Anda di halaman 1dari 11

HIPONATREMIA

Definisi dan klasifikasi


Hiponatremia adalah suatu kondisi dimana kadar natrium dalam plasma lebih rendah dari 135
mEq/L.1,2 .1Hiponatremi dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelompok:
1. Berdasarkan osmolalitas plasma

Hiponatremia isotonic
Jika konsentrasi natrium plasma < 135 mEq/L dan osmolalitas plasma normal yaitu
280-285 mOsm/Kg/H2O.
Contoh : pseudohiponatremia pada hiperlipidemia dan hiperproteinemia.2
Hiponatremia hipotonik
Jika konsentrasi natrium plasma < 135 mEq/L dan osmolalitas plasma normal yaitu
<280

mOsm/Kg/H2O.

Hiponatremia

hipotonik

selalu

menggambarkan

ketidakmampuan ginjal dalam mengekskresikan cairan yang masuk. Berdasarkan


jumlah cairan intravaskular hiponatremia hipotonik dapat dibagi menjadi 3 yaitu:3
1. Hipovolemik
Dapat terjadi akibat kehilangan natrium renal atau ekstrarenal, dan penyebab
kehilangan dapat dibedakan berdasarkan konsentrasi natrium urin. Pada
kondisi ini terjadi penurunan jumlah CES dan deplesi solut. Hiponatremia
dengan deplesi volume dapat terjadi pada berbagai keadaan. Gejala klinis dari
deplesi volume yaitu penurunan tekanan darah ortostatik, peningkatan denyut
nadi, keringnya membran mukosa dan turgor kulit menurun. Pada
pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan peningkatan blood urea nitrogen
(BUN), kreatinin dan peningkatan asam urat.2Jika konsentrasi natrium urin >
20 mEq/ L menandakan hiponatremi terjadi karena natrium keluar melalui
ginjal (diuretik, insufisiensi renal, asidosis tubular ginjal, nephropaty saltwasting). Jika konsentrasi natrium urin < 20 mEq/L maka kehilangan natrium
terjadi di luar ginjal ( diare, muntah, melalui kulit/ keringat, lung losses,
third space pada pankreatitis).

Gangguan gastrointestinal
Diare dan muntah yang berlebihan dan tidak langsung diberi cairan
pengganti dapat menyebabkan kehilangan sejumlah cairan dan
natrium. Pada pemeriksaan laboratorium akan ditemukan penurunan
natrium urin pada keadaan diare, tetapi mungkin dapat meningkat pada
pasien dengan muntah yang berlebihan sehingga pemeriksaan
1

laboratorium yang baik dalam menggambarkan deplesi volume yaitu

pemeriksaan klorida.2
Keringat yang berlebihan
Aktifitas fisik yang berlebihan seperti maraton dapat menyebabkan
deplesi volume, kehilangan natrium dan klorida pada keringat yang

berlebihan.2
Penggunaan diuretik yang berlebihan
Menurut literatur, 73 % kasus hiponatremi disebabkan karena
penggunaan

thiazid,

20%

karena

kombinasi

thiazid

dengan

antikaliuretik dan 7 % disebakan oleh furosemid1.2


Cerebral salt wasting syndrome (CSWS)
CSWS merupakan suatu sindroma yang terjadi setelah prosedur
neurosurgikal ataupun setelah terjadi trauma kepala. Pada kondisi ini

AVP disekresikan karena stimulasi baroresptor.2


Defisiensi mineralokortikoid
Pada kondisi ini terjadi kegagalan dalam menekan pelepasan AVP

akibat hipoosmolalitas.2
2. Euvolemik
Hiponatremia hipotonik euvolemik berhubungan dengan adanya kelompok
sindroma klinis yang selanjutnya harus dibedakan menurut pemeriksaan
osmolalitas urin. Hal ini terjadi karena intake cairan yang berlebihan
sedangkan ginjal tidak mampu untuk mengeksresikan. Jika konsentrasi
natrium urin > 20 mEq/ L maka telah terjadi gagal ginjal, SIADH, hipotiroid.
Jika konsentrasi natrium urin < 20 mEq/L kemungkinan karena polidipsi.
Hal ini dapat terjadi pada keadaan dibawah ini:
SIADH ( syndrome inappropiate anti diuretic hormon) konsentrasi
natrium yang rendah karena kelenjar hipofisis di dasar otak
mengeluarkan terlalu banyak hormon antidiuretic
Sindroma nefrogenik
Defisiensi glukokortikoid
Hipotiroid
Pada hipotiroid terjadi peningkatan resistensi vascular dan penurunan
curah jantung yang menyebakan gangguan perfusi ginjal.
Keringat yang berlebihan
Intake cairan yang rendah Pada pasien yang mengkonsumsi bir beer
potomaniadalam jangka waktu yang lama.
Polidipsia primer

Polidipsia primer terjadi pada 20 % pasien psikiatrik khususnya


skizofrenia. Pada kondisi ini intake cairan berlebihan tidak diikuti
dengan diurnal diuresis.2
3. Hipervolemik
Hiponatremia hipotonik hipervolemik terjadi akibat adanya peningkatan total
cairan tubuh yang selanjutnya dapat dibedakan dengan pemeriksaan
konsentrasi natrium pada urin. Dapat terjadi karena kegagalan ginjal dalam
mengkeksresikan cairan. Pada pasien ini ditemukan edema karena retensi
cairan dan natrium.2
Gagal jantung
Hiponatremia hipervolemik pada gagal jantung pada awalnya terjadi
akibat penurunan curah jantung dan tekanan darah, yang menstimulasi
vasopressin, katekolamin dan renin-angiotensin-aldosteron. Kadar
vasopressin yang meningkat telah dilaporkan pada pasien dengan
disfungsi ventrikel kiri sebelum gagal jantung muncul. Pada pasien
gagal

jantung

yang

memburuk,

berkurangnya

stimulasi

mekanoreseptor diventrikel kiri, sinus karotis, arkus aorta dan arteriol


aferen ginjal memicu peningkatan aktivitas simpatis, system RAS, dan
pelepasan vasopressin tanpa rangsang osmotik, ditengah-tengah
berbagai neurohormon lain. Walaupun total air tubuh meningkat,
peningkatan aktivitas simpatis ikut menyebabkan retensi natrium dan
air. Pelepasan vasopresin yang bertambah menyebabkan bertambahnya
jumlah saluran akuaporin di duktus koligentes ginjal. Ini memacu
retensi air yang bersifat abnormal dan hiponatremia hipervolemik.2,3
Sirosis
Hiponatremi yang terjadi pada pasien sirosis dikarenakan gagal

jantung, pelepasan AVP.2


Sindroma nefrotik, gagal ginjal akut dan kronik.2
Hiponatremia hipertonik
Jika konsentrasi natrium plasma <135 mEq/L dan osmolalitas plasma normal yaitu
>285 mOsm/Kg/H2O. Contoh : hiperglikemia dan pemberian cairan hipertonik seperti
manitol.2,3,4

2. Berdasarkan konsentrasi natrium plasma

Hiponatremia ringan
Konsentrasi natrium plasma < 135 mEq/L
Hiponatremia sedang
3

Konsentrasi natrium plasma < 130 mEq/L


Hiponatremia berat
Konsentrasi natrium plasma < 120 mEq/L.2

3. Berdasarkan konsentrasi ADH

Hiponatremia dengan ADH meningkat


1. Peningkatan ADH dikarenakan deplesi volume sirkulasi efektif yang
menyebabkan Na keluar berlebihan dari tubuh yaitu ginjal (diuretik, salt-

losing nephropaty, hipoaldosteron) dan non ginjal seperti diare.2


2. Peningkatan ADH tanpa disertai deplesi volume misalnya pada SIADH.2
Hiponatremia dengan supresi ADH fisiologis
Polidipsia primer atau gagal ginjal merupakan keadaan dimana eksresi cairan lebih
rendah dibanding asupan cairan yang menimbulkan respons fisiologis untuk supresi
sekresi ADH.2

4. Berdasarkan waktu

Hiponatremia akut
Disebut akut bila kejadian hiponatremi berlangsung kurang dari 48 jam. Pada keadaan
ini akan terjadi gejala yang berat seperti penurunan kesadaran dan kejang. Hal ini
terjadi akibat adanya edema sel otak karena air dari ekstrasel masuk ke intrasel yang
osmolalitasnya lebih tinggi. Kelompok ini disebut juga hiponatremi simptomatik atau

hiponatremi berat.2
Hiponatremia kronik
Disebut kronik bila kejadian hiponatremia berlangsung lambat yaitu lebih dari 48 jam.
Pada keadaan ini tidak terjadi gejala yang berat seperti penurunan kesadaran ataupun
kejang. Gejala yang terjadi seperti mengantuk dan lemas. Kelompok ini disebut juga
hiponatremi asimptomatik atau hiponatremi ringan.2

Patofisiologi hiponatremia
Osmolalitas tubuh diatur oleh sekresi arginin vasopresin (AVP) dan rangsangan haus. AVP
merupakan hormon antidiuretik yang dihasilkan oleh hipotalamus dan di transportasikan
melalui axon ke hipofisis posterior. AVP berperan dalam mengatur homeostasis. Aktivasi
reseptor AVP menyebabkan ekskresi cairan berkurang, regulasi AVP juga diatur oleh
baroresptor di sistem saraf pusat dan sistem kardiopulmonal. Natrium serum merupakan hasil
bagi dari jumlah natrium dengan volume plasma. Osmolalitas plasma normal yaitu 280-285
mOsm/Kg/H20.2,3,4,5
4

Hiponatremia isotonic
Pada kondisi ini jumlah natrium plasma sebenarnya dalam keadaan normal. Isotonik
hiponatremi terjadi pada keadaan hiperlipidemia ataupun hiperproteinemia. Plasma
tersusun atas cairan dan solut (zat terlarut). Hiperlipidemia dan hiperproteinemia
meningkatkan solut plasma dan menurunkan jumlah cairan plasma, sehingga pada
keadaan ini terjadi pseudohiponatremi. Dimana denominator dalam penghitungan
jumlah natrium plasma menjadi lebih tinggi sehingga kadar natrium plasma menjadi

turun.2,3,4,5
Hiponatremia hipotonik
Osmolalitas antara cairan intraseluler sama dengan cairan ekstraseluler. Pada keadaan
hiponatremi hipotonik, jumlah cairan plasma lebih besar dibandingkan jumlah solut
sehingga osmolalitas plasma menjadi turun.2,5
Hiponatremia hipotonik hipovolemik Dalam kondisi deplesi total natrium
tubuh,

terjadi

peningkatan

AVP

meningkat

dan

retensi

H2O

bebas

untukmempertahankan volume intravaskular. Namun, retensi H2Obebas saja tidak


cukup untuk mengembalikan volume ekstraseluler cairan pada keadaan hipovolemia.
Selain itu,penggantian kehilangan natrium dan H2O dengan H2O bebasdapat
mempotensiasi peningkatan kadar plasma AVP yang tidaksesuai, yang dapat
memperburuk hiponatremia.2 Hipovolemia dengan natrium urin kurang dari 20 mEq /
L atau FENa kurang dari 1% menunjukkan retensi natrium ginjalyang aktif untuk
mengkompensasi

kehilangan

ekstrarenal,seperti

kehilangan

pencernaan

atau

insensible water loss dengan penggantian H2O bebas. Pasien hipovolemik dengan
natrium urin melebihi 20 mEq / L atau melebihi FENa 1% menunjukkan adanya
kehilangan natrium ginjal akibat pemberian diuretik, osmotik diuresis, salt-losing
nephropaty, alkalosis metabolik, atau insufisiensi adrenal.2 Sebagian besar kasus dari
natriuresis primer disebabkan oleh pemberian diuretik thiazide dibandingkan dengan
loopdiuretics. Diuretik thiazide dapat menyebabkan kehilangan natrium ginjal yang
berlebihan dan deplesi volume, sehingga timbul hiponatremia berat segera setelah
mulai terapi. Yang termasuk Salt losing nephropathy yaitu tubular asidosis ginjal,
penyakit polikistik ginjal, dan uropati obstruktif. Baik tubular asidosis ginjal tipe II
dan

alkalosis

metabolic

menyebabkan

hiponatremia

sebagai

akibat

dari

bikarbonaturia, yang menimbulkan ekskresi natrium. Kedua insufiensi adrenal primer


dan

sekunder

dapat

mengakibatkan

defisiensi

glukokortikoid

dan

atau

mineralokortikoid, yang mengakibatkan hiponatremia.2

Hiponatremia hipotonik euvolemik terjadi karena intake cairan yang


berlebihan sedangkan ginjal tidak mampu untuk mengeksresikan. Hal ini dapat terjadi
pada keadaan dibawah ini berhubungan dengan adanya kelompok sindroma klinis
yang selanjutnya harus dibedakan menurut pemeriksaan osmolalitas urin. Kondisi
euvolemik dengan osmolalitas urin <100 mOsm/kg menunjukkan kondisi seperti
polidipsia psikogenik dan lowsolute potomania.2,3,4,5 Polidipsia psikogenik (polidipsia
primer) muncul paling sering pada pasien skizofrenik, terlihat dari adanya intake air
yang berlebihan, dan biasanya melebihi 10 l/hari. Kondisi euvolemik dipertahankan
dengan supresi osmotik terhadap pelepasan AVP dan eksresi ginjal terhadap H2O
bebas. Sehingga, urin terdilusi dan osmolalitas rendah (biasanya < 100

mOsm/kg).2,3,4,5
Hiponatremia hipertonik
Terjadi jika osmolalitas serum > 285 mOsm/Kg/H2O. Hipertonisitas bisa terjadi
karena peningkatan zat terlarut yang tidak bebas keluar masuk kompartemen,
contohnya glukosa manitol, gliserol, atau sorbitol sehingga terjadi perpindahan cairan
dari ICF ke ECF sehingga menurunkan kadar natrium ECF. Hiponatremia jenis ini
biasanya dihubungkan dengan peningkatan osmolalitas. Contohnya, pada pasien
hiperglikemia setiap kenaikan glukosa 3 mmol/L, natrium serum turun 1 mmol/L.

Manifestasi klinis hiponatremia


Gejala klinis hiponatremia tergantung dari penyakit yang mendasarinya. Secara umum gejala
klini pada hiponatremia dapat dilihat dibawah ini.
Manifestasi klinis menurut sistem yang dipengaruhi
Sistem tubuh
Sistem saraf pusat

Manifestasi
Sakit kepala, confusion, hiper atau hipoaktif
refleks tendon
dalam, kejang, koma, peningkatan tekanan

Kardiovaskular

intrakranial
Hipertensi dan bradikardia secara signifikan
meningkatkan

Muskuloskeletal
Gastrointestinal
Ginjal

tekanan intrakranial
Fatigue, kram, twitching
Anoreksia, diare, mual, muntah
oliguria

Diagnosis
Manifestasi klinis dari hiponatremia biasanya akibat adanya edema otak, yang
menyebabkan gejala neurologis dan sistemik. Pada kondisi kronik (CHF, Sirosis),
hiponatremia dapat asimtomatik akibat adanya adaptasi sel dengan mempertahankan gradien
osmolar dan melindungi dari terjadinya edema serebri. Pada hiponatremia akut (postoperatif,
drug-induced), gejala tidak spesifik dan sangat luas. Gejala awal yaitu adanya anoreksia,
kesemutan, mual, muntah, sakit kepala, iritabilitas, disorietasi, konfusi, fatigue, dan letargi,
dimana gejala lanjut yang dapat ditemukan adalah adanya gangguan status mental, kejang,
koma, dan gagal napas, dan dapat menyebabkan kematian. Saat gejala neurologis dari
hiponatremia muncul, disebut sebagai ensefalopati hiponatremia.
Hiponatremia terklasifikasi berdasarkan osmolalitas plasma yang ditentukan melalui
pemeriksaan penunjang laboratorium dan status volume yang ditentukan melalui pemeriksaan
fisik. Penentuan hiponatremia secara sistematik diperlukan untuk menentukan penyebab dan
terapi yang akan diberikan. Dapat dilakukan pengukuran osmolalitas plasma, status volume,
konsentrasi natrium urin dan osmolalitas. Osmolalitas plasma, pertama dilakukan untuk
menyingkirkan

hiponatremia

hipertonik

>295

mOsm/kg

dan

pseudohiponatremia,

hiponatremia isotonik, 280295 mOsm/kg. Sedangkan pada penurunan osmolalitas plasma,


hiponatremia hipotonik < 280 mOsm/kg diperlukan penentuan volume status yang akurat.
Meskipun begitu, pengukuran osmolalitas plasma seringkali kurang akurat dan tidak dapat
digunakan sebagai penentuan terapi.
Pengukuran konsentrasi natrium urin merupakan pemeriksaan penunjang yang paling
sering dan paling dapat digunakan untuk menentukan diagnosis banding. Status volume
diklasifikasikan secara klinis sebagai hipervolemik, euvolemik, atau hipovolemik, dan
merupakan pemeriksaan penunjang yang baik dilakukan untuk diagnosis akurat dan terapi
yang adekuat. Manifestasi klinis pada kondisi hipervolemik seperti edema, crackles pada
paru, tekanan vena jugular leher terdistensi, dan terdapat S3 pada auskultasi jantung.
Manifestasi klinis pada kondisi hipovolemik yaitu adanya hipotensi orthostatik, takikardia,
dan oliguria/anuria. Jika tidak ditemukan tanda-tanda diatas, status volume dikategorikan
sebagai keadaan euvolemik. Monitor ketat dan evaluasi serial diperlukan pada hiponatremia.
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik (termasuk penentuan status volume)
2. Pengukuran osmolalitas plasma
7

Hiponatremia hipertonik (POsm > 295 mOsm/kg)


Hiponatremia isotonik (POsm 280295 mOsm/kg)
Hiponatremia hipotonik (POsm < 280 mOsm/kg)
3. Pengukuran natrium urin dan osmolalitas (ditambahkan informasi status volume)

Hiponatremia hipotonik hipervolemik


UNa > 20 mEq/L or Azotemia (gagal ginjal kronis)
FENa > 1%
UNa < 20 mEq/L or Edema (CHF, sirosis, sindroma nefrotik)
FENa < 1%
Hiponatremia hipotonik euvolemik
UOsm < 100 mOsm/kg Polidipsia (primer) Psikogenik
Low-solute (beer) potomania
UOsm > 100 mOsm/kg Peningkatan AVP or mimic
Syndrome of inappropriate antidiuresis
Endokrinopati
UOsm bervariasi Reset osmostat syndrome
Hiponatremia hipotonik hipervolemik
UNa > 20 mEq/L atau Natriuresis primer (renal)
FENa > 1%
UNa < 20 mEq/L atau Kehilangan natrium ekstrarenal (dengan
FENa < 1% penggantian dengan H2O bebas)

4. Terapi Inisial
Hiponatremia hipertonik Memperbaiki kondisi hiperglikemia. Hiponatremia isotonik
Mengobati penyebab gangguan metabolisme protein atau lipid. Hiponatremia hipotonik
Pemberian cairan diuretics, restriksi H2O.
Penentuan osmolalitas plasma memberikan dasar terapi inisial hiponatremia. Pada
hiponatremia hipertonik, tata laksana diberikan langsungpada penyebabnya. Tidak ada terapi
spesifik pada hiponatremia isotonic selain memberikan terapi pada gangguan metabolisme
lipid dan protein yang mendasari. Untuk hiponatremia hipotonik diberikan secara
simptomatis, dan berdasarkan status volume.2,8
Pada hiponatremia hipotonik, gejala biasanya semakin terlihat saat konsentrasi plasma
natrium <120 mEq/L. Tergantung pada status volume, terapi hiponatremia hipotonik
diberikan bertahap, dari pemberian salin hipertonik pada kasus berat sampai pemberian salin
isotonik pada kasus ringan dan sedang, dan restriksi H2O bebas pada kasus asimtomatik.
Pada kasus berat pemberian salin hipertonik atau isotonik harus diberikan secara agresif
8

untuk pencegahan komplikasi neurologis. Salin hipertonik hanya diberikan pada kasus berat
dengan konsultasi ahli dan hanya dalam waktu singkat.2
Diuretik dapat diberikan untuk mengobati kemungkinan adanyapotensial volume
overload. Saat gejala sudah berkurang, terapi harusdikurangi dan terfokus pada koreksi
penyebab dari ketidakseimbangan air dan natrium.
Secara umum, pada satu setengah dari total defisit dapat digantikan dalam 12 jam
pertama, dengan 0.5 mEq/L/jam (12 mEq/L/hari). Rumus dibawah dapat digunakan dalam
mengestimasi efek 1 L infus natrium dalam konsentrasi plasma natrium.2
Perubahan dalam natrium plasma = (Natrium pada infus Natrium plasma)
(Total body water + 1)
Total body water (l) dikalkulasi dengan mengkalikan berat badan (kg) dengan 0.5 pada
perempuan, 0,6 pada laki-laki, 0,45 pada lansia wanita, dan 0,5 pada lansia pria.2
Konsentrasi natrium pada infus yaitu pada salin 3% = 513 mEq/L,salin 0.9% =154
mEq/L, salin 0.45% = 77 mEq/L. Rumus lainnya juga ada yang memperhitungkan infus
natrium yang mengandung kalium dan elektrolit lainnya.2,8
Nonpeptide arginine vasopressin reseptor (AVP-R) antagonis adalah kelas obat baru
yang mempromosikan aquaresis, istilah yang digunakan untuk menggambarkan ekskresi air
bebas elektrolit tanpa ekskresi natrium atau kalium. Sering disebut sebagai "vaptans" atau
"aquaretics" untuk menunjukan efek mereka yang kontras dengan diuretik, AVP-R antagonis
menghambat aksi AVP pada reseptornya secara langsung, khususnya menargetkan pada V1A
reseptor pembuluh darah sel-sel otot dan reseptor V2 pada sel duktus kolektivus ginjal. Saat
ini hanya conivaptan aquaretic yang disetujui oleh Food and Drug Administration AS,
diindikasikan untuk pengobatan simtomatik dan hiponatremia hipervolemik dan euvolemik
pada pasien rawat inap, khusus SIADH dan CHF. Karena haus adalah salah satu efek
samping dari obat ini, diperlukan restriksi cairan.8
5. Reevaluasi dan penyesuaian terapi
Reevaluasi serial dan tappering down harus dilakukan secara hati-hati sampai tercapai
kondisi normonatremia euvolemik.2,8 Hiponatremia hipotonik akut, memiliki onset < 48 jam,
dan dapat terkoreksi secara cepat. Meskipun begitu, koreksi dari hiponatremia kronik
9

asimptomatik terkadang tidak diberikan, seperti pada pasien sirosis atau reset osmostat
syndrome. Terlebih lagi, tata laksana yang berlebihan dapat mengakibatkan morbiditas dan
mortalitas. Kerusakan batang otak yang permanen dapat muncul akibat osmotic myelinolysis
syndrome, yang terlihat dari adanya central pontine myelinolysis akibat osmotically-induced
demyelination.7,8

Tatalaksana Hiponatremia Hipervolemik Hipotonik


Tujuan tatalaksana pada pasien hiponatremia hipervolemik hipotonik adalah untuk
memperbaiki konsentrasi natrium plasma dengan 1 sampai 2 mEq / L / jam baik
menggunakan salin hipertonik atau salin isotonik, kadangkadang dalam kombinasi dengan
diuretik, sampai gejala mayor (misalnya, perubahan status mental yang berat, kejang)
mereda. Yang penting untuk diperhatikan adalah salin hipertonik merupakan kontraindikasi
relatif pada hipervolemia, sehingga penggunaan salin isotonik lebih direkomendasikan pada
pasien sebagai terapi inisial. Sekali gejala mayor membaik, pengobatan harus kemudian
menjadi kurang agresif dan diarahkan pada memperbaiki penyebab dasar hiponatremia.
Akhirnya, restriksi cairan adalah pengobatan pilihan, dengan batas 0,5 sampai 1 L / hari,
dengan atau tanpa diuretik, mengoreksi tidak lebih dari 0,5 mEq/ L/jam. AVP-R antagonis
dapat diperlukan pada pasien simptomatik dengan CHF. Perawatan awal pasien asimtomatik
adalah restriksi air bebas dengan atau tanpa diuretik untuk memperbaiki hiponatremia dan
meningkatkan status volume.5,8
Tatalaksana Hiponatremia Hipotonik Euvolemik
Tatalaksana yang diberikan pada pasien dengan gejala hiponatremia hipotonik
euvolemik adalah untuk memperbaiki konsentrasi natrium plasma dengan 1 sampai 2 mEq/
L/ jam menggunakan salin hipertonik sampai gejala mayor mereda, kemudian beralih ke salin
isotonik 0,5-1 mEq/ L/ jam setelahnya. Diuretik dapat digunakan untuk mengurangi
kelebihan cairan selama pengobatan, tetapi penggunaannya harus diminimalkan. Setelah
kondisi telah asimtomatik, tata laksana dapat diganti menjadi restriksi air bebas. Tatalaksana
inisial pada pasien asimptomatik adalah restriksi cairan 0,5-1 L / hari, dengan koreksi tidak
lebih dari 0,5 mEq / L / jam selama jangka waktu beberapa hari.

10

DAFTAR PUSTAKA

1. Craig,

Sandy.

Hyponatremia.

Diunduh

dari

http://emedicine.medscape.com/article/767624-overview. (Accessed on 21 June 2014)


2. Brenner B, Singer G. Fluid and electrolyte disturbances. In: Kasper DL, Braunwald E,
Fauci A, et al, editors. Harrisons principles of internal medicine. 16th ed. New York:
McGraw-Hill; 2005:25163.
3. Reynolds RM, Padfield PL, Seckl JR. Disorders of sodium balance. BMJ 2006;
332:702-5.
4. Horacio J.Adrogue, Nicolaos E.Madias. The Challenge of Hyponatremia.JASN.2012
5. Rudolph et al. Hyponatremia. Hospital Physician. January 2009; 2332.
6. Parikh C, Berl T. Disorders of water metabolism. In: Feehally J, Floege J, Johnson RJ,
editors. Comprehensive clinical nephrology. 3rd ed. Philadelphia: Mosby Elsevier;
2007:97.
7. Agrawal V, Shashank R Joshi. Hyponatremia and Hypernatremia : Disorder of Water
Balance. JAPI. December 2008
8. Richard H.Sterns, Sagar U. The Treatment of Hyponatremia.UPHS.2009.

11

Anda mungkin juga menyukai