Disusunoleh :
dr. Fuad Azizi
BAB I
PENDAHULUAN
TB paru merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara
berkembang tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu
penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian, baik di negara berkembang
maupun di negara maju. Ada 3 hal yang mempengaruhi epidemiologi TB setelah
tahun 1990 yaitu perubahan strategi pengendalian, infeksi HIV dan pertumbuhan
populasi yang cepat.1,2
Laporan mengenai TB anak jarang didapatkan. Diperkirakan jumlah kasus
TB anak per tahun adalah 5% sampai 6% dari total kasus TB. Menurut WHO
(1994), Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam jumlah kasus baru TB (0,4
juta kasus baru), setelah India dan Cina. Sebanyak 10% dari seluruh kasus terjadi
pada anak di bawah umur 15 tahun. Menurut WHO tahun 1999, jumlah kasus TB
baru di Indonesia adalah 583.000 orang per tahun dan menyebabkan kematian
sekitar 140.000 orang per tahun.1-3
Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB
maupun timbulnya penyakit TB pada anak.. Faktor tersebut dibagi menjadi dua
yaitu faktor risiko infeksi dan faktor risiko progresi infeksi menjadi penyakit
(risiko penyakit).1
Faktor risiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah sebagai berikut :
anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TB aktif, daerah
endemis, penggunaan obat-obatan intravena, kemiskinan serta lingkungan yang
tidak sehat. Faktor risiko infeksi TB pada anak yang terpenting adalah pajanan
terhadap orang dewasa yang infeksius.1
Orang yang telah terinfeksi kuman TB, tidak selalu mengalami sakit TB.
Faktor yang menyebabkan progresi infeksi TB menjadi sakit TB antara lain usia.
Anak usia kurang dari 5 tahun mempunyai risiko lebih besar mengalami progresi
infeksi menjadi sakit TB, mungkin karena imunitas selulernya belum berkembang
sempurna (imatur). Namun, risiko sakit TB ini akan berkurang secara bertahap
seiring pertambahan usia. Faktor risiko yang lain adalah konversi tes tuberkulin
BAB II
LAPORAN KASUS
II.I IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien
: An.K
Umur
: 5Th
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
: Mungseng, Temanggung
II.2 ANAMNESA
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
: Demam 3 minggu
: Batuk, keringat malam, penurunan nafsu makan,
Riwayat Keluarga
Riwayat Kehamilan
Perawatan antenatal
Penyakit kehamilan
: tidak ada
Riwayat Kelahiran
Penolong persalinan
: Bidan
Cara persalinan
: Normal
Masa gestasi
: 38 minggu
Keadaan bayi
= 3100 gr
Panjang badan
= tidak tahu
Lingkar kepala
= tidak tahu
= Tidak tahu
Kelainan bawaan
= Tidak ada
Riwayat Imunisasi
imunisasi lengkap sesuai usia
Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak
Tumbuh kembang pasien sesuai usia
Status Gizi
Berdasarkan antropometri (BB/TB)
Aanak perempuan : Tinggi Badan (TB) 110 cm, Berat Badan (BB) 21 kg. Indeks
massa tubuh Anak ini 17,36.
Kesan : kurus
Pemeriksaan Fisik
kesan kurus
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah
Nadi
Pernapasan
Suhu
= tidak diperiksa
= 100x/menit
= 24x/menit
= 36,90 C
Kepala
: Normochepali
Mata
cekung -/THT
Leher
KGB
Dada
Jantung
Paru
Abdomen
: Supel, lemas, BU +
Hati
Lien
Kulit
Terapi :
-
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I.
DEFINISI
Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis), yang disebut juga basil tahan asam. Sebagian
besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya.1
II.
EPIDEMIOLOGI
ETIOLOGI
limfe pada trakheal, sedangkan pada lobus bawah akan terjadi pada
kelenjar limfe hiler.
-
V.
VI.
PATOGENESIS
Paru
Usus
Kulit
Hidung
Tonsil
: 95,93%
: 1,14%
: 0,14%
: 0,09%
: 0,09%
Basil tuberkulosis masuk ke dalam paru melalui udara dan dengan masuknya
basil tuberkulosis maka terjadi eksudasi dan konsolidasi yang terbatasbut fokus
primer. Basil tuberkulosis akan menyebar dengan cepat melalui saluran getah
bening menuju kelenjar regional yang kemudian akan mengadakan reaksi
eksudasi. Fokus primer, limfangitis dan kelenjar getah bening regional yang
membesar, membentuk kompleks primer. Komplikasi primer terjadi 2-10 minggu
(6-8 minggu) setelah infeksi. Bersamaan dengan terbentuknya kompleks primer
disebut masa inkubasi.
Pada anak lesi dalam paru bisa terjadi dimana pun, terutama di perifer dekat
pleura. Lebih banyak terjadi di lapangan bawah paru dibandingkan dengan
lapangan atas, sedangkan pada orang dewasa lapangan atas paru merupakan
tempat predileksi. Pembesaran kelenjar regional lebih banyak terdapat pada anak
dibandingkan orang dewasa. Pada anak penyembuhan terutama ke arah
kalsifikasi, sedangkan pada orang dewasa terutama ke arah fibrosis. Penyebaran
hematogen lebih banyak terjadi pada bayi dan anak kecil.
Fig 1 Ghon focus (left); asymptomatic healing (right) Fig 2 Tuberculosis after
primary infection (archive.student.bmj.com/.../ 09/education/326.php)
VII.
Manifestasi klinis6,7
Salah satu gejala sistemik yang sering terjadi adalah demam, berkisar
antara 40-80% kasus. Demam biasanya tidak tinggi, hilang timbul, dan dalam
waktu lama tanpa sebab yang jelas (bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih
(ISK), malaria, dan lain-lain) yang dapat disertai dengan keringat malam.
Gejala umum tuberculosis anak :
1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas / tidak naik dalam 1 bulan dengan
penanganan gizi.
2. Anoreksia dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik secara adekuat
(failure to thrive).
3. Demam lama dan berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria, atau
infeksi saluran napas akut), dapat disertai keringat malam.
4. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multiple.
5. Batuk lama lebih dari 30 hari.
6. Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare.
Gejala spesifik sesuai organ yang terkena : TBC kulit/skrofuloderma, TBC
tulang dan sendi (gibbus; pincang), TBC otak dan saraf/meningitis dengan gejala
iritabel, kuduk kaku, muntah, dan kesadaran menurun; TBC mata (konjunktivitis
fliktenularis, tuberkel koroid), dll.7
VIII.
Kriteria diagnosis
Antropometri: gizi kurang dengan grafik berat badan dan tinggi badan
pada posisi di daerah bawah atau di bawah P5
Suhu subfebris dapat ditemukan pada sebagian pasien
Kelainan pad pemeriksaan fisis baru dijumpai jika TB mengenai organ tertntu.
TB vertebra
: gibbus, kifosis, paraparesis, atau paraplegia
TB koksae atau TB genu
: jalan pincang, nyeri pada pangkal paha atau
lutut
Pembesaran KGB multiple : tidak nyeri tekan dan konfluens (saling
menyatu)
Meningitis TB
: kaku kuduk dan tanda rangsang meningeal
lain
Skrofuloderma
:ulkus kulit dengan skinbridge biasanya
terjadi di daerah leher, aksila, atau inguinal
3. Pemeriksaan penunjang
Uji tuberkulin
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin yaitu cara Moro
dengan salep, dengan goresan disebut patch test cara von Pirquet, cara
Mantoux dengan penyuntikan intrakutan dan multiple puncture method
engan 4-6 jarum berdasarkan cara Heaf dan Tine. (2)
Sampai sekarang cara Mantoux masih dianggap sebagai cara yang
paling dapai di pertanggung jawabkan karena jumlah tuberkulin yang di
masukan dapat diketahui banyaknya. Dengan cara Mantoux yaitu
penyuntikan 0,1 ml Tuberkulin (OT) dan Purified Protein Derivat
tuberculin (PPD), secara intrakutan di bagian volar lengan dengan arah
suntikan memanjang lengan (longitudinal). Reaksi diukur 48-72 jam
setelah penyuntikan. Indurasi transversal diukur dan dilaporkan dalam mm
berapapun ukurannya, termasuk cantumkan 0 mm jika tiak ada indurasi
sama sekali. Indurasi 10 mm keatas dinyatakan positif. Indurasi <5 mm
dinyatakan negatif, sedangkan Indurasi 5-9 mm meragukan dan perlu di
ulang, dengan jarak waktu minimal 2 minggu. Uji tuberkulin positif
menunjukan adanya infeksi TB dan kemungkinan TB aktif (sakit TB) pada
anak. (1)
Uji tuberkulin akan menjadi negatif untuk sementara pada penderita
tuberkulosis (anergi) dengan:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pemeriksaan mikrobiologik
Dari bahan bilasan lambung atau sputum, untuk mencari basil
tahan asam (BTA) pada pemeriksaan langsung dan mycobacterium
tuberkulosis dari biakan. Hasil biakan positif merupakan diagnosis pasti
TB. Hasil BTA atau biakan negatif tidak menyingkirkan diagnosis TB. (1)
Pemeriksaan darah tepi, laju endap darah, urin dan feses rutin, sebagai
pelengkap data namun tidak berperan penting dalam diagnostik TB. (1)
Sistem Skoring
Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan sistem
skoring. Pasien dengan jumlah skor yang lebih atau sama dengan 6 (>6),
harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (obat anti
tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan
kearah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya
sesuai indikasi. (34)
Kontak TB
Tidak
jelas
Uji tuberkulin
Negatif
Laporan
BTA positif
keluarga, BTA
negatif
atau
tidak tahu, BTA
tidak jelas
Positif ( 10
mm, atau 5
mm
pada
keadaan
imunosupresi)
Berat
badan/
keadaan gizi
Bawah
garis Klinis
merah
(KMS) buruk
atau BB/U <80% <60%)
Demam
tanpa
sebab jelas
> 2 minggu
Batuk *
3 minggu
Pembesaran
kelenjar
limfe
koli,
aksila,
inguinal
>1 cm,
Pembengkakan
tulang/sendi
panggul,
lutut,
falang
Ada
pembengkakan
Normal/
kelainan
Gambaran
gizi
(BB/U
Jumlah
Tidak
klinis
Terapi TB
Terapi TB diteruskan
diteruskan sampai
sambil mencari
penyebabnya
6 bulan
ada
perbaikan
Untuk RS fasilitas
terbatas, rujuk ke RS
dengan fasilitas lebih
lengkap
IX.
1.
Tatalaksana Medikamentosa
A.
B.
Kombinasi lebih dari satu macam obat. Hal ini untuk mencegah
terjadinya resistensi terhadap obat.
Jangka panjang, teratur, dan tidak terputus. Hal ini merupakan
masalah kadar kepatuhan pasien.
Obat diberikan secara teratur tiap hari.4
C.
Fase
Intensif
Lanjutan
RHZ (75/50/150)
RH (75/50)
5-9
1 tablet
1 tablet
10-14
2 tablet
2 tablet
15-19
3 tablet
3 tablet
20-32
4 tablet
4 tablet
Keterangan:
Fase
Intensif
Lanjutan
1
sachet:
(150/100/400)
<10
sachet
sachet
10-14
1 sachet
1 sachet
15-19
1 sachet
1 sachet
2 sachet
2 sachet
RHZ 1
sachet
(150/100)
RH
Nama obat
Dosis
Dosis harian
maksimal
(mg/kgBB/hari)
(mg per hari)
Efek samping
Isoniazid
515*
300
Rifampisin**
1020
600
Pirazinamid
1530
2000
Etambutol
1520
1250
Streptomisin
1540
1000
D.
Obat tunggal,
Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, Rifampisin, Pirazinamid
dan Etambutol.
Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination FDC) Kombinasi
dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek
samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu
pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan
selama pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan
dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.
1.
Isoniazid (INH)
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf
tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi
dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan
vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan.
Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra). Efek
samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat yang dapat timbul pada
kurang lebih 0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik,
hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan
khusus.
2. Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan
pengobatan simtomatik ialah :
- Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadangkadang diare
- Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :
- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop
dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu
dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan
lagi walaupun gejalanya telah menghilang
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat,
air mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat
dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien agar
dimengerti dan tidak perlu khawatir.
3. Pirazinamid
dalam 2 bulan awal (fase intensif). Setelah itu perbaikan klinis tidak lagi
sedramatis fase intensif.
Evaluasi Radiologis
Dilakukan pada akhir pngobatan, kecuali jika ada pebuukan klinis.
Jika gambaran adiologis juga memburuk, evaluasi kepatuhan minum obat,
dan kemungkinan kuman TB resisten obat. Terapi TB dimulai lagi dari
awal dengan panduan 4 OAT.
Efek samping OAT
Pengawasan terhadap efek samping obat : biasanya jarang terjadi
pada anak jika dosis dan cara pemberiannya benar.. Neuritis perifer,
gangguan Nervus VIII, gangguan penglihatan, gejala hepatotoksik Efek
samping yang kadang muncul adalah hepatotoksisitas, dengan gejala
ikterik yang bisa disertai keluhan gstrointestinal lainnya. Keluhan ini
biasanya muncul dalam fase intensif. Pada kasus yang di curigai adanya
kelainan fngsi hepar, maka pemeriksaan transaminase serum dilakukan
sebelum pemberian OAT, dan di pantau minimal tiap 2 minggu alam ase
intensif.
Jika timbul ikteus OAT dihentikan, dan dilakukan uji fungsi hati (bilirubin
dan transaminase). Bila ikterik telah menghilang dan kadar transaminase <
batas atas nomal panduan OAT dapat dimulai lagi dengan dosis terendah.
Yang perlu diingat, reaksi hepatotosisitas biasanya muncul karena
kombinasi dengan berbagai obat lain yang bersifat hepatotoksik seperti
parasetamol, fenobarbital, dan asam valproat.
Dalam pemberian terapi dan profilaksis TB evaluasi dilakukan tiap bulan.
Bila pada evaluasi profilaksis TB timbul gejala klinis TB, profilaksis di
ubah menjadi terapi TB
Pengamatan terhadap perbaikan gambaran laboratorium darah.
Pemeriksaan kimia darah atas indikasi.
Pengawasan terhadap komplikasi
Mencari sumber infeksi pada keluarga dan masyarakat sekitarnya.
F.
Putus Obat(2)
Pasien dikatakan putus obat bila berhenti menjalani pengobatan selama 2
minggu. Sikap selanjutnya untuk penanganan bergantung pada hasil evaluasi
klinis saat datang kembali, sudah berapa lama menjalani pengobatan, dan berapa
lama obat telah terputus. Pasien tersebut perlu dirujuk untuk penanganan
selanjutnya.
G.
Kejadian MDR-TB sulit ditentukan karena kultur sputum dan uji kepekaan
obat tidak rutin dilaksanakan di tempat-tempat dengan pervalens TB tinggi. Akan
tetapi di akui bahwa MDR-TB merupakan masalah besar yang terus meningkat.
Diperkirakan MDR-TB akan menjadi masalah di banyak wilayah dunia. Data
mengenai MDR-TB yang resmi di indonesia belum ada. Menurut WHO, bila
pengendalian TB tidak benar, prevalens MDR-TB mencapai 5,5%, sedangkan
dengan pengendalian yang benar yaitu dengan menerapkan strategi directly
treatment shortcourse (DOTS), maka pervalens MDR-TB hanya 1,6% saja.
H.
Bedah (1)
2.
A.
B.
C.
3.
3.
Nyeri pada tempat injeksi, terjadi ulcer atau keloid karena kesalahan pada
saat injeksi.
Kelebihan dosis dan pemberian vaksin pada pasien dengan tuberculin
positif.
Sakit kepala, demam, dan timbul reaksi alergi
Kemoprofilaksis primer maupun sekunder.
a. Kemoprofilaksis primer diberikan pada anak yang belum terinfeksi (uji
tuberculin negative), tetapi kontak dengan penderita TBC aktif. Obat yang
digunakan adalah INH 5-10 mg/kgBB/hari selama 2-3 bulan.
b. Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak dengan uji tuberculin
positif, tanpa gejala klinis, dan foto paru normal, tetapi memiliki faktor
risiko menjadi TBC aktif. Golongan ini adalah balita, anak yang mendapat
pengobatan kortikosteroid atau imuosupresan lain, penderita dengan
keganasan, terinfeksi virus (HIV, morbili), gizi buruk, masa akil balik, atau
infeksi baru TNC, konversi uji tuberculin kurang dari 12 bulan. Obat yang
digunakan adalah INH 5-10mg/kgBB/hari selama 6-12 bulan.
4.
5.
DAFTAR PUSTAKA
D.
Tuberkulosis
Pada
Anak.
SMF
diunduh
ANAK
BRSD
dari:
diunduh
dari:
Komentar/Feedback
Temanggung,
Mengetahui,
Pendamping Dokter Internship
Lampiran
Desember 2016
Peserta