Anda di halaman 1dari 8

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga terjadi uremia (Smeltzer & Bare, 2008). Berdasarkan National
Kidney Foundation (2009) Gagal Ginjal Kronis terjadi apabila Glomerulus
Filtrasi Rate (GFR) nya kurang dari 60 mL/min/1.73 m selama 3 bulan
atau lebih dan gagal ginjal kronik dikatakan sudah mencapai tahap akhir
jika GFR mencapai <15 ml/menit/1.73 m dengan atau tidak dialysis.
Kasus gagal ginjal kronik di dunia semakin meningkat saat ini,
meningkatnya lebih dari 50 %. Tanpa pengendalian yang cepat dan tepat
pada tahun 2015 penyakit ginjal diperkirakan bisa menyebabkan kematian
hingga 36 juta penduduk dunia (Nadhiroh, 2013).
Berdasarkan data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), secara
global lebih dari 500 juta orang mengalami penyakit gagal ginjal kronik.
Sekitar 1,5 juta orang menjalani hidup dengan bergantung pada cuci darah
(hemodialisa). Sedangkan menurut The United States Renal Data System
(USRDS) (2009), gagal ginjal tahap akhir sering ditemukan dan
pervalensinya sekitar 10% - 13%. Di Amerika Serikat jumlahnya mencapai
25 juta orang.

Menurut laporan Indonesia Renal Registry (2012) dalam Yulita


(2015) pada tahun 2009, tercatat sebanyak 5.450 pasien gagal ginjal yang
menjalani hemodialisis, meningkat pada tahun 2010 sebanyak 8.034
penderita dan meningkat lagi pada tahun 2011 sebanyak 12.804 penderita.
WHO memperkirakan di Indonesia akan terjadi peningkatan penderita
gagal ginjal antara tahun 1995-2025 sebesar 41,4%. Jumlah pasien gagal
ginjal kronik di ruang Interne Wanita (IW) RSUP M.Djamil Padang dari
bulan Desember 2015 - Februari 2016 mencapai 93 pasien, dan 25 orang
diantaranya melakukan hemodialisa secara rutin.
Terapi hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi
pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu
dari peredaran darah seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin,
asam urat dan zat-zat lain melalui membran semi permeabel sebagai
pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses
difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Setiawan, 2001). Frekuensi hemodialisa
tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa. Pasien GGK akan
menjalani terapi hemodialisa ketika fungsi ginjal dengan Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG) kurang dari 15ml/menit/1.73ml (Alam & Hadibroto,
2007). Pasien akan menjalani hemodialisa secara terus menerus seumur
hidup (Baradero dkk, 2009).
Hemodialisa dilakukan 2-3 kali seminggu dengan lama waktu 45 jam. Prose terapi hemodialisa yang membutuhkan waktu 5 jam,
umumnya akan menimbulkan stress fisik pada pasien setelah hemodialisa.

Pasien akan mengalami gangguan tidur, kelelahan, sakit kepala dan keluar
keringat dingin akibat tekanan darah yang menurun, sehubungan dengan
efek hemodialisa.
Menurut Carpenito (2000) dalam Alimul (2009) Gangguan pola
istirahat-tidur secara umum merupakan suatu keadaan dimana individu
mengalami atau mempunyai resiko perubahan dalam jumlah dan kualitas
pola istirahat tidur yang menyebabkan ketidaknyamanan. Gangguan ini
terlihat pada klien dengan kondisi yang memperlihatkan perasaan lelah,
mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman didaerah sekitar
mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian
terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk.
Tindakan keperawatan mandiri yang bisa diberikan kepada klien sebagai
alternatif yang dapat dipilih untuk mengatasi gangguan istirahat tidur
adalah dengan menciptakan lingkungan keperawatan yang tenang,
membatasi pengunjung, menganjurkan klien tehnik relaksasi, masase
punggung dan latihan guided imageri (Mija, 2005).
Teknik relaksasi otot progresif adalah salah satu terapi perilaku
dimana individu akan diberikan kesempatan untuk mempelajari bagaimana
cara menegangkan sekelompok otot tertentu kemudian melepaskan
ketegangan itu. Bila sudah dapat merasakan keduanya, klien mulai
membedakan sensasi saat otot dalam keadaan tegang dan rileks. Sesuatu
yang diharapkan disini adalah individu secara sadar untuk belajar
merilekskan otot-otonya sesuai dengan keinginannya melalui suatu cara

sistematis. Subjek juga belajar menyadari otot-ototnya dan berusaha untuk


sedapat mungkin mengurangi atau menghilangkan ketegangan otot
tersebut (Gunarsa, 2012).
Manfaat relaksasi otot progresif menurut Gunarsa (2012) adalah
menurunkan

ketegangan

fisiologis,

meningkatkan

relaksasi

otot,

menurunkan kecemasan sehingga terjadi vaolidatasi pembuluh darah.


Aliran darah sistemik menjadi lancar, denyut nadi menjadi normal dan
mengurangi evaporasi sehingga pasien menjadi nyaman dan pikiran
menjadi tenang, sebagai akibat penurunan aktifitas Reticular Activiting
System (RAS) dan peningkatan aktivitas batang otak, sehingga hal ini
dapat mengurangi gangguan tidur klien yang mengakibatkan kelelahan.
Dari jurnal hasil penelitian Safaa E.Sayed Ahmed dan Gehan A. Younis
yang dilakukan di Hemodialisis Unit di Rumah Sakit Mubarak, Rumah
Sakit Tanta University. Sampel dari 20 pasien dewasa yang menjalani
hemodialisis dan mengalami gangguan tidur setelah dilakukan teknik
relaksasi otot progresif gangguan tidur pada pasien mengalami penurunan.
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(Kemenkes, 2012). Tujuan dilakukannya kegiatan Patient Safety di rumah
sakit adalah untuk menciptakan budaya keselamatan pasien di rumah sakit,
meningkatkan akuntabilitas rumah sakit, menurunkan KTD di rumah sakit,

terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi


pengulangan kejadian tidak diharapkan (Kemenkes, 2012).
Berdasarkan hasil observasi di ruangan Interne Wanita (IW)
Penyakit Dalam RSUP M.Djamil Padang masih terlihat pasien yang tidak
menggunakan gelang identitas pasien berwarna pink untuk pasien wanita.
Dari observasi langsung diruangan pada perawat shift pagi, saat akan
melakukan pemberian obat, melakukan prosedur invasif, transfusi darah,
transfer pasien, pengambilan sampel masih ada beberapa perawat yang
tidak melakukan identifikasi dengan menanyakan nama klien dan nama
ibu kandung serta melihat gelang pasien sesuai dengan standar
keselamatan pasien di R.S dari 7 orang perawat 4 orang tidak melakukan
identifikasi dengan alasan buru-buru, 3 orang melakukan identifikasi
hanya dengan menanyakan nama pasien tanpa melihat gelang pasien.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk
melakukan pengelolaan kasus dalam penulisan membuat karya tulis ilmiah
dengan judul Asuhan keperawatan pada pasien Gagal Ginjal Kronis
dengan

inovasi

pemberian

terapi

relaksasi

otot

progresif

dan

pengoptimalan manajemen patient safety identifikasi pasien di IRNA Non


Bedah penyakit dalam wanita RSUP Dr. M Djamil Padang.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memaparkan hasil Asuhan Keperawatan
pada Pasien dengan Gagal Ginjal Kronik

(GGK) dengan inovasi

pemberian terapi relaksasi otot progresif dan pengoptimalan manajemen


patient safety identifikasi pasien di ruang IRNA Non Bedah Penyakit
Dalam Wanita RSUP Dr. M Djamil Padang.

2. Tujuan Khusus
a. Manajemen Asuhan Keperawatan
1) Melaksanakan pengkajian yang komprehensif pada pasien gagal
ginjal kronis di IRNA Non Bedah

Penyakit Dalam Wanita

RSUP Dr.M. Djamil Padang.


2) Menegakkan Diagnosa keperawatan pada pasien gagal ginjal
kronis di IRNA Non Bedah

Penyakit Dalam Wanita RSUP

Dr.M. Djamil Padang.


3) Membuat perencanaan keperawatan pada pasien gagal ginjal
kronis di IRNA Non Bedah

Penyakit Dalam Wanita RSUP

Dr.M. Djamil Padang.


4) Melaksanakan implementasi keperawatan pada pasien gagal
ginjal kronis di IRNA Non Bedah

Penyakit Dalam Wanita

RSUP Dr.M. Djamil Padang.


5) Mendokumentasikan evaluasi keperawatan pada pasien gagal
ginjal kronis di IRNA Non Bedah
RSUP Dr.M. Djamil Padang.

Penyakit Dalam Wanita

b. Manajemen Layanan Keperawatan


1)

Mengidentifikasi masalah pada manajemen patient safety


identifikasi pasien di IRNA Non Bedah Penyakit Dalam Wanita

RSUP Dr.M. Djamil Padang.


2) Membuat perencanaan manajemen patient safety identifikasi
pasien di IRNA Non Bedah Penyakit Dalam Wanita RSUP DR.
M. Djamil Padang.
3) Melaksanakan implementasi pada masalah manajemen patient
safety identifikasi pasien di IRNA Non Bedah Penyakit Dalam
Wanita RSUP Dr. M. Djamil Padang.
4) Melakukan evaluasi terhadap implementasi yang dilakukan
terhadap manajemen patient safety identifikasi pasien di IRNA
Non Bedah Penyakit Dalam Wanita RSUP Dr. M. Djamil Padang.
C. Manfaat
1. Bagi Institusi Pendidikan
Penulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan
informasi dan referensi kepustakan untuk menambahkan ilmu
pengetahuan

mengenai

masalah

pada

sistem

perkemihan

khususnya asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal


kronis dan pengelolaan manajemen layanan di suatu ruangan dan
melakukan pengoptimalan manajemen identifikasi pasien di IRNA
Non Bedah Penyakit Dalam Wanita RSUP Dr. M. Djamil Padang.
2. Bagi Pasien
Diharapkan pasien dengan gagal ginjal kronik bisa
mendapatkan penanganan yang tepat, sehingga bisa meminimalisir
komplikasi yang akan terjadi dan pelayanan asuhan keperawatan

yang

komprehensif

dan

dapat

mendukung

pengoptimalan

manajemen identifikasi pasien di IRNA Non Bedah Penyakit


Dalam Wanita RSUP Dr. M. Djamil Padang.
3. Bagi Peneliti
Penulisan ilmiah ini diharapkan untuk menambah wawasan
dalam mempersiap kan, mengumpulkan, mengolah, menganalisa,
dan menginformasikan data, meningkat pengetahuan dalam bidang
keperawatan serta dapat menjadi bahan masukan bagi penulis lain
dan dapat melakukan pengoptimalan manajemen identifikasi pasien
di IRNA Non Bedah Penyakit Dalam Wanita RSUP Dr. M. Djamil
Padang.
4. Bagi Ruangan
Penulisan ini diharapkan dapat memaksimalkan manajemen
ruangan terkait dengan ketepatan identifikasi pasien di IRNA Non
Bedah Penyakit Dalam Wanita RSUP Dr.M.Djamil Padang.

Anda mungkin juga menyukai