Bab I Status Pasien
Bab I Status Pasien
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. S
Usia
: 56 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
Pekerjaan
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran
: composmentis
Tanda-tanda vital
: Tekanan darah
Status Gizi
Nadi
: 88x/ menit
Pernapasan
: 20x menit
Suhu
: 36.3 C
: Berat badan : 90 kg
Tinggi badan : 160 cm
BMI
Status General
Kepala
: 120/80 mmHg
Mata
Mulut
Leher
Paru- Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Batas atas
Jantung
: ICS V LMCS
Abdomen
Inspeksi
(-)
Palpasi
Perkusi
Status Lokalis
Regio Genu Dextra :
Look
Feel
RESUME
Ny. S 56 tahun, datang ke Puskesmas Ratu Agung dengan keluhan terasa nyeri di
kedua lutut sejak 3 hari yang lalu. Nyeri dirasakan menusuk-nusuk. Nyeri
bertambah berat terutama bila digerakkan. Awalnya nyeri dirasakan di lutut sebalah
kiri lalu semakin lama nyeri terasa semakin berat sehingga pasien tidak bisa
bergerak. Lutut menjadi bengkak dan kemerahan. Nyeri juga dirasakan pada lutut
sebelah kanan diikuti bengkak, sehingga pasien sulit bergerak. Nyeri dirasakan jika
pasien berdiri lama dan berkurang bila tidur terlentang. Rasa kaku tersebut
berlangsung selama 5 menit dan menghilang secara perlahan.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan
Look
Feel
DIAGNOSA
Osteoartritis genu dextra sinistra
DIAGNOSA BANDING
a.
b.
c.
d.
Rheumatoid Arthritis
Arthritis Septik
Osteophorosis
Arthritis Gout
PENATALAKSANAAN
R/ Kalk
1x1 tab
Vitamin B complex 2x1 tab
Piroxicam
2x1 tab
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
(OA)
merupakan
penyakit
sendi
degeneratif,
dimana
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan tidak
dapat dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan gangguan
keseimbangan dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang
penyebabnya masih belum jelas diketahui ( Soeroso, 2006 ). Kerusakan tersebut
diawali oleh kegagalan mekanisme perlindungan sendi serta diikuti oleh beberapa
mekanisme lain sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera ( Felson, 2008 ).
Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung sendi yaitu : Kapsula
dan ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang di dasarnya . Kapsula
dan ligamen-ligamen sendi memberikan batasan pada rentang gerak (Range of
motion) sendi (Felson, 2008).
Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada permukaan
sendi sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat gesekan. Protein
yang disebut dengan lubricin merupakan protein pada cairan sendi yang berfungsi
sebagai pelumas. Protein ini akan berhenti disekresikan apabila terjadi cedera dan
peradangan pada sendi (Felson, 2008).
Ligamen,
bersama
dengan
kulit
dan
tendon,
mengandung
suatu
mekanoreseptor yang tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan balik yang
dikirimkannya memungkinkan otot dan tendon mampu untuk memberikan
tegangan yang cukup pada titik-titik tertentu ketika sendi bergerak (Felson, 2008).
Otot-otot dan tendon yang menghubungkan sendi adalah inti dari pelindung
sendi. Kontraksi otot yang terjadi ketika pergerakan sendi memberikan tenaga dan
akselerasi yang cukup pada anggota gerak untuk menyelesaikan tugasnya.
Kontraksi otot tersebut turut meringankan stres yang terjadi pada sendi dengan cara
melakukan deselerasi sebelum terjadi tumbukan (impact). Tumbukan yang diterima
akan didistribusikan ke seluruh permukaan sendi sehingga meringankan dampak
yang diterima. Tulang di balik kartilago memiliki fungsi untuk menyerap
goncangan yang diterima (Felson, 2008).
Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh cairan
sendi sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang terjadi ketika
bergerak. Kekakuan kartilago yang dapat dimampatkan berfungsi sebagai penyerap
tumbukan yang diterima sendi. Perubahan pada sendi sebelum timbulnya OA dapat
terlihat pada kartilago sehingga penting untuk mengetahui lebih lanjut tentang
kartilago (Felson, 2008).
Terdapat dua jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu Kolagen tipe
dua dan Aggrekan. Kolagen tipe dua terjalin dengan ketat, membatasi molekul
Diagnosis Osteoartirits
2.4.1
Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah
b.
c.
Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau tidak
melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu
yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari( Soeroso, 2006 ).
d.
Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala ini
umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan
akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang
memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar
hingga jarak tertentu ( Soeroso, 2006 )..
e.
Pemeriksaan Diagnostik
Pada penderita OA, dilakukannya pemeriksaan radiografi pada sendi yang
terkena sudah cukup untuk memberikan suatu gambaran diagnostik
( Soeroso, 2006 ). Gambaran Radiografi sendi yang menyokong diagnosis
OA adalah :
a. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris ( lebih berat pada
bagian yang menanggung beban seperti lutut ).
b. Peningkatan densitas tulang subkondral ( sklerosis ).
c. Kista pada tulang
d. Osteofit pada pinggir sendi
e. Perubahan struktur anatomi sendi.
Berdasarkan temuan-temuan radiografis diatas, maka OA dapat
diberikan suatu derajat. Kriteria OA berdasarkan temuan radiografis dikenal
sebagai kriteria Kellgren dan Lawrence yang membagi OA dimulai dari
tingkat ringan hingga tingkat berat. Perlu diingat bahwa pada awal penyakit,
gambaran radiografis sendi masih terlihat normal ( Felson, 2006 ).
2.4.3
Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak berguna.
Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas batas normal. Pemeriksaan
imunologi masih dalam batas batas normal. Pada OA yang disertai
peradangan sendi dapat dijumpai peningkatan ringan sel peradangan ( < 8000
/ m ) dan peningkatan nilai protein ( Soeroso, 2006 ).
Edukasi
Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien dapat
mengetahui serta memahami tentang penyakit yang dideritanya,
bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar
persendiaanya tetap terpakai ( Soeroso, 2006 ).
b.
c.
2.4.2.Terapi farmakologis
Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa nyeri yang
timbul, mengoreksi gangguan yang timbul dan mengidentifikasi manifestasimanifestasi klinis dari ketidakstabilan sendi ( Felson, 2006 ).
a. Obat Antiinflamasi Nonsteroid ( AINS ), Inhibitor Siklooksigenase-2
(COX-2), dan Asetaminofen
Untuk mengobati rasa nyeri yang timbul pada OA lutut, penggunaan obat
AINS dan Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada penggunaan
asetaminofen. Namun karena risiko toksisitas obat AINS lebih tinggi
toksisitas
dari
obat
AINS
adalah
dengan
cara
Chondroprotective Agent
Chondroprotective Agent adalah obat obatan yang dapat menjaga atau
merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obat obatan
yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah : tetrasiklin, asam
hialuronat, kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin C, dan
sebagainya ( Felson, 2006 ).
2.4.3.Terapi pembedahan
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk
mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi
deformitas sendi yang mengganggu aktivitas sehari hari.
2.5 Berat badan dan Osteoartritis
Berat badan sering dihubungkan dengan berbagai macam penyakit,
termasuk OA. Berat badan yang berlebih ternyata berkaitan dengan meningkatnya
risiko seseorang menderita OA pada kemudian hari, baik wanita maupun pria
(Soeroso, 2006). Menurut penelitian dari Grotle (2008), selain umur, berat badan
yang berlebih terutama obesitas turut berperan dalam patogenesis dan
patofisiologi dari OA, lutut terutama dalam perkembangan penyakit ke derajat
yang lebih tinggi. Peran faktor metabolik dan hormonal pada kaitannya antara OA
dan obesitas juga disokong dengan adanya kaitan antara OA dengan penyakit
jantung koroner, diabetes mellitus dan hipertensi ( Soeroso, 2006 ).
Untuk mendeteksi kelebihan berat badan yang diderita seseorang, ada dua
cara sederhana yang dapat dilakukan yaitu dengan cara mengukur Indeks Massa
Tubuh ( BMI ) (WHO, 2005) dan mengukur Waist-hip ratio (Vasquez, 2007). BMI
dapat diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Tubuh
( Tinggi dalam meter (m ) )2
Setelah nilai didapat, maka bandingkan nilai tersebut dengan tabel klasifikasi BMI di
berikut ini :
Tabel 2.1. Klasifikasi internasional untuk BMI orang dewasa
Klasifikasi
Underweight
BMI (kg/m2)
<18,50
Sangat Kurus
<16,00
Kurus
16,00-16,99
Kurus Ringan
17,00-18,49
Normal
Overweight
18,50-24,99
>25,00
Pre-Obese
25,00-29,99
Obese
Obese kelas I
>30,00
30,00-34,99
Obese kelas II
35,00-39,99
>40,00
Untuk menilai Waist-hip ratio, terlebih dahulu ukurlah lingkar pinggang pada titik
tersempit, lalu ukurlah lingkar panggul secara pada titik terlebarnya. Selanjutnya hasil ukur
yang didapat dimasukkan ke dalam rumus berikut ini (Frank, 2005)
Waist-hip Ratio =
Lingkar pinggang tersempit (cm)
Lingkar panggul terlebar (cm)
Hasil yang didapat lalu dibandingkan dengan nilai yang terdapat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.2. Klasifikasi Waist to Hip Ratio orang dewasa dengan modifikasi
Non Obese
Obese
0.85+
Obese sentral
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita dan orang gemuk cenderung lebih
sering mengeluh tentang besarnya rasa nyeri yang dialami pada lutut mereka dibandingkan
dengan orang lain yang kurang gemuk (Soeroso, 2006). Berdasarkan penelitian lain yang
dilakukanThumboo (2002) didapati bahwa pasien OA lutut dengan obesitas mengalami
peningkatan rasa nyeri yang pada daerah persendian lutut dibandingkan dengan pasien yang
kurang obesitas. Berdasarkan dua hal tersebut dapat dikatakan bahwa obesitas merupakan
salah satu faktor yang meningkatkan intensitas rasa nyeri yang dirasakan pada lutut pasien
OA .
DAFTAR PUSTAKA
Kasmir Y I. Struktur dan fungsi sendi. Sub Bagian Reumatologi, Bagian Ilmu
Penyakit
Dalam
FKUI
RSUPN
Cipto
Mangunkusumo.
Diakses
dari
http://www.irwanashari.com.
Sumariyono, Linda K, Wijaya. Struktur sendi, otot, saraf dan endotel vaskuler.
Dalam : Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor Sudoyo AW dkk. Jilid II Edisi IV.
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.Jakarta 2006:1095-102.
Simkin PA. Synovial physiology. In: Arthritis and allied conditions. Ed: Koopman
WJ, Morelan RW. Lippincott williams & wilkins. Alabama 2005:176-87.
Isbagio H. Struktur dan biokimia tulang rawan sendi. Dalam : Buku ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Editor Sudoyo AW dkk. Jilid II Edisi IV. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta
2006:1103-05.
Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi: Infeksi dan Inflamasi. Ed 3. 2008. Hal
132-41. Jakarta : PT Yarsif Watampone.
Medicenet.
Osteoartritis.
Available
at
:http://
www.
medicinenet.com
script/main/art.asp?articlekey=90187
Barrack L, Booth E, et all. 2006. OKU : Orthopaedic Knowledge Update 3. Hip and
Knee Reconstruction Chapter 16 : Osteoarthritis dan Arthritis Inflamatoric.
Chapman, Michael W et al. 2001. Chapmans Orthopaedic Surgery 3rd edition.
Chapter 107: Osteotomies of The Knee For Osteoarthritis. Lippincott Williams &
Wilkins. USA
Isbagio, Harry. 2000. CDK: Struktur Rawan Sendi dan Perubahannya pada
Osteoartritis. Cermin Dunia Kedokteran.
Tarigan, Pangarapan. Osteoartritis. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I
edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 1996 :
Mansjoer, Arif., dkk. Osteoartritis. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran jilid 1 edisi
ketiga. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 1999 : 535-6