Anda di halaman 1dari 13

KONSEP TEORI

A. DEFINISI
Retina detachment atau ablasi retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang
retina dengan dari sel epitel pigment retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekaat
erat dengan membran Bruch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang tidak terdapat
suatu perlekatan structural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah
yang potensial untuk lepas secara embriologis.
Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen epitel akan
mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pmbuluh darah koroid yang bila berlangsung lama
akan mengakibatkan gangguan nutrisi yang menetap.
B. ETIOLOGI
1. Ablasi regmatogenosa
2. Ablasi eksudatif
3. Ablasi traksi (tarikan)
ABLASI REGMATOGENOSA
Pada ablasi regmentogenosa maka ablasi terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga
cairan masuk ke belakang antara pigmen pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina
oleh badan kaca (fluid fitreus) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga
subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapisan epitel pigmen koroid.
Ablasi terjadi pada mata yang mempunyai factor predisposisi untuk terjadi ablasi retina.Trauma
hanya merupakan factor pencetus untuk terjadinya ablasi retina pada mata yang berbakat.
Mata yang berbakat untuk terjadinya ablasi retina adalah mata dengan myopia tinggi, pasca
retinitis, dan retina yang memperlihatkan degenerasi dibagian perifer, 50% ablasi yang timbul
pada afakia terjadi pada tahun pertama.
Ablasia retina akan memberikan gejala terdapatnya gangguan perngelihatan yang kadang-kadang
terlihat sebagai tabir yang nenutup. Terdapat riwayat adanya pijaran api (fotopsia) pada ladang
pengelihatan .
Ablasia retina yang berlokalisasi didaerah superotemporal sangat berbahaya karena dapat
mengangkat macula. Pengelihatan akan turun secara akut pada ablasia retina bila lepasnya retina
mengenai macula lutes.Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang lepas(ablasia)

bergoyang. Kadang-kadang terdapat pigmen di dalam badan kaca.


Pada pupil terdapat adanya efek aferen pupil akibat pengelihatan yang menurun.
Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila telah terjadi neovaskuler glaucoma pada
ablasi yang telah lama.
Pengobatan pada ablasia retina adalah pembedahan. Sebelum pembedahan pasien dirawat
dengan mata ditutup. Pembedahan dilakukan secepat mungkin dan sebaiknya antara 1-2 hari.
Pengobatan ditujukan untuk memlekatkan kembali bagian retina yang lepas dengan diatermi.
Diatermi ini dapat berupa :
Diatermi permukaan (Surface Diatermi)
Diatermi setengah tebal sclera(partial penetrating diatermi) sesudah reseksi sclera.
Hal ini dapat dilakukan dengan atau tanpa mengeluarkan cairan subretina . Pengeluaran
dilakukan diluar daerah reseksi dan terutama didaerah dimana ablasi paling tinggi.
Implan diletakkan didalam kantong sclera yang sudah direseksi, yang akan mendekatkan sclera
dengan retina dan mengakibatkan pengikatan yang terlokalisir.
Sabuk (band) yang melingkar pada bola mata merupakan tindakan yang dimulai populer karena
memperbaiki prognosis dan mobilisasi yang cepat.
ABLASI RETINA EKSUDATIF
Ablasi retina eksudatif ablasi yang terjadi akibat tertimbunnya eksudat di bawah retina dan
mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina sebagai akibat keluarnya cairan dari pembuluh
darah retina dan koroid (ekstra vasasi). Hal ini disebabkan penyakit koroid. Kelainan ini dapat
terjadi pada skleritis, koroiditis, tumor retrobulbar, radang uvea, idiopati, toksemia gravidarum.
Cairan di bawah retina tidak dipengaruhi oleh posisi kepala. Permukaan retina terangkat terlihat
cincin.Pengelihatan dapat berkurang dari ringan sampai berat.
Ablasi ini dapat hilang atau menetap bertahun-tahun setelah penyebab berkurang atau hilang.
ABLASI RETINA TARIKAN ATAU TRAKSI.
Pada ablasi retina ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada badan
kaca yang akan mengakibatkan ablasi retina dan pengelihatan turun tanpa rasa sakit.
Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes mellitus proliferatif,
trauma, dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi.

Pengobatan ablasi akibat tarikan di dalam badan kaca dilakukan dengan melepaskan tarikan
jaringan parut atau fibrosis di dalam badan kaca dengan tindakan yang disebut vitrektomi.
C. FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
1. Anatomi dan Fisiologi
Mata adalah suatu organ komplek yang berkembang sangat fotosensitif yang memungkinkan
analisa dengan tepat bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang dipantulkan dari obyek (Loise
Junquend, MD dan Jose Larneiro, 1997 :195).
Indera penglihatan terdiri atas 3 bagian, yaitu :
2. Bola mata (bulbus okuli) dengan saraf optik (nervus optikus)
Bola mata, terdiri dari 3 lapisan :
a. Sklera
Merupakan lapisan fibrous yang elastis yang merupakan bagian dinding luar bola mata dan
membentuk bagian putih mata. Bagian depan sklera tertutup oleh kantong konjungtiva
(Syaifuddin, 1997 :147).
b. Khoroid
Suatu membran berpigmen yang berada dibawah sklera yang membantu perpendaran cahaya.
Tepat dibawah kornea, khoroid berubah menjadi iris (Elizabeth J. Corwin, 2000 :201).
c. Retina
Retina mencakup duapertiga bagian dalam dinding belakang bola mata. Retina merupakan
lembaran jaringan neural berlapis banyak yang melekat erat pada satu lapis sel epitel berpigmen
yang kemudian menempel pada membran Brunch. Bagian anterior retina melekat erat pada epitel
pigmen. Di bagian belakang, saraf optik melekatkan retina ke dinding bola mata. Di lain tempat
retina mudah dipisahkan dari epitel pigmen. Pada orang dewasa, ora serata di bagian temporal
bola mata letaknya kurang lebih 6,5 mm dibelakang garis Schwalbe, sedangkan di bagian
nasalnya kurang lebih 5,7 mm di belakang garis yang sama. Di ora serata tebal retina 0,1 mm,
sedangkan di polus posterior 0,23 mm. Yang paling tipis adalah fovea sentral yaitu bagian tengah
makula. Retina normal bersifat bening dan sebagian cahaya di pantulkan di batas vitreoretina.
Pada pemeriksaan oftalmoskopis direk, permukaan fovea yang cekung menghasilkan bayangan
lampu terbalik dan nyata. Fovea sentral yang terletak kira-kira 3,5 mm di sebelah lateral papil
optik khusus untuk membedakan penglihatan yang halus. Di fovea, semua reseptor adalah sel
kerucut, lapisan nuklear luar tipis, lapisan parenkim lainnya bergeser sentrifulgar, dan membran

limitans dalam tipis. Hampir di seluruh retina akson sel-sel reseptor melintas langsung ke bagian
dalam lapisan pleksiform luar berhubungan dengan dendrit sel-sel lapisan horisontal dan sel-sel
bipolar yang menuju keluar dari lapisan nuklear dalam, tetapi di makula akson sel-sel reseptor
miring arahnya dan dinamakan lapisan serabut Henle.
Akson sel-sel bipolar berhubungan dengan sel amakrin dan sel ganglion di lapisan pleksiform
dalam yang teranyam dengan rapat. Akson panjang sel-sel ganglion berjalan melalui lapisan
serabut saraf menuju saraf optik.
Retina di pasok darah dari 2 sumber. Lapisan koriokapiler adalah lapisan tunggal yang terdiri
atas kapiler-kapiler dengan rongga-rongga yang tersusun rapat dan melekat erat pada permukaan
luar membran Brunch. Koriokapiler memasok darah pada sepertiga bagian luar retina, termasuk
lapisan-lapisan pleksiform luar dan nuklear luar, fotoreseptor dan epitel pigmen. Duapertiga
bagian dalam retina menerima cabang-cabang arteri retina sentral. Karena koriokapiler adalah
satu-satunya pemasok darah ke fovea sentral, sedangkan fovea sentral adalah bagian terpenting
dari retina, maka apabila retina di daerah ini terlepas dari dasarnya, maka akan terjadi kerusakan
fovea untuk selama-lamanya (Daniel Vaughan dan Tailor Asbury, 1995 : 191).
3. Alat penunjang (adnexa)
4. Rongga orbita (cavum orbitae)
D. TANDA DAN GEJALA
Floater dan fotopsia
Gangguan lapang pandang
Melihat seperti tirai
Visus tanpa disertai nyeri
E. PATOFISIOLOGI
Robekan dapat terjadi secara tiba-tiba atau pelan-pelan.
Pertama-tama orang merasakan adanya kilat dan adanya titik (merupakan darah robekan dan sel
retina yang lepas) berlanjut kehilangan pengelihatan.
Daerah pengelihatan yang hilang tergantung lokasi robekan.
Robekan atau lubang pada retina lalu meluaskan pemisahan saat cairan dari rongga vitreus
menyusup melalui lubang lalu mengalir kebelakang retina lalu meningkatkannya retina jauh dari
epitel pigmen dan koroid.

Bagi yang terlepas menjadi buta karena tidak lagi mendapatkan nutrisi dari sumber nutrisi
primernya koroid
F. KOMPLIKASI
1. Dapat terjadi ishkemik death pada jaringan retina.
2. Terdapat bercak kebutaan
3. Post operasi :
Peningkatan Tekanan Intra Okuler pada 12-24 jam pertama.
Gagal perbaikan.
Infeksi
G.PROGNOSIS
Dengan sekali pembedahan dan dengan tindakan yang sangat hati-hati 90% retina detachment
dapat diperbaiki. Bila sesudah 6 bulan retina tetap melekat ditempatnya, biasanya tidak akan
terjadi kekambuhan lagi.
H. PENATALAKSANAAN
Pengobatan pada ablasio retina adalah dengan tindakan pembedahan atau operasi. Tujuan operasi
adalah untuk mengeluarkan cairan sub retina, menutup lubang atau robekan dan untuk
melekatkan kembali retina. Hal ini dikarenakan jarang terjadi pertautan kembali secara spontan.
Apabila diagnosis ablasio retina telah ditegakkan maka pasien harus MRS dan dipersiapkan
untuk menjalani operasi.
Opersi ablasio retina tersebut antara lain :
1)Elektrodiatermi
Dengan menggunakan jarum elektroda, melalaui sclera untuk memasukkan cairan subretina dan
mengeluarkan suatu bentuk eksudat dari pigmen epithelium yang menempel pada retina.
2)Sclera Buckling
Suatu bentuk tehnik dengan jalan sclera dipendekkan, lengkungan terjadi dimana kekuatan
pigmen epithelium lebih menutup retina, mengatasi pelepasan retina dan menempatkan posisi
semula, maka sebuah silikon kecil diletakkan pada sclera dan diperkuat dengan membalut
melingkar. Peralatan tersebut dapat mempertahankan agar retina tetap berhubungan dengan
koroid dan sclera eksudat dari pigmen epithelium lebih menutup sclera.

3)Photocoagulasi
Suatu sorotan cahaya dengan laser menyebabkan dilatasi pupil. Dilakukan dengan mengarahkan
sinar laser pada epithelium yang mengalami pigmentasi. Epithelium menyerap sinar tersebut dan
merubahnya dalam bentuk panas. Metode ini digunakan untuk menutup lubang dan sobekan
pada bagian posterior bola mata.
4. Cyro Surgery
Suatu pemeriksaan super cooled yang dilakukan pada sclera, menyebabkan kerusakan minimal
seperti suatu jaringan parut, pigmen epithelium melekat pada retina.
5.Cerclage
Operasi yang dikerjakan untuk mengurangi tarikan badan kaca. Pada keadaan cairan retina yang
cukup banyak dapat dilaksanakan phungsi lewat sclera.
2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
a. Anamnesa : Meliputi nama, umur untuk mengetahui angka kejadian pada usia keberapa, jenis
kelamin untuk membandingkan angka kejadian antara laki-laki dan perempuan, pekerjaan untuk
mengetahui apakah penderita sering menggunakan tenaga secara berlebihan atau tidak.
b. Keluhan utama :
Floaters, terjadi karena adanya kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang
lepas atau degenerasi vitreus itu sendiri. Kadang-kadang penderita merasakan adanya tabir atau
bayangan yang datang dari perifer (biasanya dari sisi nasal) meluas dalam lapangan pandang.
Tabir ini bergerak bersama-sama dengan gerakan mata dan menjadi lebih nyata. Pada stadium
awal, penglihatannya membaik di malam hari dan memburuk di siang hari terutama sesudah stres
fisik (membungkuk, mengangkat) atau mengendarai mobil di jalan bergelombang.
Fotopsia yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau
dalam keadaan gelap. Keadaan ini disebabkan oleh tarikan pada retina dan bisa terjadi pada
orang normal jika terjadi cedera tumpul pada mata.
Penurunan tajam penglihatan. Pasien mengeluh penglihatannya sebagian seperti tertutup tirai
yang semakin lama semakin luas. Pada keadaan yang lebih lanjut dapat terjadi.

c. Riwayat penyakit sekarang


Pada pengkajian ini yang perlu dikaji adanya keluhan pada penglihatan seperti penglihatan
kabur, melihat kilatankilatan kecil, adanya tirai hitam yang menutupi area penglihatan, adanya
penurunan tajam penglihatan.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien yang berhubungan dengan timbulnya
ablasio retina yaitu adanya miopi tinggi, retinopati, trauma pada mata.
e.Riwayat penyakit keluarga
Adakah anggota keluarga lain yang mengalami penyakit seperti yang dialami pasien dan miopi
tinggi.
f.Riwayat psikososial dan spiritual
Bagaimana hubungan pasien dengan anggota keluarga yang lain dan lingkungan sekitar sebelum
maupun sesudah sakit. Apakah pasien mengalami kecemasan, rasa takut, kegelisahan karena
penyakit yang dideritanya dan bagaimana pasien menggunakan koping mekanisme untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
g. Pola-pola fungsi kesehatan
(a)Pola persepsi dan tata laksana hidup
Bagaimana persepsi pasien tentang hidup sehat, dan apakah dalam melaksanakan talaksana hidup
sehat penderita membutuhkan bantuan orang lain atau tidak.
(b)Pola tidur dan istirahat
Dikaji berapa lama tidur, kebiasaan disaat tidur dan gangguan selama tidur sebelum pelaksanaan
operasi dan setelah palaksanaan operasi. Juga dikaji bagaimana pola tidur dan istirahat selama
masuk rumah sakit
(c)Pola aktifitas dan latihan
Apa saja kegiatan sehari-hari pasien sebelum masuk rumah sakit. Juga ditanyakan aktifitas
pasien selama di rumah sakit, sebelum dan setelah pelaksanaan operasi.
(d)Pola hubungan dan peran
Bagaimana hubungan pasien dengan lingkungan sekitarnya. Apakah peranan pasien dalam
keluarga dan masyarakat. Juga ditanyakan bagaimana hubungan pasien dengan pasien lain
dirumah sakit,sebelum dan setelah pelaksanaan operasi.

(e)Pola persepsi dan konsep diri


Bagaimana body image, harga diri, ideal diri, dan identitas diri pasien. Apakah ada perasaan
negatif terhadap dirinya. Juga bagaimana pasien menyikapi kondisinya setelah palaksanaan
operasi.
(f)Pola sensori dan kognitif
Bagaimana daya penginderaan pasien. Bagaimana cara berpikir dan jalan pikiran pasien.
(g)Pola penanggulangan stress
Bagaimana pasien memecahkan masalah yang dihadapi dan stressor yang paling sering muncul
pada pasien.
PEMERIKSAAN FISIK
(a)Status kesehatan umum
Bagaimana keadaan penyakit dan tanda-tanda vitalnya.
(b)Pemeriksaan mata
Pemeriksaan pada mata dibagi berdasarkan segmen-segmen, yaitu :
Pemeriksaan segmen anterior :
(1)Adanya pembengkakan pada palpebrae atau tidak, biasanya pada klien post operasi ablasio
retina, palpebraenya akan bengkak.
(2)Keadaan lensa, bila tidak ada konplikasi lain, maka keadaan lensanya adalah jernih.
(3)Bagaimana keadaan pupilnya, pupil pada klien ablasio retina yang telah masuk rumah sakit
akan melebar sebagai akibat dari pemberian atropin.
(4)Kamera Okuli Anteriornya biasanya dalam.
(5)Bagaimana keadaan konjungtivanya, biasanya pasien post operasi akan mengalami hiperemi
pada konjungtivanya.
Pemeriksaan segmen posterior :
(1)Corpus vitreum ada kelainan atau tidak.
(2)Ada atau tidak pupil syaraf optiknya.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
(1) Visus, untuk mengetahui tajam penglihatan, adakah penurunan atau tidak dan untuk
mengetahui sisa penglihatan yang masih ada. Pengujian ini dengan menggunakan kartu snelen
yang dibuat sedemikian rupa sehingga huruf tertentu yang dibaca dengan pusat optik mata

membentuk sudut 500 untuk jarak tertentu. Pada ablasio retina didapatkan penurunan tajam
penglihatan.
(2)Fundus kopi, untuk mengetahui bola mata seperti warna retina, keadaan retina, reflek dan
gambaran koroid.
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan luka post operasi ablasio retina.
a)Tujuan
Rasa nyeri pasien hilang atau berkurang sehingga dapat meningkatkan rasa kenyamanan pasien.
b) Kriteria Hasil
(1)Secara verbal pasien mengatakan rasa nyaman terpenuhi.
(2)Secara verbal pasien mengatakan rasa nyeri hilang atau berkurang.
c)Rencana Tindakan
(1) Kolaborasi dengan individu untuk menjelaskan metode apa yang digunakan untuk
menurunkan intensitas nyeri (relaksasi,distraksi)
(2) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan analgesik pada penurunan rasa nyeri yang
optimal.
(3)Pantau tekanan darah setiap 4 jam.
d)Rasional
(1)Untuk mengetahui keinginan pasien akan jenis tehnik penurun nyeri yang diinginkan pasien.
(2)Tim dokter dapat menentukan menentukan jenis analgesik yang diperlukan pasien.
(3)Rasa nyeri dapat menaikkan tekanan darah pasien.
2. Potensial terjadi infeksi sehubungan dengan adanya luka operasi
a)Tujuan
Tidak terjadi infeksi pada luka post operasi ablasio retina.
b)Kriteria Hasil
(1) Pasien mampu melaporkan adanya tanda-tanda infeksi, seperti rasa nyeri, bengkak, panas.
(2) Tidak didapatkan adanya tanda-tanda infeksi.
c)Rencana Tindakan
(1) Pantau adanya tanda-tanda infeksi seperti, kemerahan, bengkak, nyeri, panas.
(2) Kaji status nutrisi pasien.

(3) Instruksikan pada pasien pada pasien dan keluarga pasien untuk melakukan tindakan aseptik
yang sesuai.
(4) Gunakan tehnik aseptik selama mengganti balutan.
(5) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian antibiotik.
(6)Rawat luka setiap hari.
(7)Kaji lingkungan pasien yang dapat menimbulkan infeksi.
d)Rasional
(1)Infeksi yang lebih dini diketahui akan lebih mudah penanganannya.
(2)Pemberian asupan kalori dan protein yang sesuai dengan kebutuhan dapat menunjang proses
penyembuhan pasien .
(3)Untuk mencegah kontaminasi.
(4)Tehnik aseptik dapat mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
(5)Tim dokter dapat menentukan jenis antibiotik yang sesuai dengan kondisi pasien.
(6)Rawat luka setiap hari dapat mencegah masuknya kuman.
(7)Kondisi lingkungan pasien yang jelek dapat menimbulkan infeksi nosokomial.
3. Gangguan aktifitas pemenuhan kebutuhan diri sehubungan dengan bed rest total.
a)Tujuan
Pasien dapat memenuhi kebutuhan dirinya sesuai dengan kondisinya.
b)Kriteria Hasil
Secara verbal, pasien mengatakan dapat memenuhi kebutuhan diri yang sesuai dengan
kondisinya.
c)Rencana Tindakan
(1)Latih pasien untuk dapat melakukan latihan yang sesuai dengan
kondisinya.
(2)Orientasikan lingkungan sekitar kepada pasien.
d)Rasional
(1)Dengan latihan yang baik, pasien akan mampu memaksimalkan kemampuannya untuk
memenuhi kebutuhannya yang sesuai dengan kondisinya.
(2)Pengenalan pada lingkungan akan membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan dirinya.

4. Adanya kecemasan sehubungan dengan ancaman kehilangan penglihatan.


a)Tujuan
Cemas berkurang atau hilang.
b)Kriteria Hasil
(1)Pasien mampu menggunakan koping yang efektif.
(2)Pasien tidak tampak murung.
(3)Pasien dapat tidur dengan tenang.
c)Rencana Tindakan
(1)Monitor tingkat kecemasan pasien melalui observasi respon fisiologis.
(2)Beri informasi yang jelas sesuai dengan tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit yang
dideritanya.
d)Rasional
(1)Dengan monitor tingkat kecemasan dapat diketahui berapa besar stressor yang dihadapi
pasien.
(2)Pemberian informasi dapat mengurangi kecemasan pasien.
5. Gangguan citra diri sehubungan dengan kerusakan penglihatan.
a)Tujuan
Pasien dapat mencapai kembali citra diri yang optimal.
b) Kriteria Hasil
(1)Pasien mampu mengekspresikan tentang perubahan dan perkembangan kearah penerimaan.
(2)Pasien mampu menunjukkan rerspon yang adaptif terhadap perubahan citra diri.
c)Rencana Tindakan
(1)Sediakan waktu bagi pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
(2)Tingkatkan hubungan dan dorongan dari orang terdekat.
(3)Bantu pasien dalam diskusi dan penerimaan perubahan ketajaman penglihatan.
(4)Dorong kemandirian yang ditoleransi.
d)Rasional
(1)Hal ini dapat menumbuhkan perasaan pada pasien bahwa masih ada orang yang menaruh
perhatian pada pasien.
(2)Orang terdekat mampu mengangkat kepercaayaan diri pasien.

(3)Dari diskusi yang dilakukan diharapkan pasien dapat mengungkapkan perasaannya dan dapat
mencari jalan keluar dari masalah yang dihadapi.
(4)Untuk menumbuhkan kepercayaan diri pasien.
6. Potensial terjadi kecelakaan sehubungan dengan penurunan tajam penglihatan.
a)Tujuan
Tidak terjadi kecelakaan atau cedera pada pasien.
b)Kriteria Hasil
(1)Tidak terjadi perlukaan pada pasien.
(2)Pasien dapat mengetahui faktor yang dapat menyebabkan perlukaan.
c)Rencana Tindakan
(1)Periksa adanya perlukaan.
(2)Orientasikan pada pasien lingkungan sekitarnya.
(3)Hindari ketegangan pada pasien.
d)Rasional
(1)Dengan mengkaji perlukaan dapat mencegah terjadinya perlukaan yang lebih parah.
(2)Diharapakan pasien dapat dapat mengenal lingkungannya sehingga akan mengurangi resiko
terjadinya kecelakaan.
(3)Ketegangan dapat menyebabkan kecelakaan.
IMPLEMENTASI
Tahap perencaan ini merupakan tindakan keperawatan yang nyata kepada pasien yang
merupakan perwujudan dari segala tindakan yang telah direncanakan pada tahap perencanaan.
EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan tindakan yang
kontinu dan melibatkan seluruh tenaga kesehatan yang terlibat dalam penanganan pasien,
termasuk pasien itu sendiri. Pada tahap ini akan kita ketahui sejauh mana keberhasilan asuhan
keperawatan yang kita laksanakan.
Sedangkan hasil yang kita harapkan adalah :
a.Rasa nyeri pasien berkurang atau hilang sehingga meningkatkan rasa nyaman.

b.Tidak terjadi infeksi.


c.Pasien dapat memenuhi kebutuhan dirinya sesuai dengan kondisinya.
d.Rasa cemas pasien hilang atau berkurang.
e.Pasien dapat mencapai harga diri yang optimal.
f.Tidak terjadi pencederaan diri.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah : volume 2. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : edisi 3. Jakarta : EGC.
Carpenitto, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. EGC : Jakarta.
Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 3. EGC : Jakarta.
Mansjoer, Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3. Jilid 1. Media Aesculapius : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai