Anda di halaman 1dari 9

BAB III

METODE PENELITIAN
Metode adalah langkah-langkah yang digunakan sebagai upaya untuk mencapai tujuan.
Pada bab metodologi penelitian ini akan diuraikan cara dan metode yang digunakan dalam
penyusunan laporan penelitian, seperti metode pengumpulan data dan metode analisa. Metode
pengumpulan data merupakan teknik atau pendekatan yang digunakan dalam mengumpulkan
data dan informasi terkait tema penelitian, sedangkan metode analisa yaitu teknik atau
pendekatan berupa alat analisa yang digunakan dalam menganalisa data dan informasi yang
didapatkan.
4.1 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data terdiri dari tahapan persiapan dan teknik survey, tahapan
persiapan merupakan tahapan awal dalam mempersiapkan segala kebutuhan berupa data-data
awal sebagai bahan persiapan survey, sedangkan teknik survey merupakan tahapan
pengumpulan data dan informasi yang terkait dengan tema penelitian dimana terdiri dari
survey primer dan survey sekuder.
4.1.1

Tahap Persiapan
Pada tahapan ini dilakukan persiapan-persiapan berupa penyediaan alat-alat yang
akan diperlukan dalam survey.Tahap ini dilakukam untuk mendapatkan data-data yang
lengkap yang mendukung penyusunan studi dan bersifat data sekunder. Agar
menghasilkan data yang lengkap dan akurat, aspek yang diperhatikan adalah dengan
mengamati permasalahan di lokasi studi.

4.1.2

Tahap Pengumpulan Data


Data merupakan gambaran tentang suatu keadaan atau persoalan yang dikaitkan
dengan tempat dan waktu. Data adalah dasar suatu perencanaan dan merupakan alat bantu
dalam pengambilan keputusan. Masalah, tujuan, sasaran, dan analisis penelitian untuk
sampai pada suatu kesimpulan harus didukung oleh data-data yang relevan.
Pada proses penelitian, tahapan pengumpulan data merupakan tahap yang harus
direncanakan untuk mendapatkan suatu hasil optimal yang sesuai dengan tujuan dan
sasaran penelitian sesuai dengan informasi yang diperlukan untuk proses-proses
selanjutnya. Berdasarkan cara pengumpulan informasi, maka terdapat dua kategori metode
pengumpulan data yaitu data primer dan data sekunder.
4.1.2.1 Data Primer

Data primer diperoleh melalui survey primer yang merupakan kegiatan


memperoleh data lapangan secara langsung dengan mengamati kondisi lokasi
studi. Data primer dapat berupa opini orang baik individu maupun kelompok,
serta hasil observasi terhadap fokus amatan yang diperoleh dengan cara
wawancara maupun observasi. Adapun kegiatan survey primer yang dilakukan
adalah observasi kondisi fisik berupa pengamatan langsung yang mendalam
mengenai kondisi wilayah survey yang diamati secara visual sebagai gambaran
terhadap fenomena yang ada, kemudian akan direkam dan diinterpretasikan dalam
proses analisa. Kondisi fisik tersebut didokumentasikan atau direkam melalui
teknik pengambilan gambar kondisi wilayah dengan bantuan peta,wawancara,
dan foto.
1. Observasi Lapangan
Observasi adalah pengamatan dan pengukuran langsung serta wawancara
kepada masyarakat yang mengetahui keadaan dan kondisi secara langsung
di lokasi penelitian. Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik observasi tidak berstruktur atau non-structured observasion
dimana pengamat tidak menyediakan daftar terlebih dahulu tentang aspekaspek yang diobservasi. Dalam hal ini pengamat mencatat semua tingkah
laku yang dianggap penting dalam suatu periode observasi. Dasar dari
metode observasi pengamatan langsung yang dilakukan peneliti di lapangan
yang diharapkan mampu menjawab pertanyaan tentang hal-hal yang dapat
dilakukan sebagai upaya pengembangan yang dapat dilakukan pada lokasi
studi. Dalam observasi lapangan ini, peneliti mengobservasi jumlah kegiatan
aglomerasi Meubel yang berada di Lokasi Studi.
2. Wawancara Langsung
Metode wawancara sering digunakan untuk mendapatkan informasi dari
orang atau masyarakat. Wawancara yang dilakukan dalam proses penelitian
ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai sistem kerja dari tiap
meubel yang ada di lokasi survey.
3. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data dengan merekam kejadian atau situasi dilokasi


penelitian yang berupa gambar (foto) untuk menunjang dalam penelitian.
Dalam hal ini pengambilan gambar akan dilakukan pada beberapa bagian
lokasi studi yaitu yang menyangkut tatanan fisik serta ragam aktivitas yang
berlangsung di dalamnya. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan dan
menunjang tahapan identifikasi dalam penelitian.
4.1.2.2 Data Sekunder
Sumber sekunder merupakan sumber data yang berasal dari instansi yang
terkait dengan studi untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan untuk
kegiatan analisis.Di samping itu, data sekunder lainnya adalah studi literatur
untuk mendapatkan literatur yang berkaitan dengan studi.
Secara umum beberapa sumber data sekunder dapat dibagi menjadi
beberapa kategori, antara lain :
1. Publikasi lembaga pemerintahan atau non-pemerintahan (berupa data)
Data sekunder ini berupa data-data yang terkait dengan perubahan yang
terjadi di sekitar Jalan Mahakam, Kelurahan Purwantoro Kecamatan
Blimbing sebagai Lokasi Studi
2. Penelitian terdahulu
3. Laporan atau catatan pribadi
4. Media massa

3.2.
3.2.1

Metode Analisa
Metode LQ

Pemilihan komoditas unggulan dilakukan dengan menggunakan analisis


komparatif produksi dengan menggunakan metode Location Quotient/LQ. Metode LQ
ini merupakan perbandingan antara pangsa relatif produksi komoditas i pada tingkat
Provinsi terhadap total produksi di Provinsi tersebut dengan pangsa relatif produksi
komoditas i pada tingkat nasional terhadap total produksi di tingkat nasional. Jika ingin
dijabarkan sampai ketingkat kabupaten berarti komoditas i pada tingkat kabupaten
dibandingkan dengan total produksi di kabupaten tersebut kemudian dibandingkan lagi
dengan produksi komoditas i pada tingkat Provinsi terhadap total produksi di tingkat
Provinsi, demikian seterusnya. Dilakukan analisis data sekunder (series 2002 - 2006) dari
Badan Pusat Statistik (BPS) meliputi data produksi, luas panen, luas tanaman belum
menghasilkan, luas tanaman menghasilkan, tanaman tua/rusak.
Produksi dijadikan indikator utama dalam perhitungan LQ, karena produksi suatu
komoditas adalah resultan akhir dari semua proses sistem budidaya. Jika produksi suatu
komoditas tinggi dan cenderung meningkat setiap tahun, maka diasumsikan bahwa
komoditas tersebut sangat diminati oleh masyarakat sehingga berdampak pada
peningkatan pendapatan secara nyata. Minat yang tinggi terhadap suatu komoditas ini
tentunya akan diikuti dengan perawatan yang lebih baik dibanding komoditas lain yang
produksinya lebih rendah.

Secara lebih sederhana perhitungan LQ menurut Hendayana. R (2003) dapat diformulasikan


sebagai berikut :
pi = Produksi komoditas i pada tingkat kabupaten atau kota
pt = Produksi total kelompok komoditas pada tingkat kabupaten
Pi = Produksi komoditas i pada tingkat Provinsi
Pt = Produksi total kelompok komoditas pada tingkat Provinsi
Kriteria :

LQ > 1 : Sektor basis artinya komoditas I disuatu wilayah memiliki keunggulan komparatif
LQ = 1 : Sektor non basis, artinya komoditas i disuatu wilayah tidak memiliki keunggulan,
produksinya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan wilayah sendiri
LQ < 1 : Sektor non basis, artinya komoditas i disuatu wilayah tidak dapat memenuhi
kebutuhan sendiri sehingga perlu pasokan dari luar
Penjelasan : Semakin tinggi nilai LQ sektor disuatu wilayah, semakin tinggi potensi
keunggulan sektor
tersebut.
Perbandingan komparatif ini tentu saja belum cukup memadai untuk mengambil
keputusan komoditas mana yang ditetapkan sebagai prioritas pengembangan di Kabupaten
Buru. Sehingga diperlukan analisis lanjutan dengan cara menyeleksi komoditas-komoditas
mana yang memiliki kecenderungan lebih baik dibanding komoditas yang lain.
Prioritas pengembangan diberikan pada komoditas unggulan spesifik daerah yang
mempunyai potensi dan peluang memperoleh gains tertinggi. Penentuan prioritas dilakukan
dengan analisis trend. Indikator indikator yang digunakan yaitu :
a)
b)
c)
d)
e)
f)

trend luas tanam


Trend luas panen
Trend tanaman muda (belum menghasilkan)
Trend tanaman tua/rusak
Trend produksi
Trend produktivitas

Komoditas dengan nilai skoring terkecil mencerminkan prioritas paling tinggi.

3.2.2

Proses Hierarki Analitik (Analitycal Hierarchy Process/AHP)


Proses Hierarki Analitik (PHA) atau dalam Bahasa Inggris disebut Analytical
Hierarchy Process (AHP), pertama kali dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang

ahli matematika dari Universitas Pittsburg, Amerika Serikat pada tahun 1970-an. AHP
pada dasarnya didisain untuk menangkap secara rasional persepsi orang yang
berhubungan sangat erat dengan permasalahan tertentu melalui prosedur yang didesain
untuk sampai pada suatu skala preferensi diantara berbagai set alternatif. Analisis ini
ditujukan untuk membuat suatu model permasalahan yang tidak mempunyai struktur,
biasanya ditetapkan untuk memecahkan masalah yang terukur (kuantitatif), masalah yang
memerlukan pendapat (judgement) maupun pada situasi yang kompleks atau tidak
terkerangka, pada situasi dimana data, informasi statistik sangat minim atau tidak ada
sama sekali dan hanya bersifat kualitatif yang didasari oleh persepsi, pengalaman ataupun
intuisi. AHP ini juga banyak digunakan pada keputusan untuk banyak kriteria,
perencanaan, alokasi sumberdaya dan penentuan prioritas dari strategistrategi yang
dimiliki pemain dalam situasi konflik (Saaty, 1993).
AHP merupakan analisis yang digunakan dalam pengambilan keputusan dengan
pendekatan sistem, dimana pengambil keputusan berusaha memahami suatu kondisi
sistem dan membantu melakukan prediksi dalam mengambil keputusan. Dalam
menyelesaikan persoalan dengan AHP ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami
antara lain:
a. Dekomposisi, setelah mendefinisikan permasalahan/persoalan, maka perlu dilakukan
dekomposisi, yaitu: memecah persoalan yang utuh menjadi unsurunsurnya, sampai yang
sekecil-kecilnya.
b. Comparative Judgement, prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan
relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan
diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh terhadap
prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian inilebih mudah disajikan dalam bentuk
matriks Pairwise Comparison.
c. Synthesis of Priority, dari setiap matriks pairwise comparison vektor eigen (ciri) nya
untuk mendapatkan prioritas lokal, karena matriks pairwise comparison terdapat pada
setiap tingkat, maka untuk melakukan global harus dilakukan sintesis diantara prioritas
lokal. Prosedur melakukan sintesis berbeda menurut bentuk hierarki.
d. Logical Consistency, konsistensi memiliki dua makna. Pertama adalah bahwa obyekobyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai keseragaman dan relevansinya. Kedua
adalah tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu.

Pendekatan AHP menggunakan skala Saaty mulai dari nilai bobot 1 sampai
dengan 9. Nilai bobot 1 menggambarkan sama penting, ini berarti bahwa nilai atribut
yang sama skalanya, nilai bobotnya 1, sedangkan nilai bobot 9. menggambarkan kasus
atribut yang penting absolut dibandingkan dengan yang lainnya. Skala Saaty dapat
dilihat pada Tabel 1.

Beberapa keuntungan menggunakan AHP sebagai alat analisis adalah (Saaty, 1993):
1. AHP memberi model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk beragam persoalan
yang tidak terstruktur.
2. AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem dalam
memecahkan persoalan kompleks.

3. AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam satu sistem dan tidak
memaksakan pemikiran linier.
4. AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah elemen-elemen
suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa
dalam setiap tingkat.
5. AHP memberi suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak terwujud untuk
mendapatkan prioritas.
6. AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam
menetapkan berbagai prioritas.
7. AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif.
8. AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan
memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka.
9. AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesis suatu hasil yang representatif dari
penilaian yang berbeda-beda.
10. AHP memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan
memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan.
Di dalam AHP, penetapan prioritas kebijakan dilakukan dengan menangkap secara rasional
persepsi orang, kemudian mengkonversi faktor-faktor yang intangible (yang tidak terukur) ke
dalam aturan yang biasa, sehingga dapat dibandingkan. Adapun tahapan dalam analisis data
sebagai berikut (Saaty, 1993):
1. Identifikasi sistem, yaitu untuk mengidentifikasi permasalahan dan menentukan solusi
yang diinginkan. Identifikasi sistem dilakukan dengan cara mempelajari referensi dan
berdiskusi dengan para pakar yang memahami permasalahan, sehingga diperoleh konsep
yang relevan dengan permasalahanyang dihadapi.
2. Penyusunan struktur hierarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan sub
tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling
bawah.
3. Perbandingan berpasangan, menggambarkan pengaruh relatif setiap elemen terhadap
masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Teknik perbandingan
berpasangan yang digunakan dalam AHP berdasarkan judgement atau pendapat dari
para responden yang dianggap sebagai key person. Mereka dapat terdiri atas: 1)
pengambil keputusan; 2) para pakar; 3) orang yang terlibat dan memahami permasalahan
yang dihadapi.
4. Matriks pendapat individu, formulasinya dapat disajikan sebagai berikut:

Dalam hal ini C1, C2, ..... Cn adalah set elemen pada satu tingkat dalam hierarki.
Kuantifikasi pendapat dari hasil perbandingan berpasangan membentuk matriks n x n.
Nilai aij merupakan nilai matriks pendapat hasil perbandingan yang mencerminkan nilai
kepentingan Ci terhadap Cj.
5. Matriks pendapat gabungan, merupakan matriks baru yang elemen-elemennya berasal
dari rata-rata geometrik elemen matriks pendapat individu yang nilai rasio
inkonsistensinya memenuhi syarat.
6. Pengolahan horisontal, yaitu : a) Perkalian baris; b) Perhitungan vektor prioritas atau
vektor ciri (eigen vektor); c) Perhitungan akar ciri (eigen value) maksimum, dan d)
Perhitungan rasio inkonsistensi. Nilai pengukuran konsistensi diperlukan untuk
menghitung konsistensi jawaban responden
7. Pengolahan vertikal, digunakan untuk menyusun prioritas pengaruh setiap elemen pada
tingkat hierarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama.
8. Revisi Pendapat, dapat dilakukan apabila nilai rasio inkonsistensi pendapat cukup tinggi
(>0,1). Beberapa ahli berpendapat jika jumlah revisi terlalu besar, sebaiknya responden
tersebut dihilangkan. Jadi penggunaan revisi ini sangat terbatas mengingat akan
terjadinya penyimpangan dari jawaban yang sebenarnya.

Anda mungkin juga menyukai