Anda di halaman 1dari 13

Hospes dan Vektor Utama Penyakit Kaki

Gajah (Filariasis)
Filariasis atau Penyakit Kaki Gajah merupakan penyakit infeksi yang bersifat menahun
disebabkan cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk. penyakit ini dapat menimbulkan cacat
menetap berupa pembesaran kaki, lengan, kantung buah zakar, payudara dan kelamin wanita.
Gejala dan Tanda Filariasis, antara lain, pada tahap Awal (akut) berupa demam berulang 1-2
kali atau lebih setiap bulan selama 3-5 hari terutama bila bekerja berat. Demam dapat sembuh
sendiri tanpa diobati.Juga timbul benjolan dan terasa nyeri pada lipatan paha atau ketiak
tanpa adanya luka badan.Kemudian ketika teraba adanya urat seperti tali yang berwarna
merah dan sakit mulai dari pangkal paha atau ketiak dan berjalan ke arah ujung kaki atau
tangan. Sedangkan pada tahap Lanjut (kronis), akan terjadi pembesaran yang hilang timbul
pada kaki, tangan, kantong buah zakar, payudara dan alat kelamin wanita dan lama kelamaan
menjadi cacat menetap.

Aspek Epidemiologi Penyakit kaki gajah


Menurut Widoyono (2008), penyakit kaki gajah (Filariasis) terdapat hampir di seluruh dunia
terutama di daerah tropis dan beberapa daerah sub tropis. Pada tahun 2004, filariasis telah
menginfeksi 120 juta penduduk di 83 negara di seluruh dunia. Sedangkan di Asia filariasis
menjadi penyakit endemik di Indonesia, Myanmar, India dan Srilanka.
Di Indonesia berdasarkan survei yang dilaksanakan pada tahun 2000-2004, terdapat lebih dari
8000 orang penderita klinis kronis filariasis yang tersebar di seluruh propinsi. Secara
epidemiologi, data ini mengindikasikan lebih dari 60 juta penduduk Indonesia berada di
daerah yang beresiko tinggi tertular filariasis, dengan 6 juta penduduk diantaranya telah
terinfeksi. Filariasis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia terutama
di daerah pedesaan. Penyakit menular ini bersifat menahun yang disebabkan oleh infeksi
cacing filaria. Penyakit ini ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.
Epidemiologi Filariasis
Menurut Supali, dkk (2008), filariasis malayi merupakan salah satu penyakit zoonosis yang
dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Penyakit ini memiliki hospes reservoar dan vektor
nyamuk. Secara epidemiologi, persebaran filariasis terkait dengan berbagai faktor seperti
hospes definitive, yaitu manusia, hospes reservoar, vektor dan keadaan lingkungan yang
sesuai untuk menunjang kelangsungan hidup masing-masing.
Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit nematoda jaringan. Walaupun
penyakit ini jarang menyebabkan kematian, tetapi dapat menurunkan produktivitas

penderitanya karena timbulnya gangguan fisik. Penyakit ini jarang terjadi pada anak-anak
karena manifestasi klinisnya timbul bertahun-tahun kemudian setelah infeksi.
Filariasis disebabkan oleh tiga spesies yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia
timori. Morfologi Cacing dewasa jantan W. bancrofti berukuran 2-4 cm dan betina 5-10 cm.
Mikrofilaria berukuran panjang antara 245-300 m, bersarung pucat, lekuk badan halus,
panjang ruangan kepala sama dengan lebarnya, inti halus dan teratur. Tidak ada inti
tambahan. Larva stadium 1 (L1) bentuk seperti sosis, ekor lancip, panjang 127 m. Larva
stadium 2 (L2) bentuk lebih panjang dari L1 , ekor pendek seperti kerucut, panjang 450 m.
Larva stadium 3 (L3) bentuk langsing panjang, panjang 1200 m, pada ekor terdapat 3 papila
bulat
Cacing dewasa jantan brugia malayi berukuran panjang 23 mm, ekor melingkar. Cacing
betina berukuran panjang 55 mm, ekor lurus. Mikrofilaria brugia malayi panjangnya 200-275
m, bersarung merah pada pewarnaan giemsa, lekuk badan kaku, panjang ruang kepalanya
dua kali lebarnya, badannya mempunyai inti-inti tidak teratur, ekornya mempunyai satu-dua
inti tambahan. Memiliki L1, L2, dan L3 seperti Wuchereria bancrofti namun bila dijumpai
dapat dibedakan dari L3 Wuchereria bancrofti dari keberadaan tonjolan di bagian posterior
tubuhnya.
Cacing dewasa brugia timori berbentuk halus seperti benang, warna putih susu, yang betina
berukuran 40 mm ekor lurus, dan cacing jantan berukuran 23 mm (lebih kecil dari yang
betina) ekornya melengkung kearah ventral. Mikrofilaria berukuran 3 1 0 m, ruang kepala
memiliki rasio panjang-lebar sekitar 2: 1 pada brugia malayi tetapi pada brugia timori 3: 1,
bersarung pucat, lekuk badan kaku, panjang ruang kepalanya tiga kali lebarnya, badan
mempunyai inti-inti tidak teratur, ekor mempunyai dua inti tambahan.
Daur hidup parasit brugia malayi ini cukup panjang, masa pertumbuhannya di dalam tubuh
nyamuk kurang lebih 3 bulan. Mikrofilaria yang terhisap oleh nyamuk, melepaskan
sarungnya di dalam lambung, menembus dinding lambung dan bersarang dalam otot-otot
toraks. Mula-mula parasit ini memendek disebut L1, kemudian berganti kulit tumbuh lebih
gemuk dan panjang disebut L2, selanjutnya jadi L3 yang lebih kurus dan makin panjang, L3
ini kemudian bermigrasi mula-mula ke abdomen, kemudian ke kep ala dan alat tusuk
nyamuk. Bila nyamuk yang mengandung L3 (bentuk infekti) menggigit manusia maka secara
aktif larva tersebut masuk melalui luka dan masuk ke tubuh hospes dan bersarang di saluran
limfe setempat. Di dalam tubuh hospes larva mengalami pergantian kulit dan menjadi cacing
dewasa
Prevalensi infeksi dapat berubah-ubah dari masa ke masa dan pada umumnya ada tendensi
menurun dengan adanya kemajuan dalam pembangunan yang menyebabkan perubahan
lingkungan. Untuk dapat memahami epidemiologi filariasis perlu diperhatikan faktor-faktor
seperti hospes definitif (manusia), hospes reservoar, vektor dan keadaan lingkungan yang
sesuai untuk menunjang kelangsungan hidup masing-masing
Hospes Reservoar dan vektor Filariasis
Beberapa hewan dapat berperan sebagai hospes reservoar atau sumber penularan penyakit
ini. Dari semua spesies cacing filarial yang menginfeksi manusia di Indonesia, hanya brugia
malayi tipe sub periodik nokturna yang ditemukan di hewan. Kera (Macaca sp.) dan lutung
(Presbytis sp.) merupakan reservoar dari strain tertentu brugmalayi, yang juga dapat menular

ke kucing (John & Petri, 2006). Pengendalian filariasis pada hewan reservoar ini tidak
mudah, oleh karena itu juga akan menyulitkan upaya pemberantasan filariasis pada manusia.
Brugia malayi kebanyakan di daerah tertentu vektor utamanya nyamuk genus Mansonia dan
Anopheles. brugia timori vektornya adalah nyamuk Anopheles barbirotris dan sejauh
diketahui, manusia adalah satu-satunya hospes definitif. Brugia malayi yang hidup pada
manusia ditularkan oleh nyamuk Anopheles barbirotris dan yang hidup pada manusia dan
hewan ditularkan oleh nyamuk Mansonia.
Beberapa sifat vektor nyamuk adalah menyukai darah manusia (antropofilik), menyukai
darah hewan (zoofilik), menyukai darah hewan dan manusia (zooantropofilik), menggigit di
luar rumah (eksofagik) dan menggigit di dalam rumah (endofagik). Perilaku nyamuk sebagai
vektor penyakit kaki gajah menentukan distribusi penyakit kaki gajah.
Sedangkan secara intrinsik, stadium mikrofilaria ditemukan di dalam darah tepi terutama
pada malam hari dan mencapai puncaknya pada pukul 22.00 01.00 (sifat periodisitas
mikrofilaria yang bersifat nocturnal). Sedangkan mikrofilaria yang mempunyai sifat
subperiodik nokturnal, berada dalam darah tepi selama 24 jam tetapi mencapai puncaknya
pada pukul 18.00 22.00. Pada mikrofilaria yang sifatnya nonperiodik, stadium mikrofilaria
dapat ditemukan di dalam darah tepi setiap saat dan tidak pernah mencapai puncak.
Refference, antara lain :

Depkes RI. 2008. Pedoman Program Eliminasi Filariasis Di Indonesia dan Kunci
Identifikasi Nyamuk Mansonia Ditjen PP & PL Depkes RI.
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasannya. Erlangga.

Sasa, M. 1976. Human Filariasis. A Global Survey of Epidemiology and Control.


Tokyo: University of Tokyo Press.

Supali, T. dkk. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. FKUI. Jakarta.

Filariasis atau kita bisa sebut dengan penyakit kaki gajah dan salah satu penyakit
tertua yang melemahkan dikenal didunia.penyakit filariasis adalah penyakit menahun
yang disebabkan oleh infeksi cacing yang hidup dalam saluran dan kelenjar limfe
hospes dan ditlarkan melalui nyamuk.
1. VEKTOR
Salah Satu vektor dari penyakit filariasis atau kaki gajah ini adalah nyamuk di
indonesia saat ini telah diketahui terdapat 23 spesies nyamuk dari Genus Mansonia,
Anopheles, Culex, Aedes, dan Amigeres.

2. PENENTUAN STADIUM LIMFADEMA


Limfadema terbagi dalam tujuh stadium penentuan stdium limfadema mengikuti
kriteria sebagai berikut :

Penentuan stdium limfadema terpisah antara anggota tubuh bagian kiri dan
kanan lengan dan tungkai
penentuan stadium limfadema lengan ( atas, bawah ) atau tunkai ( atas,
bawah ) dalam satu sisi dibuat dalam stadium limfadema

penentuan stadium limfadema berpihak pada tanda stadium yeng terberat

penentuan stadium limfadema dibuat 30 hari setelah serangan akut sembuh

penentuan stadium limfadema dibuat sebelum/sesudah pengeobatan dan


penatalaksanaan kasus

3. RANTAI PENULARAN FILARIASIS


Pada dasarnya semua manusia dapat terjangkit penyakit filariasis apabila digigit
nyamuk vektor yang infektif ( mnagndung larva stdium 3 ) vektor infektif mendapat
mikrofilaria dari orang setempat yang mengindap mikrofilaria dalam darahnya.
Namun demikian, dalam kenyataan di daerah endemis filariasis tidak semua orang
terinfeksi dan diantara yang terinfeksi tidak semua menunjukan gejala. Meskipun
tanpa gejala tetapi sudah terjadi perubahan-perubahan patologis, semakin lama
pendatang menempati daerah endemis penyakit endemis kaki gajah maka akan
lebih besar terkena infeksi.

DAUR HIDUP VEKTOR FILARIASIS


semua nyamuk mengalami metamorfosis sempurna, nyamuk termasuk jenis
serangga yang melangsungkan kehidupannya di air. nyamuk meletakan telurnya
dipermukaan air kurang lebih sekitar 100-300 butir telur dan besar nya telur sekitar
0,5 mm, setelah 1 hari - 2 hari telur akan menetas menjadi jentik waktu yang
diperlukan untuk pertumbuhan jentik menjadi kepompong sekitar 8-10 hari
tergantung pada suhu, makanan dan spesies nyamuk. pada stadium kepompong
terjadi proses pembentukan alat alat tubuh naymuk dewasa seperti alat kelamin
sayap dan kaki tingkatan ini memerlukan 1-2 hari dan menjadi nyamuk dewasa.
Umur nyamuk bervariasi tergantung dari spesies dan dipengaruhi oleh lingkungan,
suhu dan kelembaban memepengaruhi pertumbuhan dan umur nyamuk serta
mempengaruhi keberadaan tempat perindukan nyamuk umur nyamuk lebih pendek (
kurang dar satu minggu ), sedangkan nyamuk betina mencapai rata rata 1-2 bulan.
Untuk memepertahankan hidupnya nyamuk betina menghisap darah untuk
kehidupan telurnya. Pemeriksaan ovarium dan melihat kondisi parous merupakan
salah satu cara untuk mnegetahui relatif nyamuk ditandai dengan ujung tracheola
sudah membuka atau tidak menggulung dan sebaliknya apabila diperiksa terlihat
tracheola masih menggulung berarti nyamuk belum pernah bertelur atau nulliparaus.
Nyamuk mempunyai prilaku menghisap darah hospes pada malam hari ( culex,
anopheles ) dan yang aktif pada siang hari ( aedes ) serta ynag menghisap darah
pada siang dan malam hari adalah mansonia.
PRILAKU NYAMUK DAN PERILAKU ISTIRAHAT VEKTOR
Perilaku menggigit ( mencari darah ) dan perilaku istirahat umum nya beristirahat
ditempat tempat teduh.
dibawah ini beberapa sifat dari nyamuk :

menyukai darah manusia ( antrofilik )


menyukai darah hewan ( zoofilik )

menyukai darah hewan dan manusia ( zooantrofilik )

mengigit diluar rumah ( eksofagik )

menggigit di dalam rumah ( endofagik )

perilaku nyamuk sebagai vektor penyakit filariasis menentukan distribusi penyakit


filariasis. Setiap daerah endemis kemungkinan mempunyai spesies nyamuk yang
berbeda yang dapat menjadi vektor utama dan spesies nyamuk lain hanya vektor
potensial.
MORFOLOGI CACING FILARIA
1. Cacing Filaria
cacing dewasa berebentuk silindris halus seperti benang berwarna putih berukuran
55-100 mm x 0,16 mm, dapat mengsilkan puluhan ribu mikrofilaria cacing jantan
berukuran lebih kecil kurang lebih 55 mm x 0,09 mm dengan ujung ekor melingkar

( Gmabar Mikrofilaria )
PENCEGAHAN
Bagaimanapun juga mencegah terjadinya penyakit lebih baik dari pada
mengobatinya. Adapun cara untuk mencegah penyakit kaki gajah antara lain :

Membasmi penyebar penyakit kaki gajah, dengan cara penyemprotan


nyamuk di sekitar tempat tinggal kita.
Gunakan anti nyamuk seperti pemakaian obat nyamuk semprot, bakar, lotion
anti nyamuk dan sebagainya.

Memakai kelambu pada saat tidur juga dapat mencegah gigitan nyamuk.

Menutup ventilasi rumah dengan kasa nyamuk.

Membersihkan pekarangan dan lingkungan di sekitar rumah.

Mencegah berkembangkanya nyamuk, dengan cara menguras penampungan


air yang menjadi tempat berkembangkanya nyamuk.

Dengan melakukan hal-hal tersebut maka kita telah berusaha mengurangi resiko
terjangkitnya penyakit kaki gajah maupun penyakit-penyakit lain yang juga bisa
ditularkan oleh nyamuk.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Filariasis
2.1.1. Pengertian
Filariasis atau yang lebih dikenal juga dengan penyakit kaki gajah merupakan
penyakit menular menahun yang disebabkan oleh
infeksi cacing fila
ria dan ditularkan
oleh berbagai jenis nyam
uk. Penyakit ini dapat menimbulkan cacat seumur hidup
berupa pembesaran tangan, kaki, payudara
, dan buah zakar. Cacing filaria hidup di
saluran dan kelenjar getah
bening. Infeksi cacing filari
a dapat menyebabkan gejala
klinis akut dan atau
kronik (Depkes RI, 2005).
2.1.2. Etiologi
Filariasis disebabkan oleh infeksi c
acing filaria yang hidu
p di saluran dan
kelenjar getah bening. Anak cacing yang di
sebut mikrofilaria, hidup dalam darah.
Mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada malam hari.
Filariasis di Indonesia disebabkan ol
eh tiga spesies cacing filaria yaitu:
1.
Wuchereria bancrofti
2.
Brugia malayi
3.
Brugia timori
(Gandahusada, 1998).
2.1.3. Vektor
Di Indonesia telah terindentifikasi 23
spesies nyamuk dari 5 genus yaitu
Mansonia, Anopheles, Culex, Aedes,
dan
Armigeres
yang menjadi vektor filariasis.
Sepuluh spesies nyamuk
Anopheles

diidentifikasikan sebagai vektor


Wuchereria
Universitas
Sumatera
Utara

bancrofti
tipe pedesaan.
Culex quinquefasciatus
merupakan vektor
Wuchereria
bancrofti
tipe perkotaan. Enam spesies
Mansonia
merupakan vektor
Brugia malayi.
Di Indonesia bagian timur,
Mansonia
dan
Anopheles barbirostris
merupakan vektor
filariasis yang paling penting.
Beberapa spesies
Mansonia
dapat menjadi vektor
Brugia malayi
tipe subperiodik nokturna. Sementara
Anopheles barbirostris
merupakan vektor penting
Brugia malayi
yang terdapat di Nusa Tenggara Timur dan
kepulauan Maluku Selatan.
Perlu kiranya mengetahui bionomik (t
ata hidup) vektor yang mencakup
tempat berkembangbiak, perilaku menggig
it, dan tempat istirahat untuk dapat
melaksanakan pemberantasan vektor fila
riasis. Tempat perindukan nyamuk berbedabeda tergantung jenisnya. Umumnya nyam
uk beristirahat di tempat-tempat teduh,
seperti semak-semak sekitar tempat perindukan dan di dalam rumah pada tempattempat yang gelap. Sifat nyamuk dalam me
milih jenis mangsanya berbeda-beda, ada
yang hanya suka darah manusia (antrofilik
), darah hewan (zoof
ilik), dan darah
keduanya (zooantrofilik). Terdapat perb
edaan waktu dalam mencari mangsanya, ada
yang di dalam rumah (endofagik) dan ada yang di luar rumah (eksofagik). Perilaku
nyamuk tersebut berpengaruh terhadap dist
ribusi kasus filariasis. Setiap daerah
mempunyai spesies nyamuk yang berbeda-beda (Depkes RI, 2005).
2.1.4. Hospes
A. Manusia
Setiap orang mempunyai peluang yang sa
ma untuk dapat tertular filariasis
apabila digigit oleh nyamuk infektif (m
engandung larva stadium III). Manusia yang
Universitas

Sumatera
Utara

mengandung parasit selalu dapat menjadi sumb


er infeksi bagi orang lain yang rentan
(suseptibel)
. Biasanya pendatang baru ke daerah
endemis (transmigran) lebih rentan
terhadap infeksi filariasis dan lebih mende
rita dari pada penduduk asli. Pada umumya
laki-laki banyak terk
ena infeksi karena lebih banyak kesempatan untuk mendapat
infeksi
(exposure)
. Gejala penyakit lebih nyata pada
laki-laki karena pekerjaan fisik
yang lebih berat (Gandahusada, 1998).
B. Hewan
Beberapa jenis hewan dapat berperan
sebagai sumber penularan filariasis
(hewan reservoir). Hanya
Brugia malayi
tipe sub periodik nokt
urna dan non periodik
yang ditemukan pada lutung
(Presbytis criatatus)
, kera
(Macaca fascicularis)
, dan
kucing
(Felis catus)
(Depkes RI, 2005).
2.1.5. Lingkungan
A. Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik mencakup keadaan iklim, keadaan geografis, stuktur geologi
dan sebagainya. Lingkungan fisik erat kait
annya dengan kehidupan vektor sehingga
berpengaruh terhadap munculnya sumbe
r-sumber penularan filariasis. Lingkungan
fisik dapat menciptakan tempat perinduka
n dan beristirahatnya nyamuk. Suhu dan
kelembaban berpengaruh terhadap pe
rtumbuhan, masa hidup, dan keberadaan
nyamuk. Lingkungan dengan tumbuhan air di ra
wa-rawa dan adanya hewan reservoir
(kera, lutung, dan kucing) be
rpengaruh terhadap penyebaran
Brugia malayi
sub
periodik nokturna da
n non periodik.
Universitas
Sumatera
Utara

B. Lingkungan Biologi
Lingkungan biologi dapat menjadi rantai
penularan filariasis. Misalnya,
adanya tanaman air sebagai tempat pertumbuhan nyamuk
Mansonia sp

. Daerah
endemis
Brugia malayi
adalah daerah dengan hutan
rawa, sepanjang sungai atau
badan air yang ditumbuhi tanaman air.
C. Lingkungan Sosial
, Ekonomi dan Budaya
Lingkungan sosial, ekonomi, dan budaya adalah lingkungan yang timbul
sebagai akibat adanya interaksi antara
manusia, termasuk perilaku, adat istiadat,
budaya, kebiasaan, dan perilaku penduduk. Ke
biasaan bekerja di kebun pada malam
hari, keluar pada malam hari, dan kebias
aan tidur berkaitan de
ngan intensitas kontak
vektor. Insiden filariasis pada laki-lak
i lebih tinggi daripada perempuan karena
umumnya laki-laki sering kontak dengan vekt
or pada saat beke
rja (Depkes RI, 2005).
2.1.6. Cara Penularan
Pada saat nyamuk menghisap darah manusia/hewan yang mengandung
mikrofilaria, mikrofilari
a akan terbawa masuk ke
dalam lambung nyamuk dan
melepaskan selubungnya kemudian menem
bus dinding lambung nyamuk bergerak
menuju otot atau jaringan lemak di ba
gian dada. Mikrofilaria akan mengalami
perubahan bentuk menjadi larva stadium I
(L1), bentuknya seperti sosis berukuran
125-250m x 10-17m dengan ekor runcing se
perti cambuk setelah 3 hari. Larva
tumbuh menjadi larva stadium II (L2) dise
but larva preinfektif yang berukuran 200300m x 15-30m dengan ekor tumpul atau
memendek setelah 6 hari. Pada stadium
II larva menunjukkan adanya gerakan. Kemudi
an larva tumbuh menjadi larva stadium
Universitas
Sumatera
Utara

III (L3) yang berukuran 1400m x 20m. La


rva stadium L3 tampak panjang dan
ramping disertai dengan gerakan yang aktif setelah 8-10 hari pada spesies Brugia dan
10-14 hari pada spesies
Wuchereria
. Larva stadium III (L3) disebut sebagai larva
infektif.
Apabila seseorang mendapat gigitan nya
muk infektif maka orang tersebut
berisiko tertular filariasis.
Pada saat nyamuk infektif menggigit manusia, maka larva
L3 akan keluar dari probosisnya dan tinggal di kulit sekitar l
ubang gigitan nyamuk
kemudian menuju sistem limfe. Larva L3
Brugia malayi dan Brugia timori

akan
menjadi cacing dewasa dalam kurun waktu 3,5 bulan, sedangkan
Wuchereria
bancrofti
memerlukan waktu lebih 9 bulan (Depkes RI, 2005).
Gambar 2.1. Cara Penularan
Universitas
Sumatera
Utara

Begitu pula dalam bidang kesehatan.


Setiap orang akan mempersepsikan
program kesehatan yang sedang bergulir secara berbeda. Ada yang mengangggapnya
penting apabila mereka merasa penyakit te
rsebut parah atau sebaliknya. Perbedaan
dalam mempersepsikan program kesehatan dipe
ngaruhi oleh faktor internal (umur,
jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, suku
bangsa, dan sebagainya), pengetahuan
dan sikap tentang penyakit, serta persepsi
tentang keparahan pe
nyakit (Notoatmodjo,
2003).
Menurut Snehandu B Karr dalam Notoat
modjo (2005), seseorang akan ikut
dalam program kesehatan apabila ia memper
oleh penjelasan lengkap tentang program
tersebut (meliputi tujuan program, cara
ikut dalam program, dan kelebihan serta
keuntungan yang akan didapat apabila ikut
ambil bagian dalam program). Sehingga
terjangkaunya informasi
(accessibility of information)
memengaruhi perilaku
seseorang.
2.5. Perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau
aktivitas organisme (makhluk hidup) yang
bersangkutan baik yang dapat diamati
langsung maupun yang tidak dapat diamati
pihak luar. Setiap orang berbeda dala
m memberikan respon. Faktor yang
mempengaruhi perilaku dalam memberikan
respon dibagi menjadi dua, yaitu: faktor
internal dan eksternal. Faktor intern
al meliputi pengetahuan, persepsi, tingkat
emosional, tingkat kecerdasan, motivasi, em
osi, dan sebagainya yang berfungsi untuk
mengolah pengaruh-pengaruh dari luar. Fa
ktor eksternal meliputi lingkungan fisik,
Universitas
Sumatera
Utara

sosiol, budaya, ekonomi, politik, dan seba


gainya yang dijadikan sasaran dalam
mewujudkan bentuk perilakunya (Notoatmodjo, 2003).
2.5.1. Perilaku Kesehatan
Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (
2005), perilaku kesehatan adalah suatu

respons seseorang (organisme) terhadap st


imulus atau objek yang berkaitan dengan
sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan dan minuman, serta
lingkungannya. Dengan perkataan lain perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau
kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati
(observable)
maupun yang tidak dapat
diamati
(unobservable)
yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan.
2.5.2. Determinan Perilaku
Meskipun perilaku dibedakan antara perilaku terbuka
(overt)
dan perilaku
tertutup
(covert)
, tetapi perilaku adalah totalita
s yang terjadi pada orang yang
bersangkutan yang merupakan hasil bersama an
tara faktor internal dan eksternal.
Benyamin Bloom(1908), membedakan adanya
3 domain perilaku, yakni kognitif,
afektif, dan psikomotorik (Notoatmodjo, 2005).
Dalam perkembangan selanjutnya, unt
uk kepentingan pendidikan praktis
dikembangkan menjadi 3 domain peri
laku yang dapat diam
ati antara lain:
1.
Pengetahuan
(knowledge)
2.
Sikap
(attitude)
3.
Tindakan
(practice)
Universitas
Sumatera
Utara

Untuk mengukur perilaku dan perubaha


n dalam kesehatan juga mengacu pada
3 domain perilaku yang dapat dijelask
an secara rinci sebagai berikut:
1.
Pengetahuan
(knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dati tahu
(know)
yang terjadi setelah seseorang
melakukan pengideraan terhadap suatu
objek. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penti
ng dalam membentuk tindakan seseorang
(Notoatmodjo, 2003).

2.
Sikap
(attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang
masih tertutup dari seseorang terhadap
stimulus atau objek. Menurut Newcomb, sikap merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak dan bukan mer
upakan pelaksanaan motif tertentu
(Notoatmodjo, 2003).
3.
Tindakan
(practice)
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu
perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau situasi yang memungkinkan,
antara lain ad
alah fasilitas
(Notoatmodjo, 2003).
2.5.3. Pengaruh Karakteristik Kepala Keluar
ga terhadap Tindakan Pencegahan
Filariasis
Manusia diciptakan dengan ciri khas ya
ng melekat pada dirinya dan di sebuah
lingkungan, dimana ciri yang melekat dan
lingkungan tersebut be
rkontribusi pada
perilaku manusia dalam kehidupan sehari-har
i, termasuk perilaku kesehatan. Kepala
Keluarga sebagai individu mempunyai ciri-c
iri yang melekat padanya. Ciri ciri yang
Universitas
Sumatera
Utara

Anda mungkin juga menyukai