Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT (UKM)

F1. PROMOSI KESEHATAN


SKABIES

Disusunoleh :
dr. Fuad Azizi

DOKTER INTERNSHIP ANGKATAN II


PERIODE 02 OKTOBER 2016 02 FEBRUARI 2017
PUSKESMAS DHARMA RINI KABUPATEN TEMANGGUNG

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan penetrasi
tungau parasit Sarcoptes scabiei var. hominis ke dalam epidermis. Tungau skabies
pertama kali diidentifikasi pada tahun 1600an, tetapi tidak dikenali sebagai penyebab
dari erupsi kulit sampai tahun 1700an (Stone, 2008). Penyakit ini sangat menular.
Penularan terjadi melalui kontak personal langsung dari kulit ke kulit atau melalui
kontak tidak langsung (melalui benda-benda) seperti pakaian, handuk, sprei, bantal,
dan lain-lain. Tungau ini bersifat obligat pada manusia, tinggal dalam terowogan yang
dibuatnya dalam epidermis superfisial (Kartowigno, 2011).
Terdapat lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia yang menderita skabies.
Skabies adalah penyakit endemik di seluruh dunia, dapat menyerang seluruh ras dan
berbagai tingkat sosial, namun gambaran akurat mengenai prevalensinya sulit
didapatkan. Sebuah penelitian terbaru menyatakan bahwa prevalensi skabies
meningkat di United Kingdom dan skabies lebih sering terjadi di daerah perkotaan
pada anak-anak dan wanita dan pada musim dingin dibandingkan saat musim panas
(Meinking, 2008).
Lingkungan padat penduduk, yang sering terdapat pada negara-negara
berkembang dan hampir selalu berkaitan dengan kemiskinan dan higiene yang buruk,
dapat meningkatkan penyebaran skabies (weller, 2008).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Skabies

Skabies adalah penyakit kulit akibat investasi dan sensitisasi oleh tungau
Sarcoptes scabei. Skabies tidak membahayakan bagi manusia. Adanya rasa gatal pada
malam hari merupakan gejala utama yang mengganggu aktivitas dan produktivitas.
Penyakit scabies banyak berjangkit di: (1) lingkungan yang padat penduduknya, (2)
lingkungan kumuh, (3) lingkungan dengan tingkat kebersihan kurang. Skabies
cenderung tinggi pada anak-anak usia sekolah, remaja bahkan orang dewasa (Siregar,
2005).
2.2 Etiologi
Penyebabnya penyakit skabies sudah dikenal lebih dari 100 tahun lalu sebagai
akibat infestasi tungau yang dinamakan Acarus scabiei atau pada manusia disebut
Sarcoptes scabiei varian hominis. Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas
Arachnida, ordo Acarina, super famili Sarcoptes (Djuanda, 2010).

Gambar 1. Morfologi Sarcoptes Scabiei (Siregar, 2005)

Gambar 2. Siklus hidup Sarcoptes Scabiei (Kartowigno, 2011)


Secara morfologi tungau ini berbentuk oval dan gepeng, berwarna putih kotor,
transulen dengan bagian punggung lebih lonjong dibandingkan perut, tidak berwarna,
yang betina berukuran 300-350 mikron, sedangkan yang jantan berukuran 150-200
mikron. Stadium dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang merupakan kaki depan
dan 2 pasang lainnya kaki belakang. Siklus hidup dari telur sampai menjadi dewasa
berlangsung satu bulan. Sarcoptes scabiei betina terdapat cambuk pada pasangan kaki
ke-3 dan ke-4. Sedangkan pada yang jantan bulu cambuk tersebut hanya dijumpai
pada pasangan kaki ke-3 saja. (Aisyah, 2005).
Kopulasi antara tungau jantan dan betina dewasa terjadi di permukaan
korneum. Setelah kopulasi, Sarcoptes betina yang sudah mengalami fertilisasi
membuat terowongan pada malam hari sepanjang 2-3 mm per hari untuk meletakkan
telurnya. Terowongan tidak terbatas pada stratum korneum saja tetapi masuk juga ke
bawah dalam epidermis tetapi tidak lebih dalam dari stratum granulosum. Telur dan
feses di deposit di belakang Sarcoptes betina di dalam terowongan. Setiap Sarcoptes
betina dapat menghasilkan 1-4 telur per hari dan 40-50 telur selama hidupnya (4-6
pekan). Selama itu ia tidak keluar dari terowongannya. Dalam 2-3 hari telur menetas
menjadi larva dan keluar dari terowongan. Larva kemudian menjadi nympha dalam 34 hari, kemudian menjadi Sarcoptes dewasa jantan dan betina dalam 4-7 hari. Terjadi

kopulasi lagi dan Sarcoptes betina membuat terowongan lagi sedangkan yang jantan
mati ( Kartowigno,2011).
2.3 Patogenesis
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga
oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi
terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kurang lebih satu bulan
setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan
ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi,
ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder (Djuanda, 2010).
2.4 Cara Penularan
Penularan penyakit skabies dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung, adapun cara penularannya adalah:
1. Kontak langsung (kulit dengan kulit)
Penularan skabies terutama melalui kontak langsung seperti berjabat tangan,
tidur bersama dan hubungan seksual. Pada orang dewasa hubungan seksual
merupakan hal tersering, sedangkan pada anak-anak penularan didapat dari orang tua
atau temannya.
2. Kontak tidak langsung (melalui benda)
Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya melalui perlengkapan
tidur, pakaian atau handuk dahulu dikatakan mempunyai peran kecil pada penularan.
Namun demikian, penelitian terakhir menunjukkan bahwa hal tersebut memegang
peranan penting dalam penularan skabies dan dinyatakan bahwa sumber penularan
utama adalah selimut (Djuanda, 2010).
2.5 Gambaran Klinis
Diagnosa dapat ditegakkan dengan menentukan 2 dari 4 tanda dibawah ini :
1. Pruritus noktural yaitu gatal pada malam hari karena aktifitas tungau yang
lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam
keluarga, biasanya seluruh anggota keluarga, begitu pula dalam sebuah

perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang


berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan
hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena.
3. Adanya kunikulus (terowongan) pada tempat-tempat yang dicurigai
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok,
rata-rata 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan papula (tonjolan padat)
atau vesikel (kantung cairan). Jika ada infeksi sekunder, timbul polimorf
(gelembung leokosit).
4. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Gatal yang hebat
terutama pada malam sebelum tidur.
Adanya tanda ujud kelainan kulit berupa : papula (bintil), pustula
(bintil bernanah), ekskoriasi (bekas garukan),kanalikuli(terowongan). Gejala
yang ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal pada kulit yang
umumnya muncul di sela-sela jari, selangkangan dan lipatan paha, dan
muncul gelembung berair pada kulit (Djuanda, 2010)
2.6 Diagnosis Banding
1. Prurigo : Biasanya berupa papul, gatal, predileksi bagian ekstensor ekstremitas,
dan biasanya gatal pada malam hari.
2. Gigitan serangga : Timbul setelah gigitan berupa urtikaria dan Papul.
3. Folikulitis : Nyeri, pustula miliar dikelilingi eritema
4. Cutaneous larva migrans (Siregar, 2005).
2.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Kerokan kulit dapat dilakukan di daerah sekitar papula yang lama maupun yang
baru . Hasil kerokan diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan KOH 10%
kemudian ditutup dengan kaca penutup dan diperiksa di bawah mikroskop .
Diagnosis scabies positif jika ditemukan tungau, nimpa, larva, telur atau kotoran
S. scabiei (Budimulja,2007).
2. Tes tinta pada terowongan di dalam kulit dilakukan dengan cara menggosok
papula menggunakan ujung pena yang berisi tinta . Papula yang telah tertutup
dengan tinta didiamkan selama dua puluh sampai tiga puluh menit, kemudian

tinta diusap/dihapus dengan kapas yang dibasahi alkohol. Tes dinyatakan positif
bila tinta masuk ke dalam terowongan dan membentuk gambaran khas berupa
garis zig-zag (Budimulja,2007).
3. Visualisasi terowongan yang dibuat tungau juga dapat dilihat menggunakan
mineral oil atau flourescence tetracycline test (Budimulja,2007).
2.8 Penatalaksanaan Skabies
Menurut budimulja (2007), penatalaksanaan skabies dibagi menjadi 2 bagian :
1. Penatalaksanaan secara umum.
Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi secara
teratur setiap hari. Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah digunakan
harus dicuci secara teratur dan bila perlu direndam dengan air panas.
Demikian pula dengan anggota keluarga yang beresiko tinggi untuk
tertular, terutama bayi dan anak-anak, juga harus dijaga kebersihannya dan
untuk sementara waktu menghindari terjadinya kontak langsung. Secara
umum meningkatkan kebersihan lingkungan maupun perorangan dan
meningkatkan status gizinya.
Beberapa syarat pengobatan yang harus diperhatikan:
a. Semua anggota keluarga harus diperiksa dan semua harus diberi
pengobatan secara serentak.
b. Higiene perorangan : penderita harus mandi bersih, bila perlu
menggunakan sikat untuk menyikat badan. Sesudah mandi pakaian
yang akan dipakai harus disetrika.
c. Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei, bantal,
kasur, selimut harus dibersihkan dan dijemur dibawah sinar matahari
selama beberapa jam.
2.

Penatalaksanaan secara khusus.


Dengan menggunakan obat-obatan (Djuanda, 2010), obat-obat anti
skabies yang tersedia dalam bentuk topikal antara lain:
a. Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam
bentuk salep atau krim. Kekurangannya ialah berbau dan mengotori
pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada
bayi berumur kurang dari 2 tahun.

b. Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium,


diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh,
sering memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah
dipakai.
c. Gama benzena heksa klorida (gameksan = gammexane) kadarnya 1%
dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap
semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi.
Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi
seminggu kemudian.
d. Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan,
mempunyai dua efek sebagai anti skabies dan anti gatal. Harus
dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra.
e. Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkan
gameksan, efektifitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus
setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak
anjurkan pada bayi di bawah umur 12 bulan.
2.9 Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakain obat, serta syarat
pengobatan dapat menghilangkan faktor predisposisi (antara lain hiegene), maka
penyakit ini memberikan prognosis yang baik (Djuanda, 2010).
2.10 Pencegahan
Cara pencegahan penyakit skabies adalah dengan :
a. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun.
b. Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara teratur
minimal 2 kali dalam seminggu.
c. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali.
d. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain.
e. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai
terinfeksi tungau skabies.
f. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup.
Menjaga kebersihan tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi parasit.
Sebaiknya mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak langsung dengan
penderita, mengingat parasit mudah menular pada kulit. Walaupun penyakit ini

hanya merupakan penyakit kulit biasa, dan tidak membahayakan jiwa, namun
penyakit ini sangat mengganggu kehidupan sehari-hari. Bila pengobatan sudah
dilakukan secara tuntas, tidak menjamin terbebas dari infeksi ulang, langkah
yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
a. Cuci sisir, sikat rambut dan perhiasan rambut dengan cara merendam di
cairan antiseptik.
b. Cuci semua handuk, pakaian, sprei dalam air sabun hangat dan gunakan
seterika panas untuk membunuh semua telurnya, atau dicuci kering.
c. Keringkan peci yang bersih, kerudung dan jaket.
d. Hindari pemakaian bersama sisir, mukena atau jilbab (Depkes,2007).
Departemen Kesehatan RI (2007) memberikan beberapa cara pencegahan
yaitu dengan dilakukan penyuluhan kepada masyarakat dan komunitas kesehatan
tentang cara penularan, diagnosis dini dan cara pengobatan penderita skabies dan
orang-orang yang kontak dengan penderita skabies,meliputi :
a. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya. Laporan kepada
Dinas Kesehatan setempat namun laporan resmi jarang dilakukan.
b. Isolasi santri yang terinfeksi dilarang masuk ke dalam pondok sampai dilakukan
pengobatan. Penderita yang dirawat di Rumah Sakit diisolasi sampai dengan 24
jam setelah dilakukan pengobatan yang efektif. Disinfeksi serentak yaitu
pakaian dalam dan sprei yang digunakan oleh penderita dalam 48 jam pertama
sebelum pengobatan dicuci dengan menggunakan sistem pemanasan pada
proses pencucian dan pengeringan, hal ini dapat membunuh kutu dan telur.

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Muhannad, S. Matthew Fitzgerald, Mahnaz Saoudian, dan Guha


Krishnacswamy. Dermatology for the practicing allergist: Skabies and its
complications. Clin Mol Allergy 2, no. 5 (2005).
Budimulja, U. Mikosis. Dalam Ilmu penyakit kulit dan kelamin 5th edition, oleh A.
Djuanda, 93. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.
Carlo, Claire J., dan Patricia MacWilliams Bowe. Part I - Skabies (Athletes Foot).
Dalam The Health Care, oleh James J. O'Connell, Stacy F. Stain, Chistine L.
Daniel dan Joslyn S. Allen, 151-154. Boston: Boston Health Care for the
Homeless Program, 2004.
Djuanda, V., R. Tilak, P. Prakash, C. Nigam, dan R. Gupta. Skabies. Asian journal
of medical science, 2010: 134- 135.
Hay, R. J., dan H. R. Ashbee. Mycology. Dalam Rooks Textbook of Dermatology
8th edition, oleh Tony Burns, Stephen Breathnach, Neil Cox dan Christopher
Griffiths, 3630-3632. Cambridge: Wiley-Balckwell, 2010.
Kartowigno S. 10 Besar Kelompok Penyakit Kulit. Edisi Pertama. Palembang :
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2011 : 167-173.
Mansour, Abbas Ali, dan Khalil I Hamdi. Skabies Among in Basrah: prevalence and
predictors. Journal of Chinese Clinical Medicine 2, no. 9 (2007): 488-492.

Meinking TL, Burkhart CN, Burkhart CG. and Elgart G. Infections, Infestations,
and Bites. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, and Rapini RP, ed. Dermatology. 2nd
ed. New York: Elsevier; 2008.p. 1291-5.
Perdoski. Dermatofitosis Superfisialis. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2001.
Stone SP, Goldfarb JN, and Bacalieri RF. Scabies, Other Mites, and Pediculosis.
In:Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, ed.
Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York: Mc-Graw
Hill; 2008.p. 2029-32.
Weller R, Hunter J and Savin J. Infestations. In: Weller R, Hunter J, and Savin J, ed.
Clinical Dermatology. 4th ed. Oxford: Blackwell; 2008.p.262-6.

Komentar/Feedback

Temanggung,

Mengetahui,
Pendamping Dokter Internship

dr. Novelia Dian Trenggonowati


NIP. 19621104 199010 2001

November 2016

Peserta

dr. Fuad Azizi

Anda mungkin juga menyukai