Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konsepsi merupakan suatu proses bertemunya ovum dengan sperma sehingga
terjadilah suatu proses kehamilan, persalinan dan nifas. Suatu proses antepartum,
intrapartum maupun postpartum tidak selamanya berjalan secara normal. Kadangkala
hal ini merupakan jembatan kematian bagi para ibu di Indonesia.Hal ini disebabkan
oleh banyak faktor yang terkadang tidak disadari oleh para ibu hamil maupun tenaga
kesehatan. Ketidaksigapan tenaga kesehatan di indonesia inilah yang mengakibatkan
angka kematian maternal di Indonesia masih cukup tinggi. Penyebab kematian ibu
paling banyak disebabkan oleh perdarahan obstetris diantaranya solusio plasenta 19%,
laserasi/ruptur uteri 16%, atonia uteri 15%, koagulopati 14%, plasenta previa 7%,
plasenta akreta/inkreta/perkreta 6%, perdarahan uteri 6%, retensio plasenta 4%
(Chicakli, 1999). Perdarahan obsteri yang tidak dengan cepat ditangani dengan transfusi
darah atau cairan infus dan fasilitas penanggulangan lainnya (misalnya upaya
pencegahan dan/atau mengatasi syok, seksio sesaria, atau histerektomi dan terapi
antibiotika yang sesuai), prognosisnya akan fatal bagi penderita.
Perdarahan di sini dapat bersifat antepartum atau selama kehamilan seperti pada
plasenta previa dan solusio plasenta atau yang lebih sering lagi terjadi yaitu perdarahan
postpartum akibat dari atonia uteri atau laserasi jalan lahir.Tampak nyata bahwa
perdarahan serius dapat terjadi kapan saja selama kehamilan dan masa nifas.Waktu
terjadinya perdarahan pada kehamilan digunakan untuk mengklasifikasikan secara luas
perdarahan obstetris.Sebagian besar kematian akibat perdarahan disebabkan oleh
beberapa kondisi ibu yang dapat memperparah perdarahan obstetris, selain itu faktor
yang terpenting penyebab perdarahan obstetris yaitu kurang memadainya fasilitas
kesehatan maupun pelayanan kesehatan yan tidak sesuai dengan standar prosedur.
Secara khusus perdarahan antepartum merupakan suatu perdarahan uterus dari
tempat diatas serviks sebelum melahirkan merupakan suatu hal yang sangat
mengkhawatirkan. Perdarahan dapat disebabkan oleh robeknya sebagian plasenta yang

melekat di dekat kanalis servikalis yang disebut plasenta previa. Perdarahan juga dapat
berasal dari robeknya plasenta dari tempat implantasi sebelum waktunya yang disebut
solusio plasenta. Meskipun sangat jarang perdarahan juga dapat terjadi akibat insersi
velamentosa tali pusar disertai ruptur dan perdarahan dari pembuluh darah janin pada
saaat pecahnya selaput ketuban yang disebut vasa previa.
Sumber perdarahan uterus yang berasal dari daerah di atas serviks tidak selalu
dapat teridentifikasi sejak dini.Pada keadaan ini perdarahan biasanya dimulai dengan
sedikit atau tanpa gejala kemudian berhenti.Perdarahan tersebut selalu disebabkan oleh
robekan marginal plasenta yang sedikit dan tidak meluas.Kehamilan dengan perdarahan
seperti ini tetap beresiko walaupun perdarahan segera berhenti dan kemungkinan
plasenta previa tampaknya telah dapat disingkirkan dengan USG.Perdarahan dengan
plasenta previa biasanya terjadi pada kehamilan trimester ketiga, stelah bayi lahir
maupun setelah plasenta lahir.Oleh sebab itu, hal ini perlu diantisipasi lebih awal
sebelum perdarahan menuju ke tahap yang membahayakan ibu dan janinnya.Antisipasi
dalam perawatan antenatal sangat memungkinkan karena umumnya keadaan dengan
plasenta previa munculnya perlahan diawali gejala dini berupa perdarahan berulang
yang mulanya tidak banyak tanda disertai dengan rasa nyeri dan terjadi pada waktu
yang tidak tentu tanpa trauma.Perempuan hamil yang diidentifikasi mengalami plasenta
previa harus segera dirujuk ke rumah sakit terdekat tanpa melakukan periksa dalam
karena tindakan tersebut dapat menyebabkan perdarahan semakin banyak.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1.2.1. Jelaskan konsep teoritis dari perdarahan antepartum ?
1.2.2. Jelaskan konsep dasar asuhan keperawatan dari perdarahan antepartum ?
1.3 Tujuan Penulisan Makalah

1.3.1Tujuan Umum
Untuk mengetahui mengenaiaskep pada pasien dengan pendarahan
antepartum.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui konsep teoritis perdarahan antepartum.
2. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada perdarahan
antepartum.
1.4 Manfaat Penulisan Makalah
1.4.1Bagi Penulis
Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan, serta dapat
mengaktualisasikannya pada lingkungan sekitar, baik dalam lingkungan keluarga
maupun masyarakat.
1.4.2Bagi Pembaca
Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuanmengenai askep pada
pasien dengan perdarahan antepartum.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS
2.1 KONSEP TEORITIS PENDARAHAN ANTEPARTUM
2.1.1 Pengertian Pendarahan Antepartum
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam semasa kehamilan di
mana umur kehamilan telah melebihi 28 minggu atau berat janin lebih dari 1000 gram
(Manuaba, 2010).
Sedangkan menurut Wiknjosastro (2007), perdarahan antepartum adalah
perdarahan pervaginam yang timbul pada masa kehamilan kedua pada kira-kira 3% dari
semua kehamilan.
Jadi dapat disimpulkan perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi
pada akhir usia kehamilan. Perdarahan antepartum terbagi menjadi 2 jenis, yaitu :
1. Plasenta Previa
A. Pengertian Plasenta Previa
Plasenta previa ialah plasenta yang letaknya abnormal, dimana plasenta
berimplantasi pada segmen bawah rahim sehingga dapat menutupi sebagian atau
seluruh ostium uteri internum pada umur kehamilan 28 minggu atau lebih. Implantasi
plasenta yang normal ialah pada dinding depan, dinding belakang rahim, atau di daerah
fundus uteri.
Gambar 1.
(a) Implantasi Normal Plasenta
(b) Implantasi Tidak Normal
Plasenta (plasenta previa)
(a)

(b)

B. Klasifikasi Plasenta Previa

Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah


rahim ke arah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi plasenta yang
berimplantasi pada segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen
bawah rahim setelah plasenta tersebut bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik
mendatar dan meluas dalam persalinan kala satu bisa mengubah luas pembukaan
serviks yang tertutup oleh plasenta. Fenomena ini berpengaruh pada derajat atau
klasifikasi dari plasenta previa ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa antenatal
maupun dalam masa intranatal. Menurut De Snoo, plasenta previa dapat
diklasifikasikan sebagai berikut.
1.

Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh
ostium uteri internum.

2.

Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum.

3.

Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir
ostium uteri internum.

4.

Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim sedemikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2
cm dari ostium uteri internum.

Gambar 3. Klasifikasi plasenta Previa


Terdapat juga literatur yang membagi plasenta previa dengan menggunakan
pembagian grade, yaitu grade I sampai grade IV, setiap grade berperan menentukan
beratnya plasenta previa dan juga penatalaksanaan yang tepat. Grade I dan II termasuk
kriteria minor dan masih memungkinkan persalinan pervaginam. Sementara itu Grade

III dan IV termasuk kriteria major yang tidak memungkinkan untuk persalinan
pervaginam sehingga dibutuhkan tindakan operasi. Pembagian plasenta previa
berdasarkan berdasarkan grade ini yaitu sebagai berikut.
Tabel 1. Pembagian plasenta previa
Grade

Deskripsi

Minor

Plasenta berada pada segmen bawah rahim tetapi tepi terbawah


tidak mencapai ostium uteri internum

Mayor

II

Tepi terbawah dari plasenta letak rendah mencapai ostium uteri

III

internum tetapi tidak menutupinya


Plasenta menutupi ostium uteri internum tetapi asimteris

IV
Plasenta menutupi ostium uteri internum secara simetris
Keadaan lain, yang disebut vasa previa, adalah keadaan dengan pembuluhpembuluh janin berjalan melewati selaput ketuban dan terdapat di ostium uteri
internum. Kondisi ini merupakan penyebab perdarahan antepartum yang jarang dan
memiliki angka kematian janin yang tinggi.

Gambar 4.Kiri Klasifikasi Plasenta Previa ;Kanan Gambaran Ultrasonografi yang


menunjukkan plasenta previa grade I pada kehamilan 32 minggu.

C. Etiologi Plasenta Previa


Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah diketahui
secara pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah
segmen bawah rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin. Teori lain
mengemukakan sebagai salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak
memadai, mungkin sebagai akibat dari proses radang atau atrofi. Paritas tinggi, usia
lanjut, cacat rahim misalnya bekas bedah sesar, kerokan, miomektomi, dan sebagainya
berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi di endometrium yang semuanya
dapat dipandang sebagai faktor resiko bagi terjadinya plasenta previa.
Cacat bekas bedah sesar berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali.Pada
perempuan perokok dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali
lipat.Hipoksemia akibat karbon mono-oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan
plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi.Plasenta yang mengalami
hipertrofi akan mendekati atau menutupi ostium uteri internum. Plasenta yang terlalu
besar seperti pada kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan
pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian
atau seluruh ostium uteri internum.
D. Manifestasi Klinis Plasenta Previa
Adapun manifestasi klinik dari plasenta previa adalah :
1. Gejala pertama yang membawa orang yang sakit ke dokter atau rumah sakit
ialah perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu atau pada kehamilan lanjut
(trimester 3)
2. Sifat perdarahannya tanpa sebab, tanpa nyeri dan berulang. Perdarahan timbul
tanpa sesab apapun.
3. Kadang-kadang perdarahan terjadi sewaktu bangun tidur, pagi hari tanpa
disadari tempat tidur sudah penuh darah. Perdarahan cenderung berulang dengan
volume yang lebih banyak dari sebelumnya sebab dari perdarahan ialah plasenta
dan pembuluh darah yang robek.
4. Sedikit atau banyaknya perdarahan tergantung pada besar dan banyaknya
pembuluh darah yang robek dan plasenta yang lepas. (Sarwono, 2011)

5. Pada uterus tidak teraba keras dan tidak tegang.


6. Bagian terbanyak janin biasanya belum masuk pintu atas panggul dan tidak
jarang terjadi letak janin (letak lintang atau letak sungsang)
7. Janin mungkin masih hidup atau sudah mati, tergantung banyaknya perdarahan,
sebagian besar kasus, janinnya masih hidup.
Perdarahan adalah gejala primer dari plasenta previa dan terjadi pada mayoritas
(70%-80%) dari wanita-wanita dengan kondisi ini. Perdarahan vagina setelah minggu
ke 20 kehamilan adalah karakteristik dari plasenta previa. Biasanya perdarahan tidak
menyakitkan, namun ia dapat dihubungkan dengan kontraksi-kontraksi kandungan dan
nyeri perut. Perdarahan mungkin mencakup dalam keparahan dari ringan sampai parah.
Gejala paling khas dari plasenta previa adalah perdarahan pervaginam (yang keluar
melalui vagina) tanpa nyeri yang pada umumnya terjadi pada akhir triwulan kedua. Ibu
dengan plasenta previa pada umumnya asimptomatik (tidak memiliki gejala) sampai
terjadi perdarahan pervaginam. Biasanya perdarahan tersebut tidak terlalu banyak dan
berwarna merah segar.
Pada umumnya perdarahan pertama terjadi tanpa faktor pencetus, meskipun
latihan fisik dan hubungan seksual dapat menjadi faktor pencetus. Perdarahan terjadi
karena pembesaran dari rahim sehingga menyebabkan robeknya perlekatan dari plasenta
dengan dinding rahim. Koagulapati jarang terjadi pada plasenta previa. Jika didapatkan
kecurigaan terjadinya plasenta previa pada ibu hamil, maka pemeriksaan Vaginal
Tousche (pemeriksaaan dalam vagina) oleh dokter tidak boleh dilakukan kecuali di meja
operasi mengingat risiko perdarahan hebat yang mungkin terjadi.
E. Patofisiologi Plasenta Previa
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan mungkin
juga lebih awal, oleh karena mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta
akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta terbentuk dari
jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari uri.
Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang
berimplikasi di situ sedikit banyak mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua
sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar dan membuka ada

bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi pendarahan
yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan intervillus dari plasenta. Oleh
karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim pendarahan pada plasenta previa
pasti akan terjadi.
Pendarahan berhenti jika karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi
mengenai sinus yang besar dari plasenta pada mana pendarahan pendarahan akan
berlangsung lama dan banyak. Demikian pendarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab
lain. Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri. Pada plasenta yang
menutupi seluruh ostium uteri internum pendarahan terjadi pada waktu mendekati lebih
awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada
bagian terbawah yaitu pada ostium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta previa
parsialis atau letak rendah, pendarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai
persalinan. Pendarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada
pendarahan berikutnya. Untuk berjaga-jaga mencegah syok hal tersebut perlu
dipertimbangkan.
Pendarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan 30 minggu tetapi lebih
separuh kejadiannya pada umur kehamilan 34 minggu keatas. Berhubung tempat
pendarahan terletak dekat ostium uteri internum, maka pendarahan lebih mudah
mengalir keluar rahim dan tidak membentuk hematum retroplasenta yang mampu
merusak jaringan yang luas dan melepas tromboplastin kedalam sirkulasi maternal.
Dengan demikian, sangat jarang terjadi kuagulopati pad plasenta previa.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis
mudah di invasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblast, akibatnya plasenta melekat kuat
pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta, bahkan
plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus ke buli-buli dan ke
rektum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada
uterus yang sebelumnya pernah bedah caesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang
rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat disana. Kedua
kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian pendarahan pasca persalinan pada

plasenta previa, misalnya dalam kala tiga karena plasenta sukar melepas dengan
sempurna (retentio placentae) atau setelah uri lepas karna segmen bawah rahim tidak
mampu berkontraksi dengan baik. (Sarwono, 2011)
Perdarahan tidak dapat dihindari karena ketidakmampuan serabut otot segmen
bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana
serabut otot uterus yang menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta yang
letaknya normal. Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi. Oleh
karena itu, perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada pada
plasenta letak rendah yang mungkin baru berdarah setelah persalinan dimulai.
F. WOC Terlampir
G. Komplikasi Plasenta Previa
Bahaya plasenta previa adalah :
1. Anemia dan syok hipovolemik
2. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh
3. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi
4. Kehamila premature dan gawat janin.
5. Solusio plasenta
6. Kematian maternal akibat perdarahan
7. Disseminated intravascular coagulation (DIC)
8. Infeksi sepsis
H.
Penatalaksanaan Plasenta Previa
Semua penderita perdarahan antepartum tidak boleh dilakukan pemeriksaan
dalam kecuali kemungkinan plasenta previa telah disingkirkan atau diagnosa solusio
plasenta telah ditegakkan. Penatalaksanaan plasenta previa di RSUP NTB yang
tercantum dalam Standar Pelayanan Medik (2008), dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Perawatan konservatif
Dilakukan pada bayi prematur dengan TBJ < 2500 gram atau umur kehamilan <
37 minggu dengan syarat denyut jantung janin baik dan perdarahan sedikit atau
berhenti.
Cara perawatan :
a. Observasi ketat di kamar bersalin selama 24 jam
b. Keadaan umum ibu diperbaiki, bila anemia berikan transfusi PRC (Packed
Red Cell) sampai Hb 10-11 gr%

10

c. Berikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin (kemungkinan


perawatan konservatif gagal) dengan injeksi Betametason/Deksametason
12 mg tiap 12 jam bila usia kehamilan < 35 minggu atau TBJ < 2000 gram
d. Bila perdarahan telah berhenti, penderita dipindahkan ke ruang perawatan
dan tirah baring selama 2 hari, bila tidak ada perdarahan dapat mobilisasi.
e. Observasi perdarahan, denyut jantung janin dan tekanan darah setiap 6
jam.
f. Bila perdarahan berulang dilakukan penanganan aktif
g. Bila perdarahan ulang tidak terjadi setelah dilakukan mobilisasi penderita
dipulangkan dengan nasehat :
1. Istirahat
2. Dilarang koitus
3. Segera masuk Rumah Sakit bila terjadi perdarahan lagi
4. Kontrol tiap minggu
2. Perawatan aktif
Segera dilakukan terminasi kehamilan. Jika perdarahan aktif (perdarahan >
500 cc dalam 30 menit) dan diagnosa sudah ditegakkan segera dilakukan
seksio sesarea dengan memperhatikan keadaan umum ibu.
Perawatan aktif dilakukan apabila :
1. Perdarahan aktif
2. Perkiraan berat bayi > 2000 gram
3. Gawat janin
4. Anemia dengan Hb < 6 g%, janin hidup, perkiraan berat bayi > 2000
gram
2. SOLUSIO PLASENTA
A. Pengertian Solusio Plasenta
Silusio Plasenta merupakan suatu keadaan di mana plasenta yang letaknya normal
terlepas sebagian atau seluruhnya sebelum janin lahir, biasanya dihitung sejak usia
kehamilan lebih dari 28 minggu (Sulistyawati, 2009).

11

Gambar 2.
(a) Plasenta normal
(b) Solusio plasenta

(a)
B. Klasifikasi solusio plasenta

(b)

Solusio plasenta diklasifikasikan menjadi beberapa tipe:


1. Sistem I Berdasarkan gejala klinik yang ditimbulkan:
a. Kelas 0: Asimptomatik. Diagnosis ditegakkan secara retrospektif dengan
menemukan hematoma atau daerah yang mengalami pendesakan pada
plasenta.Ruptur sinus marginal juga dimasukkan dalam kategori ini.
b. Kelas 1: Gejala klinis ringan dan terdapat hampir 48% kasus.
Gejala meliputi: mulai dari tidak adanya perdarahan pervaginam sampai
perdarahan pervaginam ringan, uterus sedikit tegang, tekanan darah dan
denyut jantung maternal normal, tidak ada koagulopati, dan tidak
ditemukan tanda-tanda fetal distress.
c. Kelas 2: Gejala klinik sedang dan terdapat hampir 27% kasus.
Perdarahan pervaginam bisa ada atau tidak ada, ketegangan uterus
sedang sampai berat dengan kemungkinan kontraksi tetanik, takikardi
maternal dengan perubahan ortostatik tekanan darah dan denyut jantung,
terdapat fetal distress, dan hipofibrinogemi (150-250 mg/dL)
d. Kelas 3: Gejala berat dan terdapat hampir 24% kasus.
Perdarahan pervaginam dari tidak ada sampai berat, uterus tetanik dan
sangat nyeri, syok maternal, hipofibrinogemi (<150 mg/dL), koagulopati
serta kematian janin.
2. Sistem II Berdasarkan ada atau tidaknya perdarahan pervaginam.

12

a. Solusio plasenta yang nyata/tampak (revealed)


Terjadinya perdarahan pervaginam, gejala klinis sesuai dengan jumlah
kehilangan darah, tidak terdapat ketegangan uterus atau hanya ringan.
b. Solusio plasenta yang tersembunyi (concealed)
Tidak terdapat perdarahan pervaginam, uterus tegang dan hipertonus,
sering terjadi fetal distress berat.Tipe ini sering disebut Perdarahan
Retroplasental.
c. Solusio plasenta tipe campuran (mixed)
Terjadi perdarahan baik retroplasental atau pervaginam.
3. Sistem III Berdasarkan jumlah perdarahan yang terjadi
a. Solusio plasenta ringa
Perdarahan pervaginam<100 mL.
b. Solusio plasenta sedang
Perdarahan pervaginam 100-500 mL, hipersensitifitas uterus atau
peningkatan tonus, syok ringan, dapat terjadi fetal distress.
c. Solusio plasenta berat
Perdarahan pervaginam luas>500 mL, uterus tetanik, syok maternal
sampai kematian janin dan koagulopati.
4. Sistem IV Berdasarkan luasnya bagian plasenta yang terlepas dari uterus.
a. Solusio plasenta ringan
Plasenta yang kurang dari bagian plasenta yang terlepas.Perdarahan
kurang dari 250 mL.
b. Solusio plasenta sedang
Plasenta yang terlepas - bagian.Perdarahan <1000 mL, uterus
tegang, terdapat fetal distress akibat insufisiensi uteroplasma.
c. Solusio plasenta berat

13

Plasenta yang terlepas > bagian, perdarahan >1000 mL, terdapat fetal
distress sampai dengan kematian janin, syok maternal serta koagulopati
(Joseph, 2010).
5. Solusio plasenta menurut derajat lepasnya plasenta dibagi menjadi:
a. Solusio plasenta lateralis/parsialis
Bila hanya sebagian dari plasenta yang terlepas dari tempat
perlekatannya.
b. Solusio plasenta totalis
Bila seluruh bagian plasenta sudah terlepas dari perlekatannya.
c. Ruptura sinus marginalis
Bila hanya sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.
d. Prolapsus plasenta
Kadang-kadang plasenta ini turun dan dapat teraba pada pemeriksaan
dalam (Sulistyawati, 2009).
C. Etiologi solusio plasenta
Untuk penyebab pasti dari solusio plasenta belum diketahui dengan jelas, namun
terdapat beberapa keadaan tertentu yang menyertai:
1. Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan
eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi
pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang
hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi
yang disebabkan oleh kehamilan.
2. Faktor trauma
Trauma yang dapat terjadi antara lain:
a. Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.

14

b. Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang
banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan.
c. Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
Dari penelitian yang dilakukan Slava di Amerika Serikat diketahui
bahwa trauma yang terjadi pada ibu (kecelakaan, pukulan, jatuh, dan lainlain) merupakan penyebab 1,5-9,4% dari seluruh kasus solusio plasenta.
3. Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara.Holmer
mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45
kasus terjadi pada wanita multipara dan 18 pada primipara.
Hal ini dapat diterangkan karena makin tinggi paritas ibu makin
kurang baik keadaan endometriumnya.
4. Faktor usia ibu
Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa
terjadinya

peningkatan

kejadian

solusio

plasenta

sejalan

dengan

meningkatnya umur ibu.Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur
ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.
5. Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan
peningkatan pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas
terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan dapat berakibat
terlepasnya

plasenta.Namun,

hipotesis

ini

belum

terbukti

secara

definitif.Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan kokain


dilaporkan berkisar antara 13-35%.
6. Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus
solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok 1 (satu)

15

bungkus per hari.Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta
menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada
mikrosirkulasinya.
7. Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan
riwayat solusio plasenta adalah bahwa risiko berulangnya kejadian ini pada
kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil
lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya.
8. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada
vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya
kehamilan, dan lain-lain.
D. Manifestasi Klinis Solusio PLasenta
1. Solusio plasenta ringan
Salah satu tanda kecurigaan solusio plasenta adalah perdarahan pervaginam
yang kehitam-hitaman, berbeda dengan perdarahan pada plasenta previa yang
berwarna merah segar.
2. Solusio plasenta sedang
o Plasenta telah terlepas - bagian.
o Walaupun perdarahan pervaginam tampak sedikit, seluruh perdarahannya
telah mencapai 1000 mL.
o Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga
bagian-bagian janin sukar teraba.
o Apabila janin masih hidup, bunyi jantungnya sulit didengar dengan
stetoskop biasa, harus dengan stetoskop ultrasonic.
o Tanda-tanda persalinan biasanya telah ada dan persalinan akan selesai
dalam 2 jam.
o Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi,
walaupun kebanyakan terjadi pada solusio plasenta berat.
3. Solusio plasenta berat
o Plasenta telah terlepas lebih dari permukaannya.
o Dapat terjadi syok dan janin meninggal.

16

o Uterus tegang seperti papan dan sangat nyeri


E. Patofisiologi Solusio Plasenta
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang
membentuk hematoma di desidua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya
terlepas.Perdarahan berlangsung terus menerus karena otot uterus yang telah meregang
dan tidak mampu berkontraksi untuk menghentikan perdarahan. Akibatnya, hematoma
retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta
terlepas dari dinding uterus.
Sebagian darah akan masuk ke bawah selaput ketuban dan keluar melalui vagina
atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban, atau ekstravasasi di
antara serabut-serabut otot uterus. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat, seluruh
permukaan uterus akan berwarna biru atau ungu dan terasa sangat tegang serta nyeri.
Hal ini disebut uterus couvelaire.
Keadaan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding
uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, akan terjadi anoksia sehingga
mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas, mungkin tidak
berpengaruh sama sekali, atau juga akan mengakibatkan gawat janin. Waktu sangat
menentukan beratnya gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal, dan keadaan
janin.Makin lama penanganan solusio plasenta sampai persalinan selesai, umumnya
makin hebat komplikasinya (Joseph, 2010).
F. Woc Solusio Plasenta Terlampir
G. Komplikasi solusio Plasenta
Komplikasi dapat terjadi baik pada ibu maupun pada janin.
a. Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu antara lain:
1. Perdarahan baik antepartum, intrapartum, maupun postpartum.
2. Koagulopati konsumtif. Solusio plasenta merupakan penyebab
koagulopati konsumtif yang tersering pada kehamilan.
3. Utero-renal reflex.
4. Ruptur uteri.
Komplikasi pada ibu biasanya berhubungan dengan banyaknya darah
yang hilang, gangguan pembekuan darah, infeksi, gagal ginjal akut,

17

perdarahan post partum yang disebabkan atonia uteri atau uterus couvelaire,
reaksi transfuse, serta syok neurogenic karena kesakitan (Joseph, 2010).
b. Komplikasi yang dapat terjadi pada janin antara lain:
Hipoksia, anemi, retardasi pertumbuhan, kelainan susunan saraf pusat, dan
kematian janin. Komplikasi pada janin berupa asfiksi, berat bayi lahir
rendah, prematuritas, dan infeksi.Disamping itu, bayi yang lahir hidup
dengan riwayat solusio plasenta mempunyai risiko 7x lebih sering
mengalami cerebral palsy yang mungkin disebabkan anoksia (Joseph,
2010).
G. Penatalaksanaan solusio plasenta
Penatalaksanaan bervariasi tergantung kondisi/status ibu dan janin.Perdarahan
antepartum yang sedikit, dengan uterus yang tidak tegang pertama kali harus ditangani
sebagai kasus plasenta previa.Apabila kemudian ternyata kemungkinan plasenta previa
dapat disingkirkan, haruslah ditangani sebagai solusio plasenta (Joseph, 2010).
Setiap pasien yang dicurigai solusio plasenta harus dirawat dirumah sakit karena
memerlukan monitoring yang lengkap, baik dalam kehamilan maupun persalinan.
Penatalaksanaan pada solusio plasenta adalah sebagai berikut:
1. Tidak terdapat renjatan: Usia gestasi kurang dari 36 minggu/taksiran berat

1.

2.

fetus kurang dari 2.500 gr.


a. Solusio plasenta ringan dilakukan pengelolaan secara:
Ekspektatif meliputi tirah baring
a) Sedatif
b) Mengatasi anemia
c) Monitoring keadaan janin dengan kardiotokografi dan USG.
d) Serta menunggu persalinan spontan
Aktif dengan mengakhiri kehamilan bila
a) Keadaan memburuk
b) Perdarahan berlangsung terus
c) Kontraksi uterus berlangsung
d) Dapat mengancam ibu/janin
e) Partus pervaginam (aminotomioksitosin infus)
f) Seksio sesaria bila pelviks skor<5 atau persalinan >6 jam.
b. Solusio plasenta sedang/berat dilakukan pengelolaan secara:
1) Resusitasi cairan
2) Atasi anemi (transfusi darah)

18

3) Partus pervaginam: bila diperkirakan partus dapat berlangsung


dalam 6 jam (aminotomi dan oksitosin)
4) Partus perabdominal: bila partus pervaginam diperkirakan tidak
dapat berlangsung dalam 6 jam.
2. Tidak terdapat renjatan :Usia gestasi 37 minggu atau lebih/taksiran berat
fetus 2.500 gr.
Solusio plasenta

ringan/sedang/berat:

partus

perabdominal

bila

persalinan pervaginam diperkirakan berlangsung lama.


3. Terdapat renjatan
1. Atasi renjatan, resusitasi cairan, dan transfusi darah.
1) Bila renjatan tidak teratasi, upayakan tindakan penyelamatan yang
optimal.
2) Bila renjatan

dapat

teratasi,

pertimbangkan

untuk

partus

perabdominal bila janin masih hidup atau bila persalinan pervaginam


diperkirakan berlangsung lama (Joseph, 2010).

B. KONSEP DASAR ASKEP


1. PENGKAJIAN
a.

Identitas Umum

Identitas umum meliputi biodata, identitas ibu hamil dan suaminya.


b.

Keluhan Utama
Kaji keluhan pasien saat masuk RS adalah perdarahan pada kehamilan 28

minggu.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Dahulu
1. Kaji adanya kemungkinan klien pernah mengalami riwayat diperlukan
uterus seperti seksio sasaria curettage yang berulang-ulang.
2. Kemungkinan klien mengalami penyakit hipertensi DM, Hemofilia serta
mengalami penyakit menular seperti hepatitis.
3. Kemungkinan pernah mengalami abortus
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
1. Biasanya terjadi perdarahan tanpa alas an

19

2. Perdarahan tanpa rasa nyeri


3. Perdarahan biasanya terjadi sejak triwulan ketiga atau sejak kehamilan 20
minggu
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
1. Kemungkinan keluarga pernah mengalami kesulitan kehamilan lainnya.
2. Kemungkinan ada keluarga yang menderita seperti ini.
3. Kemungkinan keluarga pernah mengalami kehamilan ganda.
4. Kemungkinan keluarga menderita penyakit hipertensi DM, Hemofilia dan
penyakit menular.
4) Riwayat Obstetri
Riwayat Haid/Menstruasi
Kaji adanya keluhan pada haid yang meliputi :
1. Minarche
2. Siklus
3. Lamanya
4. Baunya
5. Keluhan pada haid
5) Riwayat Kehamilan dan Persalinan
meliputi :
1. Multigravida
2. Kemungkinan abortus
3. Kemungkinan pernah melakukan curettage
6) Riwayat Nipas
Kaji riwayat nipas pasien yang meliputi :
1. Lochea Rubra
2. Bau
3. Banyaknya 2 kali ganti duk besar
4. Tentang laktasi
5. Colostrum

d. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital (TTV)


Kaji TTV pasien yang meliputi :
1.
2.
3.
4.

Suhu Tubuh
Tekanan Darah
Pernapasan
Nadi

: suhu akan meningkat jika terjadi infeksi


: akan menurun jika ditemui adanya tanda syok
: nafas jika kebutuhan akan oksigen terpenuhi
: nadi melemah jika ditemui tanda-tanda shok

e. Pemeriksaan Fisik

20

1.
2.
3.
4.
5.
a.
b.

Kepala, meliputi warna, keadaan dan kebersihan


Muka, biasanya terdapat cloasmagrafidarum, muka kelihatan pucat.
Mata biasanya konjugtiva anemis
Thorak, biasanya bunyi nafas vesikuler, jenis pernapasan thoracoabdominal.
Abdomen
Inspeksi : terdapat strie gravidarum
Palpasi
:
1. Leopold I
: Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih
rendah.
2. Leopold II : Sering dijumpai kesalahan letak
3. Leopold III : Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala
biasanya kepala masih goyang atau terapung(floating)

atau
mengolak diatas pintu atas panggul.
4. Leopold IV : Kepala janin belum masuk pintu atas panggul
c. Perkusi
: Reflek lutut +/+
d. Auskultasi : bunyi jantung janin bisa cepat lambat normal 120-160
6. Genetalia, biasanya pada vagina keluar dasar berwarna merah muda
7. Ekstremitas, Kemungkinan udema atau varies. Kemungkinan akral dingin.

2.

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat diangkat dari kelainan ini adalah :
1.

Defisit volume cairan berhubungan dengan efek penanaman plasenta pada

segmen bawah rahim


2. Resiko rawat janin berhubungan dengan tidak ada kuatnya perfusi darah ke
plasenta.
3. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot perut.

21

3. INTERVENSI

4. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan dari rencana tindakan keperawatan yang jelas disusun atau
ditentukan, bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dilakukan oleh
pasien itu sendiri ataupun perawat secara mandiri dan jga dapat bekerjasama dengan tim
kesehatan lainnya.
4. EVALUASI
Hasil yang diharapkan dari tindakan (implementasi) yang dilakukan yaitu :

22

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dapat ditarik kesimpulan dari pengertian di atas bahwa perdarahan antepartum
adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu. Biasanya lebih banyak
dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu (Mochtar, R,
1998). Perdarahan ante partum dapat disebabkan oleh plasenta previa dan solusio
plasenta. Diagnosa secara tepat sangat membantu menyelamatkan nyawa ibu dan janin.
Ultrasonografi merupakan motede pertama sebagai pemeriksaan penunjang dalam
penegakkan plasenta previa. Plasenta Previa adalah suatu kesulitan kehamilan yang
terjadi pada trimesters kedua dan ketiga kehamilan. Dapat mengakibatkan kematian
bagi ibu dan janin. Ini adalah salah satu penyebab pendarahan vaginal yang paling
banyak pada trimester kedua dan ketiga. Plasenta Previa biasanya digambarkan sebagai
implantation dari plasenta di dekat ostium interna uteri (didekat cervix uteri). Solusio
plasenta digambarkan sebagai separasi prematur dari plasenta dari dinding uterus.
Pasien dengan solusio plasenta secara khas memiliki gejala dengan pendarahan,
kontraksi uteri, dan fetal distres. Perdarahan antepartum yang tidak jelas sumbernya
(idiopatik) seperti: Perdarahan pada plasenta letak rendah,rupture sinus marginalis, vasa
previa. plasenta letak rendah posisi plasenta beberapa mm atau cm dari tepi jalan lahir,
Ruptur sinus marginalis yaitu bila hanya sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas,

23

vasa previa yaitu Jenis insersi tali pusat ini sangat penting dari segi praktis karena
pembuluh-pembuluh umbilicus, di selaput ketuban.
3.2. Saran
3.2.1 Bagi Pembaca
Diharapkan dapat menambah wawasan mengenai askep pada pasien dengan
perdarahan antepartum.

24

Anda mungkin juga menyukai

  • Sap TB Paru
    Sap TB Paru
    Dokumen7 halaman
    Sap TB Paru
    Winda Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Pathway BPH
    Pathway BPH
    Dokumen1 halaman
    Pathway BPH
    Winda Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Kasus
    Kasus
    Dokumen3 halaman
    Kasus
    Winda Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • 1
    1
    Dokumen2 halaman
    1
    Winda Ramadhani
    Belum ada peringkat