Tinjauan Pustaka BPH
Tinjauan Pustaka BPH
PENDAHULUAN
Kanker prostat dan hiperplasia prostat jinak adalah dua penyakit prostat
utama yang meningkat sejalan dengan usia yang semakin menua. Tingkat insiden
kedua penyakit ini cenderung meningkat. Secara khusus, dalam jumlah kematian
akibat kanker prostat. Diprediksi jumlah individu yang terkena akan melebihi
orang-orang dari kanker lambung, insiden penyakit ini menempati urutan kedua
setelah kanker paru-paru pada tahun 2020.1
Amerika Serikat memiliki insiden tertinggi kanker prostat, dan kanker
prostat adalah penyebab kematian kedua setelah kanker paru-paru, tetapi telah
terjadi penurunan angka kematian dari kanker prostat sejak tahun 1990-an.1
Prostat hiperplasia merupakan kelainan yang sering dijumpai di klinik
urologi di Indonesia. Di Jakarta prostat hiperplasia merupakan kelainan kedua
tersering setelah batu saluran kemih. Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM),
Sub bagian urologi, setiap tahun ditemukan antara 200-300 penderita baru dengan
prostat hiperplasia.2,3
Di seluruh dunia, diperkirakan bahwa kira-kira 50% kaum pria yang
berusia diatas 60 tahun mengalami keluhan hipertrofi prostat, antara 15% sampai
30% dari kaum pria ini mempunyai keluhan Lower Urinary Tract Symptom
(LUTS), pada usia 80 tahun insidens meningkat menjadi 90%. Sedangkan
menurut Letran dan Brawer pada tahun 1999 di Amerika Serikat hampir 1 dari 4
lanjut usia pria diatas usia 80 tahun mengeluhkan gejala saluran kemih bagian
bawah (LUTS) sebagai akibat dari pembesaran kelenjar prostat, timbulnya nodul
mikroskopik di kelenjar prostat sudah terlihat pada usia 25-30 tahun, dan terdapat
60% pria berusia 60 tahun, sedangkan pada usia 85 tahun terdapat 90% penderita.
Dari sebagian penderita ini dapat berkembang menjadi retensi urine total/sindrom
prostatismus akut atau mengalami insufisiensi ginjal akibat retensi urine kronis.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
2.1.1 Prostat
Prostat merupakan organ kelenjar fibromuskular yang mengelilingi
uretra pars porstatika. Prostat mempunyai panjang kurang lebih 1 inci
(3cm) dan terletak diantar kolum vesica diatas diafragma urogenital
dibawah. Prostat dikelilingi oleh kapsula fibrosa. Diluar kapsula
terdapat selubung fibrosa, yang merupakan bagian lapisan visera fasia
pelvis. Prostata yang berbentuk kerucut mempunyai basis prostata yang
terletak di superior dan berhadapan dengan kolum vesika dan apex
prostata yang terletak di inferior dan berhadapan dengan diafragma
urogenitalia. Kedua duktus ejakulatorius menembus bagian atas fasia
posterior prostata untuk bermuara ke uretra pars prostatika pada pinggir
lateral utrikulus prostatikus.5
Hubungan pada bagian superior, basis prostata berhubungan
dengan kolum vesika. Otot polos prostata terus melanjut tanpa putus
dengan otot polos kolum vesika. Uretra masuk pada bagian tengah basis
prostata. Hubungan pada bagian inferior, apex prostata terletak pada
fasia superior diafragma urogenitalia. Uretra meninggalkan prostata
tepat di atas apex pada fasia anterior. Hubungan ke anterior, fasia
anterior prostata berbatasan dengan simfisis pubika yang dipisahkan
oleh
lemak
ekstraperitoneal
yang
terletak
di
dalam
spatium
membentuk
selubung
fasia
prostata
dan
ligamenta
harus
selalu
mengedan
sehingga
lama-kelamaan
12
tidak mampu lagi untuk kontraksi sehingga akan terjadi retensi urin
total.2,3
2.2.5 Penegakkan Diagnosa
Diagnosis BPH dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang mendalam. Saat melakukan anamnesis, perlu ditanyakan apakah
pasien merasakan gejala BPH yang dibedakan menjadi gejala iritatif
dan obstruktif. Gejala iritatif terdiri dari sering berkemih (frequency),
tergesa-gesa ketika akan berkemih (urgency), berkemih di malam hari
lebih dari satu kali (nocturia), serta sulit menahan hasrat untuk
berkemih (urge incontinence). Sementara, gejala obstruktif meliputi
pancaran berkemih yang lemah, tidak lampias setelah berkemih,
menunggu lama ketika ingin berkemih (hesitancy), mengedan ketika
berkemih (straining), terputus- putus saat berkemih (intermittency),
serta keluarnya urin tidak dapat dikontrol akibat volume urin yang
melebihi kapasitas buli (overflow incontinence). Gejala obstruktif dan
iritatif tersebut juga disusun dalam bentuk skor, dengan sistem skoring
yang paling sering dipakai adalah International Prostate Scoring
System (IPPS). Dari anamnesis gejala ini dapat ditentukan diagnosis
banding sesuai dominasi gejala yang dirasakan.10
Selain gejala obstruktif dan gejala iritatif, pada anamnesis harus
pula ditanyakan mengenai riwayat penyakit metabolik (terutama
diabetes melitus), penyakit saraf, infeksi saluran kemih, batu saluran
kemih, riwayat hematuria, riwayat pembedahan, dan riwayat pemakaian
obat-obatan (terutama parasimpatolitik). Setelah anamnesis dilakukan,
dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik pada pasien yang dicurigai
mengalami BPH juga harus dilakukan secara komprehensif, meliputi
status generalis, status neurologis, dan status urologis. Pada
pemeriksaan urologis, penting diperiksa apakah terdapat pembesaran
ginjal, nyeri ketok sudut kostofrenikus, vesika urinaria yang teraba
penuh, serta kelainan genitalia eksterna seperti stenosis atau striktur.10
13
Colok Dubur
Sisa Volume Urin
Penonjolan prostat, batas atas mudah < 50 Ml
diraba
Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat 50 100 mL
dicapai
Batas atas prostat tidak dapat diraba
III
> 100 mL
IV
Retensi urin total
Tabel 2.1 Derajat Berat Hiperplasia Prostat berdasarkan
Gambaran Klinis8,9
Tidak ada
sama sekali
0
>50
Hampir
%
3
%
4
Selalu
5
15
waktu malam?
h. Andaikata cara buang air kecil anda seperti
sekarang ini akan seumur hidup tetap seperti ini,
bagaimanakah perasaan anda?
Jumlah Skor:
0 = baik sekali
1 = baik
2 = kurang baik
3 = kurang
4 = baik
5 = buruk sekali
Tabel 2.2 WHO Prostate Symptom Score (WHO PSS)8,9
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu menegakkan
diagnosis BPH terdiri dari pemeriksaan darah perifer lengkap, kadar
ureum dan kreatinin serum, kadar elektrolit serum, Prostate Specific
Antigen (PSA), urinalisis, serta biakan kuman pada urin. Bila
didapatkan kadar PSA lebih dari 4 ng/mL, maka harus dilakukan
biopsi prostat. Selain itu, Uroflowmetry juga penting di lakukan untuk
mengukur pancaran urin maksimal, pancaran urin rata-rata, waktu
yang dibutuhkan untuk mencapai pancaran maksimum, juga lama
pancaran urin.10
Pemeriksaan urin dapat memberi keterangan adanya kelainan lain
yang penting yang harus diperhatikan dalam penanganan penderita
selanjutnya, seperti adanya diabetes melitus, proteinuria yang dapat
memberi petunjuk adanya gangguan pada ginjal, lekositosuria yang
harus dipikirkan adanya infeksi, hematuria mikroskopik yang harus
dipikirkan adanya batu atau keganasan. Kadar ureum atau Blood Urea
Nitrogen (BU), kreatinin dan elektrolit pada darah dapat memberi
16
gambaran mengenai fungsi ginjal. Selain itu biakan kuman urin dan test
sensitivitas dapat memberi keterangan adanya infeksi dan sekaligus
identifikasi kuman dan pemilihan antibiotika yang tepat.2,3
Dengan pemeriksaan radiologik, seperti foto polos perut dan
pielografi intravena yang sangat terkenal dengan istilah BNO (Buik
Nier Overzicht) dan IVP (Intra Venous Pyelograph), dapat diperoleh
keterangan mengenai penyakit ikutan, misalnya batu saluran kemih,
sumbatan ginjal (hidronefrosis), adanya divertikel pada buli, dan kalau
dibuat foto setelah miksi akan dapat dilihat sebagai filling defect pada
dasar vesika yang sering disebut adanya identasi prostat atau
divertikulum kandung kemih. Kalau dibuat foto setelah miksi, dapat
dilihat sisa urin. Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek
isian kontras pada dasar kandung kemih. Secara tidak langsung,
pembesaran prostat dapat diperkirakan apabila dasar buli-buli pada
gambaran sistogram tampak terangkat atau ujung distal ureter
membelok ke atas berbentuk seperti mata kail. Apabila fungsi ginjal
buruk sehingga ekskresi ginjal kurang baik atau penderita sudah
dipasang kateter menetap, dapat dilakukan sistogram retrograd.2,3,8,9
Ultrasonografi dapat bermanfaat mengukur volume prostat dan
penuntun pada saat dilakukan biopsi. Ultrasonografi dapat dilakukan
transabdominal atau transrektal (transrectal ultrasonography, TRUS).
Selain
untuk
mengetahui
pembesaran
prostat,
pemeriksaan
17
Pemeriksaan
ditemukan
sistografi
hematuria
dilakukan
atau
pada
apabila
pada
anamnesis
pemeriksaan
urin
ditemukan
18
memengaruhi
proses
hiperplasia
prostat
sedikit
pun.
19
batu
buli-buli
atau
divertikelektomi
apabila
ada
20
21
22
BAB III
STATUS PASIEN BEDAH
I.
II.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. AP
Tanggal Lahir
: 3 Februari 1953
Usia
: 63 tahun
Agama
: KP
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status
: Menikah
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
: Sangkarnihuta
Tanggal Masuk
: 23-Februari-2016
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Anamnesis
23
III.
STATUS GENERALISATA
Sensorium
= CM
TD
= 130/80 mmHg
Temp = 36,50C
HR
= 89 x/i
SpO2 = 98% FA
RR
= 20x/i
A. Kepala
1. Kepala
2. Mata
3. Telinga
4. Hidung
5. Mulut
B. Leher
1. TVJ R -2 cmH2O
2. Pembesaran KGB (-)
3. Trakea Medial (+)
C. Thoraks
1. Inspeksi
: Simetris Fusiform (+)
Retraksi (-)
2. Perkusi
: Sonor (+) pada ke-2 lapangan paru
Batas atas jantung ICS II Sinistra
Batas jantung kanan ICS V garis parasternalis
Batas jantung kiri ICS VI midclavikularis sinistra 1cm medial
3. Palpasi
: Krepitasi (-)
Nyeri Tekan (-)
Stem Fremitus Kiri=Kanan (+) kesan normal
4. Auskultasi
: SP = Vesikuler (+); Gallop (-); Murmur (-)
ST = Desah (-)
Suara Tambahan Ronkhi basah/Ronkhi kering/Wheezing (-)
D. Abdomen
1. Inspeksi
: Simetris
Distensi pada regio suprapubik
2. Perkusi
: Timpani
3. Palpasi
: Soepel
Nyeri Tekan (+) pada regio suprapubik
Hepar/Lien/Renal tidak teraba
Kesan: Fullblast
24
4. Auskultasi
E. Ektremitas
1. Atas
2. Bawah
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan di: IGD Tgl: 23-Februari-2016
Jenis Pemeriksaan
Hasil Laboratorium
Hemoglobin
13,0 gr/dL
Eritrosit
5,30 x 106/mm3
Leukosit
11.500/mm3
Trombosit
250.000/mm3
Hct
36,5%
KGDs
137 mg/dL
KESAN : Leukositosis
Rencana Pemeriksaan:
1. USG
2. Pemeriksaan PSA
3. Biopsi
V. DIAGNOSA BANDING
1. Benigna Prostate Hyperplasia (BPH)
2. Kanker Prostat
25
Nilai Normal
12-18 gr%
4-5 x 106/mm3
4.000 10.000/mm3
250.000/mm3
36-47%
20-200 mg/dL
3. Prostatitis
VI.
DIAGNOSA KERJA
Benigna Prostate Hyperplasia (BPH)
VII.
Bed Rest
Pemasangan kateter
Diet M II
26
BAB IV
PEMBAHASAN
Kasus
1. Laki-laki, usia 63 tahun
Pembahasan
1. Hal ini sesuai dengan dasar teori
bahwa dengan bertambahnya usia,
akan
terjadi
keseimbangan
perubahan
testosteron
dan
dan
terjadi
konversi
gejala
iritatif
yaitu
frequency,
incontinence.
3. Hal ini sesuai dengan teori bahwa
pada
pemeriksaan
pembesaran
konsistensinya
colok
prostat
kenyal
dubur
jinak
sedangkan
27
teraba.
berdasarkan
tabel
hiperplasia
prostat
derajat
berat
berdasarkan
28
BAB V
KESIMPULAN
Seorang pria berumur 63 tahun datang ke IGD RSU HKBP Balige dengan keluhan
tidak bisa buang air kecil. Hal ini sudah dialami pasien 1 minggu dan memberat
1 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri saat BAK dijumpai. Pancaran
BAK lemah, putus-putus dan rasa tidak puas saat BAK (+). Os juga mengaku
sering terbangun pada malam hari untuk BAK serta BAK sulit untuk ditahan.
BAB (+) normal. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan kesan
leukositosis. Kemudian dilakukan penatalaksanaan berupa pemberian obat dan
pemasangan kateter.
29
DAFTAR PUSTAKA
30
13. Barkin J. 2011. Benign Prostatic Hyperplasia and Lower Urinary Tract
31