan termasuk anus sampai rektum.Penyakit ini disebabkan oleh tidak
adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus Auerbach di kolon.
B. SARAN
Sebagai calon perawat harus mengerti dan memahami penyakit hirschprung
(mega kolon kongenital). Dengan memahami dan mengerti penyakit hirschprung,
sebagai calon perawat maka bisa memberikan asuhan keperawatan pada klien
dengan baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2003. Mengenal Penyakit Hirschprung (Aganglionic Megacolon).
Disitasi dari http://www.indosiar.co.id/v2003/pk. pada tanggal 17 Maret
2015
Behrman, dkk.1996. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 2. Jakarta: EGC.
Budi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Penyakit Hisprung. Disitasi dari
http://www.mediakeperawatan.com/?id=budixtbn.
pada
tanggal
17
Maret 2015.
Mansjoer, dkk. 2000.Kapita Selekta Kedokteran. ed.3. Jakarta : Media
Aesculapius
Ngastiyah. 1997.Perawatan Anak Sakit. EGC : Jakarta.
Yuda. 2010. Penyakit Megacolon. Disitasi dari http://dokteryudabedah.com/wpcontent/uploads2010/01/mega-colon pada tanggal 26 Oktober 2010.
Kartono Darmawan. Penyakit Hirschsprung. Sagung Seto. Jakarta. 2004.
Pasumarthy L and Srour JW. Hirschsprungs Disease:A Case To Remember.
Practical Gastroenterology. 2008:42-45.
Nurko SMD. Hirschsprung Disease. Center for Motility and Functional
Gastrointestinal Disorders.2007
Kessman JMD. Hirschsprung Disease: Diagnosis and Management. American
Family Physician. 2006;74:1319-1322.
Izadi M, Mansour MF, Jafarshad R, Joukar F, Bagherzadeh AH, Tareh F. Clinical
Manifestations of Hirschsprungs Disease: A Six Year Course Review
of Admitted Patients in Gilan, Northern Iran. Middle East Journal of
Digestive Diseases. 2009;1:68-73.
Theodore Z, Polley JR, Coran GA. Hirschsprung's Disease In The Newborn.
Pediatric Surgery International. 1986:80-83.
Baucke VL, Pringle KC, Ekwo EE. Anorectal Manometry for Exclusion of
Hirschsprungs
Disease
in
Neonates.
Jurnal
Of
Pediatric
Gerson KE. Hirschsprungs Disease in: Ashcraft Pediatric Surgery 5th edition.
Philadelphia. W.B. Saunders Company;2009:p456-475
Rahman Z, Hannan J, Islam S. Hirschsprung's Disease: Role of Rectal Suction
Biopsy-Data on 216 Specimens. Journal of Indian Association Pediatric
Surgery. 2010;15:56-58.
Puri P. Hirschsprungs Disease and Variants in: Pediatric Surgery. London.
Spinger; 2009:page 453-462.
A. John. M Adam. Klasifikasi dan Kriteria diagnosis Penyakit Hirschsprung,
Avalaible
http://emedicine.medscape.com/article/409150-media.
A.
Tatalaksana
Penyakit
hirschsprung.
Avalaible
:http://www.surgicaltutor.org.uk/pictures/images/hne&p/hirschsprungs3
.jpg. Acces: 17 Maret 2015