Anda di halaman 1dari 16

Setelah mengikuti pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa mampu untuk :

1. Menjelaskan mengenai definisi dan penyebaran mikroorganisme


2. Menjelaskan mengenai pengertian infeksi nosokomial
3. Menjelaskan tindakan pencegahan infeksi
4. Menjelaskan penanganan dan pengelolaan sampah
5. Melakukan tindakan pencegahan infeksi

1.

Hidayat, A. A dan Hidayat, M. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik

2.

untuk Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika


JNPK-KR. 2008. Asuhan Persalinan Normal dan Inisiasi Menyusui Dini.

3.
4.

Jakarta: JNPK-KR
JNPKK-KR. 2004. Panduan Pencegahan Infeksi. Jakarta: YBP-SP
Murwani, A. 2008. Keterampilan Praktek Klinik Keperawatan. Yogyakarta:
Fitramaya

PENCEGAHAN INFEKSI
DEFINISI MIKROORGANISME
Mikroorganisme adalah agen penyebab terjadinya infeksi, termasuk
didalamnya bakteri, virus, jamur dan parasit. Dalam sistem pencegahan infeksi,
bakteri terbagi dalam tiga kategori, yaitu: vegetatif (stafilokokus), mikobakteria
(tuberkulosis) dan berendospora (tetanus) yang paling sulit dibunuh. Pencegahan
infeksi sering mengandalkan pada penggunaan penghalang (barrier) diantara
penjamu (host) dan mikroorganisme. Barier Protektif dapat diwujudkan secara

fisik, mekanik atau kimia untuk mencegah penyebaran infeksi dari klien ke klien,
petugas ke klien dan klien ke petugas kesehatan.
TRANSMISI KUMAN
Transmisi kuman merupakan proses masuknya kuman ke dalam tubuh manusia
yang dapat menimbulkan radang atau penyakit. Proses tersebut melibatkan
beberapa unsur, diantaranya:
1.

Reservoir,

merupakan

habitat

pertumbuhan

dan

perkembangan

mikroorganisme, dapat berupa manusia, binatang, tumbuhan maupun


2.

tanah.
Jalan masuk merupakan jalan masuknya mikroorganisme ke tempat
penampungan

dari

berbagai

kuman,

seperti

saluran

pernapasan,

3.

pencernaan, kulit dan lain-lain


Inang (host), tempat berkembangnya suatu mikroorganisme, yang dapat

4.

didukung oleh ketahanan kuman


Jalan keluar, tempat keluarnya mikroorganisme dari reservoir, seperti

5.

sistem pernapasan, sistem pencernaan, alat kelamin dan lain-lain


Jalur penyebaran, merupakan jalur yang dapat menyebabkan berbagai
kuman mikroorganisme ke berbagai tempat, seperti air, makanan, udara,
dan lain-lain.

CARA PENYEBARAN MIKROORGANISME


Proses penyebaran mikroorganisme ke dalam tubuh, baik pada manusia maupun
hewan, dapat melalui berbagai cara, diantaranya:
1.

Kontak tubuh. Kuman masuk ke dalam tubuh melalui proses penyebaran


secara langsung, maupun tidak langsung. Penyebaran secara langsung
melalui sentuhan dengan kulit, sedangkan secara tidak langsung dapat

2.

melalui benda yang terkontaminasi.


Makanan dan minuman. Terjadinya penyebaran dapat melalui makanan
dan minuman yang telah terkontaminasi, seperti pada penyakit tifus
abdominalis, penyakit infeksi cacing dan lain-lain.

3.

Serangga. Contoh proses penyebaran kuman melalui serangga adalah


penyebaran penyakit malaria oleh plasmodium pada nyamuk anopheles
dan beberapa penyakit saluran pencernaan yang dapat ditularkan melalui
lalat.
Udara. Proses penyebaran kuman melalui udara dapat dijumpai pada

4.

penyebaran penyakit sistem pernapasan.


INFEKSI NOSOKOMIAL
Infeksi Nosokomial adalah infeksi yang terjadi di rumah sakit atau dalam sistem
pelayanan kesehatan yang berasal dari proses penyebaran di sumber pelayanan
kesehatan, baik melalui pasien, petugas kesehatan, pengunjung, maupun sumber
lain.
TINDAKAN PENCEGAHAN INFEKSI
Istilah aseptik, antiseptik, dekontaminasi, cuci-bilas, disinfeksi dan
sterilisasi masih sering disalah-artikan. Istilah tersebut didefinisikan sebagai
berikut:

Aseptik adalah istilah dalam pelayanan kesehatan untuk menggambarkan


semua usaha yang dilakukan untuk mencegah masuknya mikroorganisme
ke dalam tubuh yang sering menyebabkan infeksi. Tujuan utama aseptik
adalah mengurangi atau menghilangkan jumlah mikroorganisme pada
permukaan benda hidup (kulit, jaringan) maupun benda mati (instrumen)

hingga mencapai tingkat yang aman.


Antiseptik adalah upaya untuk

membunuh

atau

menghambat

mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh lainnya

dengan

menggunakan bahan-bahan kimia (antiseptik).


Dekontaminasi adalah prosedur pengamanan peralatan bekas pakai atau
bagian yang terpapar oleh agen penyebab infeksi sebelum prosedur cucibilas agar benda-benda tersebut dapat diproses/ditangani dengan aman
oleh petugas pengelola. Peralatan dimaksud termasuk meja ginekologi
atau meja operasi, peralatan operasi, sarung tangan yang terkontaminasi
oleh darah atau cairan tubuh selama atau setelah operasi. Benda-benda

tersebut diatas, termasuk lantai, dinding, meja, langit-langit, atau lampu

sorot.
Cuci-Bilas adalah proses fisik untuk menghilangkan darah, cairan tubuh
atau benda asing lainnya (debu atau kotoran) dari permukaan kulit atau

dari peralatan.
Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) adalah proses untuk menghilangkan
sebagian besar mikroorganisme (kecuali bakteri dengan endospora) pada
benda mati dengan merebus, mengukus, atau penggunaan disinfektan

kimia.
Sterilisasi adalah proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteritermasuk dengan endospora, virus, jamur dan parasit) pada benda mati
dengan cara uap air panas bertekanan tinggi (otoklaf), panas kering (oven),
sterilan secara kimiawi atau radiasi pada peralatan.

BARIER PROTEKTIF
Menempatkan barier (penghalang) fisik, mekanik atau kimia diantara
mikroorganisme dengan manusia, baik klien maupun petugas kesehatan
merupakan tindakan efektif untuk mencegah penyebaran penyakit (memutus
siklus penyebaran penyakit).
Barier protektif dalam tindakan pencegahan infeksi meliputi:

Cuci tangan
Mengenakan sarung tangan (sepasang), baik untuk operasi maupun waktu

menangani bahan terkontaminasi atau alat bekas pakai


Memakai kain penutup selama operasi
Mengenakan alat pelindung diri (misalnya: kacamata, masker atau apron)
bila ada risiko bersentuhan dengan darah/cairan tubuh (membersihkan alat

dan bahan lainnya)


Dekontaminasi, cuci-bilas, proses DTT/sterilisasi peralatan operasi, sarung
tangan dan bahan lainnya.

CUCI TANGAN DAN PEMAKAIAN SARUNG TANGAN

Cuci tangan dan menggunakan sarung tangan saat menangani bahan-bahan


terkontaminasi merupakan hal penting untuk mencegah transmisi penyakit dan
menjaga keamanan lingkungan terhadap penyakit (Garner dan Favero 1986).
Untuk menghemat biaya dan menjaga keamanan klien/petugas, sebaiknya
diketahui kondisi apa dan kapan sarung tangan steril/DTT diperlukan atau tidak.
Cuci tangan dapat dikatakan sebagai satu-satunya prosedur sederhana tetapi
sangat penting dalam upaya pencegahan infeksi. Mencuci tangan secara seksama
dengan sabun, kemudian membilasnya dengan air bersih dapat menghilangkan
sekitar 80% mikroorganisme. Sebaiknya selalu disediakan sabun dan air bersih
(dari keran atau ember) untuk mencuci tangan. Untuk sebagian besar kegiatan,
cukup mencuci tangan dengan sabun biasa atau antiseptic selama 15 sampai 30
detik dan dilanjutkan dengan membilas tangan dengan air yang mengalir.
Cuci tangan dilakukan sebelum:

Memeriksa (bersentuhan langsung) klien, dan


Memakai sarung tangan steril/DTT

Cuci tangan dilakukan sesudah:

Setiap keadaan dimana kemungkinan tangan terkontaminasi, misalnya:


Membersihkan alat-alat atau bahan lainnya yang habis dipakai
Menyentuh membrane mukosa, darah atau cairan tubuh lainnya
Melepas sarung tangan

Ingat: Cuci tangan setiap setelah melepas sarung tangan, karena mungkin ada
lubang/robekan yang tidak terlihat pada sarung tangan (Bagg, Jenkins dan Barker
1990; Martin et al 1988).
Mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak dalam air yang diam, oleh karena
itu:

Bila menggunakan sabun biasa, sediakan sabun ukuran kecil dan taruh di

tempat sabun berlubang sehingga tetap kering


Hindari memasukkan tangan berulang-ulang ke dalam air baskom,
meskipun telah diberi antiseptik seperti Dettol atau Savlon karena

mikroorganisme dapat bertahan dan berkembang dalam larutan tersebut


Bila tidak ada air mengalir, pilih salah satu cara berikut:

Gunakan ember dan gayung atau ember berkran yang dapat ditutup saat

menggosok tangan dan dibuka saat membilas


Gunakan alcohol
Catatan:
Larutan alcohol yang tidak membuat perih dapat dibuat dengan
menambahkan gliserin atau propilen glikol atau Sorbitol kedalam
alcohol (2 ml dalam 100 ml 60-90% cairan alcohol) (Garner dan Favero
1986). Gunakan 3-5 ml untuk setiap pemakaian dan gosokkan larutan
tersebut pada tangan selama kira-kira 2 menit, ulangi sampai jumlah
keseluruhan untuk setiap pemakaian antara 6 sampai 10 ml (Larson et al
1990; Roter, Koller dan Wewalka 1980).

Keringkan tangan menggunakan handuk bersih/hembusan udara hangat


dan pisahkan handuk yang sudah dipakai. Sebaiknya setiap petugas

memiliki handuk kecil pribadi atau saputangan


Bila tempat pembuangan air tidak tersedia, kumpulkan air bekas pakai di
dalam baskom, kemudian buang ke jamban.

Menggunakan Sarung Tangan


Sarung tangan harus dipakai oleh semua petugas sebelum menyentuh
darah atau cairan tubuh dari klien. Setiap kali memeriksa klien, petugas harus
selalu mengganti sarung tangan untuk mencegah kontaminasi silang. Sebaiknya
memakai sarung tangan sekali pakai, meskipun sarung tangan dapat dipakai ulang
setelah diproses hingga ke tahap akhir (sterilisasi/DTT). Sarung tangan dibuat dari
karet alam atau bahan sintetik seperti vynil.
Ada 3 jenis sarung tangan yaitu :

Sarung tangan bedah, dipakai sewaktu melakukan tindakan invasive atau

pembedahan
Sarung tangan pemeriksaan, dipakai untuk melindungi petugas kesehatan
sewaktu melakukan pemeriksaan atau pekerjaan rutin

Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu memproses peralatan,


menangani bahan-bahan terkontaminasi, dan sewaktu membersihkan
permukaan yang terkontaminasi.

Petugas pembersihan:
Gunakan sarung tangan rumah tangga yang tebal dan bersih pada saat
membersihkan peralatan, perlengkapan lain, linen, maupun permukaan
yang terkontaminasi dan waktu membuang sampah medik.
Jangan menggunakan sarung tangan yang telah rapuh, tipis, berlubang atau
robek.
Banyak staf klinik yang belum mengetahui cara melakukan DTT dengan
cara perebusan atau penguapan sarung tangan pakai ulang dan cara
mengeringkan atau menyimpannya ditempat yang aman.
ANTISEPTIK
Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan setiap tindakan dan
membersihkan kulit klien dengan larutan antiseptik sangat membantu untuk
mencegah infeksi pada tempat operasi.
Antiseptik tidak mempunyai daya bunuh mikroorganisme seperti
disinfektan oleh sebab itu, cairan antiseptik tidak bisa digunakan untuk DTT
peralatan/sarung tangan pakai ulang. Bahan kimia yang memenuhi syarat sebagai
antiseptik kulit yang aman, antara lain:

Alkohol (60-90% etil, isopropyl atau metal spiritus)


Klorheksidin glukonat 4% (misalnya Hibiclens, Hibiscub, Hibitane)
Klorheksidin glukonat dan setrimid (misalnya Savlon)
Yodium (1 sampai 3%); larutan mengandung air atau alcohol (yodium

tingtur)
Iodofor, dalam berbagai konsentrasi (misalnya Betadin)
Paraklorometaksilenol (PCMX atau kloroksilenol), misalnya Dettol.

PROSES MENGHILANGKAN DAN MEMBUNUH MIKROORGANISME


1. DEKONTAMINASI

Dekontaminasi adalah langkah pertama dalam penanganan peralatan


operasi, sarung tangan dan bahan lain yang kotor (terkontaminasi). Sebagai
contoh, merendam peralatan bekas pakai dalam klorin 0,5% selama 10 menit
akan segera membunuh virus hepatitis B dan HIV/AIDS, sehingga peralatan
aman untuk dikelola oleh petugas (American Association of Operating Room
Nurses 1990).
Permukaan meja periksa, meja operasi, bangku di laboratorium dan
peralatan lain yang mungkin terkena darah atau cairan tubuh juga harus
didekontaminasi dengan larutan Klorin 0,5% atau Fenol 1-2%. Setelah
dekontaminasi, proses peralatan dilanjutkan dengan cuci-bilas dan kemudian
sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi (DTT) sebagai proses terakhir (Tietjen
& McIntosh 1989).
Tabel 1-1, menunjukkan kondisi sebelumnya dan proses akhir
(sterilisasi/DTT) peralatan (Spaulding et al 1968).

Tabel 1.1 Pemprosesan akhir instrument bedah/ tindakan, sarung tangan atau
benda lainnya
Jaringan
Selaput lendir
atau kulit pecah

Pemrosesan akhir
Contoh
utuh Disinfeksi Tingkat Tinggi Spekulum vagina, sonde
(DTT) membasmi semua uterus, kanula plastik
mikroorganisme kecuali untuk kuretase sedot
endospora
Aliran
darah
atau Sterilisasi
membunuh Alat-alat bedah, misalnya
jaringan bawah kulit semua mikroorganisme skapel, trokar, sarung
yang biasanya steril
termasuk endospora
tangan bedah
Endospora bacterial adalah bentuk bacteria yang sukar dibunuh karena lapisan
perlindungannya. Jenis bacteria endospora termaksud yang mengakibatkan tetanus
(Klostridium tetani) dan gangrene (klostridium perfringens) atau atraks (Basillus
anthrasis)
2. STERILISASI DAN DISINFEKSI TINGKAT TINGGI (DTT)

Sterilisasi harus dilakukan untuk alat-alat, sarung tangan bedah, dan


alat yang kontak langsung dengan aliran darah atau jaringan normal steril.
Hal ini dapat dicapai dengan uap bertekanan tinggi (otoklaf), pemanasan
kering (oven), sterilisasi kimiawi, seperti glutaraldehid atau formaldehis, dan
secara fisik (radiasi). Karena sterilisasi itu sebuah proses, bukan sebuah
peristiwa tunggal, maka seluruh komponen harus dilakukan secara benar agar
sterilisasi tercapai.
Sterilisasi merupakan metode yang aman dan efektif dalam
pemprosesan alat, tetapi peralatan sterilisasi sering tidak tersedia. Dengan
demikia, DTT merupakan alternative yang dapat diterima. Proses DTT
membunuh

semua

mikroorganisme

(termasuk

bakteri

vegetative,

tuberculosis, ragi dan virus) kecuali beberapa endospora bacterial. DTT dapat
diperoleh dengan merebus dalam air, mengukus (dengan uap panas), atau
merendam alat dalam disinfektan kimiawi. Agar efektif, semua langkah dalam
setiap metode perlu dipantau dengan seksama.

PEMROSESAN ALAT-ALAT, SARUNG TANGAN DAN BAHAN LAIN


Untuk menciptakan lingkungan bebas infeksi di tempat kerja, yang
terpenting adalah semua petugas, mulai dari petugas pelayanan hingga petugas
pembersihan dan perawatan peralatan, harus mengetahui dengan jelas alasan dari
setiap langkah tindakan pencegahan infeksi.
Tindakan pencegahan infeksi untuk mengurangi penyebaran penyakit dari
alat-alat, sarung tangan dan bahan lain yang terkontaminasi meliputi:

Pembuangan limbah/sampah dan dekontaminasi


Pencucian dan pembilasan, dan
Sterilisasi atau
Disinfektan Tingkat Tinggi (DTT)

Contoh : Pada Pemasangan Implant


Setelah selesai memasang Implant dan masih menggunakan sarung tangan,
buang semua bahan-bahan yang terkontaminasi (kasa, kapas) pada kontainer yang

tidak bocor dan mempunyai penutup atau pada kantung plastik (bahan tersebut
jangan sampai menyentuh bagian luar dari kontainer). Setelah itu alat-alat operasi,
alat suntik dan sarung tangan pakai ulang yang telah tersentuh darah atau cairan
tubuh harus didekontaminasi dengan merendam selama 10 menit dalam larutan
disinfektan (larutan klorin 0,5%) segera setelah digunakan. (Permukaan seperti
meja periksa, tempat meletakkan alat-alat dan lampu yang mungkin sudah
terdekontaminasi sebelum digunakan kembali).
Selanjutnya alat-alat, jarum, tabung suntik dan sarung tangan pakai ulang
setelah didekontaminasi harus dicuci dengan air dan deterjen, kemudian dibilas
seluruhnya sebelum pemrosesan selanjutnya. Akhirnya, alat-alat, sarung tangan
dan kain operasi harus disterilkan. Bila sterilisasi tidak dapat dilakukan, DTT
merupakan satu-satunya pilihan yang dapat diterima (untuk langkah yang lebih
rinci mengenai pemrosesan alat dan bahan lain, dapat dilihat pada Bagan 1.1).

DEKONTAMINASI
Rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit
Bagan 1.1 Proses Peralatan Bekas Pakai
CUCI DAN BILAS
Gunakan diterjen dan sikat
Pakai sarung tangan yang tebal untuk menjaga agar tidak terluka oleh benda-benda tajam

Metode yang dipilih


Metode alternatif
STERILISASIDISINFEKSI TINGKAT TINGGI
Otoklaf
Panas KeringRebus/Kukus
106kPa
121 0C
Panci tertutup
30 menit jika terbungkus170 0C
60 menit
20 menit
20 menit jika tidak dibungkus

Kimiawi
Rendam
20 menit

DINGINKAN DAN KEMUDIAN SIAP DIGUNAKAN

Bagan 1.2 Rumus untuk Membuat larutan klorin 0,5% dari Larutan
Konsentrat berbentuk cair
% larutan konsentrat
Jumlah bagian air =
-1
% larutan yang diinginkan
Contoh : Untuk membuat larutan klorin 0,5% dari larutan klorin 5,25% (misalkan
BAYCLIN) :

5,25 %
Jumlah bagian air = - 1 = 10-1 =9,5
0,5 %
Tambahkan 9 bagian (pembulatan ke bawah dari 9,5* air ke dalam 1 bagian larutan klorin konsentra
Bagan 1.3 Rumus untuk membuat larutan klorin 0,5 % dari serbuk kering
% larutan yang diinginkan
Jumlah bagian air =

x 1000
% konsentrat

Contoh : Untuk membuat larutan klorin 0,5 % dari serbuk yang bisa melepaskan
klorin (seperti kalsium hipoklorida) yang mengandung 35 % klorin :
0,5 %
1. Gram/liter =

x 1000
35 %
2. Tambahkan 14 gram (pembulatan ke bawah 14,3) serbuk ke dalam 1 liter air
mentah yang bersih.

SAMPAH/LIMBAH
Menurut Depkes Republik Indonesia berbagai jenis buangan yang
dihasilkan rumah sakit dan unit-unit pelayanan kesehatan yang mana dapat
membahayakan dan menimbulkan gangguan kesehataan bagi pengunjung,
masyarakat terutama petugas yang menanganinya disebut sebagai limbah klinis.

Limbah klinis berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi, veterinary, farmasi
atau yang sejenisnya serta limbah yang dihasilkan rumah sakit pada saat dilakukan
perawatan, pengobatan atau penelitian.
Berdasarkan potensi bahaya yang ditimbulkannya limbah klinis dapat
digolongkan dalam limbah benda tajam, infeksius, jaringan tubuh, citotoksik,
farmasi, kimia, radio aktif dan limbah plastik.
a. Limbah Benda Tajam
Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam,
sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk
kulit. Misalnya : jarum hipodermik, perlengkapan intervena, pipet pasteur,
pecahan gelas, pisau bedah. Selain itu meliputi benda-benda tajam yang
terbuang yang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan
mikrobiologi, bahan beracun atau radio aktif
b. Limbah Infeksius
Limbah infeksius meliputi limbah yang berkaitan dengan pasien yang
memerlukan isolasi penyakit menular serta limbah laboratorium yang
berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik, ruang
perawatan dan ruang isolasi penyakit menular. Yang termasuk limbah jenis
ini antara lain : sampah mikrobiologis, produk sarah manusia, benda
tajam, bangkai binatang terkontaminasi, bagian tubuh, sprei, limbah raung
isolasi, limbah pembedahan, limbah unit dialisis dan peralatan
terkontaminasi (medical waste).
c. Limbah Jaringan Tubuh
Limbah jaringan tubuh meliputi jaringan tubuh, organ, anggota badan,
placenta, darah dan cairan tubuh lain yang dibuang saat pembedahan dan
autopsi. Limbah jaringan tubuh tidak memerlukan pengesahan penguburan
dan hendaknya dikemas khusus, diberi label dan dibuang ke incinerator.

d. Limbah Citotoksik
Limbah citotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin
terkontaminasi dengan obat citotoksik selama peracikan, pengangkutan
atau tindakan terapi citotoksik. Limbah yang terdapat limbah citotoksik
didalamnya harus dibakar dalam incinerator dengan suhu diatas 1000oc.

e. Limbah Farmasi
Limbah farmasi berasal dari : obat-obatan kadaluwarsa, obat-obatan yang
terbuang

karena

batch

tidak

memenuhi

spesifikasi

atau

telah

terkontaminasi, obat-obatan yang terbuang atau dikembalikan oleh pasien,


obat-obatan yang sudah tidak dipakai lagi karena tidak diperlukan dan
limbah hasil produksi obat-obatan.
f. Limbah Kimia
Limbah kimia dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan medis,
vetenary, laboratorium, proses sterilisasi dan riset. Limbah kimia juga
meliputi limbah farmasi dan limbah citotoksik
g. Limbah Radio Aktif
Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop
yang berasal dari penggunaan medis atau riset radionucleida. Asal limbah
ini antara lain dari tindakan kedokteran nuklir, radioimmunoassay dan
bakteriologis yang daapt berupa padat, cair dan gas.
h. Limbah Plastik

Limbah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah sakit
dan sarana pelayanan kesehatan lain seperti barang-barang dissposable
yang terbuat dari plastik dan juga pelapis peralatan dan perlengkapan
medis.

Untuk memudahkan pengenalan berbagai jenis limbah yang akan dibuang,


digunakan pemisahan dengan kantong-kantong yang spesifik (biasanya dengan
warna yang berbeda atau dengan pemberian label). Beberapa contoh warna yang
dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI adalah:

Kantong warna hitam: limbah sejenis rumah tangga biasa


Kantong warna kuning: semua jenis limbah yang harus masuk insinerator
Kantong warna kuning strip hitam: limbah yang sebaiknya ke insinerator,
namun bisa pula dibuang ke landfill bila dilakukan pengumpulan terpisah

dan pengaturan pembuangan


Kantong warna biru muda atau transparans strip biru tua : limbah yang
harus masuk ke autoclave sebelum ditangani lebih lanjut.

PENANGANAN SAMPAH
Sampah merupakan suatu bahan yang berasal dari kegiatan manusia dan
sudah tidak dipakai atau sudah dibuang oleh manusia. Sampah dibagi menjadi tiga
yaitu sampah padat, cair dan gas. Berdasarkan karakteristiknya, sampah dibagi
atas dasar:
1.

Kandungan Zat/ Kimia


Berdasarkan kandungan zat kimianya sampah terdiri atas sampah
anorganik dan sampah organic. Sampah anorganik merupakan sampah
tidak membusuk, seperti logam, pecahan gelas, plastic dan sebagainya.
Sedangkan sampah organic merupakan sampah yang dapat membusuk

2.

seperti sisa makanan.


Dapat dan Tidaknya Terbakar

Berdasarkan dapat dan tidaknya terbakar sampah dibagi menjadi dua, yaitu
sampah terbakar seperti kartas, karet, plastik dan lain-lain. Sampah tidak
dapat terbakar seperti kaleng bekas, logam atau besi, kaca dan lainnya.
PENGELOLAAN SAMPAH
1. Pengumpulan dan Pengangkutan Sampah
Pada tahap ini sampah dikumpulkan berdasarkan kelompoknya, seperti
sampah basah sendiri, sampah kering sendiri dan sampah benda tajam
tersendiri, selanjutnya dilakukan pengangkutan.
2. Pemusnahan dan Pengelolaan Sampah
Pada tahap ini sampah dimusnakan atau dikelola dengan cara sebagai
berikut: ditanam, yakni dengan memusnakan dan menimbun dalam tanah,
dibakar dengan melakukan pembakaran melalui tungku pembakaran dan
kemudian dijadikan pupuk, biasanya jenis sampah ini adalah sampah
organic,seperti sisa makanan yang dapat membusuk.
JENIS ALAT PELINDUNG PRIBADI
Sarung tangan melindungi tangan dari infeksius dan melindungi pasien
dari mikroorganisme pada tangan petugas. Alat ini merupakan pembatas
fisik terpenting untuk mencegah penyebaran infeksi, tetapi harus diganti
setiap kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya untuk mencegah
kontaminasi silang.
Masker harus cukup besar untuk menutup hidung, muka bagian bawah,
rahang, dan semua rambut muka. Masker dipakai untuk menahan cipratan
yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah bicara, batuk,
bersin dan juga untuk mencegah cipratan darah atau cairan tubuh yang
terkontaminasi masuk ke dalam hidung atau mulut petugas kesehatan.
Masker terbuat dari berbagai bahan, antara lain kain katun ringan, kasa,
kertas sampai bahan sintetis, yang beberapa diantaranya tahan cairan.
Pelindung mata, melindungi staf kalau terjadi cipratan darah atau cairan
tubuh lainnya yang terkontaminasi dengan melindungi mata. Pelindung
mata termasuk pelindung plastic yang jernih, kacamata pengaman,
pelindung muka.

Kap, dipakai untuk menutup rambut dan kepala agar guguran kulit dan
rambut tidak masuk dalam luka sewaktu pembedahan. Kap harus cukup
besar untuk menutupi semua rambut.
Gaun penutup, dipakai untuk menutupi baju rumah. Pemakaian utama
dari gaun penutup adalah untuk melindungi pakaian petugas pelayanan
kesehatan.
Gaun bedah, pertama kali digunakan untuk melindungi pasien dari
mikroorganisme yang terdapat di abdomen dan lengan dari staf perawatan
kesehatan sewaktu pembedahan. Gaun bedah terbuat dari bahan tahan
cairan berperan dalam menahan darah dan cairan lainnya, seperti cairan
ketuban, terhindar dari kulit personel, khususnya di ruang operasi, ruang
bersalin dan gawat darurat.
Apron, yang dibuat dari karet atau plastic sebagai suatu pembatas tahan
air di bagian depan dari tubuh petugas kesehatan. Apron harus dipakai
kalau sedang membersihkan atau melakukan tindakan dimana darah dan
duh tubuh diantisipasi akan tumpah.
Alas kaki, dipakai untuk melindungi kaki dari perlukaan oleh benda tajam
atau berat atau dari cairan yang kebetulan jatuh atau menetes pada kaki.
Sepatu bot dari karet atau kulit lebih melindungi, tapi harus selalu bersih
dan bebas dari kontaminasi darah atau tumpahan cairan tubuh lainnya.

Anda mungkin juga menyukai