BAB II Aser
BAB II Aser
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Sendi temporomandibula merupakan salah satu komponen dari sistem pengunyahan
yang terdiri dari sepasang sendi kiri dan kanan yang masing-masing dapat bergerak
bebas dalam batas tertentu. Berbeda dengan persendian lain selalu berada pada
tempatnya dan tiap penyimpangan gerak keluar dari tempatnya menyebabkan dislokasi,
tidaklah demikian dengan sendi rahang. Kedua kondilus STM tidak selalu harus berada
dalam fosanya. Walaupun kondilus STM tidak selalu bergerak secara mandiri, masingmasing sisi dapat bergerak ke depan-belakang, kirikanan, maupun atas dan bawah.
Gerakan ini terikat, bergantung serta ditentukan oleh adanya koordinasi neuromuskular,
otot-otot mastikasi dan ligamen sendi. 1
TMJ merupakan salah satu bagian dari sistem stomatognati. Nelson dan Ash
menyatakan bahwa oklusi yang sempurna tidak mungkin ditemukan pada individu
dengan kelainan TMJ baik posisi dan kondisi TMJ tersebut. Fungsi otot pengunyahan
turut dipengaruhi oleh hubungan antara TMJ dan oklusi, sebaliknya tekanan otot-otot
pengunyahan merupakan salah satu faktor etiologi maloklusi. Tekanan otot-otot
pengunyahan yang tidak melampaui batas anatomis dan tanpa gangguan mekanis
merupakan salah satu syarat terjadinya harmoni fungsional dalam sistem stomatognati
dan merupakan intisari dari kedokteran gigi. 2
2.2. Anatomi Sendi Temporomandibular
TMJ atau sendi rahang adalah sendi yang menghubungkan temporal dan
mandibula yang terdiri dari:
1. Tulang mandibula dengan kondilusnya (ujung membulat)
2. Diskus yaitu jaringan penyambung antara kondilus dengan soketnya pada
tulang temporal
3. Sistem neurovaskuler
Persendian ini di lapisi oleh lapisan tipis dari kartilago dan dipisahkan oleh diskus.
Persendian ini secara konstan terpakai saat makan, berbicara dan menelan.
Gambar : Potongan sagital sendi temporomandibuler. Ruang sendi atas dan bawah
dalam kondisi normal terkompresi. Pada gambar ini ruangan tersebut dilebarkan
untuk memperlihatkan aspek anteroposterior. Daerah posterior bilaminae mengandung
fleksus vena.
2.3.Gangguan, Gejala Klinis dan Etiologi Temporomandibula Joint
Gangguan temporomandibular adalah istilah yang dipakai untuk sekelompok
gangguan yang mengganggu sendi temporomandibular, otot pengunyah, dan struktur
terkait yang mengakibatkan gejala umum berupa nyeri dan keterbatasan membuka
mulut. Biasanya pada praktek umum (general practitioner) pasien dengan gangguan
ini mengeluhkan gejala yang eprsisten atau nyeri wajah yang kronik. Biasanya nyeri
pada gangguan temporomandibular disertai suara click pada sendi rahang dan
keterbatasan membuka mulut.
Sekitar 60-70% populasi umum mempunyai setidaknya satu gejala gangguan
temporomadibualr. Tetapi, hanya seperempatnya yang menyadari adanya gangguan
tersebut. Lebih jauh lagi, hanya 5% dari kelompok orang dengan satu atau dua gejala
gangguan temporomandibular yang pergi ke dokter. Kelainan ini paling banyak
dialami perempuan (1:4), dan sering terjadi pada awal masa dewasa.3
Kelainan STM dapat dikelompokkan dalam 2 bagian yaitu : gangguan fungsi
akibat adanya kelainan struktural dan gangguan fungsi akibat adanya penyimpangan
dalam aktifitas salah satu komponen fungsi sistem mastikasi (disfungsi). Kelainan
STM akibat kelainan struktural jarang dijumpai dan terbanyak dijumpai adalah
disfungsi. 4
STM yang diberikan beban berlebih akan menyebabkan kerusakan pada
strukturnya atau mengganggu hubungan fungsional yang normal antara kondilus,
diskus, dan eminensia, yang akan menimbulkan rasa sakit, kelainan fungsi tubuh, atau
kedua-duanya. Idealnya, semua pergerakan STM harus terpenuhi tanpa rasa sakit dan
bunyi pada sendi.5
2.3.1 Kelainan Struktural
Kelainan struktural adalah kelainan yang disebabkan oleh perubahan
struktur persendian akibat gangguan pertumbuhan, trauma eksternal, penyakit
infeksi, atau neoplasma, dan umumnya jarang dijumpai.4
Gangguan pertumbuhan kongenital berkaitan dengan hal-hal yang terjadi
sebelum kelahiran yang menyebabkan kelainan perkembangan yang muncul
setelah kelahiran. Umumnya gangguan pertumbuhan tersebut terjadi pada
kondilus yang menyebabkan kelainan selain pada bentuk wajah yang
menimbulkan masalah estetis juga masalah fungsional. Cacat juga dapat terjadi
pada permukaan artikular, yang mana cacat ini dapat menyebabkan masalah pada
saat sendi berputar yang dapat pula melibatkan permukaan diskus. Cacat dapat
disebabkan karena trauma pada rahang bawah, peradangan, dan kelainan stuktural.
Perubahan di dalam artikular juga dapat terjadi karena variasi dari tekanan
emosional. Oleh karena itu, ketika tekanan emosional meningkat, maka tekanan
pada artikular berlebihan, menyebabkan terjadinya perubahan pergerakan.
Tekanan yang berlebihan pada sendi dapat mengakibatkan penipisan pada diskus.
Tekanan berlebihan yang terus menerus pada akhirnya menyebabkan perforasi dan
keausan sampai terjadi fraktur pada diskus yang dapat mendorong terjadinya
perubahan pada permukaan artikular.4
Beberapa penggolongan kelainan diskus telah diperkenalkan dari tahun ke
tahun, namun yang paling sering terjadi adalah :
1.
Gambar. Perpindahan diskus dengan reduksi. (a) Posisi sendi tertutup. (b)
Kondilus tidak bisa melewati batas posterior diskus. (c) Reduksi pada
diskus biasanya disertai dengan bunyi klik.
2.
struktural
akibat
penyakit
infeksi
dapat
Gangguan Fungsional
Gangguan fungsional adalah masalah-masalah STM yang timbul
akibat fungsi yang menyimpang karena adanya kelainan pada posisi dan/
atau fungsi gigi-geligi, atau otot-otot kunyah.4 Suatu keadaan fisiologis
atau yang biasa disebut orthofunction yakni batas toleransi tiap individu
saat melakukan pergeseran mandibula tanpa menimbulkan keluhan otot
ditandai dengan adanya keserasian antara morfologi oklusi dan fungsi
neuromuskular. Istilah keadaan ini dikenal sebagai zona toleransi
fisiologik. Apabila ada rangsangan yang menyimpang dari biasanya akibat
posisi gigi yang menimbulkan kontak prematur, respon yang akan timbul
bervariasi secara biologis, yang umumnya merupakan respon adaptif atau
periode adaptasi. Disini terjadi perubahan-perubahan adaptif pada jaringan
yang terlibat sebagai upaya menerima rangsangan yang menyimpang
tersebut. Beberapa contoh perubahan adaptif ini adalah ausnya permukaan
pada sisi kiri tidak nyaman, maka pasien akan memindahkan rahang bawah ke
kanan dan melakukan pengunyahan sebelah kanan. 4
Penyimpangan pada oklusal seperti maloklusi menunjukkan adanya
suatu hubungan yang salah antara rangka dengan gigi. Maloklusi ini dapat
disebabkan oleh karena keturunan, penelanan yang salah, kebiasaan
menghisap atau faktor gigi itu sendiri. Faktor keturunan berpengaruh terhadap
maloklusi, gigi insisivus yang berjejal, dan gigi diastema. Pola kebiasaan
menghisap atau gigitan silang posterior dan anterior dapat mengarah pada
maloklusi seperti open bite anterior, open bite posterior dan protrusi
bimaksilar. Faktor yang berasal dari gigi itu sendiri seperti kehilangan gigi
atau perawatan gigi yang tidak baik dapat menyebabkan kemiringan, protrusi,
dan rotasi gigi tetangganya. Bila maloklusi tidak terlalu parah, maka
keserasian oklusal dapat dipenuhi dan oklusi dapat berfungsi normal. Bila
oklusi berfungsi dengan baik antara gigi dan sendi maka otot akan bekerja
dengan ringan.5
Maloklusi dapat menyebabkan fase menutup mulut tidak sempurna.
Maloklusi yang membentuk ketidakserasian antara gigi dengan sendi ini
disebut maloklusi fungsional. Ketidakserasian oklusal pada maloklusi
fungsional memerlukan penyesuaian yang berlebih dari otot untuk
mempertahankan fungsi yang normal. Kemampuan penyesuaian otot ini
bervariasi tiap individu. Saat stress dampaknya dapat mengakibatkan disfungsi
rahang bawah. Beberapa penderita dapat menyesuaikan adanya maloklusi
fungsional yang parah tanpa gejala stress. Penderita lainnya dapat mengalami
gejala disfungsi rahang bawah yang parah karena kelainan oklusal yang kecil.5
2.3.2 Otot Kunyah
Kelainan otot dari STM menjadi keluhan yang paling umum terjadi
pada pasien. Dua pengamatan utama mengenai otot adalah kelainan fungsi
tubuh dan rasa sakit. Kasus sederhana kelainan STM jenis ini adalah
disebabkan oleh penggunaan yang berlebihan pada otot tersebut. Penyebab
umumnya seperti mengunyah permen karet secara terus-menerus, kebiasaan
menggigit kuku dan pensil. Kebanyakan kasus STM bukan merupakan
kasus yang sederhana. Kelainan otot dapat disebabkan karena infeksi/
peradangan, dan trauma yang menyebabkan terbentuknya fibrosis pada otot
sehingga otot tidak bebas bergerak dan menyebabkan rasa sakit yang
dikenal sebagai myofacial pain syndrom.
Menurut Schwartz dkk (1975), rasa nyeri pada atau di dekat sendi
disebabkan oleh fungsi yang tidak terkordinasi atau tidak harmonis dari
otot-otot mandibula. Mekanisme terjadinya perubahan aktivitas otot, masih
dalam perdebatan. Yemm (1976) tidak menemukan bukti bahwa maloklusi
dapat menimbulkan hiperaktivitas otot melalui mekanisme reflek walaupun
banyak yang mendukung pendapat klinis kontemporer tersebut.7
2.3.3
Psikologis
Adanya faktor psikologis pada etiologi beberapa kelainan STM sekarang
telah ditemukan dan menimbulkan hipotesa yang mengatakan emosi,
tingkah laku dan kepribadian merupakan penyebab utama dari sindrom rasa
sakit-disfungsi. Psikolog Freud klasik menunjukkan bahwa kelainan sendi
mungkin merupakan reaksi perubahan mulut dan otot, karena sifatnya yang
ekspresif, bekerja sebagai fokus tegangan emosi. Jadi, konflik ini
dikeluarkan dalam bentuk kebiasaan para fungsional seperti bruksism dan
aktivitas otot lain yang tidak normal.7
Walaupun telah dilakukan usaha untuk meneliti kepribadian turunan
yang mungkin berhubungan dengan penderita rasa sakit-disfungsi, masih
sedikit bukti yang diperoleh bahwa orang tersebut merupakan kelompok
tertentu (Rugh dan Solberg 1976). Kepribadian turunan biasanya dianggap
bersifat permanen tetapi tingkah laku juga dipengaruhi oleh keadaan emosi
jangka pendek seperti cemas, takut dan marah. Banyak ahli yang
menemukan bahwa pasien dengan gangguan STM lebih cemas daripada
kelompok kontrol. Emosi sangat sering terlihat pada wajah misalnya
gembira, sedih, cemas, frustasi, takut dan marah semuanya dapat dicatat
oleh otot ekspresi wajah dan berhubungan erat dengan otot kunyah. Rugh
dkk 1976 telah membuktikan bahwa pasien dengan penyakit STM memberi
respon terhadap tekanan emosi berupa kenaikan aktivitas otot masseter dan
temporal. Hal ini dapat berupa ketegangan otot yang besar atau aktivitas
parafungsional oromuskular.7
2.4 Patofisiologi
Mekanisme dislokasi sendi temporomandibular bervariasi tergantung pada jenis
dislokasi seperti dislokasi akut, kronis menahun, dan rekuren kronis. Mekanisme tersebut
sangat berhubungan dengan struktur dan fungsi sendi temporomandibular yaitu sebagai
sistem pengunyahan yang dinamis.8
Kapsul sendi merupakan struktur paling penting yang berperan dalam
menstabilisasi sendi dandiperkuat oleh ligamen lateral, meskipun demikian pergeseran
kondilus dari fossa glenoid juga sangat dipengaruhi oleh morfologi kondilus, fossa
glenoid, eminensia artikularis, arkus zigomatikus, dan fisura squamotimpaniFaktorfaktor tersebut dapat mempengaruhi jenis dan arah dislokasi. Selain itu, umur, gigi geligi,
penyebab dan lama dislokasi serta fungsi otot pengunyahan secara signifikan
berpengaruh pada mekanisme dan penatalaksanaan dislokasi sendi temporomandibular.9
2.6 Pemeriksaan Klinis
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
2.7 Penatalaksanaan
Keberhasilan perawatan STM pada sebagian besar keadaan tergantung pada etiologi
dan pemeriksaan yang menyeluruh dari keadaan klinis. Cara perawatan yang rasional
diarahkan untuk menghilangkan beban yang berlebih pada sendi, terutama dengan
mengurangi aksi otot yang berlebihan serta abnormal. Adapun, perawatan STM yang
dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Perawatan secara konservatif
2. Perawatan secara operatif
Cara perawatan tersebut hanya suatu pedoman karena ada beberapa tehnik perawatan
yang mengikut sertakan lebih dari satu bidang ilmu. Perawatan dari setiap keadaan harus
disesuaikan dengan kebutuhan pasien, serta waktu dan fasilitas juga perlu
dipertimbangkan. Lingkungan klinik pendidikan yang ramai tidak baik untuk merawat
penderita kelainan STM. Bila perawatan dilakukan di rumah sakit, maka harus ada ruang
khusus untuk tujuan ini , tetapi walaupun demikian, ruang operasi pribadi/ kamar praktek
merupakan lingkungan yang paling sesuai.7
2.7.1 Perawatan Secara Konservatif
Umumnya, rasa tidak enak mendorong pasien mencari pertolongan. Perawatan
yang segera dan efisien tidak hanya dapat meredakan penderitaannya tetapi juga
membantu mengembalikan rasa percaya diri pasien. Adapun perawatan secara
konservatif adalah : mengistirahatkan rahang, obat-obatan, latihan, terapi fisik, splin
oklusal, perawatan psikososial, karies dan kelainan patologi yang lain, protesa, terapi
oklusal, dan faktor pendukung yang lain.7
a. Mengistirahatkan Rahang
Kunjungan pertama biasanya hanya digunakan untuk menentukan
diagnosa dan menenangkan pasien, tetapi dapat juga ditambah dengan
pemberian nasehat untuk mengistirahatkan rahang dan pengobatan sederhana.
Istirahat, berarti menghindari pergerakan rahang yang berlebihan seperti
menguap, atau gerak untuk mengunyah makanan yang keras. Gerakan ini
memang menimbulkan rasa nyeri dan oleh karena itu , pasien dianjurkan untuk
menghindari pergerakan yang menimbulkan rasa nyeri. Diet lunak dianjurkan
dan semua makanan harus dipotong kecil-kecil. Seperti apel harus dipotongpotong, bukan digigit. Bila mungkin, semua pergerakan rahang yang
menimbulkan kliking harus dihindari, walaupun hal ini sulit dilakukan. Dapat
juga menganjurkan pasien agar jangan berteriak terhadap keluarga, tetapi hal
ini sulit dilakukan. Analogi yang lain dalam memberikan nasehat kepada
pasien adalah dengan perumpamaan seperti pasien dengan kaki keseleo.
Keadaan ini akan cepat membaik bila kaki diistirahatkan dengan menggantung
kaki ke atas bukan terus menerus menggunakannya untuk berjalan.7
b. Obat-obatan
Perawatan farmakologik dapat membantu meredakan gejala kelainan
STM seperti rasa sakit, hiperaktivitas otot, ansietas, dan depresi. Baik
pengalaman klinis maupun studi eksperimental terkendali menunjukkan
bahwa farmakoterapi dapat menjadi katalis kuat bagi rasa nyaman pasien dan
rehabilitasinya bila digunakan sebagai program tatalaksana komprehensif.
Obat-obat yang bermanfaat dalam perawatan STM terdiri dari analgetika,
kortikosteroid, relaksan otot, anti ansietas, dan anti depresi. Walaupun ada
dan
kontraksi
otot.
Iontoforesis
digunakan
untuk
masalah
tiruan yang abrasi, tidak memiliki desain yang baik dan longgar. Gigitan yang
terlalu tinggi dapat merangsang sendi terkena beban yang lebih besar dari
biasa. Protesa yang longgar dapat merangsang aktivitas otot parafungsional
atau fungsi abnormal untuk menstabilkannya selama pasien mengunyah atau
istirahat. Protesa overlay dapat digunakan bila terdapat atrisi gigi yang
menyeluruh.7
i. Terapi Oklusal
Perawatan dental mungkin diperlukan untuk pasien kelainan STM,
namun diyakini bahwa kebutuhan ini tidak sering dijumpai. Terapi oklusal ini
dianggap perlu untuk perawatan menyeluruh pada pasien dengan kelainan
STM, bila dukungan oklusal yang ada tidak memadai untuk struktur STM dan
bila kurang stabilnya oklusi secara langsung berkaitan dengan menjadi
parahnya gejala kelainan STM setelah perawatan awal berhasil. Terapi oklusal
ini dapat berupa penyesuaian oklusi seperti pengasahan selektif untuk
memperbaiki keadaan oklusal pada restorasi yang terlalu tinggi), terapi
restoratif seperti pembuatan treatment plate atau treatment denture bila ada
penurunan dimensi vertikal disertai dengan pergeseran posisi akhir mandibula,
atau perawatan ortodontik dengan atau tanpa bedah ortognatik untuk
maloklusi
dentoskeletal
yang
parah.
Perawatan
ini
hendaknya
DAFTAR PUSTAKA
1. Okeson J. P. Management of temporomandibular disorder and occlusion. 4th ed.
USA : Mosby Year Book, 1998 : 1-28, 353-89, 391-411, 474-502, 519-30, 555- 75
2. Nelson SJ, Ash MM. Wheeler's Dental Anatomy, Physiology, And Occlusion.
Missouri: Saunders, 2010.
3. Holdcroft A, Power I. Management of pain. BMJ 2003;326:635-9
4. Mardjono Daroewati. Biomekanika sendi temporomandibula serta disfungsi dan
perawatannya ditinjau dari sudut prostodonsia. Journal of The Indonesian Oral
Surgeon Association 2001 : 95-102
5. Gross S. G, Pertes R. A. Clinical management of temporomandibular disorders and
orofacial pain. USA : Quintessence Books, 1995 : 69-89, 91-108, 109-21, 211-26.