Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit kronis merupakan jenis penyakit degeneratif yang berkembang dan
bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama (Sarafino, 2006). Penyakit kronis
merupakan penyebab kematian utama secara global. Riset kesehatan dasar yang
dilakukan tahun 2013 memberikan data prevalensi nasional penyakit kronis
seperti asma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), dan kanker masing-masing
sebesar 4,5%, 3,7% dan 1,4%, sedangkan prevalensi hipertensi, stroke dan gagal
ginjal kronis masing-masing sebesar 9,4%, 57,9% dan 0,6% (Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan RI, 2013). Untuk mengatasi masalah pengelolaan
penyakit kronis tersebut, saat ini pemerintah melalui sistem Jaminan Kesehatan
Nasional menyediakan Program Rujuk Balik (PRB).
Program Rujuk Balik (PRB) merupakan pelayanan kesehatan yang diberikan
kepada penderita penyakit kronis dengan kondisi stabil dan masih memerlukan
pengobatan jangka panjang. Pelaksanaan program ini dilakukan di fasilitas
kesehatan tingkat pertama (puskesmas, dokter umum, klinik pratama) atas
rekomendasi atau rujukan dari Dokter Spesialis atau Sub Spesialis yang merawat.
Penyakit kronis yang termasuk dalam PRB diantaranya adalah diabetes melitus,
hipertensi, jantung, asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), epilepsy,
stroke, schizophrenia, Systemic Lupus Erythematosus (SLE) (BPJS Kesehatana,
2014).

Pada program rujuk balik pasien rutin ke Apotek setiap bulannya untuk
mengambil obat, sehingga pelayanan obat di Apotek merupakan salah satu faktor
penting keberhasilan terapi pasien. Kota Denpasar memiliki jumlah apotek yang
paling banyak dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Menurut laporan Dinas
Kesehatan Provinsi Bali 2014 jumlah apotek di Denpasar per September 2014
sebanyak 597 apotek dengan kualitas pelayanan yang belum diketahui secara
pasti. Apotek PRB sebagian besar terdapat di Kota Denpasar yang terdiri dari 3
Apotek yaitu Apotek Vita Farma, Restu Medika dan Ganesha (Bina Farmasi
Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Penyakit kronis biasanya tidak bisa disembuhkan secara total (Adelman and
Daly, 2001). Penderita penyakit kronis cederung mengalami stress dan putus asa
karena pengobatan yang dilakukan tidak dapat menyembuhkan secara total
(Sarafino, 2006). Hal inilah yang memicu penderita penyakit kronis

rawan

mengalami ketidakpatuhan dalam pengobatan. Berdasarkan penelitian Evadewi


dan Sukmayanti (2013) menyatakan bahwa sebanyak 70,54% pasien hipertensi
usia 45-51 tahun tidak patuh mengkonsumsi obat. Pada penelitian Putri (2012)
dijelaskan bahwa terjadi penurunan ketidakpatuhan dalam mengkonsumsi obat
pada pasien hipertensi dari 84,4% menjadi 50% setelah diberikan konseling oleh
apoteker. Masalah lain yang terjadi pada pasien penyakit kronis adalah adanya
polifarmasi untuk mencegah terjadinya komplikasi penyakit (Rambadhe et al.,
2012).
Berdasarkan masalah-masalah tersebut sangat dibutuhkan peran Apoteker
untuk memberikan informasi dan pemahaman mendalam kepada pasien penyakit

kronis yang membutuhkan perhatian khusus. Apoteker di Apotek PRB dituntut


untuk memberikan pelayanan kefarmasian yang optimal dan melaksanakan
interaksi langsung dengan pasien rujuk balik (Permenkes, 2014). Pelayanan
kefarmasian optimal yang dilakukan oleh Apoteker akan memberikan kepuasan
bagi pasien. Kepuasan akan mendorong minat konsumen untuk kembali ke tempat
yang sama dan menunjukkan rasa loyalitas yang tinggi (Gasperz, 2001). Hal
tersebut akan berdampak positif dan memberikan keuntungan bagi apotek.
Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai
akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien
membandingkan dengan apa yang diharapkan (Pohan, 2006). Berdasarkan
penelitian Bertawati (2013) disebutkan bahwa tingkat kepuasan pasien terhadap
pelayanan kefarmasian di Apotek sebesar 73,7% pasien merasa kurang puas. Hal
ini menunjukkan bahwa masih kurangnya kinerja apoteker dalam memberikan
pelayanan kefarmasian khususnya di Apotek.
Penelitian kepuasan pasien di Apotek masih sedikit dan belum ada
penelitian kepuasan pasien di Apotek pada era JKN. Mengingat program rujuk
balik telah berlangsung sejak januari 2014 sehingga pengukuran tingkat kepuasan
pasien terhadap pelayanan rujuk balik ini diperlukan untuk melakukan evaluasi
terhadap kinerja Apoteker dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian. Melalui
pengukuran tingkat kepuasan ini dapat diketahui sejauh mana dimensi-dimensi
mutu layanan kesehatan yang telah diselenggarakan dapat memenuhi harapan
pasien.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian oleh
Apoteker pada program rujuk balik pada era JKN di Apotek-apotek PRB
Denpasar?

1.3 Tujuan Penelitian


Mengetahui tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian oleh
Apoteker pada program rujuk balik pada era JKN di Apotek-apotek PRB
Denpasar.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat bagi JKN yaitu diperolehnya informasi tingkat kepuasan pasien
terhadap

pelayanan

rujuk

balik

sehingga

dapat

dijadikan

bahan

pertimbangan dalam perbaikan sistem pelayanan.


1.4.2 Manfaat bagi apotek yaitu diperolehnya informasi tingkat kepuasan pasien
sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan meningkatkan mutu layanan.
1.4.3 Manfaat bagi mahasiswa farmasi adalah diperoleh pemahaman mendalam

mengenai standar pelayanan kefarmasian di Apotek sehingga mahasiswa


dapat mempersiapkan diri agar bisa menjadi apoteker professional.

Anda mungkin juga menyukai