Anda di halaman 1dari 17

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Sendi temporomandibula merupakan salah satu komponen dari sistem pengunyahan
yang terdiri dari sepasang sendi kiri dan kanan yang masing-masing dapat bergerak
bebas dalam batas tertentu. Berbeda dengan persendian lain selalu berada pada
tempatnya dan tiap penyimpangan gerak keluar dari tempatnya menyebabkan dislokasi,
tidaklah demikian dengan sendi rahang. Kedua kondilus STM tidak selalu harus berada
dalam fosanya. Walaupun kondilus STM tidak selalu bergerak secara mandiri, masingmasing sisi dapat bergerak ke depan-belakang, kirikanan, maupun atas dan bawah.
Gerakan ini terikat, bergantung serta ditentukan oleh adanya koordinasi neuromuskular,
otot-otot mastikasi dan ligamen sendi. 1
TMJ merupakan salah satu bagian dari sistem stomatognati. Nelson dan Ash
menyatakan bahwa oklusi yang sempurna tidak mungkin ditemukan pada individu
dengan kelainan TMJ baik posisi dan kondisi TMJ tersebut. Fungsi otot pengunyahan
turut dipengaruhi oleh hubungan antara TMJ dan oklusi, sebaliknya tekanan otot-otot
pengunyahan merupakan salah satu faktor etiologi maloklusi. Tekanan otot-otot
pengunyahan yang tidak melampaui batas anatomis dan tanpa gangguan mekanis
merupakan salah satu syarat terjadinya harmoni fungsional dalam sistem stomatognati
dan merupakan intisari dari kedokteran gigi. 2
2.2. Anatomi Sendi Temporomandibular
TMJ atau sendi rahang adalah sendi yang menghubungkan temporal dan
mandibula yang terdiri dari:
1. Tulang mandibula dengan kondilusnya (ujung membulat)
2. Diskus yaitu jaringan penyambung antara kondilus dengan soketnya pada
tulang temporal
3. Sistem neurovaskuler
Persendian ini di lapisi oleh lapisan tipis dari kartilago dan dipisahkan oleh diskus.
Persendian ini secara konstan terpakai saat makan, berbicara dan menelan.

Gambar : Potongan sagital sendi temporomandibuler. Ruang sendi atas dan bawah
dalam kondisi normal terkompresi. Pada gambar ini ruangan tersebut dilebarkan
untuk memperlihatkan aspek anteroposterior. Daerah posterior bilaminae mengandung
fleksus vena.
2.3.Gangguan, Gejala Klinis dan Etiologi Temporomandibula Joint
Gangguan temporomandibular adalah istilah yang dipakai untuk sekelompok
gangguan yang mengganggu sendi temporomandibular, otot pengunyah, dan struktur
terkait yang mengakibatkan gejala umum berupa nyeri dan keterbatasan membuka
mulut. Biasanya pada praktek umum (general practitioner) pasien dengan gangguan
ini mengeluhkan gejala yang eprsisten atau nyeri wajah yang kronik. Biasanya nyeri
pada gangguan temporomandibular disertai suara click pada sendi rahang dan
keterbatasan membuka mulut.
Sekitar 60-70% populasi umum mempunyai setidaknya satu gejala gangguan
temporomadibualr. Tetapi, hanya seperempatnya yang menyadari adanya gangguan
tersebut. Lebih jauh lagi, hanya 5% dari kelompok orang dengan satu atau dua gejala
gangguan temporomandibular yang pergi ke dokter. Kelainan ini paling banyak
dialami perempuan (1:4), dan sering terjadi pada awal masa dewasa.3
Kelainan STM dapat dikelompokkan dalam 2 bagian yaitu : gangguan fungsi
akibat adanya kelainan struktural dan gangguan fungsi akibat adanya penyimpangan
dalam aktifitas salah satu komponen fungsi sistem mastikasi (disfungsi). Kelainan

STM akibat kelainan struktural jarang dijumpai dan terbanyak dijumpai adalah
disfungsi. 4
STM yang diberikan beban berlebih akan menyebabkan kerusakan pada
strukturnya atau mengganggu hubungan fungsional yang normal antara kondilus,
diskus, dan eminensia, yang akan menimbulkan rasa sakit, kelainan fungsi tubuh, atau
kedua-duanya. Idealnya, semua pergerakan STM harus terpenuhi tanpa rasa sakit dan
bunyi pada sendi.5
2.3.1 Kelainan Struktural
Kelainan struktural adalah kelainan yang disebabkan oleh perubahan
struktur persendian akibat gangguan pertumbuhan, trauma eksternal, penyakit
infeksi, atau neoplasma, dan umumnya jarang dijumpai.4
Gangguan pertumbuhan kongenital berkaitan dengan hal-hal yang terjadi
sebelum kelahiran yang menyebabkan kelainan perkembangan yang muncul
setelah kelahiran. Umumnya gangguan pertumbuhan tersebut terjadi pada
kondilus yang menyebabkan kelainan selain pada bentuk wajah yang
menimbulkan masalah estetis juga masalah fungsional. Cacat juga dapat terjadi
pada permukaan artikular, yang mana cacat ini dapat menyebabkan masalah pada
saat sendi berputar yang dapat pula melibatkan permukaan diskus. Cacat dapat
disebabkan karena trauma pada rahang bawah, peradangan, dan kelainan stuktural.
Perubahan di dalam artikular juga dapat terjadi karena variasi dari tekanan
emosional. Oleh karena itu, ketika tekanan emosional meningkat, maka tekanan
pada artikular berlebihan, menyebabkan terjadinya perubahan pergerakan.
Tekanan yang berlebihan pada sendi dapat mengakibatkan penipisan pada diskus.
Tekanan berlebihan yang terus menerus pada akhirnya menyebabkan perforasi dan
keausan sampai terjadi fraktur pada diskus yang dapat mendorong terjadinya
perubahan pada permukaan artikular.4
Beberapa penggolongan kelainan diskus telah diperkenalkan dari tahun ke
tahun, namun yang paling sering terjadi adalah :
1.

Perubahan tempat diskus dengan reduksi : diskus yang mengalami


pengurangan dalam pergerakan membuka mulut, pada umumnya terjadi
clicking sewaktu membuka dan menutup mulut.

Gambar. Perpindahan diskus dengan reduksi. (a) Posisi sendi tertutup. (b)
Kondilus tidak bisa melewati batas posterior diskus. (c) Reduksi pada
diskus biasanya disertai dengan bunyi klik.
2.

Perubahan tempat diskus tanpa reduksi6

Gambar. Perpindahan diskus tanpa reduksi. (a) Posisi sendi tertutup.


(b) Kegagalan mengembalikan perpindahan diskus saat pergerakan
translasi. (c) Posisi diskus berpindah yang menghalangi pergerakan
kondilus secara normal.
Perubahan ini menunjukkan gangguan pada diskus yang terjadi
secara meluas, biasanya ada rasa sakit, bunyi, dan pengurangan
pergerakan. Dalam hal ini tidak ada korelasi antara variasi diskuskondilus dengan gejala klinis. Pada beberapa pasien dibuktikan bahwa
kelainan pada diskus menimbulkan gejala sedikit, sedangkan pada
pasien lain gejala terjadi lebih banyak tanpa ada perubahan pada STM
secara struktural.

Kelainan struktural akibat trauma pada STM dapat


menyebabkan kerusakan pada jaringan, kondilus, ataupun keduanya.
Konsekuensi yang mungkin terjadi adalah dislokasi,hemarthrosis, atau
fraktur kondilus. Pasien yang mengalami dislokasi tidak dapat
menutup mulut dan terdapat kelainan open bite anterior, serta dapat
tekanan pada satu atau kedua saluran pendengaran.
Kelainan struktural akibat trauma pada STM juga dapat
menyebabkan suatu edema atau hemorrhage di dalam sendi. Jika
trauma belum menyebabkan fraktur mandibula, pada umumnya pasien
akan mengalami pembengkakan pada daerah STM, sakit bila
digerakkan, dan pergerakan sendi berkurang. Kondisi ini kadangkadang dikenal sebagai radang sendi traumatis.6
Kelainan

struktural

akibat

penyakit

infeksi

dapat

mempengaruhi sistem musculoskeletal yang banyak melibatkan STM,


penyakit-penyakit tersebut antara lain osteoarthritis/ osteoarthrosis dan
rheumatoid arthritis. Osteoarthritis adalah suatu kelainan STM
noninflamasi dengan kondisi asimtomatik dan pada awalnya
melibatkan cartilage dan lapisan subchondrial dari sendi. Rheumatoid
arthritis adalah suatu penyakit peradangan sistemik yang melibatkan
sekeliling STM.6
2.3.2

Gangguan Fungsional
Gangguan fungsional adalah masalah-masalah STM yang timbul
akibat fungsi yang menyimpang karena adanya kelainan pada posisi dan/
atau fungsi gigi-geligi, atau otot-otot kunyah.4 Suatu keadaan fisiologis
atau yang biasa disebut orthofunction yakni batas toleransi tiap individu
saat melakukan pergeseran mandibula tanpa menimbulkan keluhan otot
ditandai dengan adanya keserasian antara morfologi oklusi dan fungsi
neuromuskular. Istilah keadaan ini dikenal sebagai zona toleransi
fisiologik. Apabila ada rangsangan yang menyimpang dari biasanya akibat
posisi gigi yang menimbulkan kontak prematur, respon yang akan timbul
bervariasi secara biologis, yang umumnya merupakan respon adaptif atau
periode adaptasi. Disini terjadi perubahan-perubahan adaptif pada jaringan
yang terlibat sebagai upaya menerima rangsangan yang menyimpang
tersebut. Beberapa contoh perubahan adaptif ini adalah ausnya permukaan

oklusal gigi, timbulnya pelebaran membran periodontal, atau resorpsi


alveolar setempat. Periode adaptasi ini akan berjalan terus sampai batas
toleransi fisiologis otot-otot atau jaringan sekitar telah terlampaui. Berapa
lama zona adaptasi ini akan berlangsung sangat berbeda antara individu
yang satu dan yang lain, dan dipengaruhi oleh keadaan psikologis. Setelah
batas toleransi fisiologis ini terlampaui, respon jaringan itu menimbulkan
perubahan yang sifatnya lebih patologis atau disebut juga pathofunction.
Pada fase ini respon jaringan (sendi, jaringan periodontal, ataupun otototot) sifatnya patologi. Keluhan dapat dirasakan pada otot-otot penggerak
mandibula, atau dapat pula pada sendi temporomandibula. 4
Gejala kelainan STM dapat dikelompokkan menjadi, rasa nyeri, bunyi
dan disfungsi. Rasa nyeri adalah gejala yang paling sering menyebabkan
pasien mencari perawatan. Rasa nyeri bersifat subjektif dan sulit untuk
dievaluasi. Setiap orang memiliki ambang batas yang berbeda dan
penerimaan yang berbeda terhadap rasa nyeri, dan mungkin juga terdapat
faktor psikogenik.

Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menunjukkan sifat rasa


nyeri, berdenyut-denyut, terbakar, dan samar-samar. Daerah penyebaran
rasa nyeri yang paling sering dari sendi adalah telinga, pipi dan daerah
temporal. Tetapi sebaliknya, rasa nyeri dari daerah didekatnya dapat meluas
ke sendi. Sinus, telinga, dan molar ketiga harus diperiksa. Perubahan
temperatur dalam mulut dapat menimbulkan rasa nyeri yang menunjukkan
bahwa asalnya dari pulpa, yang sering sulit ditentukan letaknya. Bahkan
bagian tepi gigi yang sensitif dapat menimbulkan rasa sakit. Rasa nyeri juga
menonjol pada nyeri tekan otot sekitar sendi. Bunyi keletuk sendi terdengar
sewaktu pasien menutup dan membuka mulut. Ketidakmampuan untuk
mengoklusikan gigi-geligi dengan normal dan pada keadaan ini keluhan
pasien dapat berupa rahang terasa bengkak tetapi keadaan tersebut jarang
terlihat secara klinis. Kekakuan sendi merupakan keluhan yang paling
sering terjadi. Kadangkala terdapat keterbatasan membuka mulut dan
gerakan mandibula yang terbatas, saat mengunyah tidak terdapat koordinasi
rahang sehingga dirasakan tidak nyaman waktu mengunyah. Keluhan lain
adalah sakit kepala. 6

Etiologi Gangguan Fungsional Sendi Temporomandibula Ditinjau dari


segi penyebabnya kelainan STM multifaktor, dapat bersumber pada
komponennya sendiri atau diluar STM seperti anatomi STM termasuk
oklusi dan neuromuskular dan latar belakang psikologis. Namun kelainan
oklusal dan tekanan psikologis paling erat hubungannya.
2.3.1 Gigi Geligi
Oklusi dapat didefinisikan sebagai hubungan kontak statik antara
tonjol-tonjol gigi atau permukaan kunyah dari gigi geligi atas dan bawah.
Ketidakseimbangan oklusi merupakan salah satu faktor penyebab yang sangat
sering ditemui pada pasien-pasien disfungsi STM yang terjadi oleh berbagai
macam sebab antara lain tumpatan /restorasi yang terlalu tinggi atau rendah,
perawatan ortodontik yang kurang memperhatikan keseimbangan fungsional
oklusi atau perubahan bidang oklusal akibat hilangnya satu gigi atau lebih.
Mardjono (1989) menemukan bahwa bukan hilangnya gigi yang penting
dalam proses patologis ini, melainkan akibat-akibat yang timbul pada gigi-gigi
tetangga atau lawannya.
Gigi-gigi tetangga yang hilang secara bertahap akan mengalami
perubahan posisi, bergeser kearah diastema dan miring, sedang gigi
antagonisnya akan mengalami ekstrusi. Perubahan-perubahan tersebut
menyebabkan kurve oklusal berubah bentuk, lengkung menjadi bergelombang
sehingga gerakan artikulasi menjadi tidak lancar. Benturanbenturan akan
terjadi setiap kali mandibula bergerak ke posisi oklusi sentrik dan secara tidak
disadari, pasien merubah lintasan buka/tutup mandibula atau menarik
mandibula ke posisi akhir yang enak. Perubahan lintasan ini menyebabkan
perubahan posisi mandibula bergeser dari sentrik dan keseimbangan otot-otot
berubah ada yang aktif dan ada yang kurang aktif.
Secara bertahap apabila toleransi fisiologis otot terlampaui maka akan
timbul kelelahan pada otot dan menimbulkan spasme yang oleh pasien
dirasakan sebagai nyeri bila otot berfungsi. Begitu juga halnya dengan
kondilus, ketidakseimbangan ini menyebabkan posisi mandibula terungkit
sehingga posisi kondilus juga berubah satu kondilus berada pada posisi
superior dan yang lain pada posisi inferior. Kebiasaan mengunyah pada satu
sisi juga merupakan penyebab terjadinya disharmoni oklusi seperti mengunyah

pada sisi kiri tidak nyaman, maka pasien akan memindahkan rahang bawah ke
kanan dan melakukan pengunyahan sebelah kanan. 4
Penyimpangan pada oklusal seperti maloklusi menunjukkan adanya
suatu hubungan yang salah antara rangka dengan gigi. Maloklusi ini dapat
disebabkan oleh karena keturunan, penelanan yang salah, kebiasaan
menghisap atau faktor gigi itu sendiri. Faktor keturunan berpengaruh terhadap
maloklusi, gigi insisivus yang berjejal, dan gigi diastema. Pola kebiasaan
menghisap atau gigitan silang posterior dan anterior dapat mengarah pada
maloklusi seperti open bite anterior, open bite posterior dan protrusi
bimaksilar. Faktor yang berasal dari gigi itu sendiri seperti kehilangan gigi
atau perawatan gigi yang tidak baik dapat menyebabkan kemiringan, protrusi,
dan rotasi gigi tetangganya. Bila maloklusi tidak terlalu parah, maka
keserasian oklusal dapat dipenuhi dan oklusi dapat berfungsi normal. Bila
oklusi berfungsi dengan baik antara gigi dan sendi maka otot akan bekerja
dengan ringan.5
Maloklusi dapat menyebabkan fase menutup mulut tidak sempurna.
Maloklusi yang membentuk ketidakserasian antara gigi dengan sendi ini
disebut maloklusi fungsional. Ketidakserasian oklusal pada maloklusi
fungsional memerlukan penyesuaian yang berlebih dari otot untuk
mempertahankan fungsi yang normal. Kemampuan penyesuaian otot ini
bervariasi tiap individu. Saat stress dampaknya dapat mengakibatkan disfungsi
rahang bawah. Beberapa penderita dapat menyesuaikan adanya maloklusi
fungsional yang parah tanpa gejala stress. Penderita lainnya dapat mengalami
gejala disfungsi rahang bawah yang parah karena kelainan oklusal yang kecil.5
2.3.2 Otot Kunyah
Kelainan otot dari STM menjadi keluhan yang paling umum terjadi
pada pasien. Dua pengamatan utama mengenai otot adalah kelainan fungsi
tubuh dan rasa sakit. Kasus sederhana kelainan STM jenis ini adalah
disebabkan oleh penggunaan yang berlebihan pada otot tersebut. Penyebab
umumnya seperti mengunyah permen karet secara terus-menerus, kebiasaan
menggigit kuku dan pensil. Kebanyakan kasus STM bukan merupakan
kasus yang sederhana. Kelainan otot dapat disebabkan karena infeksi/
peradangan, dan trauma yang menyebabkan terbentuknya fibrosis pada otot

sehingga otot tidak bebas bergerak dan menyebabkan rasa sakit yang
dikenal sebagai myofacial pain syndrom.
Menurut Schwartz dkk (1975), rasa nyeri pada atau di dekat sendi
disebabkan oleh fungsi yang tidak terkordinasi atau tidak harmonis dari
otot-otot mandibula. Mekanisme terjadinya perubahan aktivitas otot, masih
dalam perdebatan. Yemm (1976) tidak menemukan bukti bahwa maloklusi
dapat menimbulkan hiperaktivitas otot melalui mekanisme reflek walaupun
banyak yang mendukung pendapat klinis kontemporer tersebut.7
2.3.3

Psikologis
Adanya faktor psikologis pada etiologi beberapa kelainan STM sekarang
telah ditemukan dan menimbulkan hipotesa yang mengatakan emosi,
tingkah laku dan kepribadian merupakan penyebab utama dari sindrom rasa
sakit-disfungsi. Psikolog Freud klasik menunjukkan bahwa kelainan sendi
mungkin merupakan reaksi perubahan mulut dan otot, karena sifatnya yang
ekspresif, bekerja sebagai fokus tegangan emosi. Jadi, konflik ini
dikeluarkan dalam bentuk kebiasaan para fungsional seperti bruksism dan
aktivitas otot lain yang tidak normal.7
Walaupun telah dilakukan usaha untuk meneliti kepribadian turunan
yang mungkin berhubungan dengan penderita rasa sakit-disfungsi, masih
sedikit bukti yang diperoleh bahwa orang tersebut merupakan kelompok
tertentu (Rugh dan Solberg 1976). Kepribadian turunan biasanya dianggap
bersifat permanen tetapi tingkah laku juga dipengaruhi oleh keadaan emosi
jangka pendek seperti cemas, takut dan marah. Banyak ahli yang
menemukan bahwa pasien dengan gangguan STM lebih cemas daripada
kelompok kontrol. Emosi sangat sering terlihat pada wajah misalnya
gembira, sedih, cemas, frustasi, takut dan marah semuanya dapat dicatat
oleh otot ekspresi wajah dan berhubungan erat dengan otot kunyah. Rugh
dkk 1976 telah membuktikan bahwa pasien dengan penyakit STM memberi
respon terhadap tekanan emosi berupa kenaikan aktivitas otot masseter dan
temporal. Hal ini dapat berupa ketegangan otot yang besar atau aktivitas
parafungsional oromuskular.7

2.4 Patofisiologi
Mekanisme dislokasi sendi temporomandibular bervariasi tergantung pada jenis
dislokasi seperti dislokasi akut, kronis menahun, dan rekuren kronis. Mekanisme tersebut
sangat berhubungan dengan struktur dan fungsi sendi temporomandibular yaitu sebagai
sistem pengunyahan yang dinamis.8
Kapsul sendi merupakan struktur paling penting yang berperan dalam
menstabilisasi sendi dandiperkuat oleh ligamen lateral, meskipun demikian pergeseran
kondilus dari fossa glenoid juga sangat dipengaruhi oleh morfologi kondilus, fossa
glenoid, eminensia artikularis, arkus zigomatikus, dan fisura squamotimpaniFaktorfaktor tersebut dapat mempengaruhi jenis dan arah dislokasi. Selain itu, umur, gigi geligi,
penyebab dan lama dislokasi serta fungsi otot pengunyahan secara signifikan
berpengaruh pada mekanisme dan penatalaksanaan dislokasi sendi temporomandibular.9
2.6 Pemeriksaan Klinis

Anamnesis

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan penunjang seperti foto roentgen atau MRI

2.7 Penatalaksanaan
Keberhasilan perawatan STM pada sebagian besar keadaan tergantung pada etiologi
dan pemeriksaan yang menyeluruh dari keadaan klinis. Cara perawatan yang rasional
diarahkan untuk menghilangkan beban yang berlebih pada sendi, terutama dengan
mengurangi aksi otot yang berlebihan serta abnormal. Adapun, perawatan STM yang
dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Perawatan secara konservatif
2. Perawatan secara operatif
Cara perawatan tersebut hanya suatu pedoman karena ada beberapa tehnik perawatan
yang mengikut sertakan lebih dari satu bidang ilmu. Perawatan dari setiap keadaan harus
disesuaikan dengan kebutuhan pasien, serta waktu dan fasilitas juga perlu
dipertimbangkan. Lingkungan klinik pendidikan yang ramai tidak baik untuk merawat
penderita kelainan STM. Bila perawatan dilakukan di rumah sakit, maka harus ada ruang

khusus untuk tujuan ini , tetapi walaupun demikian, ruang operasi pribadi/ kamar praktek
merupakan lingkungan yang paling sesuai.7
2.7.1 Perawatan Secara Konservatif
Umumnya, rasa tidak enak mendorong pasien mencari pertolongan. Perawatan
yang segera dan efisien tidak hanya dapat meredakan penderitaannya tetapi juga
membantu mengembalikan rasa percaya diri pasien. Adapun perawatan secara
konservatif adalah : mengistirahatkan rahang, obat-obatan, latihan, terapi fisik, splin
oklusal, perawatan psikososial, karies dan kelainan patologi yang lain, protesa, terapi
oklusal, dan faktor pendukung yang lain.7
a. Mengistirahatkan Rahang
Kunjungan pertama biasanya hanya digunakan untuk menentukan
diagnosa dan menenangkan pasien, tetapi dapat juga ditambah dengan
pemberian nasehat untuk mengistirahatkan rahang dan pengobatan sederhana.
Istirahat, berarti menghindari pergerakan rahang yang berlebihan seperti
menguap, atau gerak untuk mengunyah makanan yang keras. Gerakan ini
memang menimbulkan rasa nyeri dan oleh karena itu , pasien dianjurkan untuk
menghindari pergerakan yang menimbulkan rasa nyeri. Diet lunak dianjurkan
dan semua makanan harus dipotong kecil-kecil. Seperti apel harus dipotongpotong, bukan digigit. Bila mungkin, semua pergerakan rahang yang
menimbulkan kliking harus dihindari, walaupun hal ini sulit dilakukan. Dapat
juga menganjurkan pasien agar jangan berteriak terhadap keluarga, tetapi hal
ini sulit dilakukan. Analogi yang lain dalam memberikan nasehat kepada
pasien adalah dengan perumpamaan seperti pasien dengan kaki keseleo.
Keadaan ini akan cepat membaik bila kaki diistirahatkan dengan menggantung
kaki ke atas bukan terus menerus menggunakannya untuk berjalan.7
b. Obat-obatan
Perawatan farmakologik dapat membantu meredakan gejala kelainan
STM seperti rasa sakit, hiperaktivitas otot, ansietas, dan depresi. Baik
pengalaman klinis maupun studi eksperimental terkendali menunjukkan
bahwa farmakoterapi dapat menjadi katalis kuat bagi rasa nyaman pasien dan
rehabilitasinya bila digunakan sebagai program tatalaksana komprehensif.
Obat-obat yang bermanfaat dalam perawatan STM terdiri dari analgetika,
kortikosteroid, relaksan otot, anti ansietas, dan anti depresi. Walaupun ada

kecendrungan para dokter untuk mengandalkan obat favorit tunggal,


sebetulnya tak ada satu pun obat yang benar-benar terbukti manjur untuk
seluruh spektrum STM. Untuk menghindari komplikasi tak diharapkan dan
efek interaksi buruk serta mencapai kemujaraban maksimal suatu jenis obat,
penting sekali memahami spektrum obat-obat yang dapat diberikan untuk
STM dan masalah yang lain timbul karena pemakaiannya
c. Latihan
Alasan dari perawatan dengan latihan adalah untuk merangsang fungsi
mandibula yang normal. Cara ini dapat membantu pasien untuk merelaksasi
otot rahang, leher, dan bahu bagian atas, karena dengan demikian otot-otot
letih untuk melakukan aktivitas secara benar sekaligus juga melepaskan
ketegangan otot. Biasanya dengan latihan teratur dan terarah keluhan akan
hilang dalam waktu 3-5 hari. Latihan ini dilakukan selama 10 menit perhari
dalam lingkungan yang sunyi, di depan kaca. Program latihan membuka mulut
secara aktif yaitu pergerakan laterotrusif ke kiri dan ke kanan, dan pergerakan
protrusif. Masing-masing pergerakan diulangi 8-10 kali. Pergerakan ini
dilakukan secara maksimal dan mandibula berada pada posisi buka maksimal
untuk beberapa detik pada masingmasing pergerakan.
d. Terapi Fisik
Terapi fisik merupakan terapi yang mendukung terapi kelainan STM
lainnya yakni terapi oklusal dan terapi psikososial. Terapi ini penting dalam
kesuksesan manajemen terapi kelainan STM. Terapi fisik dibagi dalam dua
kategori yakni : modalities dan teknik manual. Modalities adalah cara-cara
fisik untuk pengubahan termal, histokemikal dan fisiologik. Tipe-tipe
Modalities terdiri dari terapi panas, terapi dingin, elektroterapi, terapi
ultrasound, iontoforesis, dan akupunktur. Terapi panas dapat mengurangi rasa
nyeri dan kekakuan otot. Caranya adalah meletakkan handuk basah hangat
selama 10-15 menit pada daerah yang terserang (biasanya pada daerah
masseter).10
Terapi dingin adalah metode yang sederhana dengan menggunakan es
yang diletakkan pada area yang spasme untuk mengurangi rasa nyeri.
Peralatan elektroterapi yang menghasilkan perubahan termal, histokemikal,
dan fisiologik pada otot-otot sendi dibagi dalam stimulasi tegangan tinggi
(stimulasi elektrogalvanik) dan stimulasi tegangan rendah (stimulasi saraf
elektrik transkutan). Cara ini mengurangi aktivitas dan nyeri otot serta

mempercepat penyembuhan. Terapi ultrasound digunakan untuk menimbulkan


panas yang dalam di daerah sendi, menyembuhkan kontraktur sendi dengan
mempertinggi peregangan jaringan lunak ekstrakapsular, meredakan nyeri
kronik,

dan

kontraksi

otot.

Iontoforesis

digunakan

untuk

masalah

muskuloskeletal berupa obat (preparat anti inflamasiatau analgetika ) ditarik


melalui kulit ke daerah yang terkena pada jaringan dibawahnya. Akupunktur
digunakan untuk peratawan nyeri kronik pada salauran kecil neural.10
Sedangkan pada teknik manual terdiri dari tiga kategori yaitu :
mobilisasi jaringan lunak, muscle conditioning, dan joint distraction.
Mobilisasi jaringan lunak merupakan stimulasi dengan cara masase pada
daerah nervus sensori kutaneus untuk mengurangi rasa nyeri. Muscle
conditioning adalah terapi fisik yang bertujuan merestorasi fungsi otot menjadi
normal. Teknik muscle conditioning ini ada beberapa kategori antara lain
membatasi pergerakan mandibula dan terapi relaksasi dengan mengkontrol
stres emosional. Distraksi pasif pada sendi dapat menambah pergerakan dan
menghambat aktivitas otot yang menarik melawan sendi sehingga otot dapat
relaksasi. Cara ini dilakukan dengan menekan pada area molar dua bawah
menggunakan ibu jari operator.
e. Splin Oklusal
Efektivitas penggunaan splin oklusal sampai sekarang masih
dipertanyakan, akan tetapi menurut penelitian Carraro (1975), penggunaan
splin oklusal ternyata dapat mengurangi rasa nyeri pada sendi dan otot bahkan
dapat hilang. Beberapa laporan yang mengatakan bahwa penggunaan splin
oklusal ternyata mengurangi hiperaktivitas otot dan menghilangkan spasme
otot. Hal ini dibuktikan dengan alat elektromiogram pada pasien bruksism dan
ternyata ada pengurangan aktivitas pada otot masseter.10
Menurut Ramfyord (1985) salah satu tujuan pemakaian splin oklusal
adalah untuk menghilangkan spasme oklusal dan menghilangkan kontak
prematur. Selain itu juga memacu timbulnya reaksi motorik untuk merangsang
terjadinya reposisi letak kondil terhadap fosa artikularis sehingga akan
diperoleh oklusi yang seimbang.10
f. Perawatan Psikososial
Aktivitas neuromuskular yang menimbulkan beban yang besar dan
berulangulang dari sendi, disebabkan terutama oleh tekanan emosi dan
ketegangan. Oleh karena itu, usaha menghilangkan faktor-faktor di atas
merupakan tujuan utama dalam merawat faktor penyebab sindrom ini. Karena

dokter gigi yang sering menghadapi kelainan STM cenderung kurang


memiliki pengetahuan psikiatrik, maka tahap ini mungkin merupakan tahap
tersulit dalam perawatan kelainan tersebut. Tekanan emosional yang
meningkat dapat mempengaruhi fungsi otot dan mengaktifkan sistem nervus
simpatik, yang dengan sendirinya merupakan sumber rasa nyeri pada otot.10
Tekanan dan ketegangan yang diterima manusia, dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu yang berhubungan dengan keadaan sehari-hari dan yang
disebabkan oleh keadaan tertentu. Stres sehari-hari dapat dialami seluruh
manusia setiap waktu walaupun ambang toleransi dan respon sangat berbedabeda. hubungan pribadi, kesulitan keuangan, kesulitan pekerjaan. Daftar ini
tidak ada habisnya dan ketegangan yang terjadi seluruhnya merupakan bagian
dari kehidupan normal. Problem ini telah mencapai puncaknya pada
'kebudayaan Barat' dan mungkin merupakan penyebab mengapa kelainan
STM sangat tinggi prevalensinya pada negara ini. 7 Kelompok yang kedua
adalah stres emosional yang disebabkan oleh keadaan tertentu seperti problem
dalam keluarga, penyakit yang parah atau perubahan mendadak dalam segi
penghasilan. Timbulnya kelainan STM sering bersamaan dengan salah satu
keadaan tersebut. 7
g. Karies dan Kelainan Patologi yang Lain
Semua karies gigi harus dihilangkan dan restorasi yang kurang
memuaskan atau yang bocor harus diganti. Gigi dengan karies yang besar dan
tidak dapat dirawat lagi harus dicabut dan kelainan gigi atau patologi yang
lain, dirawat. Faktor-faktor tersebut merupakan sumber rasa tidak enak dan
dapat mempengaruhi cara pasien menggigit atau mengunyah. Tetapi harus
tetap diingat bahwa kelainan STM dapat makin parah karena perawatan gigi
yang terlalu lama dan oleh karena itu, waktu perawatan harus dibuat sesingkat
mungkin. Gigi-gigi yang ekstrusi, seperti molar yang tidak memiliki
antagonis, dapat menimbulkan kesulitan harus dicabut. Hal serupa juga
berlaku untuk molar tiga atas yang miring ke bukal yang cenderung
menimbulkan trauma pada bagian dalam pipi.7
h. Protesa
Restorasi prostetik atau penggantian gigi ditentukan berdasarkan
jumlah dan letak gigi-gigi yang hilang atau apakah protesa yang sekarang
digunakan mengganggu fungsi. Terutama pada keadaan dimana kurangnya
dukungan oklusal dari gigi-gigi belakang atau bila pasien menggunakan gigi

tiruan yang abrasi, tidak memiliki desain yang baik dan longgar. Gigitan yang
terlalu tinggi dapat merangsang sendi terkena beban yang lebih besar dari
biasa. Protesa yang longgar dapat merangsang aktivitas otot parafungsional
atau fungsi abnormal untuk menstabilkannya selama pasien mengunyah atau
istirahat. Protesa overlay dapat digunakan bila terdapat atrisi gigi yang
menyeluruh.7
i. Terapi Oklusal
Perawatan dental mungkin diperlukan untuk pasien kelainan STM,
namun diyakini bahwa kebutuhan ini tidak sering dijumpai. Terapi oklusal ini
dianggap perlu untuk perawatan menyeluruh pada pasien dengan kelainan
STM, bila dukungan oklusal yang ada tidak memadai untuk struktur STM dan
bila kurang stabilnya oklusi secara langsung berkaitan dengan menjadi
parahnya gejala kelainan STM setelah perawatan awal berhasil. Terapi oklusal
ini dapat berupa penyesuaian oklusi seperti pengasahan selektif untuk
memperbaiki keadaan oklusal pada restorasi yang terlalu tinggi), terapi
restoratif seperti pembuatan treatment plate atau treatment denture bila ada
penurunan dimensi vertikal disertai dengan pergeseran posisi akhir mandibula,
atau perawatan ortodontik dengan atau tanpa bedah ortognatik untuk
maloklusi

dentoskeletal

yang

parah.

Perawatan

ini

hendaknya

dipertimbangkan sebagai perawatan kedua/ tambahan, dan hanya bila rasa


sakit sudah mereda, disfungsi sudah berkurang, bunyi sendi mereda tetapi
tidak mesti hilang, dan jarak gerak rahang sudah mendekati atau dalam batas
normal. Hubungan maksila mandibula, aktivitas neuromuskular, dan masalah
psikososial pasien harus sudah stabil sebelum diteruskan dengan terapi
oklusal.10
j. Faktor Pendukung yang Lain
Faktor lain yang ikut berperan dalam memperberat kelainan adalah
kebiasaan seperti mengunyah permen karet, meniup alat musik ( contohnya :
terompet ) menyanyi, dan pekerjaan seperti orang yang bekerja dalam
mengambil keputusan.7
2.7.2 Perawatan Secara operatif
Perawatan secara operatif dilakukan bila pasien gagal memberi respon
terhadap terapi konservatif. Cara ini dapat menghilangkan penyebabnya tetapi dapat
menghilangkan serta memperbaiki manifestasi patologinya. Pembedahan STM

merupakan tindakan perawatan efektif untuk kelainankelainan artikular kondilus


ataupun memperbaiki meniskus/ ligamen yang rusak. Namun teknis pelaksanaan
tindakan bedah seperti ini rumit, dan ada kemungkinan terjadi komplikasi. Hal ini
membuat tindakan bedah menjadi terbatas untuk kasuskasus selektif saja.10
Beberapa prosedur operasi telah diperkenalkan. Termasuk menisektomi,
condylotomy dan high condylectomy. Menisektomi dan high condylectomy adalah
prosedur yang dapat digunakan untuk kerusakan kondilus yang ringan dengan
dislokasi meniskus kedepan. Sedangkan condylotomy adalah prosedur dimana leher
kondilus dipatahkan secara operasi untuk memungkinkan pergerakan ke depan dan ke
tengah dari frakmen kondilus. Agar kondilus memiliki posisi fungsional yang baru
dalam hubungannya terhadap meniskus yang tergeser. Seringkali, hasil operasi sangat
mengecewakan dan belum ada kesamaan pendapat tentang prosedur yang paling
bermanfaat dan indikasi keadaan.7
Operasi STM dapat memiliki manfaat tambahan dari pemotongan supply saraf
sensoris. Tidak hanya dapat membebaskan sendi dari rasa sakit secara sementara,
tetapi juga dapat mempengaruhi reflek neuromuskular, sehingga mengurangi aksi otot
yang berlebihan.7

DAFTAR PUSTAKA
1. Okeson J. P. Management of temporomandibular disorder and occlusion. 4th ed.
USA : Mosby Year Book, 1998 : 1-28, 353-89, 391-411, 474-502, 519-30, 555- 75
2. Nelson SJ, Ash MM. Wheeler's Dental Anatomy, Physiology, And Occlusion.
Missouri: Saunders, 2010.
3. Holdcroft A, Power I. Management of pain. BMJ 2003;326:635-9
4. Mardjono Daroewati. Biomekanika sendi temporomandibula serta disfungsi dan
perawatannya ditinjau dari sudut prostodonsia. Journal of The Indonesian Oral
Surgeon Association 2001 : 95-102
5. Gross S. G, Pertes R. A. Clinical management of temporomandibular disorders and
orofacial pain. USA : Quintessence Books, 1995 : 69-89, 91-108, 109-21, 211-26.

6. Carlsson, Magnusson T. Management of temporomandibular disorders in the general


dental practice. Germany : Quintessence Publishing, 1999 : 19-23, 25-32, 51-66, 93121.
7. Ogus H.D, Toller P. A. Gangguan sendi temporomandibula. Alih bahasa. Yuwono
Lilian. Jakarta : Hipokrates, 1990 : 20-32, 33-42, 88-120.
8. Given O. Management of cronic recurrent temporomandibular joint dislocations;
arestrospective study. J craniomaxillofac Surg 2009;37:24-9
9. .Wahab NU, Warraich RA. Treatment of TMJ recurrent dislocation through
eminectomy:a study. Pakistan Oral Dent J 2008;28:25-8
10. Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat
Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007. USU Repository 2009

Anda mungkin juga menyukai