Unud-1205-412691581-Tesis Yudha
Unud-1205-412691581-Tesis Yudha
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
TESIS
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
`
ARI YUDHA SANJAYA
NIM 1014108101
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
Lembar Pengesahan
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Mengetahui
Direktur
Program Pascasarjana
Prof.Dr.dr.A.A. Raka
NIP. 195902151985102001
Pembimbing I
Pembimbing II
Penguji
:
1. dr. I Ketut Sinardja, SpAn, KIC
2. dr. I Made Subagiartha, SpAn, KAKV, SH
3. dr. Tjok Gde Agung Senapathi, SpAn, KAR
telah diberikan kesempatan untuk menjalani program magister pada program studi
ilmu biomedik, program pascasarjana Universitas Udayana.
Kepada dr. I Ketut Sinardja, SpAn, KIC, selaku Kepala Bagian Anestesiologi
dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, penulis
mengucapkan terima kasih dan rasa hormat setinggi-tingginya atas bimbingan,
inspirasi dan motivasi yang telah diberikan selama penulis mengikuti program
pendidikan dokter spesialis ini.
Kepada dr. Ida Bagus Gde Sujana, SpAn, MSi, selaku Sekretaris Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana,
penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat setinggi-tingginya atas
bimbingan, semangat, inspirasi dan motivasi selama penulis mengikuti program
pendidikan dokter spesialis ini.
Kepada Prof. Dr. dr. Made Wiryana, SpAn, KIC, KAO, selaku Ketua
Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif, penulis mengucapkan terima
kasih dan rasa hormat yang setinggi-tingginya atas keteladanan dan bimbingan
yang telah diberikan selama penulis menyelesaikan tesis dan menempuh program
pendidikan dokter spesialis ini dan selaku pembimbing satu yang telah
memberikan bimbingan, masukan dan motivasi dalam penulisan dan penyusunan
tesis ini.
Kepada dr. I Made Gede Widnyana, SpAn, MKes, KAR, selaku Sekretaris
Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif, penulis mengucapkan terima
kasih dan rasa hormat yang setinggi-tingginya atas bimbingan yang telah
diberikan selama penulis menempuh program pendidikan dokter spesialis ini.
Kepada dr. I Gede Budiarta, SpAn, KMN, penulis mengucapkan terima kasih
dan rasa hormat setinggi-tingginya atas bimbingan, semangat, inspirasi dan
motivasi selama penulis mengikuti program pendidikan dokter spesialis ini dan
khususnya selaku pembimbing dua dalam penyusunan tesis ini.
Kepada dr. I Wayan Sukra, SpAn, KIC, penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya atas kemurahan hatinya dengan tidak mengenal lelah
memberikan bimbingan dan landasan berpikir tentang ilmu dasar anestesi.
Kepada semua guru : dr. I Made Subagiartha, SpAn, KAKV, SH; dr. I Gusti
Putu Sukrana Sidemen, SpAn, KAR; Dr. dr. I Wayan Suranadi, SpAn, KIC; Dr.
dr. I Putu Pramana Suarjaya, SpAn, MKes, KNA, KMN; Dr. dr. Tjokorda Gde
Agung Senapathi, SpAn, KAR; dr. Putu Agus Surya Panji, SpAn, KIC; dr. I
Wayan Aryabiantara, SpAn, KIC; dr. I Ketut Wibawa Nada, SpAn, KAKV; dr.
Dewa Ayu Mas Shintya Dewi, SpAn; dr. I Gusti Ngurah Mahaalit Aribawa,
SpAn, KAR; dr. I G.A.G. Utara Hartawan, SpAn, MARS; dr. Pontisomaya
Parami, SpAn, MARS; dr I Putu Kurniyanta, SpAn; dr. Kadek Agus Heryana
Putra, SpAn; dr. Cynthia Dewi Sinardja, SpAn, MARS; dr. Made Agus Kresna
Sucandra, SpAn; dr. Ida Bagus Krisna Jaya Sutawan, SpAn, MKes; dr. Tjahya
Aryasa EM, SpAn, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya atas
bimbingan yang telah diberikan selama menjalani program pendidikan dokter
spesialis ini.
Kepada dr. I Wayan Gede Artawan Eka Putra, M.Epid, selaku pembimbing
statistik, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kesediaan
ABSTRAK
LIDOKAIN 2% INTRACUFF PIPA ENDOTRAKEA MENGURANGI
NYERI TENGGOROKAN PASCA INTUBASI DI RSUP SANGLAH
DENPASAR
Nyeri tenggorokan merupakan salah satu komplikasi penggunaan pipa
endotrakea pada pelaksanaan anestesi umum. Inflasi cuff, volume cuff, tekanan
cuff mempunyai hubungan paling erat terhadap nyeri tenggorokan. Tujuan
penelitian ini mengetahui efektifitas pemberian lidokain 2% intracuff pipa
endotrakea untuk mengurangi nyeri tenggorokan pasca intubasi.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Randomized double blind
controlled trial pada pasien yang menjalani tindakan pembedahan dengan anestesi
umum di kamar operasi instalasi bedah sentral RSUP Sanglah Denpasar.
Penelitian ini mengambil sampel 64 pasien yang dibagi menjadi dua kelompok (n
= 32), kelompok A menggunakan inflasi lidokain 2% intracuff dan kelompok B
menggunakan inflasi NaCl 0,9% intracuff. Derajat nyeri tenggorokan dievaluasi
menggunakan instrumen Visual Analog Scale (VAS) pada jam ke 1, jam ke 2 dan
jam ke 24 pasca ekstubasi. Uji statistik menggunakan Chi square, Mann-Whitney
Test, dan independent sample T-test (dengan derajat kemaknaan < 0,05). Analisis
data menggunakan program SPSS v. 17,0 for windows (Statistical Package for
the Social Sciences Inc, USA).
Pada penelitian ini didapatkan rerata nyeri tenggorokan dievaluasi
menggunakan VAS dalam milimeter (mm) kelompok lidokain 2% pada jam 1
pasca ekstubasi 4,0 5,7 mm, pada kelompok NaCl 0,9% adalah 10,1 5,0 mm,
didapatkan beda rerata VAS 6,1 0,7 mm yang secara statistik dianggap
bermakna (p <0,001). Evaluasi VAS nyeri tenggorokan 2 jam pasca ekstubasi
pada kedua kelompok perlakuan juga secara statistik bermakna dengan beda rerata
VAS 3,2 0 mm (p=0,004). Penilaian VAS 24 jam pasca ekstubasi pada kedua
kelompok menunjukkan nilai VAS 0 sehingga tidak ada perbedaan.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa lidokain 2% intracuff pipa
endotrakea mengurangi nyeri tenggorokan pada pasien yang menjalani anestesi
umum pasca intubasi di RSUP Sanglah Denpasar sehingga lidokain 2% intracuff,
dapat digunakan sebagai alternatif pilihan dalam mengurangi nyeri tenggorokan.
ABSTRACT
INTRACUFF LIDOCAINE 2% IN ENDOTRACHEAL TUBE REDUCE
POST INTUBATION SORE THROAT AT SANGLAH HOSPITAL
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM
PRASYARAT GELAR .
ii
LEMBAR PERSETUJUAN ..
iv
vi
vii
ABSTRAK
xi
ABSTRACT ..
xii
DAFTAR ISI .
xiii
DAFTAR TABEL .
xviii
DAFTAR GAMBAR .
xix
xxi
DAFTAR LAMPIRAN ..
xxiv
BAB I. PENDAHULUAN .
2.1.1 Sejarah ..
10
10
13
14
15
15
2.1.4.2 Distribusi.
16
17
19
20
2.1.7 Indikasi.
20
2.1.8 Farmakodinamik ..
21
21
21
23
24
2.1.8.1.4 Alergi
24
24
27
28
28
30
2.3 Nyeri
32
32
33
34
2.3.3.1 Transduksi.
34
2.3.3.2 Transmisi
35
2.3.3.3 Modulasi
36
2.3.3.4 Persepsi..
36
36
38
41
44
44
46
46
47
47
48
48
48
49
49
49
50
51
51
52
53
53
55
56
56
56
57
57
60
61
61
61
61
61
62
75
85
86
7.1 Simpulan
86
7.2 Saran ..
86
DAFTAR PUSTAKA ..
87
LAMPIRAN
91
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Farmakologi Anestetik Lokal Lidokain .......................................
20
32
62
64
66
kelompok
perlakuan..
67
Tabel 5.5 Hasil analisis regresi linier pengaruh selisih volume cuff
terhadap nilai VAS jam 1..
70
Tabel 5.6 Hasil analisis regresi linier pengaruh selisih volume cuff
terhadap nilai VAS jam 2..
71
72
73
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Struktur Kimia Lidokain ..............................................................
10
Gambar 2.3 Struktur Anestesi Lokal Golongan Ester dan Amide ...................
11
19
26
37
39
39
41
46
65
65
67
68
69
70
71
72
74
ASA
ATP
BB
: berat badan
: Carbon
CNS
Cm
Cmax
: Gauge
IMT
JCAHO
: Kalium
kg
: kilogram
: meter
mL
: mililiter
mm
: milimeter
mg
: miligram
: milivolt
MAC
MPQ
NaHCO3
: Sodium bicarbonat
Na
: Natrium
NaCl
: Natrium Chloride
NPA
:Nasopharyngeal airway
NRS
N2O
: Nitrous oxide
O2
OPA
: Oksigen
:Oropharyngeal airway
pKa
yang tak
: Derajat keasaman
: enzim p-450
terionisasi
PET
:Pipa endotrakea
PMN
PVC
: Polyvynil chloride
r
RAR
: Right
: Rapid Adapting stretch Receptor
VDS
VRS
VAS
5HT
: 5-hydroksi triptamin
: persen
: microgram
<
: kurang dari
>
: lebih dari
: sama dengan
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 : Surat Keterangan Kelaikan Etik ............................................
83
84
85
86
89
94
98
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pembebasan jalan nafas merupakan tindakan pertama dan terpenting yang
harus dilakukan pada saat melakukan anestesi umum. Pembebasan jalan nafas
tersebut dapat dilakukan tanpa alat atau dengan menggunakan alat-alat seperti
oropharyngeal airway (OPA), nasopharyngeal airway (NPA), laryngeal mask
airway (LMA), dan intubasi dengan pipa endotrakea (PET). (Larson, 2002)
Intubasi dengan pipa endotrakea menjadi bagian yang rutin dalam
pelaksanaan anestesi umum. Intubasi bukan merupakan prosedur yang tanpa
komplikasi, bagaimanapun juga tidak semua pasien yang mendapatkan anestesi
umum membutuhkan intubasi trakea, pipa endotrakea umumnya digunakan untuk
memproteksi jalan nafas atau untuk akses jalan nafas. Pipa endotrakea dapat
digunakan untuk memberikan gas anestesi langsung ke dalam trakea dan
memungkinkan dilakukannya kontrol terhadap ventilasi dan oksigenasi (Morgan,
2006)
Pemakaian pipa endotrakea juga memiliki komplikasi yang dapat terjadi
mulai dari saat intubasi memasukkan pipa endotrakea sampai dengan ekstubasi
melepaskan pipa dari saluran nafas pasien. Salah satu komplikasi penggunaan
pipa endotrakea terjadi akibat rangsangan iritasi dan regang pada mukosa saluran
nafas sehingga menimbulkan respon seperti suara serak, nyeri tenggorokan, batuk,
peningkatan tekanan darah, dan peningkatan laju nadi.
Insiden nyeri
aspirasi.
PET
tanpa
cuff
biasanya
digunakan
pada
anak-anak
untuk
cuff
bergantung
pada
beberapa
faktor:
volume
udara
dalam cuff dapat berdifusi melintasi cuff pipa endotrakea yang bersifat
hydrophobic membrane, karena cuff dibuat dari bahan polyvynil chloride dan
bertindak sebagai membran yang semipermeabel. (Sconzo, JM, 1990)
Hirota (2000) melaporkan pemberian lidokain pada cuff PET mengurangi
nyeri tenggorokan yang dievaluasi menggunakan Visual Analog Scale. Dari 16
pasien yang dipasang pipa endotrakea dibagi menjadi 2 kelompok, kelompok
pertama mendapat inflasi cuff lidocain 4% sedangkan kelompok lainnya inflasi
dengan 0,9%. Evaluasi VAS (mm) lebih rendah pada kelompok inflasi lidokain
25,1 9,8 berbanding 53,5 10,6 pada kelompok inflasi saline 0,9% (p<0,01).
Penelitian Navarro (1997) pada pemberian anestetik lokal lidokain 2%
intracuff terdapat perbedaan insidensi nyeri tenggorokan secara signifikan pada
evaluasi 24 jam pasca operasi yaitu 59% pada kelompok inflasi udara dan 32%
pada kelompok inflasi lidokain (p=0,01). Severity nyeri tenggorokan dievaluasi
menggunakan VAS lebih rendah pada kelompok inflasi lidokain, evaluasi 1 jam
pasca operasi 18,7 27.0 berbanding 7,90 18.1 (p=0,02). Sedangkan evaluasi
24 jam pasca operasi 25,6 27,5 berbanding 14,5 24.8 (p=0,03).
Alkalinisasi dengan penambahan sodium bikarbonat (NaHCO3) 8,4%
terhadap lidokain hidroklorida menyebabkan difusi 65% neutral base form
(lidokain-HCl) melalui struktur hidrofobik cuff PET dalam periode waktu 6 jam,
sehingga memungkinkan jumlah obat yang lebih sedikit dibandingkan penelitian
sebelumnya (lidokain 20-40 mg berbanding 200-500 mg), disamping mengurangi
kemungkinan efek samping terjadi absorbsi ke sirkulasi dalam dosis besar bila
terjadi ruptur dari cuff PET. (Dollo, 2001; Estebe, 2005)
Namun
studi
Estebe
(2002)
melaporkan
pemberian
lidokain
1.2
Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan umum
Untuk mengetahui efektifitas lidokain 2% intracuff pipa endotrakea dalam
1.3.2
Tujuan khusus
Untuk membandingkan efek antara lidokain 2% dengan NaCl 0,9%
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Aplikasi klinis
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai manfaat klinis
Pengembangan akademik
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memperkuat bukti bahwa
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
LIDOKAIN
2.1.1
Sejarah
Anestesi lokal pertama kali disintesa dari Cocain dan diperkenalkan
sebagai obat lokal anestesi pertama kali tahun 1884 oleh Kollar untuk digunakan
dalam ophthalmology. Halsted mengakui kemampuan dari cocain injeksi untuk
menghambat konduksi impuls saraf, yang penting untuk diperkenalkan pada
anestesia blok saraf tepi dan spinal anestesia. Sebagai ester dari asam benzoic,
cocaine dalam jumlah banyak terdapat pada tumbuhan Erythroxylon coca, sejenis
tumbuhan yang tumbuh di pegunungan Andes dimana kualitasnya dalam
merangsang otak diketahui dengan baik. Keistimewaan yang unik lainnya dari
cocaine adalah kemampuannya menimbulkan vasokonstriksi lokal, membuat dia
berguna untuk mengerutkan mukosa hidung pada saat proses rhinolaryngologic
dan intubasi nasothrakeal. Potensial penyalahgunaan dari cocaine membatasi
keabsahan penggunaannya secara medis, selain itu sifat iritasi dari cocaine
membatasi obat tersebut digunakan sebagai anestesi topikal pada kornea atau
bentuk injeksi lainnya yang menyebabkan anestesi. (Stoelting, 2006)
Obat anestesi lokal sintetik pertamakali dibuat dari turunan ester yaitu
procaine, diperkenalkan oleh Einhorn tahun 1905. Lidokain disintesa sebagai
anestesi lokal golongan amide oleh Lofgren tahun 1943. Lidokain (Xylocaine/
Lignocaine) adalah obat anestesi lokal yang digunakan secara luas baik melalui
pemberian topikal atau intravena. Lidokain menimbulkan blok saraf lebih cepat,
lebih kuat dan durasinya lebih lama dibandingkan dengan procaine. Tidak seperti
procaine, lidokain efektif digunakan secara topical dan sangat poten untuk obat
antidisritmia jantung. Untuk alasan ini, lidokain digunakan sebagai standar
pembanding dari obat anestesi lainnya. Lidokain dapat menimbulkan blok yang
reversible terhadap konduksi impuls saraf pusat dan perifer setelah anestesia
regional ataupun blok saraf tepi. Dengan meningkatnya konsentrasi dari obat-obat
lokal anestesi di sekitar serat saraf akan menyebabkan transmisi saraf otonom,
saraf sensorik, dan saraf motorik dihentikan sehingga menimbulkan blok sistem
saraf otonom, sensoris dan paralysis dari otot-otot skeletal yang dipersarafi oleh
saraf yang diblok. Berkurangnya konsentrasi anestesi lokal di daerah injeksi akan
diikuti oleh kembalinya fungsi konduksi saraf secara spontan dan komplit, tanpa
ditandai kerusakan struktur serat saraf sebagai akibat dari efek obat. Tiap mililiter
lidokain mengandung: 2 (Dietilamino) N (2,6 dimetilfenil) asetamida
hidroklorida. (Stoelting, 2006)
2.1.2
Berdasarkan
strukturnya
tersebut,
obat
anestesi
lokal
dapat
dari lidokain dengan propyl dan penambahan ethyl pada alpha atom karbon di
rantai hydrocarbon menyebabkan etidokain 50 kali lebih larut dalam lemak dan
durasi 2-3 kali lebih lama. Anestesi lokal pipecoloxylidide (mepivacaine,
bupivacaine, ropivacaine dan levobupivacaine) memiliki struktur chiral karena
adanya atom karbon yang asimetris. Struktur ini menyebabkan obat tersebut
memiliki konfigurasi l ( left ) danr ( right ) enantiomer. Perbedaan konfigurasi
ini erat kaitannya dengan efek neurotoksisitas dan kardiotoksisitas, dimana l
enantiomer (ropivacaine, levobupivacaine) memiliki toksisitas yang lebih rendah
dari r enantiomer. (Stoelting, 2006)
anestesi lokal sehingga onset dari lokal anestesi lebih cepat dan durasinya lebih
lama.
Durasi dari anestesi lokal sangat tergantung pada kelarutan obat dalam
lemak. Semakin besar kelarutannya dalam lemak semakin lama durasinya oleh
karena pembersihan oleh aliran darah menurun. Kelarutannya dalam lemak juga
menunjukkan kekuatan ikatan antara obat dengan protein plasma (alpa 1glikoprotein dan albumin). Derajat ikatan obat dengan protein plasma berbanding
lurus dengan kecepatan eliminasi dari obat.
akson dan aktivasi kanal natrium di membran sel yang menyebabkan refluk ion
natrium ke dalam sel sehingga terjadi perubahan potensial membran dari -70 mV
menjadi +35 mV. Molekul anestesi lokal masuk kedalam sel dan menutup kanal
ion Na dari dalam sel, sehingga potensial aksi dicegah dan transmisi impuls
sepanjang saraf tidak terjadi. (Rathmell, 2004)
Tidak semua serat-serat saraf dapat dipengaruhi oleh obat anestesi lokal,
oleh karena sensitivitasnya sangat ditentukan oleh diameter dari akson, ada
tidaknya myelin sehingga pada penggunaan blok spinal urutan saraf yang terblok
adalah autonom, sensorik dan motorik. Sebalikannya pemulihannya dimulai dari
saraf motorik, sensorik, terakhir adalah autonom. (Morgan, 2006)
2.1.3
pada epidural oleh karena seraf saraf dalam subarakhnoid lebih sedikit lapisan
proteksinya. (Stoelting, 2006)
2.1.4
Farmakokinetik
Anestesi lokal adalah basa lemah dengan pKa sedikit diatas pH fisiologi.
Pada pH fisiologis kurang dari 50% obat anestesi lokal terlarut dalam lemak dan
tak mengalami ionisasi. Anestesi lokal yang memiliki pKa mendekati pH
fisiologis memiliki onset yang lebih cepat karena rasio obat yang terionisasi dan
dengan yang tak terionisasi optimal. Disamping itu efek vasodilator dari obat
anestesi lokal itu sendiri, dimana efek lidokain lebih besar daripada mepivacaine
mempercepat absorbsi sistemik dari obat sehingga mempercepat durasi dari obat
tersebut. Sedangkan bupivacaine dan etidocaine memiliki efek vasodilator
intrinsik
yang
serupa,
namun
konsentrasi
plasma
bupivacaine
setelah
2.1.4.1 Absorbsi
Absorbsi anestesi lokal dari tempat injeksi ke dalam sirkulasi darah
dipengaruhi oleh beberapa hal: (Stoelting, 2006)
Penggunaan vasokonstriktor
vasokonstriktor
(epinephrine
1:200.000)
menimbulkan
2.1.4.2 Distribusi
Distribusi tergantung ambilan dari masing-masing organ, dimana ambilan organ
ditentukan oleh: (Morgan, 2006)
Perfusi jaringan, pada organ yang memiliki perfusi yang tinggi (otak, paru, hati,
ginjal dan jantung) obat ini akan cepat didistribusikan. Paru-paru mengekstraksi
sebagian besar dari anestesi lokal. Kondisi ini menyebabkan ambang toksisitas
anestesi lokal lebih rendah bila disuntikkan intra-arterial dari pada intra-vena.
Koefisien partial dari jaringan dan darah, kekuatan ikatan protein plasma akan
mempertahankan anestesi lokal didalam darah, sedangkan kelarutannya dalam
lemak akan memudahkan pengambilan oleh organ.
lewat
urin.
Metabolisme
procaine
dan
benzocaine
akan
pada
masing-masing
anestesi
lokal
(prilocane>
lidokain>
2.1.5
2.1.6
2.1.7
Indikasi
Teknik blok saraf tepi seperti: blok pleksus dan intercostalis blok.
2.1.8
Farmakodinamik
berhubungan dengan dosis dan konsentrasi obat yang berlebihan dalam plasma
(absorbsi yang cepat, obat secara langsung masuk intra vaskular). Efek samping
lainnya mungkin disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terutama terhadap obat
adjuvant, zat pengawet, antiseptik dan pH dari obat.
2.1.8.1.4 Alergi
Reaksi alergi biasanya berupa lesi kulit, urtikaria, edema atau reaksi
anafilaktoid. Reaksi alergi muncul tidak hanya karena sensitivitas terhadap
anestesi lokal tetapi dapat juga ditimbulkan oleh bahan pengawet obat tersebut
(methylparaben).
2.1.9
Respon inflamasi
Inflamasi akut merupakan respon khas imunitas non-spesifik yaitu berupa
respon cepat terhadap kerusakan sel, berlangsung cepat (beberapa jam-hari) dan
dipacu oleh berbagai stimulan seperti benda asing yang masuk tubuh, invasi
mikroorganisme, trauma, bahan kimiawi yang berbahaya, faktor fisik dan alergi.
Tujuan inflamasi akut adalah untuk me-eradikasi bahan atau stimulan yang
memacu respon awal. Pada beberapa keadaan, eradikasi tidak efektif atau tidak
lengkap sehingga menimbulkan fase inflamasi kronis. (Karnen, 2012).
Pada umumnya respon inflamasi akut menunjukkan awitan cepat dan
berlangsung singkat. Inflamasi akut biasanya disertai reaksi sistemik yang disebut
respon fase akut yang ditandai oleh perubahan cepat kadar beberapa protein
plasma. Reaksi dapat menimbulkan reaksi berantai dan rumit yang berdampak
terjadinya vasodilatasi, kebocoran mikrovaskular dengan eksudasi cairan dan
protein serta infiltrasi lokal sel-sel inflamasi. Reaksi inflamasi diawali dengan
pelepasan mediator vasoaktif dari sel mast (histamin, leukotrien), juga pelepasan
dari platelet dan komponen plasma (bradikinin), menyebabkan vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas vaskular yang selanjutnya memicu timbulnya tanda
inflamasi klasik yaitu kemerahan (rubor), panas (calor), edema (tumor) dan nyeri
(dolor) yang timbul akibat interaksi mediator inflamasi dengan sistem sensorik.
(Karnen, 2012)
Proses inflamasi lokal dapat memicu respon sistemik, disebut dengan
reaksi fase akut dimana terjadi peningkatan protein fase akut (C-reactive protein,
complement factor C3, fibrinogen dan serum albumin), diikuti dengan aktivasi
beberapa sistem mediator (sistem kinin, sistem komplement, mediator lipid dan
sitokin). Pada pembedahan, sitokin memiliki peran penting dalam meregulasi
respon inflamasi. Pelepasan sitokin lokal (interleukin-1, IL-8, interleukin-6 dan
tumor necrosis factor (TNF) mengatur respon inflamasi pada area kerusakan
jaringan dengan cara menginduksi kemotaksis netrofil ke jaringan inflamasi dan
menstimulasi proliferasi limfosit untuk selanjutnya menyebabkan pelepasan
sitokin (Hollman et al, 2000).
antiinflamasi
dan
terutama
pada
sel
inflamasi
(granulosit
2.2
PIPA ENDOTRAKEA
karena terdapat tulang rawan yang kaku, sedangkan pada bagian belakang lebih
bersifat elastis. Pada posisi ekstensi, tekanan pada bagian posterior lebih besar
disebabkan karena dorongan dari tulang vertebra servikal. (Black AM, 1981;
Khine HH, 1997; Brimacombe, 1999)
Pada tahun 1960 PET dengan cuff terbuat dari bahan karet berwarna
merah dan termasuk pada kelompok High Pressure - Low Volume (HPLV). Pada
jaman modern ini HPLV dengan cuff terbuat dari bahan silikon nondisposable.
Sedangkan cuff High Volume Low Pressure (HVLP) terbuat dari bahan
polyvinyl chloride (PVC) atau polyurethane. Cuff HPLV memiliki diameter lebih
kecil pada ujungnya dan residual volume lebih kecil. Untuk menimbulkan sealing
trakea memerlukan tekanan intracuff yang tinggi untuk mengatasi low compliance
dari cuff tersebut. Cuff membuat area kontak yang sedikit dengan trakea. Hal
yang diperhatikan pada penggunaan cuff tipe ini dalam penggunaannya yang lama
kemungkinan terjadinya iskemik pada mukosa trakea. Keuntungan yang diberikan
yaitureusability sehingga biaya akhir lebih murah. (Spiegel, 2010)
Hasil studi oleh McHardy (1999) dikemukakan pada pemakaian PET
dengan jenis cuff HPLV yang diinflasikan lebih dari 30 mmHg (39 cmH2O)
menyebabkan mukosa trakea yang kontak dengan cuff yaitu yang menutupi
kartilago trakea menjadi iskemia. Keadaan ini diperkirakan memberikan
kontribusi terhadap kejadian stenosis trakea dan trakeomalasia.
Sedangkan pada penggunaan cuff High Volume Low Pressure tidak
menyebabkan aliran darah pada mukosa trakea terhenti selama tekanan intracuff
berada pada kisaran 80-120 mmHg. Hal ini berkaitan karena tekanan intracuff
tersebut dapat didistribusikan lebih luas pada mukosa yang kontak dengan cuff.
Namun demikian tekanan intracuff yang direkomendasikan sebaiknya <20 mmHg
(26 cmH2O). Dari data disebutkan penggunaan PET yang terbuat dari PVC
dengan cuff HVLP menurunkan insidensi dan severity nyeri tenggorokan bila
digunakan ukuran yang adekuat dengan pasien. (McHardy, 1999; Ali,2009)
Besarnya tekanan cuff ditentukan oleh banyak faktor, diantaranya: volume
yang diinflasikan, diameter cuff relatif terhadap trakea, kelenturan trakea dan cuff,
dan tekanan intra toraks termasuk tekanan jalan nafas. (Larson CP, 2002)
Tekanan cuff yang cukup untuk mencegah kebocoran udara nafas dari
berbagai jenis pipa endotrakea adalah antara 20-25 cmH2O dibawah tekanan
perfusi mukosa trakea 25-30 cmH2O. Tekanan cuff dapat meningkat selama
anestesi umum sebagai akibat dari difusi N2O dari trakea ke dalam cuff pipa
endotrakea (Brimacombe, 1999; Stone DJ, 2000)
2.2.2
bersifat hidrofobik terhadap sebagian besar substansi kimia. Oleh karena itu,
mekanisme difusi lidokain melintasi membran cuff pipa endotrakea kemungkinan
mirip dengan yang terjadi di dalam ruang epidural. (Navarro, 2007)
Log
2.3
NYERI
2.3.1
Definisi Nyeri
The
International
Association
for
the
Study
of
Pain
(IASP),
2.3.2
Fisiologi Nyeri
Salah satu fungsi sistem saraf yang paling penting adalah menyampaikan
informasi tentang ancaman kerusakan tubuh. Saraf yang dapat mendeteksi nyeri
tersebut dinamakan nociception. Nociception termasuk menyampaikan informasi
perifer dari reseptor khusus pada jaringan (nociseptors) kepada struktur sentral
pada otak. Sistem nyeri mempunyai beberapa komponen (Avidan 2003) :
a. Reseptor khusus yang disebut nociceptors, pada sistem saraf perifer,
mendeteksi dan menyaring intensitas dan tipe stimulus noxious.
b. Saraf aferen primer (saraf A-delta dan C) mentransmisikan stimulus
noxious ke CNS.
2.3.3
Patofisiologi Nyeri
Bila terjadi kerusakan jaringan/ancaman kerusakan jaringan tubuh, seperti
2.3.3.2 Transmisi
Adalah proses perambatan impuls nyeri melalui A-delta dan C serabut
yang menyusul proses tranduksi. Oleh serat afferent A-delta dan C impuls nyeri
diteruskan ke sentral, yaitu ke medulla spinalis, ke sel neuron di kornua dorsalis.
Serat aferent A-delta dan C yang berfungsi meneruskan impuls nyeri mempunyai
perbedaan ukuran diameter. Serat A-delta mempunyai diameter lebih besar
dibanding dengan serat C. Serat A-delta menghantarkan impuls lebih cepat (12-30
m/dtk) dibandingkan dengan serat C (0.5-5 m/dtk). Sel-sel neuron di medulla
spinalis kornua dorsalis yang berfungsi dalam fisiologi nyeri ini disebut sel-sel
neuron nosisepsi. Pada nyeri akut, sebagian dari impuls nyeri tadi oleh serat
aferent A-delta dan C diteruskan langsung ke sel-sel neuron yang berada di
kornua antero-lateral dan sebagian lagi ke sel-sel neuron yang berada di kornua
anterior medulla spinalis. Aktifasi sel-sel neuron di kornua antero-lateral akan
menimbulkan peningkatan tonus sistem saraf otonum simpatis dengan segala efek
yang dapat ditimbulkannya. Sedangkan aktifasi sel-sel neuron di kornua anterior
medulla spinalis akan menimbulkan peningkatan tonus otot skelet di daerah
cedera dengan segala akibatnya.
2.3.3.3 Modulasi
Merupakan interaksi antara sistem analgesik endogen (endorfin, NA, 5HT)
dengan input nyeri yang masuk ke kornu posterior. Impuls nyeri yang diteruskan
oleh serat-serat A-delta dan C ke sel-sel neuron nosisepsi di kornua dorsalis
medula
spinalis
tidak
semuanya
diteruskan
ke
sentral
lewat
traktus
spinotalamikus. Didaerah ini akan terjadi interaksi antara impuls yang masuk
dengan sistem inhibisi, baik sistem inhibisi endogen maupun sistem inhibisi
eksogen. Tergantung mana yang lebih dominan. Bila impuls yang masuk lebih
dominan, maka penderita akan merasakan sensibel nyeri. Sedangkan bila efek
sistem inhibisi yang lebih kuat, maka penderita tidak akan merasakan sensibel
nyeri.
2.3.3.4 Persepsi
Impuls yang diteruskan ke korteks sensorik akan mengalami proses yang
sangat kompleks, termasuk proses interpretasi dan persepsi yang akhirnya
menghasilkan sensibel nyeri.
2.3.4
Penilaian Nyeri
Nyeri merupakan suatu keadaan yang multidimensional sebagai akibat dari
berjalan. Frekuensi penilaian nyeri tergantung dari durasi dan beratnya nyeri,
kebutuhan serta respon pasien serta jenis obat dan intervensi yang digunakan.
Penilaian rasa nyeri pada pasien pascaoperasi harus meliputi penilaian pada
kondisi statik (saat istirahat, tidak bergerak) dan pada kondisi dinamis (saat
bergerak, duduk, batuk). Secara garis besar, penilaian nyeri dibagi menjadi dua,
yaitu penilaian uni dimensional dan penilaian multi dimensional (Cousin, 2005).
Penilaian unidimensional merupakan skala untuk menilai intensitas nyeri
ataupun tingkat berkurangnya nyeri setelah suatu intervensi obat analgesia. Dalam
menilai respon terhadap suatu terapi biasanya dipakai skala penurunan nyeri dan
bukan intensitas nyerinya (Cousin, 2005). Skala kategori menggunakan kata-kata
untuk mendeskripsikan intensitas nyeri atau derajat penurunan nyeri. Verbal
descriptive scale (VDS) biasanya menggunakan kata tidak nyeri, nyeri ringan,
nyeri sedang, nyeri berat atau sangat nyeri. VDS pertama kali disampaikan oleh
Keele pada tahun 1948. VDS lebih sulit digunakan pada pasien pascaoperasi
dibandingkan dengan skala numerikal dan kurang sensitif untuk menilai hasil
terapi analgesia dibandingkan dengan VAS (Ballantyne, 2008). Skala kategori
mempunyai keuntungan karena sederhana, mudah, dan cepat dilakukan, dan
berguna pada pasien tua atau pasien dengan gangguan penglihatan. Akan tetapi
terbatasnya pilihan kategori dibandingkan dengan numerical scales membuat
skala kategori lebih sulit untuk mengetahui adanya perbedaan terhadap hasil terapi
analgesia yang diberikan (Cousin, 2005; Deloach dkk., 1998).
memberi tanda pada garis tersebut yang kemudian akan diukur jaraknya dari
sebelah kiri. Jarak tersebut dihitung dalam satuan milimeter (mm) dan
mencerminkan tingkat nyeri yang dialami pasien. Selain dalam posisi horizontal,
VAS juga dapat diposisikan vertikal dan hasilnya tetap valid. Interpretasi nilai
VAS sangat bervariasi tergantung dari definisi yang digunakan, akan tetapi
interpretasi nilai VAS yang paling banyak digunakan yaitu nilai <40 mm sebagai
nyeri ringan, 41-70 mm sebagai nyeri sedang, dan >71 mm sebagai nyeri berat.
Hasil dari penilaian VAS ini dapat digunakan sebagai salah satu pedoman dalam
menyesuaikan dosis obat anti nyeri yang diberikan (Aubrun dkk., 2003; Bodian
dkk., 2001). Skala ini mempunyai keuntungan oleh karena sederhana, mudah dan
cepat menggunakannya, memungkinkan pasien menentukan sendiri tingkat
nyerinya dalam rentang yang cukup lebar. Akan tetapi dalam menentukan skala
ini diperlukan konsentrasi dan koordinasi yang cukup baik sehingga tidak dapat
dipergunakan pada anak-anak (Cousin, 2005). Perubahan nilai VAS juga
mempengaruhi tingkat kepuasan pasien. Penurunan nilai VAS kira-kira 10 mm
atau 15% dikatakan sebagai nyeri sedikit menurun, penurunan nilai 20-30 mm
atau 33% dianggap sebagai penurunan nyeri yang bermakna dari sudut pasien dan
penurunan VAS hingga 66% dianggap sebagai menghilangnya nyeri yang
substansial.
2.3.5
endotrakea mencapai 90% kasus dan biasanya merupakan keluhan utama yang
berkaitan dengan airway selain keluhan lainnya seperti dysphagia dan hoarseness.
Beberapa keadaan yang dipertimbangkan sebagai etiologi nyeri tenggorokan
tersebut meliputi: trauma intubasi, dehidrasi mukosa dan edema pharyngeal
airways. Faktor lain yang diperkirakan berpengaruh antara lan: teknik intubasi,
teknik suctioning, ukuran PET, jenis PET, contour cuff, tekanan cuff PET
terhadap mukosa trakea. (Ali N.P, 2009; Porter, 1999; Edomwonyi, 2006)
Ukuran PET sebagai faktor penting yang berperan terhadap nyeri
tenggorokan. Dari penelitian diketahui penggunaan PET ukuran kecil mengurangi
insidensi nyeri tenggorokan, hal ini disebabkan berkurangnya tekanan yang
ditimbulkan oleh PET terhadap mukosa trakea.(Edomwonyi, 2006)
Meskipun mekanisme patofisiologi nyeri tenggorokan yang pasti belum
dapat dijelaskan, diperkirakan kerusakan mukosa yang berkaitan dengan cuff PET
menjadi faktor penting terhadap morbiditas trakea. Penurunan perfusi mukosa
trakea terjadi bila tekanan cuff melebihi 30 cmH2O, hal ini diduga sebagai tahap
awal dari perkembangan kerusakan mukosa trakea. Penggunaan nitrous oxida
(N2O) dalam balance anesthesia juga memberikan peran karena N2O yang dapat
berdifusi melalui membran cuff PET. Kekurangan dalam mengontrol tekanan
intracuff selama periode perioperatif juga berperan terhadap tekanan yang
berlebihan pada mukosa trakea. (Combes, 2001)
Beberapa cara mengatasi kenaikan tekanan yang berlebihan dalam cuff
pipa endotrakea adalah dengan beberapa cara: dikempiskan secara periodik atau
menyesuaikan kembali tekanan cuff, mengisi cuff dengan NaCl fisiologis atau
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
peningkatan
morbiditas
pada
penatalaksanaan
anestesi
umum
yang
PIPA ENDOTRAKEA
INTERNAL :
1.
2.
3.
4.
5.
EKSTERNAL :
Umur
Jenis kelamin
Berat badan
Tinggi badan
IMT
Jenis PET
Ukuran PET
Anestesi umum
Durasi pembedahan
NACL 0,9%
LIDOKAIN 2%
VOLUME CUFF
TEKANAN INTRACUFF
NYERI
TENGGOROKAN
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah uji klinik dan alokasi subyek
P1
O1
O2
O3
P2
O4
O5
O6
4.2
4.3
4.3.1
Populasi Penelitian
4.3.2
Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah pasien yang akan menjalani pembedahan dengan
4.3.3
4.3.4
Kriteria Inklusi
1.
2.
3.
4.
Mallampati derajat I II
5.
6.
Kriteria Eksklusi
1. Pasien yang menolak menjadi sampel penelitian.
2. Pasien yang memiliki reaksi alergi terhadap obat lidokain 2%
3. Kesulitan intubasi
4. Lama operasi < 1 jam
5. Mengalami infeksi jalan nafas atas
6. Menjalani operasi daerah kepala, mulut, dan atau leher
7. Pemasangan pipa lambung
8. Cuff pipa endotrakea bocor atau terlepas durante operasi
4.3.5
Besar Sampel
dimana :
S
: nilai
4.3.6
4.3.7
Alokasi sampel
Penentuan alokasi sampel yang masuk ke dalam kelompok perlakuan (A)
17
33
49
18
34
50
19
35
51
20
36
52
21
37
53
22
38
54
23
39
55
24
40
56
25
41
57
10
26
42
58
11
27
43
59
12
28
44
60
13
29
45
61
14
30
46
62
15
31
47
63
16
32
48
64
4.4
Variabel Penelitian
1. Variabel bebas adalah pemberian lidokain 2% intracuff dan NaCl 0,9%
intracuff.
2. Variabel tergantung adalah nyeri tenggorokan pasca anestesi umum
intubasi pipa endotrakea.
3. Variabel perancu adalah umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi
badan, indeks massa tubuh (IMT), durasi operasi.
4.5
midazolam
0,05
mg/
kgbb,
suplemen
analgesia
4.6
Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan adalah:
1. Kuesioner dan data dari status pasien.
2. Penggaris pengukuran VAS dengan skala 0-10 cm.
3. Lembar monitoring VAS pasien.
4. Lembar pengumpulan data penelitian.
5. Laringoskop merk Riester
6. Pipa endotrakea PVC merk Sumi disertai cuff high volume low
pressure ukuran internal diameter 6,5; 7,5 mm.
7. Spuite 10 ml
8. Infus set dan kateter intravena ukuran 18 G
9. Midazolam 0,1%
10. Ondansentron
11. Propofol 1%
12. Atracurium
13. Ketorolac
14. Isoflurane, N2O, O2
15. NaCl 0,9%
16. Lidokain hidroklorida (Lidokain-HCl 2%)
17. Pressure cuff Mallinckrodt, Seelscherf, Germany
18. Stetoskop
4.7
Prosedur Penelitian
4.7.1
Persiapan penelitian
Penelitian ini dapat dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan
4.7.2
Penapisan pasien
Seleksi dilakukan pada saat kunjungan pra-anestesia pada pasien yang
4.7.3
Pelaksanaan penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan dalam tahapan-tahapan yang ditentukan
sebelumnya dengan harapan perlakuan lain yang tidak diteliti diberikan sama ke
semua subyek.
4.7.3.1 Cara kerja
Cara kerja dalam melakukan penelitian dan pengumpulan data adalah
sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Setelah
operasi
selesai,
agen
anestesia
dihentikan,
pasien
4.7.4
Alur Penelitian
Pasien yang akan menjalani pembedahan dengan anestesi umum
intubasi pipa endotrakea
Kriteria inklusi
Informed consent
Populasi terjangkau
Kriteria eksklusi
ELIGIBLE SAMPEL
PREMEDIKASI
Midazolam 0,05 mg/kg
Ondansentron 0,15 mg/kgbb
INDUKSI
Propofol 2,5 mg/kg, Fentanyl 2 g/kg,
Atracurium 0,5 mg/ kg
RANDOMISASI
KELOMPOK A
Inflasi cuff dengan Lidokain 2%
KELOMPOK B
Inflasi cuff dengan NaCl 0,9%
RUMATAN
N2O,O2, Isofluran, Atracurium
ANALISIS STATISTIK
4.8
4.8.1
Uji normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui sebaran data variabel (nilai
BAB V
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian uji klinik pada pasien yang menjalani
tindakan pembedahan dengan anestesi umum di kamar operasi instalasi bedah
sentral RSUP Sanglah Denpasar. Penelitian dilakukan pada 64 pasien yang
memenuhi kriteria inklusi dan dibagi menjadi 2 kelompok perlakuan. Kelompok
A terdiri dari 32 sampel yang mendapatkan inflasi lidokain 2% intracuff dan
kelompok B terdiri dari 32 sampel yang mendapatkan inflasi NaCl 0,9% intracuff.
Penelitian ini bertujuan mengetahui efektifitas pemberian lidokain 2% intracuff
pipa endotrakea untuk mengurangi nyeri tenggorokan pasca intubasi.
Tabel 5.1
Data karakteristik subjek penelitian kedua kelompok perlakuan
Variabel
Usia (tahun)
Jenis Kelamin :
Laki-laki
Perempuan
Berat badan (kg)
Tinggi badan (cm)
IMT (kg/m2)
Durasi pembedahan
(menit)
Kelompok
Lidokain 2%
( n = 32 )
37,3 11,6
Kelompok
NaCl 0,9%
( n = 32 )
38,2 13,0
8 (25,0)
24 (75,0)
55,9 7,1
160,4 6,5
21,7 1,8
166,3 80,6
11 (34,4)
21 (65,6)
59,1 8,7
162,8 8,1
22,2 1,7
177,8 68,9
p
0,762a
0,412b
0,114a
0,305b
0,142b
0,542a
Keterangan : Uji statistik : a. Uji independent sample T-test: berbeda tidak bermakna; b.
Uji Mann-Whitney: berbeda tidak bermakna
Data yang bersifat numerik seperti umur, berat badan, tinggi badan, indeks
massa tubuh, durasi pembedahan dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan
dalam bentuk rerata SD. Data bersifat kategorikal seperti jenis kelamin
dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan dalam distribusi frekwensi dan
proporsi.
Kedua kelompok diuji normalitasnya dengan uji Kolmogorov Smirnov.
Untuk perbandingan karakteristik sampel dianalisis sesuai untuk analisis
komparatif numerik tidak berpasangan 2 kelompok yaitu uji t bila distribusi
datanya normal, bila distribusi data tidak normal menggunakan uji Mann
Whitney.
Berdasarkan tabel 5.1 terlihat bahwa karakteristik subjek meliputi umur,
jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, IMT, dan durasi pembedahan antar
kelompok perlakuan tidak berbeda bermakna. Berdasarkan gambaran karakteristik
variabel tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok
perlakuan sudah sebanding (comparable).
Data rerata tekanan intracuff berdasarkan kelompok perlakuan pada
pengukuran interval waktu dapat dilihat pada Tabel 5.2 berikut ini
Tabel 5.2
Perbedaan rerata tekanan intracuff berdasarkan kelompok perlakuan
Tekanan
Intracuff
Menit ke 0
Menit ke 30
Menit ke 60
Menit ke 90
Menit ke 120
Akhir
anestesia
Kelompok
Lidokain 2%
( n = 32 )
19,3 3,8
Kelompok
NaCl 0,9%
( n = 32 )
19,3 1,6
19,2 3,8
18,9 3,9
18,7 3,7
18,7 3,8
17,9 3,8
Beda
Rerata
95% CI
Nilai P
0 2,2
-1,4 1,5
0,966
19,4 1,6
20,3 1,4
20,9 1,7
21,5 1,6
-0,2 2,2
-1,4 2,5
-2,2 2,0
-2,8 2,2
22,2 1,8
-4,3 2,0
-1,7 1,2
-2,8 0,1
-3,7 (-0,7)
-4,4 (-1,3)
-5,7 (-2,8)
0,733
0,066
0,004
0,001
< 0,001
Variabel
Volume cuff awal
Volume cuff akhir
Selisih volume cuff
Kelompok
Lidokain 2%
( n = 32 )
6,2 1,1
Kelompok
NaCl 0,9%
( n = 32 )
6,1 0,8
4,6 1,3
1,6 0,6
Beda Rerata
Nilai P
0,1 0,3
0,983
6,1 0,8
1,46 0,5
<0,001
00
1,6 0,6
<0,001
Keterangan : Uji statistik dilakukan dengan independent sample T-test dan Mann-
Whitney Test.
Volume cuff awal pada kedua kelompok tidak menunjukkan perbedaan
bermakna dengan nilai p=0,983. Volume cuff yang diukur pada akhir ekstubasi
pada kedua kelompok perlakuan menunjukkan perbedaan yang bermakna
(p<0,05). Pada kelompok lidokain 2% didapatkan rerata selisih volume intracuff
sebesar 1,6 0,6 ml sedangkan pada kelompok NaCl 0,9% tidak ada perbedaan
selisih volume intracuff di awal dan akhir.
Variabel
VAS jam ke 1
VAS jam ke 2
VAS jam ke 24
Kelompok
Lidokain 2%
( n = 32 )
4,0 5,7
Kelompok
NaCl 0,9%
( n = 32 )
10,1 5,0
2,1 3,9
00
Beda Rerata
Nilai P
6,1 0,7
<0,001
5,3 3,9
3,2 0
0,004
00
00
1,0
Keterangan :Uji statistik dilakukan dengan menggunakan independent sample Ttest dan Mann-Whitney Test.
10
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
5
4
2
0
VAS JAM 1
VAS JAM 2
VAS JAM 24
NACL 0,9%
Tabel 5.5 Hasil analisis regresi linier pengaruh selisih volume cuff terhadap
nilai VAS jam 1
Variabel
Selisih volume cuff
Konstanta
95% CI
Nilai p
-3,12
-4,67 (-1,58)
<0,001
9,49
-7,66 11,34
<0,001
Selisih volume cuff sebesar 1 ml atau dengan kata lain setiap penurunan
volume cuff 1 ml dibandingkan volume cuff awal akan menyebabkan penurunan
nilai VAS sebesar 3,12 mm. Dan pengaruhnya secara statistik bermakna (p<0,05).
Gambar 5.6 Kurve linier pengaruh selisih volume cuff terhadap nilai VAS jam 1
Dari kurva linier tersebut dapat disimpulkan bahwa selisih volume cuff
yang lebih tinggi akan menyebabkan penurunan nilai VAS. Dimana setiap selisih
volume cuff 1 ml akan diikuti penurunan nilai VAS sebesar 3,12 mm.
Tabel 5.6 Hasil analisis regresi linier pengaruh selisih volume cuff terhadap
nilai VAS jam 2
Variabel
Selisih volume cuff
Konstanta
95%CI
Nilai p
-1,49
-2,62 (-0,36)
0,01
4,83
3,49 6,18
<0,001
Selisih volume cuff sebesar 1 ml atau dengan kata lain setiap penurunan
volume cuff 1 ml dibandingkan volume cuff awal akan menyebabkan penurunan
nilai VAS sebesar 1,49 mm. Dan pengaruhnya secara statistik bermakna (p=0,01).
Gambar 5.7 Kurve linier pengaruh selisih volume cuff terhadap nilai VAS jam 2
Dari kurva linier tersebut dapat disimpulkan bahwa selisih volume cuff
yang lebih tinggi akan menyebabkan penurunan nilai VAS. Dimana setiap selisih
volume cuff 1 ml akan diikuti penurunan nilai VAS sebesar 1,49 mm.
Tabel 5.7 Hasil analisis regresi linier pengaruh tekanan intracuff akhir
terhadap nilai VAS jam 1
95% CI
Nilai p
0,47
0,06 0,89
0,03
Konstanta
-2,46
-10,83 5,91
0,559
Variabel
Gambar 5.8 Kurve linier pengaruh tekanan intracuff akhir terhadap VAS jam 1
Dari kurva linier tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tekanan
intracuff akhir sebesar 1 mmHg dari rerata tekanan intracuff akhir maka nilai
VAS jam 1 akan bertambah sebesar 0,47 mm. Sebaliknya semakin rendah tekanan
intracuff akhir sebesar 1 mmHg dari rerata tekanan intracuff akhir maka nilai
VAS jam 1 akan berkurang sebesar 0,47 mm
Tabel 5.8 Hasil analisis regresi linier pengaruh tekanan intracuff akhir
terhadap nilai VAS jam 2
95% CI
Nilai p
0,21
-0,08 0,50
0,14
Konstanta
-0,59
-6,47 5,28
0,84
Variabel
Pada tekanan intracuff akhir yang lebih tinggi 1 mmHg dari nilai rerata
tekanan intracuff akhir maka nilai VAS jam 2 bertambah sebesar 0,21 mm.
Sebaliknya pada tekanan intracuff akhir yang lebih rendah 1 mmHg dibandingkan
rerata tekanan intracuff akhir maka diikuti penurunan nilai VAS jam 2 sebesar
0,21 mm. Dan pengaruhnya secara statistik tidak bermakna (p>0,05).
Gambar 5.9 Kurve linier pengaruh tekanan intracuff akhir terhadap VAS jam 2
Dari kurva linier tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tekanan
intracuff akhir sebesar 1 mmHg dari rerata tekanan intracuff akhir maka nilai
VAS jam 2 akan bertambah sebesar 0,21 mm. Sebaliknya semakin rendah tekanan
intracuff akhir sebesar 1 mmHg dari rerata tekanan intracuff akhir maka nilai
VAS jam 2 akan berkurang sebesar 0,21 mm. Namun pengaruhnya secara statistik
tidak bermakna (p>0,05).
BAB VI
PEMBAHASAN
1,6, dan menit akhir sebesar 22,2 1,8. Hal ini sejalan dengan penelitian
Jaichandran (2009) dimana pada kelompok inflasi salin tekanan awal intracuff
22,0 2,36 dan tekanan akhir intracuff yaitu 23,88 2,36, sedangkan pada
kelompok inflasi lidokain tekanan awal intracuff 22,52 2,42 dan tekanan akhir
intracuff sebesar 23,64 2,67. Bila dibandingkan dengan kelompok inflasi udara
didapatkan tekanan intracuff awal sebesar 24,92 2,89 dan tekanan akhir sebesar
56,68 10,59. Hal ini membuktikan pada penelitian ini bahwa penggantian inflasi
udara intracuff dengan liquid yaitu salin dan lidokain 2% dapat mencegah
hiperinflasi cuff yang berlebihan pada inflasi udara intracuff terhadap mukosa
trakea seperti ditunjukkan penelitian Jaichandran.
Untuk menghindari hiperinflasi cuff pipa endotrakea penggunaan liquid
dapat diberikan dibandingkan inflasi udara. Lidokain sebagai suatu larutan dapat
menjadi pilihan terhadap permasalahan diatas. Beberapa penelitian in vitro
maupun in vivo melaporkan bahwa lidokain hidrochloride (L-HCl) yang
dimasukkan ke dalam cuff dapat berdifusi melintasi cuff pipa endotrakea yang
bersifat hydrophobic membrane, hal ini disebabkan karena cuff dibuat dari bahan
polyvynil chloride dan bertindak sebagai membran yang semipermeabel. (Gilles
Dollo, dkk. 2001).
Penelitian ini pada 2 kelompok perlakuan yaitu lidokain 2% dan NaCl
0,9% masing-masing diberikan sebanyak volume 5 ml dan diukur tekanan
intracuff dengan target tidak melebihi tekanan perfusi kapiler mukosa trakea yaitu
30 cmH2O. Selanjutnya volume ditambahkan bila minimal occlusive volume
belum tercapai untuk mencegah kebocoran udara saat diberikan tekanan ventilasi
positif melalui pipa endotrakea.
Volume cuff awal pada kedua kelompok tidak menunjukkan perbedaan
bermakna dengan nilai p=0,983. Rerata volume cuff awal pada kelompok lidokain
2% yaitu 6,2 1,1 ml, sedangkan pada kelompok NaCl 0,9% volume cuff awal
sebesar 6,1 0,8 ml. Sedangkan volume cuff akhir yang diukur pada pasca
ekstubasi pada kedua kelompok perlakuan menunjukkan perbedaan yang
bermakna (p<0,05). Pada kelompok lidokain 2% volume cuff akhir sebesar 4,6
1,3 ml dan didapatkan rerata selisih volume sebesar 1,6 0,6 ml. Sedangkan pada
kelompok NaCl 0,9% tidak ada perbedaan selisih volume intracuff di awal dan
akhir. Hal ini sejalan dengan yang dikemukan oleh penelitian Sconzo (1990) dan
Hirota (2000) bahwa lidokain mengalami difusi melalui membran cuff PET,
dimana pada penelitian in vitro diketahui efek difusi lidokain bersifat time
dependently mulai terlihat sejak menit ke 30 sejak inflasi lidokain dan difusi
berlangsung terus seiring dengan waktu. Namun demikian selama pengamatan
pada penelitian ini tidak ditemukan kebocoran udara melalui seal cuff PET karena
terjadi counter balance disebabkan difusi lidokain 2% melalui membran
hidrofobik cuff ke dinding mukosa trakea dan sebaliknya terjadi absorbsi N2O ke
dalam cuff.
Penelitian
ini
mengukur
derajat
nyeri
tenggorokan
dievaluasi
pasca ekstubasi adalah 4,0 5,7 mm. Sedangkan pada kelompok NaCl 0,9%
adalah 10,1 5,0 mm, didapatkan beda rerata VAS 6,1 0,7 mm yang secara
statistik dianggap bermakna dengan nilai p<0,05. Evaluasi VAS nyeri
tenggorokan 2 jam pasca ekstubasi pada kedua kelompok perlakuan juga secara
statistik bermakna dengan beda rerata VAS 3,2 0 mm (p=0,004). Hal ini sejalan
dengan penelitian Hirota (2000) dimana evaluasi VAS didapatkan lebih rendah
pada kelompok yang diberikan inflasi lidokain 25,1 9,8 mm berbanding 53,5
10,6 mm pada kelompok saline 0,9% intracuff (p<0,01)
Bila dibandingkan nilai VAS nyeri tenggorokan pada kelompok inflasi
udara seperti dikemukakan Estebe (2002) didapatkan nilai VAS jam 1 pasca
ekstubasi lebih tinggi pada kelompok inflasi udara yaitu 30 13 mm
dibandingkan kelompok inflasi lidokain 14 15 mm. Evaluasi VAS 2 jam pasca
ekstubasi juga lebih tinggi pada kelompok inflasi udara yaitu 25 10 mm
dibandingkan kelompok inflasi lidokain 17 14 mm.
Pada penelitian ini penilaian VAS 24 jam pasca ekstubasi pada kedua
kelompok menunjukkan nilai VAS 0 sehingga tidak ada perbedaan. Hal tersebut
juga dikemukakan oleh Estebe (2001) kejadian nyeri tenggorokan pasca operasi
dengan anestesi umum intubasi PET pada 2 kelompok perlakuan tersebut
ditemukan VAS menurun signifikan hanya pada 2 jam awal pasca operasi, namun
tidak berbeda pada evaluasi 24 jam pasca operasi.
Efek
alternatif
anestesi
lokal
adalah
pengaruhnya
pada
respon
(PMN), makrofag dan monosit). Pelepasan sitokin akibat proses aktivasi netrofil
terganggu pada pemberian lidokain. Hal ini menyebabkan berkurangnya
kerusakan seluler akibat sitokin melalui mekanisme yang melibatkan kanal kalium
bergantung ATP. (Hollman dkk, 2000)
Lidokain juga mempengaruhi beberapa proses inflamasi melalui G
protein-coupled receptor (GPCR), seperti sensitisasi netrofil dan degranulasi
lysosomal, produksi radikal bebas dan sekresi sitokin oleh sel makrofag dan sel
glial. (Watkins et al, 2001)
Mekanisme lidokain dalam mengurangi derajat nyeri tenggorokan
diperkirakan melalui efeknya sebagai anestesi lokal dan anti inflamasi. Sebagai
anestetik lokal berefek memblok reseptor rapidly adapting stretch receptor
(RAR) di mukosa trakea secara kontinyu dan meningkatkan toleransi terhadap
pipa endotrakea. (Jaichandran, 2008; Rao, 2013).
Keuntungan dari pemberian lidokain intracuff adalah keberadaan lidokain
dalam cuff bersifat sebagai reservoir, sehingga lidokain akan terus menerus
berdifusi terhadap mukosa trakea seiring berjalannya waktu. Adanya difusi dari
lidokain yang diinflasikan intracuff pipa endotrakea akan mengurangi volume
intracuff, hal ini terbukti dengan adanya selisih volume lidokain di awal dan akhir
pengamatan. Pada anestesi umum dengan pemberian nitrous oksida (N2O) terjadi
absorbsi N2O dari trakea ke dalam cuff pipa endotrakea disebabkan gradien
tekanan parsial antara trakea dan membran cuff pipa endotrakea, sehingga terjadi
mekanisme counter balance yaitu difusi lidokain 2% melalui membran hidrofobik
cuff ke dinding mukosa trakea sehingga meskipun volume lidokain intracuff akhir
pada penelitian ini berkurang namun adanya mekanisme counter balance tadi
menyebabkan fungsi seal PET tetap terjaga. Pada penelitian ini tidak
menunjukkan adanya kebocoran seal cuff PET selama pemberian ventilasi
tekanan postif, serta tidak ada ruptur dari cuff.
Sesuai hukum Pascal tentang sifat fisika pada zat cair maupun zat gas
dikemukakan bahwa tekanan yang diberikan zat cair dalam ruang tertutup
diteruskan ke segala arah dan sama besar. Berlaku pula pada zat gas di dalam
ruang tertutup akan menimbulkan tekanan pada dinding ruang itu. Sehingga
volume intracuff yang berkurang akan menyebabkan penurunan tekanan terhadap
mukosa trakea di sekeliling cuff tersebut. Sebaliknya peningkatan volume
intracuff akan menimbulkan peningkatan tekanan terhadap mukosa trakea di
sekeliling cuff.
Tekanan cuff yang cukup untuk mencegah kebocoran udara nafas dari
berbagai jenis pipa endotrakea adalah antara 20-25 cmH2O, dibawah tekanan
perfusi mukosa trakea 25-30 cmH2O. Tekanan yang berlebihan akan
menimbulkan rangsangan iritasi dan regangan pada RAR di mukosa trakea yang
berhubungan dengan derajat nyeri tenggorokan pasca intubasi. Tekanan cuff dapat
meningkat selama anestesi umum sebagai akibat dari difusi N2O dari trakea ke
dalam cuff pipa endotrakea (Brimacombe, 1999; Stone DJ, 2000)
Pada penelitian ini volume cuff awal pada kedua kelompok tidak
menunjukkan perbedaan bermakna. Rerata volume cuff awal pada kelompok
lidokain 2% yaitu 6,2 1,1 ml, sedangkan pada kelompok NaCl 0,9% volume
cuff awal sebesar 6,1 0,8 ml. Volume cuff akhir yang diukur pasca ekstubasi
pada kedua kelompok perlakuan menunjukkan perbedaan yang bermakna
(p<0,05). Pada kelompok lidokain 2% volume cuff akhir sebesar 4,6 1,3 ml dan
didapatkan rerata selisih volume sebesar 1,6 0,6 ml. Sedangkan pada kelompok
NaCl 0,9% tidak ada perbedaan selisih volume intracuff di awal dan akhir.
Volume cuff akhir yang lebih besar pada kelompok inflasi NaCl 0,9%
disebabkan karena tidak terjadi difusi NaCl 0,9% melalui membran cuff, berbeda
halnya dengan kelompok inflasi lidokain 2% dimana lidokain berdifusi sehingga
volume cuff akhir lebih sedikit dan tekanan cuff yang ditimbulkan terhadap
mukosa trakea lebih kecil sesuai dengan berjalannya waktu sejak lidokain
diinflasikan sampai tekanan akhir intracuff sebelum ekstubasi. Penelitian ini
menunjukkan bahwa pada akhir anestesi volume cuff akhir berkurang sebesar 1,6
0,6 ml namun tekanan intracuff akhir lebih rendah daripada tekanan intracuff
awal. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan difusi lidokain melalui cuff lebih
besar daripada kecepatan difusi N2O dari trakea ke dalam cuff.
Tekanan intracuff menit ke 0 pada kedua kelompok perlakuan tidak
menunjukkan perbedaan bermakna, yaitu 19 3,4 ml. Penurunan tekanan
intracuff pada kelompok lidokain 2% dianggap bermakna secara statistik mulai
menit 90, menit 120, dan menit akhir sebelum ekstubasi. Sebaliknya pada
kelompok NaCl 0,9% peningkatan tekanan intracuff dianggap bermakna secara
statistik mulai menit ke 90, menit 120, dan menit akhir sebelum ekstubasi. Hal ini
menunjukkan hubungan antara volume intracuff dan tekanan intracuff yang
ditimbulkannya terhadap mukosa trakea. Pada kelompok lidokain 2% didapatkan
volume cuff akhir lebih sedikit karena mengalami difusi melalui membran
intracuff, selanjutnya lidokain bekerja sebagai anestesi lokal dan efek
antiinflamasi lokal pada mukosa trakea, sehingga pada pengukuran tekanan
intracuff juga lebih rendah dibandingkan kelompok NaCl 0,9%. Sebaliknya pada
kelompok NaCl 0,9% tidak terjadi difusi sehingga pada pengukuran volume cuff
akhir tidak berubah. Pada anestesi umum dengan pemberian N2O menyebabkan
absorbsi N2O ke dalam intracuff sehingga tekanan intracuff pada kelompok NaCl
0,9% ditemukan terus bertambah sampai menit akhir sebelum ekstubasi.. Tekanan
intracuff akhir pada kelompok NaCl 0,9% lebih tinggi yaitu 22,2 1,8 mmHg
dibandingkan pada kelompok lidokain 2% yaitu 17,9 3,8 mmHg. Perbedaan
tekanan intracuff yang ditemukan pada kedua kelompok tersebut menimbulkan
rangsangan iritasi dan regangan yang lebih besar pada kelompok NaCl 0,9%
terhadap reseptor RAR di mukosa trakea dan selanjutnya berhubungan dengan
VAS nyeri tenggorokan pasca intubasi yang juga lebih tinggi.
Untuk dapat menjelaskan mekanisme lidokain 2% intracuff pipa
endotrakea dalam mengurangi nyeri tenggorokan pasca intubasi, harus dievaluasi
variabel perantara yang terjadi di dalam perjalanan lidokain tersebut, yaitu:
volume cuff dan tekanan intracuff. Data yang diperoleh mengenai volume cuff
dan tekanan intracuff tersebut sebagai bukti yang memperkuat kemampuan difusi
lidokain, yang selanjutnya berpengaruh terhadap volume cuff dan tekanan
intracuff, serta efek akhirnya dalam mengurangi VAS nyeri tenggorokan pasca
intubasi.
Pada penelitian ini didapatkan perbedaan nilai VAS pada kedua kelompok
perlakuan yaitu lidokain 2% dan NaCl 0,9% pada jam 1 dan jam 2 pasca
ekstubasi. Secara statistik nilai VAS tersebut menunjukkan perbedaan yang
bermakna (p<0,05). Namun bila dilihat secara klinis, rerata nilai VAS pada jam 1
pada kelompok lidokain 2% sebesar 4,0 5,7 mm sedangkan pada kelompok
NaCl 0,9% 10,1 5,0 mm. Dengan klasifikasi nilai VAS 0-40 mm termasuk nyeri
intensitas ringan sehingga didapatkan kesimpulan bahwa VAS nyeri tenggorokan
pada kedua kelompok tersebut secara klinis tidak berbeda. Hal tersebut juga
berlaku pada penilaian VAS jam 2 pada kedua kelompok yang sama-sama berada
pada klasifikasi nyeri tenggorokan intensitas ringan.
Namun hasil VAS pada kedua kelompok liquid tersebut menjadi bermakna
bila dibandingkan dengan VAS yang didapatkan pada kelompok inflasi udara,
dimana dari penelitian sebelumnya oleh Vipin (2007) pada jam 1 pasca ekstubasi
sebesar 59,6 1,47 mm dan VAS nyeri tenggorokan 2 jam pasca ekstubasi 48,6
1,36 mm. Hasil penelitian ini secara klinis menjadi bermakna terhadap penurunan
VAS nyeri tenggorokan bila dibandingkan dengan kelompok inflasi udara
intracuff. VAS nyeri tenggorokan pada kelompok udara tersebut baik pada jam 1
dan 2 termasuk klasifikasi intensitas nyeri sedang yaitu diantara 41-70 mm.
Penelitian ini tidak menunjukkan efek samping obat yang ditimbulkan
akibat pemberian lidokain 2% dan NaCl 0,9%. Efek samping obat yang
berhubungan dengan gejala Local Anesthetic Systemic Toxicity (LAST) pada
berbagai sistem organ yang terjadi akibat toksisitas anestesi lokal pada penelitian
ini tidak terjadi. Hal ini oleh karena pemberian lidokain 2% dalam dosis yang
aman dan direkomendasikan, jauh dari dosis toksik anestesia lokal. Selama
perlakuan dilakukan pemantauan secara intermiten terhadap tekanan intracuff pipa
endotrakea supaya tidak melebihi tekanan perfusi kapiler mukosa trakea yaitu 30
cmH2O dengan menggunakan intracuff pressure, disamping monitor lain seperti
EKG, tekanan darah, denyut jantung, saturasi oksigen untuk mengevaluasi bila
terjadi efek samping terhadap sistem organ lain.
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Lidokain 2% intracuff pipa endotrakea mengurangi nyeri tenggorokan pasca
intubasi di RSUP Sanglah Denpasar.
7.2 Saran
Derajat nyeri tenggorokan pada pasien yang menjalani anestesi umum pasca
intubasi dapat dikurangi dengan pemberian lidokain 2% intracuff, sehingga dapat
digunakan sebagai alternatif pilihan.
DAFTAR PUSTAKA
Ali N.P, Mulck T., Noor M.M., Mollick M.T., Ahmed M., Chowdhury M.R.A.
2009. Lidocaine as endotracheal tube cuff inflating agent. JAFMC
Bangladesh..Vol 5 No 1: 25-28..
Avidan M. 2003. Pain Management, In: Perioperative Care, Anesthesia, Pain
Management and Intensive Care, London:78-102
Ballantyne J.C. 2008. Management of Acute Postoperative Pain. In: Longnecker,
D.E., Brown, D.L., Newman, M.F., Zapol W.M. New York: McGraw
Hill.p. 1716-1736
Basuni A.S. 2013. Intracuff alkalinized lidocaine reduces sedative/ analgesic
requirement for mechanically ventilated patients. Anaesth, Pain and
Intensive Care; Vol.17(3): 228-232.
Bernhard W.N., Yost L.C., Turndorf H., Cottrell J.E., Paegle R.D., 1978. Physical
Characteristics of and rates of nitrous oxide diffusion into tracheal tube
cuff. Anesthesiology. 48: 413-417.
Biro P., Seifert B., Pasch T. 2005. Complaints of sore throat after tracheal
intubation: a prospective evaluation. European Journal of
Anaesthesiology. 22(4): 307-311.
Brimacombe J., Keller C., Giampalmo M., Sparr H.J, Berry A. 1999. Direct
measurement of mucosal pressures exerted by cuff and non-cuff portions
of tracheal tubes with different cuff volumes and head and neck
positions. British Journal of Anaesthesia. 82(5): 708-711.
Cole D.J., Schlunt M. 2004. Local Anesthetic. In Adult Perioperative AnesthesiaThe requisites in anesthesiology. Philadelphia: Elsevier Mosby. 5:137144
Combes X., Schauvliege F., Peyrouset O. 2001. Intracuff pressure and tracheal
morbidity Influence of filling cuff with saline during nitrous oxide
anesthesia. Anesthesiology. Vol 95. No 5: 1120-1124
Dollo G., Estebe J.P., LeCorre P., Chevanne F., Ecoffey C., Verge R.L. 2001.
Endotracheal tube cuffs filled with lidocaine as a drug delivery system: in
Larson C.P. 2002. Airway management. In: Clinical Anesthesiology. 3rd ed. New
York: The Mc-Graw Hill Companies:59-85
Manissery J.J., Shenoy V., Ambareesha M. 2007. Endotracheal tube cuff
pressures during general anesthesia while using air versus a 50% mixture
of nitrous oxide and oxygen as inflating agents. Indian J. Anesthesia.
51(1):24-27.
McHardy F.E., Chung F.1999. Postoperative sore throat: cause, prevention and
treatment. Journal of the Association of Anaesthetists of Great Britain
and Ireland. Vol 54: 444-453
Morgan G.E., Mikhail, M.S., Murray, M.J., 2006. Airway Management, In:
Clinical Anesthesiology. 4th Ed. Mc-Graw Hills.. 5:91-116
Morgan G.E., Mikhail, M.S., Murray, M.J.. 2006. Pain Management, In: Clinical
Anesthesiology. 4th Ed.Mc-Graw Hills. 18:359-373.
Morgan G.E., Mikhail, M.S., Murray, M.J.. 2006. Local Anesthetics, In: Clinical
Anesthesiology. 4th Ed.Mc-Graw Hills. 14:263-275.
Navarro L.H., Braz J.R., Nakamura G. 2007. Effectiveness and safety of
endotracheal tube cuff filled with air versus filled with alkalinized
lidocaine: a randomized clinical trial. Sao Paulo Med J. 125(6): 322-328
Navarro L.H.C., Lima R.M., Aguiar A.S. 2012. The effect of intracuff alkalinized
2% lidocaine on emergence coughing, sore throat, and hoarseness in
smokers. Rev assoc Med Bras. 58 (2): 248-253
Porter N.E, Sidou V., Husson J. 1999. Postoperative sore throat: Incidence and
severity after the use of lidocaine, saline, or air to inflate the endotracheal
tube cuff. Journal of the American Association Anesthetists. Vol 67 No
1: 49-52.
Rao M., Snigdha, Alai T., Vijay K. 2013. Instillation of 4% lidocaine versus air in
the endotracheal tube (ETT) cuff to evaluate post intubation morbidity-a
randomized double blind study. Journal of Anesthesiology and Clinical
Science:2-19
Rathmell J.P., Neal J.M., Viscomi C.M., 2004. Local Anesthetic. In: Regional
Anesthesia The requisites in Anesthesiology. Philadelphia: Elsevier
Mosby.2:13-24
Sconzo J.M., Moscicki J.C., DiFazio C.A. 1990. In vitro diffusion of lidocaine
across endotracheal tube cuffs. Regional Anesthesia.15:37-40
Seegobin R.D., Hasselt G.L.1984. Endotracheal cuff pressure and tracheal
mucosal blood flow: endoscopic study of effect of four large volume
cuff. British Medical Journal. Vol.288: 965-968.
Spiegel J.E. 2010. Endotracheal tube cuff: Design and Function. Anesthesiology
news guide to airway management. 51-58
Steeds C.E. 2009. The anatomy and physiology of pain. Elsevier Ltd. 507-511
Stewart S.L., Secrest J.A., Norwood B.R., Zachary R. 2003. A comparison of
endotracheal tube cuff pressures using estimation techniques and direct
intracuff measurement. AANA Journal. Vol.71. No.6: 443-447.
Stoelting,R.K. Hillier,S.C.2006. Pharmacology and Physiology in Anesthetic
Practice. 4th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Salerno A., Hermann R. 2006. Efficacy and safety of steroid use for postoperative
pain relief. The Journal of Bone and Joint Surgery. Vol. 88 No 6: 13611372.
Vipin N.K. 2007. Post intubation sore throat: a comparative study between
intracuff alkalinized lignocaine and intracuff plain lignocaine. Bangalore:
St. Johns Medical College and Hospital.
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
JADWAL PENELITIAN
No Kegiatan
Jul
Agu
Sep
Okt
Nov
Des
Jan
Pembuatan
Proposal
2.
Seminar
Proposal
3.
Koreksi/Ijin
Penelitian
4.
Pelaksanaan
Penelitian
5.
Pengolahan
data
6.
Seminar hasil
7.
Penyempurnaan
hasil
8.
Ujian Tesis
9.
Penyempurnaan
Tesis
Lampiran 4
RINCIAN INFORMASI
Penjelasan mengenai penelitian lidokain 2% intracuff pipa endotrakea
mengurangi nyeri tenggorokan pasca intubasi di RSUP Sanglah Denpasar
Di RSUP Sanglah Denpasar saat ini tengah dilakukan penelitian oleh tim
peneliti dari Bagian Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek analgesia lidokain 2%
intracuff terhadap nyeri tenggorokan pasca anestesi umum intubasi pipa
endotrakea melalui evaluasi nilai VAS.
Bapak/ Ibu/Saudara/ Saudari akan menjalani pembedahan di ruang operasi
RSUP Sanglah Denpasar dengan prosedur standar untuk anestesi umum intubasi
pipa endotrakea. Salah satu resiko dari penggunaan pipa endotrakea terjadi akibat
rangsangan iritasi dan regang pada mukosa saluran nafas sehingga menimbulkan
respon seperti suara serak, nyeri tenggorokan, batuk, peningkatan tekanan darah,
dan peningkatan laju nadi. Trauma pada mukosa trakea dapat menimbulkan
keluhan nyeri tenggorokan pasca bedah.
Berbagai usaha dilakukan untuk mengurangi derajat nyeri tenggorokan
pasca anestesi umum intubasi endotrakea. Pemberian lidokain intravena dan
topikal telah digunakan untuk mengurangi stimulus noksius pada saat intubasi
endotrakea. Namun dengan beberapa metode tersebut memiliki kelemahan, antara
lain duration of action terbatas pasca aplikasi lidokain oleh karena cepat
terabsorbsi mukosa trakeobronkial sehingga tidak efektif pada periode ekstubasi.
Pada penelitian ini akan diberikan lidokain 2% intracuff pada tindakan anestesi
umum intubasi pipa endotrakea.
Dua perlakuan berbeda yang akan diberikan kepada Saudara/Saudari adalah
pemberian lidokain 2% intracuff (kelompok A) atau pemberian NaCl 0,9%
intracuff dengan volume yang sama (kelompok B) setelah intubasi pipa
endotrakea. Pemberian perlakuan kepada Saudara/Saudari dilakukan secara acak
dan selama penelitian berjalan anggota penelitian tidak mengetahui salah satu dari
kedua jenis perlakuan yang diberikan. Identitas Saudara/Saudari disimpan oleh
peneliti utama secara rahasia dalam bentuk inisial. Anda diberikan kesempatan
yang sebesar-besarnya untuk menanyakan semua hal yang belum jelas tentang
penelitian ini kepada peneliti.
Kelebihan dari penelitian ini adalah lidokain hidrochloride (Lidokain HCl)
yang dimasukkan ke dalam cuff dapat berdifusi melintasi cuff pipa endotrakea
yang bersifat hydrophobic membrane, hal ini disebabkan karena cuff dibuat dari
bahan polyvynil chloride (PVC) dan bertindak sebagai membran yang
semipermeabel.
Biaya obat yang digunakan ditanggung oleh peneliti dan Saudara/Saudari
tidak akan dikenakan biaya pembelian obat tersebut. Pasien akan dievaluasi,
diawasi secara cermat sebelum, selama, dan sesudah tindakan oleh peneliti. Bila
timbul efek samping akibat dari obat yang diteliti, maka akan ditangani sesuai
dengan gejala yang timbul dan menjadi tanggung jawab peneliti.
Tidak ada paksaan untuk ikut atau menolak diikutsertakan dalam penelitian
ini. Bila Saudara/Saudari bersedia diikutsertakan dalam penelitian ini, kami
ucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya dan bila tidak bersedia, tidak
akan mengurangi kualitas pelayanan yang kami berikan.
Terima kasih.
Hormat kami,
Peneliti
(dr. Ari Yudha Sanjaya)
Catatan: nomer telepon peneliti yang dapat dihubungi 081338403663.
Tujuan penelitian
Aims of research
Manfaat penelitian
The purpose of
research
Prosedur Penelitian
Research procedure
Menjaga kerahasiaan
Confidentiality
Tanda()
Marked
10
11
12
13
14
the research
Partisipasi berdasarkan
kesukarelaan
Based on voluntary
participation
Nama dan alamat
peneliti yang bisa
dihubungi bila
terjadi kecelakaan
atau subyek ingin
bertanya
Name and address of
the researcher who can
be contac in the event
of accident or subject
would like to ask
Perkiraan jumlah
subyek yang akan
diikutsertakan dalam
penelitian
Estimated number of
subjects to be included
in the study
Kemungkinan dapat
timbul resiko
yangdiketahui pada
saat ini
Possibility may arise
risks known at this
time
Estimated cost
Subyek dapat
dikeluarkan dari
penelitian
Subject may excluded
in the study
Bahaya potensial bila
ada bagi subyek yang
mengundurkan diri
sebelum penelitian
selesai
A potential danger(if
any) for the subjects
who withdrew before
study completion
Insentif bagi subyek
(bila ada)
Incentives for the
subject (if any)
15 Bila
menolak/membatalkan
untuk berpartisipasi,
bahwa akses mereka
terhadap proses
pelayanan dijamin
tidak terpengaruhi
atau terganggu
When refuse / cancel
to participate, that
their access to the
service process is
guaranteed not
affected or impaired
Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerangkan hal hal diatas
secara benar dan jelas dan memberikan kesempatan untuk bertanya
dan/atau berdiskusi
Hereby declare that I have explained the above things are true and
clear and provides an opportunity to ask and / or discuss
Tanda
tangan
peneliti
Signature
Tanda
tangan
(Pasien/wali)
Signature
_______________________________________________
Umur
_______________________________________________
Jenis Kelamin
_______________________________________________
Alamat
_______________________________________________
Pekerjaan
_______________________________________________
Yang menyetujui
( _______________ )
( __________________ )
Saksi
( ___________________ )
_______________________________________________
Jenis Kelamin
_______________________________________________
Alamat
_______________________________________________
Pekerjaan
_______________________________________________
( _______________)
( ______________ )
Saksi
( ___________________ )
No Urut:
Perlakuan: A / B
Lampiran 6
LEMBAR PENELITIAN
LIDOKAIN 2% INTRACUFF PIPA ENDOTRAKEA MENGURANGI
NYERI TENGGOROKAN PASCA INTUBASI DI RSUP SANGLAH
DENPASAR
Data Umum
1. No sampel
: .................................................................................
2. No Rekam Medis
: .................................................................................
3. Nama
: .................................................................................
4. Umur
: .................................................................................
5. Jenis kelamin
: .................................................................................
6. Tingkat pendidikan
: .................................................................................
7. Tanggal
: ................................................................................
Data Khusus
1. Diagnosis
: .............................................................................
2. Jenis Operasi
: .............................................................................
3. Berat Badan
: ............kg
4. Tinggi badan
: ............cm
5. IMT
: ............kg/m2
Prosedur kerja :
1. Penelitian ini harus mendapatkan persetujuan dari komite etik penelitian
kedokteran FK UNUD. Seleksi dilakukan pada saat kunjungan pra anestesi
sebelum tindakan pembedahan. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi ditetapkan sebagai sampel.
2. Setelah mendapatkan penjelasan dan pasien setuju dilanjutkan dengan
menandatangani informed consent.
3. Subyek dipuasakan selama 8 jam.
4. Sampai di ruang persiapan instalasi bedah RSUP Sanglah Denpasar,
dilakukan pencatatan identitas kembali, kemudian dilakukan pemasangan
infus dengan cairan kristaloid, kecepatan pemberian sesuai kebutuhan
cairan pemeliharaan sesuai berat badan pasien.
5. Setelah itu pasien dibawa ke ruang operasi, dipindahkan ke meja operasi.
6. Pasang monitor tekanan darah non invasif, EKG, pulse oxymetry,
dilakukan pencatatan hasil.
7. Pasien diberikan premedikasi midazolam 0,05 mg/kgbb, ondansentron
0,15 mg/kgbb, suplemen analgesia fentanyl dosis 2 mcg/kgbb dan induksi
propofol 2,5 mg/kgbb serta fasilitas intubasi dengan obat pelumpuh otot
atrakurium dosis 0,5 mg/kgbb kemudian dilakukan laringoskopi dan
intubasi pemasangan pipa endotrakea sesuai ukuran. Selanjutnya
dilakukan pengembangan cuff: kelompok A inflasi cuff menggunakan
lidokain 2% volume 5 ml. Kelompok B inflasi cuff menggunakanNaCl
b.
dilakukan 1 jam pasca ekstubasi, 2 jam pasca ekstubasi, dan 24 jam pasca
ekstubasi.
13. Catat efek samping yang muncul pada kedua kelompok.
Lampiran 7
PENCATATAN HASIL EVALUASI
1. Waktu mulai anestesi umum pukul
:............... WITA
:............... WITA
:............... WITA
:............... WITA
5. Lama pembedahan
:........jam........menit
6. Percobaan intubasi
: ........
Intracuff
Pressure
(cmH2O)
Pukul
Pukul
Pukul
WITA
WITA
WITA
13. Nilai VAS nyeri tenggorokan setelah Aldrette skor 10: ..........mm
14. Nilai VAS nyeri tenggorokan pada jam ke-1, ke-2, dan 24 jam pasca bedah
dicatat di tabel 3.
Tabel 3. Nilai VAS
Sampel
no.
Jam ke-1
Pk.........
Wita
Keterangan
VAS
15. Kejadian efek samping diobservasi selama 24 jam dalam interval waktu
pengamatan 04 jam, 4-8 jam, dan 8-24 jam.
Efek samping:
1. Gejala eksitasi SSP (gelisah, agitasi, ketakutan, gembira berlebihan)
: YA/TIDAK*
2. Gejala depresi SSP (pusing, mengantuk, tinnitus, penglihatan kabur)
: YA/TIDAK*
3.
Depresi nafas
: YA/TIDAK*
4.
5.
Mual
: YA/TIDAK*
6.
Muntah
: YA/TIDAK*
7.
Lainnya
: ...................................(sebutkan)
Observer: ....................................
*Lingkari & coret yang lain
Lampiran 9
HASIL ANALISIS SPSS
Kelompok
Case Processing Summary
Cases
Valid
Kelompok
Umur (th)
BB
TB
BMI
Durasi (menit)
Missing
Percent
Total
Percent
Percent
Lidokain 2%
32
100.0%
.0%
32
100.0%
NaCl 0,9%
32
100.0%
.0%
32
100.0%
Lidokain 2%
32
100.0%
.0%
32
100.0%
NaCl 0,9%
32
100.0%
.0%
32
100.0%
Lidokain 2%
32
100.0%
.0%
32
100.0%
NaCl 0,9%
32
100.0%
.0%
32
100.0%
Lidokain 2%
32
100.0%
.0%
32
100.0%
NaCl 0,9%
32
100.0%
.0%
32
100.0%
Lidokain 2%
32
100.0%
.0%
32
100.0%
NaCl 0,9%
32
100.0%
.0%
32
100.0%
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov
Kelompok
Umur (th)
BB
TB
BMI
Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
Lidokain 2%
.094
32
.200
.964
32
.346
NaCl 0,9%
.113
32
.200
.947
32
.117
Lidokain 2%
.171
32
.018
.939
32
.069
NaCl 0,9%
.145
32
.087
.943
32
.092
Lidokain 2%
.211
32
.001
.936
32
.057
NaCl 0,9%
.230
32
.000
.915
32
.016
Lidokain 2%
.159
32
.039
.882
32
.002
Durasi (menit)
NaCl 0,9%
.264
32
.000
.817
32
.000
Lidokain 2%
.062
32
.200
.981
32
.827
NaCl 0,9%
.106
32
.200
.970
32
.493
Group Statistics
Kelompok
Umur (th)
BB
Durasi (menit)
Mean
Std. Deviation
Lidokain 2%
32
37.25
11.604
2.051
NaCl 0,9%
32
38.19
13.035
2.304
Lidokain 2%
32
55.88
7.088
1.253
NaCl 0,9%
32
59.06
8.721
1.542
Lidokain 2%
32
166.28
80.588
14.246
NaCl 0,9%
32
177.78
68.910
12.182
Std. Error
Sig. (2-tailed)
Umur (th)
Mean Difference
Difference
.762
-.938
3.085
.762
-.938
3.085
.114
-3.188
1.987
.114
-3.188
1.987
.542
-11.500
18.744
.542
-11.500
18.744
assumed
BB
assumed
Durasi (menit)
assumed
Group Statistics
Kelompok
TB
BMI
Mean
Std. Deviation
Lidokain 2%
32
1.6037
.06494
.01148
NaCl 0,9%
32
1.6281
.08078
.01428
Lidokain 2%
32
21.6619
1.75210
.30973
NaCl 0,9%
32
22.1666
1.70899
.30211
Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok
TB
BMI
Mean Rank
Sum of Ranks
Lidokain 2%
32
30.17
965.50
NaCl 0,9%
32
34.83
1114.50
Total
64
Lidokain 2%
32
29.09
931.00
NaCl 0,9%
32
35.91
1149.00
Total
64
Test Statistics
TB
BMI
Mann-Whitney U
437.500
403.000
Wilcoxon W
965.500
931.000
-1.026
-1.468
.305
.142
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Grouping Variable: Kelompok
Missing
Percent
Total
Percent
Percent
64
100.0%
.0%
64
100.0%
ASA * Kelompok
64
100.0%
.0%
64
100.0%
DIVISI * Kelompok
64
100.0%
.0%
64
100.0%
Laki-laki
Count
% within Kelompok
Perempuan
Total
11
19
25.0%
34.4%
29.7%
24
21
45
75.0%
65.6%
70.3%
32
32
64
100.0%
100.0%
100.0%
Count
% within Kelompok
Total
Count
% within Kelompok
NaCl 0,9%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio
sided)
sided)
.412
.299
.584
.676
.411
.674
b
df
sided)
.585
.663
64
.415
.292
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.50.
b. Computed only for a 2x2 table
ASA * Kelompok
Crosstab
Kelompok
Lidokain 2%
ASA
Count
% within Kelompok
Total
19
29
31.3%
59.4%
45.3%
22
13
35
68.8%
40.6%
54.7%
32
32
64
100.0%
100.0%
100.0%
Count
% within Kelompok
Total
10
Count
% within Kelompok
NaCl 0,9%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio
sided)
sided)
.024
4.035
.045
5.180
.023
5.107
b
df
.044
5.028
.025
Association
N of Valid Cases
64
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.50.
b. Computed only for a 2x2 table
.022
Kelompok
Missing
Percent
Lidokain 2%
25
78.1%
NaCl 0,9%
28
87.5%
Lidokain 2%
25
78.1%
NaCl 0,9%
28
87.5%
Lidokain 2%
25
78.1%
NaCl 0,9%
28
87.5%
Lidokain 2%
25
78.1%
NaCl 0,9%
28
87.5%
Lidokain 2%
25
78.1%
NaCl 0,9%
28
87.5%
Lidokain 2%
25
78.1%
NaCl 0,9%
28
87.5%
Percent
Total
N
Percent
Lidokain 2%
21.9%
32
100.0%
NaCl 0,9%
12.5%
32
100.0%
Lidokain 2%
21.9%
32
100.0%
NaCl 0,9%
12.5%
32
100.0%
Lidokain 2%
21.9%
32
100.0%
NaCl 0,9%
12.5%
32
100.0%
Lidokain 2%
21.9%
32
100.0%
NaCl 0,9%
12.5%
32
100.0%
Lidokain 2%
21.9%
32
100.0%
NaCl 0,9%
12.5%
32
100.0%
Lidokain 2%
21.9%
32
100.0%
NaCl 0,9%
12.5%
32
100.0%
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov
Kelompok
Cuff Pressure menit 0
Statistic
df
Lidokain 2%
.187
25
NaCl 0,9%
.182
28
Lidokain 2%
.175
25
NaCl 0,9%
.180
28
Lidokain 2%
.144
25
NaCl 0,9%
.151
28
Lidokain 2%
.165
25
NaCl 0,9%
.204
28
Lidokain 2%
.130
25
NaCl 0,9%
.171
28
Lidokain 2%
.146
25
NaCl 0,9%
.180
28
Tests of Normality
Kolmogorova
Smirnov
Kelompok
Cuff Pressure menit 0
Sig.
Shapiro-Wilk
Statistic
df
Sig.
Lidokain 2%
.024
.930
25
.086
NaCl 0,9%
.019
.903
28
.014
Lidokain 2%
.047
.924
25
.063
NaCl 0,9%
.021
.923
28
.041
Lidokain 2%
.192
.915
25
.040
NaCl 0,9%
.100
.933
28
.074
Lidokain 2%
.079
.927
25
.076
NaCl 0,9%
.004
.935
28
.083
Lidokain 2%
.200
.936
25
.120
NaCl 0,9%
.034
.938
28
.098
Lidokain 2%
.177
.932
25
.097
NaCl 0,9%
.020
.950
28
.202
T-Test
Group Statistics
Kelompok
Cuff Pressure menit 0
Mean
Lidokain 2%
32
19.34
3.773
.667
NaCl 0,9%
32
19.31
1.554
.275
Lidokain 2%
32
19.16
3.802
.672
NaCl 0,9%
32
19.41
1.604
.283
Lidokain 2%
32
18.88
3.908
.691
NaCl 0,9%
32
20.25
1.437
.254
Lidokain 2%
29
18.69
3.685
.684
NaCl 0,9%
29
20.93
1.668
.310
Lidokain 2%
25
18.68
3.848
.770
NaCl 0,9%
28
21.54
1.598
.302
Lidokain 2%
32
17.91
3.830
.677
NaCl 0,9%
32
22.16
1.780
.315
Equality of
Variances
Means
F
Cuff Pressure menit 0
Equal variances
Sig.
17.951
t
.000
.043
assumed
Equal variances not
.043
assumed
Cuff Pressure menit 30
Equal variances
16.392
.000
-.343
assumed
Equal variances not
-.343
assumed
Cuff Pressure menit 60
Equal variances
22.383
.000
-1.868
assumed
Equal variances not
-1.868
assumed
Cuff Pressure menit 90
Equal variances
15.628
.000
-2.984
assumed
Equal variances not
-2.984
assumed
Cuff Pressure menit 120 Equal variances
15.775
.000
-3.598
assumed
Equal variances not
-3.454
assumed
Cuff Pressure akhir
Equal variances
16.181
.000
-5.693
assumed
Equal variances not
assumed
-5.693
Mean
df
Cuff Pressure menit 0
Sig. (2-tailed)
Difference
62
.966
.031
41.227
.966
.031
62
.733
-.250
41.689
.734
-.250
62
.066
-1.375
39.230
.069
-1.375
56
.004
-2.241
39.007
.005
-2.241
51
.001
-2.856
31.301
.002
-2.856
62
.000
-4.250
43.795
.000
-4.250
assumed
Cuff Pressure menit 30
Equal variances
Lower
Upper
.721
-1.411
1.473
.721
-1.425
1.488
.730
-1.708
1.208
.730
-1.723
1.223
.736
-2.846
.096
.736
-2.864
.114
.751
-3.746
-.737
.751
-3.761
-.722
.794
-4.449
-1.262
.827
-4.541
-1.170
.747
-5.742
-2.758
.747
-5.755
-2.745
assumed
Equal variances not
assumed
Cuff Pressure menit 30 Equal variances
assumed
Equal variances not
assumed
Cuff Pressure menit 60 Equal variances
assumed
Equal variances not
assumed
Cuff Pressure menit 90 Equal variances
assumed
Equal variances not
assumed
Cuff Pressure menit 120 Equal variances
assumed
Equal variances not
assumed
Cuff Pressure akhir
Equal variances
assumed
Equal variances not
assumed
Kelompok
Case Processing Summary
Cases
Valid
Kelompok
Volume Cuff Awal
Missing
Percent
Lidokain 2%
32
100.0%
NaCl 0,9%
32
100.0%
Lidokain 2%
32
100.0%
NaCl 0,9%
32
100.0%
Lidokain 2%
32
100.0%
NaCl 0,9%
32
100.0%
Percent
Total
N
Percent
Lidokain 2%
.0%
32
100.0%
NaCl 0,9%
.0%
32
100.0%
Lidokain 2%
.0%
32
100.0%
NaCl 0,9%
.0%
32
100.0%
Lidokain 2%
.0%
32
100.0%
NaCl 0,9%
.0%
32
100.0%
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov
Kelompok
Volume Cuff Awal
Statistic
df
Lidokain 2%
.189
32
NaCl 0,9%
.223
32
Lidokain 2%
.209
32
NaCl 0,9%
.223
32
Lidokain 2%
.286
32
Tests of Normality
Kolmogorova
Smirnov
Kelompok
Volume Cuff Awal
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
Lidokain 2%
.005
.822
32
.000
NaCl 0,9%
.000
.803
32
.000
Lidokain 2%
.001
.885
32
.003
NaCl 0,9%
.000
.803
32
.000
Lidokain 2%
.000
.860
32
.001
Group Statistics
Kelompok
Volume Cuff Awal
Mean
Std. Deviation
Lidokain 2%
32
6.16
1.139
.201
NaCl 0,9%
32
6.06
.801
.142
Lidokain 2%
32
4.5781
1.25151
.22124
NaCl 0,9%
32
6.0625
.80071
.14155
Lidokain 2%
32
1.5781
.61052
.10793
NaCl 0,9%
32
.0000
.00000
.00000
Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok
Volume Cuff Awal
Mean Rank
Sum of Ranks
Lidokain 2%
32
32.55
1041.50
NaCl 0,9%
32
32.45
1038.50
Total
64
Lidokain 2%
32
20.97
671.00
NaCl 0,9%
32
44.03
1409.00
Total
64
Lidokain 2%
32
48.50
1552.00
NaCl 0,9%
32
16.50
528.00
Total
64
Test Statistics
510.500
143.000
.000
1038.500
671.000
528.000
-.021
-5.046
-7.406
.983
.000
.000
Test Statistics
510.500
143.000
.000
1038.500
671.000
528.000
-.021
-5.046
-7.406
.983
.000
.000
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Grouping Variable: Kelompok
Kelompok
Case Processing Summary
Cases
Valid
Kelompok
VAS Jam ke 1
VAS Jam ke 2
Missing
Percent
Total
Percent
Percent
Lidokain 2%
32
100.0%
.0%
32
100.0%
NaCl 0,9%
32
100.0%
.0%
32
100.0%
Lidokain 2%
32
100.0%
.0%
32
100.0%
NaCl 0,9%
32
100.0%
.0%
32
100.0%
32
100.0%
.0%
32
100.0%
32
100.0%
.0%
32
100.0%
b,c
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov
Kelompok
Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
.413
32
.000
.670
32
.000
.245
32
.000
.897
32
.005
.479
32
.000
.527
32
.000
.223
32
.000
.849
32
.000
Group Statistics
Kelompok
VAS Jam ke 1
VAS Jam ke 2
VAS Jam ke 24
Mean
Std. Deviation
Lidokain 2%
32
4.00
5.742
1.015
NaCl 0,9%
32
10.06
5.041
.891
Lidokain 2%
32
2.06
3.983
.704
NaCl 0,9%
32
5.25
3.902
.690
Lidokain 2%
32
.00
.000
.000
NaCl 0,9%
32
.00
.000
.000
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok
VAS Jam ke 1
VAS Jam ke 2
VAS Jam ke 24
Mean Rank
Sum of Ranks
Lidokain 2%
32
24.42
781.50
NaCl 0,9%
32
40.58
1298.50
Total
64
Lidokain 2%
32
26.45
846.50
NaCl 0,9%
32
38.55
1233.50
Total
64
Lidokain 2%
32
32.50
1040.00
NaCl 0,9%
32
32.50
1040.00
Total
64
Test Statistics
VAS Jam ke 1
VAS Jam ke 2
VAS Jam ke 24
Mann-Whitney U
253.500
318.500
512.000
Wilcoxon W
781.500
846.500
1040.000
-3.624
-2.851
.000
.000
.004
1.000
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Grouping Variable: Kelompok
Regression
b
ANOVA
Sum of
Model
1
Squares
Regression
df
Mean Square
501.637
501.637
Residual
1896.300
62
30.585
Total
2397.938
63
Sig.
16.401
.000
Standardized
Unstandardized Coefficients
Model
(Constant)
Std. Error
Coefficients
Beta
9.496
.921
-3.124
.771
-.457
Sig.
10.310
.000
-4.050
.000
Lower Bound
(Constant)
Selisih Volume Cuff
Upper Bound
7.655
11.337
-4.666
-1.582
Curve Fit
Model Summary and Parameter Estimates
Dependent Variable:VAS Jam ke 1
Model Summary
Equation
Linear
R Square
.209
F
16.401
df1
Parameter Estimates
df2
Sig.
62
.000
Constant
9.496
b1
-3.124
ANOVA
Model
1
Sum of Squares
Regression
df
Mean Square
189.030
189.030
Residual
2208.908
62
35.628
Total
2397.938
63
Sig.
5.306
.025
Coefficients
Standardized
Unstandardized Coefficients
Model
1
B
(Constant)
Std. Error
-2.460
4.188
.474
.206
Coefficients
Beta
.281
Sig.
-.587
.559
2.303
.025
Coefficients
Lower Bound
(Constant)
Cuff Pressure akhir
Upper Bound
-10.831
5.911
.063
.885
Curve Fit
R Square
.079
F
5.306
df1
Parameter Estimates
df2
Sig.
62
.025
Constant
-2.460
b1
.474
ANOVA
Model
1
Sum of Squares
Regression
df
Mean Square
114.271
114.271
Residual
1012.167
62
16.325
Total
1126.438
63
Sig.
7.000
.010
Coefficients
Standardized
Unstandardized Coefficients
Model
1
B
(Constant)
Selisih Volume Cuff
Std. Error
Coefficients
Beta
4.833
.673
-1.491
.564
-.319
Sig.
7.182
.000
-2.646
.010
Coefficients
Lower Bound
(Constant)
Selisih Volume Cuff
Upper Bound
3.488
6.178
-2.618
-.364
Curve Fit
R Square
.101
F
7.000
df1
Parameter Estimates
df2
Sig.
62
.010
Constant
4.833
b1
-1.491
ANOVA
Model
1
Sum of Squares
Regression
df
Mean Square
37.924
37.924
Residual
1088.514
62
17.557
Total
1126.438
63
Sig.
2.160
.147
Coefficients
Standardized
Unstandardized Coefficients
Model
1
B
(Constant)
Cuff Pressure akhir
Std. Error
-.595
2.940
.212
.144
Coefficients
Beta
.183
Sig.
-.202
.840
1.470
.147
Coefficients
Lower Bound
(Constant)
Cuff Pressure akhir
Upper Bound
-6.471
5.281
-.076
.501
Curve Fit
R Square
.034
F
2.160
df1
Parameter Estimates
df2
Sig.
62
.147
Constant
-.595
b1
.212