Etiology
Misalnya
Occupational asthma
Allergic asthma
Asthma Severity
Intermittent
Mild Persistent
Moderate persistent
Severe pesistent
Asthma yang muncul dengan gejala yang berat dan obstruksi jalan napas
diklasifikasikan menjadi severe persitent pada gambaran awal, tapi jika
merespon sepenuhnya terhadap pengobatan dapat diklasifikasikan mejadi
moderate persistent asthma.
Asthma Control
Eksaserbasi Asma
Differential Diagnosis
Diagnosis banding untuk asma dibedakan berdasaran usia: infant, children, young adult,
elderly.
1. Children 5 years and younger
Episodic wheezing dan cough sering terjadi pada anak yang tidak memiliki asma
dan terjadi terutama pada anak yang berusia di bawah 3 tahun. Terdapat 3 kategori
wheezing pda anak yang berusia 5 tahun atau lebih muda, yaitu:
a. Transient early wheezing, sering terjadi pada anak berusia 3 tahun atau lebih, hal
ini sering dikaitkan dengan prematurity dan parental smoking
b. Persistent early-onset wheezing (sebelum usia 3 tahun), anak yang memiliki
episode wheezing yang recurrent yang dikaitkan dengan infeksi respiratory yang
akut, tidak ada tanda atopi, tidak ada riwayat atopi di keluarga. Symptoms
biasanya bertahan hingga usia sekolah dan tetap ada pada usia 12 tahun.
Penyebab episode ini biasanya akibat virus respiratory syncytial yang terkena
pada usia di bawah 2 tahun, sementara virus yang lain predominant pada anak
yang lebih tua tetapi sebelum usia sekolah.
c. Late-onset wheezing/asthma. Anak anak yang memiliki asma sering
berlangsung dari masa kanak kanak hingga usia dewasa. Mereka memiliki
latar belakang atopy, sering dengan eczema, dan patologi saluran napas yang
merupakan cirri khas asma.
Kategori kategori tersebut memiliki gejala yang menyertai yang akan membantu
mendiagnosis, seperti: episode wheezing yang sering (lebih dari 1 kali dalam
sebulan), activity-induced cough atau wheeze, nocturnal cough tanpa infeksi virus,
absence of seasonal variation in wheeze, dan gejala yang bertahan setelah usia 3
tahun. Simple clinical index didasari dengan adanya wheeze sebelum usia 3 tahun,
dan adanya 1 major factor resiko (riwayat orang tua memiliki asma atau eczema)
atau 2 dari 3 minor factor resiko (eosinophilia, wheezing without cold, dan allergic
rhinitis) yang sudah ada untuk memprediksi adanya asma setelah masa kanak
kanak. Alternative lain yang dapat menyebabkan recurrent asma harus di
pertimbangkan dan di keluarkan, yaitu:
a. Chronic rhino-sinusitis
5
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
Gastroesophageal reflux
Recurrent viral lower respiratory tract infections
Cystic fibrosis
Bronchopulmonary dysplasia
Tuberculosis
Congenital malformation causing narrowing of the intrathoracic airways
Foreign body aspiration
Primary ciliary dyskinesia syndrome
Immune deficiency
Congenital heart disease
untuk
mengkonfirm
diagnosis.
Alternative
diagnosis
yang
akan
persepsi yang kurang dari gejala, anggapan dyspnea adalah gambaran yang
normal pada usia tua, dan penurunan ekspektasi mobilitas dan aktifitas.
4. Occupational Asthma
Penyakit asthma yang didapatkan di tempat kerja merupakan diagnose yang
sering kali terlupakan. Karena serangannya yang tiba-tiba, occupational asthma
terjadinya asthma.
Sejak menejemen occupational asthma sering kali menyebabkan pasien harus
merubah pekerjaannya, diagnose membawa implikasi sosioekonomik. Oleh
Managemenent Asthma
Enam bagian dari program untuk memanagemen dan mengontrol asma yaitu:
1. Mengedukasi pasien untuk membangun kerjasama dalam penanganan asma
(Educate patients to develop a partnership in asma care).
2. Menilai dan memonitor tingkat keparahan asma (Assess and monitor asma severity).
3. Menghindari paparan dari faktor-faktor risiko (Avoid exposure to risk factors).
4. Membuat rencana medikasi individual untuk managemen jangka panjang dalam
anak-anak maupun dewasa. (Establish individual plans for long-term management in
children or berat badan dewasas).
5. Membuat rencana individual untuk memanagemen serangan asma (Establish
individual plans to manage astha attacks).
6. Menyediakan follow up regular (Provide regular follow up care)
napas yang dikarakteristikan dengan episode wheezing yang berulang, breathlessness, chest
tightness dan batuk.
Rekomendasi untuk management asma terbagi ke dalam lima komponen terapi:
1. Develop Patient/Doctor Partnership
2. Identify and Reduce Exposure to Risk Factors
3. Assess, Treat, and Monitor Asma
4. Manage Asma Exacerbation
5. Special Consideration
1. Develop Patient/Doctor Partnership
Managemen efektif untuk asma membutuhkan perkembangan partnership antara seseorang
dengan asma dan health care professional (dan orang tua/pengasuh pada anak dengan asma).
Tujuan dari partnership ini supaya pasien dengan asma memperoleh pengetahuan, kepercayaan
diri, dan keterampilan untuk berperan pada managemen asmanya. Pendekatan ini disebut guided
self-managemen dan telah terbukti mengurangi morbiditas asma pada orang dewasa dan anak.
Asma Education
Edukasi harus menjadi bagian utuh dari semua interaksi antara health care professional dan
pasien, dan sesuai untuk semua umur pasien. Komunikasi yang baik merupakan hal yang
mendasar untuk kepatuhan pasien. Faktor yang memudahkan komunikasi baik yaitu:
sederhana
tentang
tipe
pengobatan
yang
tersedia,
spesifik
terapi
yang
10
Meskipun intervensi farmakologis untuk mengobati asma adalah langkah efektif untuk
mengendalikan gejala-gejala asma dan meningkatkan kualitas hidup, namun menghindari
terjadinya asma dan gejala-gejala asma dengan cara mencegah atau mengurangi paparan
terhadap faktor resiko harus tetap dilakukan jika memungkinkan.
3. Asses, Treat, and Monitor Asma
Pada komponen ini akan dijelaskan tentang pengobatan asma jangka panjang (long-term
treatment of asma).
a. Assesing Asma Control
Sebelum melakukan pengobatan, harus diketahui terlebih dahulu tingkat kontrol asma pasien.
Jika kita mengetahui tingkat kontrol asma pasien, maka kita dapat menentukan pengobatan
kita dimulai dari mana, apakah harus dikurangi atau ditingkatkan dosis pengobatannya.
Untuk mengetahui tingkat kontrol asma, dapat menggunakan gambar tabel di bawah ini:
Relievers medikasi yang digunakan jika dibutuhkan yang menjadi dasar pengobatan
cepat untuk mengatasi bronkokonstriksi dan mengobati gejala-gejala asma contoh:
rapid-acting inhaled 2-agonist, inhaled anticholinergics, short-acting theophylline, and
short-acting oral 2-agonist.
Controllers medikasi yang dikonsumsi setiap hari pada jangka waktu yang lama untuk
menjaga asma tetap terkontrol melalui efek antiinflammasi dari obat-obatan tersebut
inhaled/systemic glucocorticosteroids, leukotriene modifiers, long-acting inhaled 2agonist
dikombinasikan
dengan
inhaled
glucocorticosteroids,
sustained-release
12
Demi mencapai kontrol asma yang terbaik, setiap tindakan pengobatan harus disertai
follow-up:
Setelah initial visit follow-up dilakukan setiap 1-3 bulan lalu setelahnya setiap 3
bulan.
Durasi untuk menentukan pengobatan tersebut efektif atau tidak adalah sekitar 3-4 bulan,
namun pada kasus-kasus parah dapat lebih lama.
14
dan
rapid-long-acting
2-agonist
bronchodilators
(misal:
formoterol) for combined relief and control namun tidak direkomendasikan untuk
anak < 5 tahun.
Difficult-to-Treat Asma
1. Jika pasien tidak mencapai kontrol asma yang baik walaupun sudah pada step 4 difficultto-treat asma.
2. Hal ini disebabkan poor glucocorticosteroid responsiveness, yang jarang sekali terjadi pada
populasi.
3. Hal-hal yang dilakukan untuk mengidentifikasi difficult-to-treat asma:
Investigasi dan konfirmasi compliance of treatment apakah pasien sudah tepat dalam
mengkonsumsi obat? Apakah pasien patuh terhadap jadwal pengobatan?
Consider smoking (current or past) dan apakah pasien sudah benar-benar berhenti
merokok atau menjauhi asap rokok?
Investigasi hal-hal lain yang dapat memperparah asma, misal: sinusitis kronik,
gastroesophageal reflux, obesity/obstructive sleep apnea, dan psychological/psychiatric
disorder.
4.
Asma eksaserbasi (serangan asma atau asma acute) adalah episode dari peningkatan progresifitas
shortness of breath, cough, wheezing, atau chest tightness, atau kombinasi dari gejala tersebut.
Sering terjadi respiratory distress.
Eksaserbasi dikarakteristikan dengan penurunan airflow expiratory dapat di ukur dengan
mengukur fungsi paru-paru (PEF atau FEV)
Severe exacerbation potential untuk mengancam jiwa dan pengobatannya membutuhkan
pengawasan.
15
Yang pernah dirawat inap atau di ruang gawat darurat untuk asma pada tahun yang lalu.
Yang terlalu tergantung pada rapid-acting inhaled 2-agonist, khususnya yang menggunakan
lebih dari satu canister salbutamol tiap bulan.
Dengan riwayat penyakit psikiatri atau masalah psikososial, termasuk penggunaan sedatif.
16
Management Community-Setting
Exacerbation ringan, didefinisikan dengan pengurangan aliran kurang dari 20%, nocturnal
awakening, dan peningkatan penggunaan short acting 2-agonist biasanya diobati oleh
community setting.
Treatment
1. Bronchodilators
17
Setelah satu jam pertama, dosis 2-agonist tergantung pada keparahan exacerbation.
Pemeberian obat tergantung dari respon pasien, jika respon kurang baguspasien harus
dirujuk ke acute care facility.
Tidak ada penambahan pengobatan jika dengan rapid acting 2-agonist menghasilkan
respon baik(PEF >80% predicted or personal best).
2. Glucocorticosteroids
Initial Assessment
Initial Treatment
Repeat Assessment
Moderate Episode
Physical Exam, PEF or FEV1, O2 saturation, other tests as needed
PEF 60-80%
Severe Episode
predicted/personal best
Physical exam: moderate
symptoms, otot aksesoris
use
Inhaled 2-agonist and
inhaled
anticholinergic every 60
minutes
Consider
glucocorticosteroids
19
Good Response
Incomplete Response
Response sustained 60
Within1-2 Hours
Physical exam:
symptoms severe,
drowsiness, confusion
PEF < 30%
No distress
20
Discharge Home
Admit to Hospital
Admit to Intensive
Care
Inhaled 2-agonist +
anticholinergic
anticholinergic
Systemic glucocorticosteroid
glucocorticosteroid
Oksigen
Patient education:
Consider intravenous
Intravenous
glucocorticosteroid
Consider
subcutaneous,intramus
cular, orintravenous
2-agonists
Oksigen
Consider intravenous
methylxanthines
Improve
Not Improve
Discharge Home
If PEF > 60% predicted/ personal best
and
Note: Preferred treatments are inhaled 2-agonists in high doses and glucocorticosteroids. If
inhaled 2-agonists are notavailable, methylxanthines may be considered.
21
22
A. Controller Medication
Controller medication untuk anak-anak mencakup inhaled dan sistemic glucocorticoid, ukotriene
modifiers, long acting inhaled 2-agonists, theophylline, cromones, dan long-acting oral 2agonists.
Inhaled glucocorticoid
Role in therapy-merupakan controller therapy yang paling efektif, dan direkomendasikan untuk
semua kelompok umur anak penderita asthma. Tabel 2 menjelaskan dosis dari inhaled
glucocorticosteroids yang diberikan melalui alat inhalasi yang berbeda-beda
23
Side effect
Pertumbuhan. Dapat terjadi penurunan dari kecepatan pertumbuhan pada akhir dekade
pertama kehidupan. Penurunan dari kecepatan pertumbuhan ini terjadi sampai umur belasan
tahun dan berhubungan juga dengan penundaan dari awal pubertas. Hal ini juga akan
berhubungan dengan penundaan dari skeletal maturation. Untuk lebih jelasnya, efek samping
obat ini untuk pertumbuhan dapat dilihat pada tabel 3.
24
behavior, dan gangguan konsentrasi dengan terapi glucocorticosteroid, tidak terjadi peningkatan
pada 2 long-term controlled trials of inhaled budesonide yang melibatkan lebih dari 10.000
pengobatan per tahunnya.
Oral candidiasis, hoarseness, dan bruising. Clinical thrush jarang menjadi suatu problem
pada anak yang diobati dengan inhaled atau systemic glucocorticosteroids. Efek samping ini
lebih berkaitan dengan penggunaan antibiotic secara bersamaan dengan dosis tinggi.
25
kurang
efektif
jika
dibandingkan
dengan
penggunaan
low-dose
inhaled
glucocorticosteroids. Leukotriene modifiers menyediakan proteksi parsial terhadap exerciseinduced bronchoconstriction dalam hitungan jam setelah pemberian dengan tetap adanya
bronchoprotective effect.
Untuk anak di bawah lima tahun. Leukotriene modifiers menurunkan viral induced asthma
exacerbations pada anak dengan umur 2-5 tahun dengan riwayat intermittent asthma.
Side effects. Tidak ada masalah dalam keamanan dari penggunaan leukotriene modifiers pada
anak-anak.
Long-acting inhaled 2-agonists.
Role in therapy. Long-acting inhaled 2-agonists biasanya digunakan sebagai terapi tambahan
pada anak di atas lima tahun dengan asthma yang tidak bisa dikontrol oleh medium doses of
inhaled glucocorticosteroids atau single dose therapy sebelum olahraga yang berlebih.
Monotherapy dengan long-acting inhaled 2-agonists harus dihindari.
26
Untuk anak di atas lima tahun. Long-acting inhaled 2- agonists telah dipelajari untuk anak di
atas lima tahun sebagai terapi tambahan untuk pasien asthma yang tidak bisa dikontrol oleh is
low sampai high doses inhaled glucocorticosteroids. Peningkatan yang signifikan pada peak flow
dan pengukuran fungsi paru lainnya telah ditemukan pada kebanyaan penelitian. Akan tetapi,
efek ini efek ini tidak konsisten dan hanya bisa ditemukan pada setengah dari percobaan yang
dilakukan. Terapi tambahan long-acting inhaled 2-agonists terbukti dapat mengurangi frekuensi
exacerbations. Inhalation dari single dose of long-acting inhaled 2-agonist secara efektif
memblok exercise-induced bronchoconstriction untuk beberapa jam. Dengan terapi harian,
durasi proteksi dapat menurun, tetapi tetap lebih lama dibandingkan dengan short-acting 2agonists.
Untuk anak di bawah lima tahun. Efek dari long-acting inhaled 2-agonists belum diteliti secara
adekuat. Combination therapy dengan budesonide dan formoterol yang digunakan sebagai
maintenance rescue menunjukkan penurunan asthma exacerbations pada anak berumur 4 tahun
dengan moderate to severe asthma.
Side effects. Walaupun long-acting inhaled 2-agonists dapat ditoleransi secara baik pada anakanak, penggunaan dalam jangka waktu panjang tidak direkomendasikan. Jika tetap ingin
digunakan, long-acting 2-agonists harus dikombinasikan dengan dosis yang sesuai dari inhaled
glucocorticosteroid.
Theophylline.
Role in therapy. Theophylline efektif secara monotherapy dan terapi tambahan dibandingkan
inhaled atau oral glucocorticosteroids untuk anak di atas lima tahun. Terapi tambahan dengan
theophylline
dapat
meningkatkan
kontrol
asthma
dan
menurunkan
maintenance
dengan inhaled atau oral glucocorticosteroids. Beberapa penelitian yang dilakukan pada anak
berumur 5 tahun juga menunjukkan efek yang baik. Akan tetapi, keefektifan dari theophylline
masih kurang dibandingkan dengan low-dose inhaled glucocorticosteroids.
27
Kebanyakan bukti klinis mengenai penggunaan theophylline pada anak-anak diperoleh dari studi
dimana plasma theophylline dijaga dalam range sekitar 55-110 mol/L (5-10 g/ml). lebih jauh,
fungsi controller dapat terjadi plasma levels yang lebih rendah (sekitar 10 mg/kg/day).
Sustained-release products lebih disarankan untuk maintenance therapy karena menggunakan
dosis 2 kali perhari. Sustained-release products dengan reliable absorption profiles dan complete
bioavailability dengan atau tanpa asupan makanan ketika meminum obat lebih disarankan.
Eliminasi Theophylline bervariasi sampai 10 kali lipat antar individu yang berbeda. Pengukuran
plasma theophylline levels tidak diperlukan untuk anak yang sehat jika diberikan dosis kurang
dari 10 mg/kg/day. Akan tetapi, ketika dosis yang lebih tinggi akan diberikan, plasma
theophylline levels harus diukur 2 jam sebelum pemberian dari dosis selanjutnya agar bisa
mencapai steady state has been reached (setelah 3 hari).
Side effects. Efek samping yang paling sering dari theophylline adalah anorexia, nausea,
vomiting, dan headache. Mild central nervous stimulation, palpitations, tachycardia, arrhythmias,
abdominal pain, diarrhea, dan gastric bleeding dapat terjadi. Efek samping ini dapat terlihat jika
diberikan dosis lebih dari 10 mg/kg/day. Resiko efek samping juga menurun jika pengobatan
dilakukan dengan dosis harian sekitar 5 mg/kg/day kemudian secara perlahan ditingkatkan
menjadi 10 mg/kg/day. Overdosis dari theophylline dapat berakibat fatal.
Cromones: sodium cromoglycate and nedocromil sodium.
Role in therapy. Sodium cromoglycate dan nedocromil sodium mempunyai penggunaan yang
terbatas untuk pengobatan jangka panjang asthma pada anak-anak. Satu meta-analysis yang telah
dilakukan menyimpulkan bahwa pengobatan jangka panjang dengan odium cromoglycate tidak
secara signifikan lebih baik dari placebo untuk manajemen asthma pada anak-anak. Penelitian
lain menyebutkan bahwa dosis rendah dari inhaled glucocorticosteroids lebih superior
dibandingkan sodium cromoglycate pada persistent asthma. Nedocromil sodium menunjukkan
efek yang penting untuk menurunkan exacerbations, akan tetapi efeknya pada asthma outcomes
tidak lebih superior dibandingkan dengan placebo. Dosis tunggal dari sodium cromoglycate atau
nedocromil sodium dapat mengurangi bronchospasm yang diinduksi oleh olahraga atau udara
dingin
28
Side effects. Cough, throat irritation, dan bronchoconstriction dapat terjadi pada proporsi kecil
dari pasien yang diobati dengan sodium cromoglycate. bad taste, headache, and nausea
merupakan efek samping yang lazin untuk nedocromil.
Long-acting oral 2-agonists.
Pengobatan dengan long-acting oral 2-agonist seperti dengan salbutamol, terbutaline, dan
bambuterol dapat menurunkan nocturnal symptoms dari asthma. Oleh karena efek samping yang
potensial dari cardiovascular stimulation, anxiety, dan skeletal muscle tremor, penggunaan obatobatan di atas tidak dianjurkan. Jika tetap ingin digunakan, dosis harus disesuaikan dan
therapeutic response harus dimonitor untuk membatasi efek sampingnya. Long-acting oral 2agonist therapy hanya memberikan sedikit bahkan tidak adanya proteksi terhadap exerciseinduced bronchoconstriction.
Systemic glucocorticosteroids.
Oleh
karena
adanya
efek
samping
dalam
penggunaan
jangka
panjang
dari
oral
glucocorticosteroids, pada anak dengan asthma penggunaan obat ini harus dibatasi hanya boleh
digunakan pada pengobatan dari acute severe exacerbations dengan penyebab viral-induced atau
yang lainnya.
B. Reliever Medications
Rapid-acting inhaled 2-agonists and short-acting oral 2-agonists.
Role in therapy - Rapid-acting inhaled 2-agonists merupakan bronchodilators yang paling
efektif dan sangat dianjurkan dalam pengobatan acute asthma pada anak-anak di semua
kelompok umur. Inhaled therapy memberikan proteksi yang signifikan terhadap exercise induced
bronchoconstriction. Oral therapy jarang dibutuhkan dan diguanakn terutama pada anak yang
tidak dapat inhaled therapy.
Side effects. Skeletal muscle tremor, headache, palpitations, dan agitation merupakan komplain
yang paling sering yang berhubungan dengan penggunaan dosis tinggi dari 2-agonists pada
29
anak-anak. Komplain ini lebih lazim setelah pemberian systemic administration dan menghilang
pada pengobatan berikutnya.
Anticholinergics.
Role in therapy. Inhaled anticholinergics tidak direkomendasikan untuk pengobatan jangka
panjang asthma untuk anak-anak.
30