secara
drastis
ketergantungan
terhadap
tempat
pemrosesan akhir
b. Lebih meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan sarana dan
prasarana persampahan.
c. Terciptanya peluang usaha bagi masyarakat dari pengelolaan sampah
(usaha daur ulang dan pengomposan).
d. Terciptanya jalinan kerjasama antara pemerintah kabupaten/kota dan
antara pemerintah dan masyarakat/swasta dalam rangka menuju
terlaksananya pelayanan sampah yang lebih berkualitas.
e. Adanya pemisahan dan pemilahan sampah baik di sumber timbulan
maupun di tempat pembuangan akhir dan adanya pemusatan kegiatan
pengelolaan akan lebih menjamin terkendalinya dampak lingkungan
yang tidak dikehendaki. (Enri Damanhuri Tri Padmi, 2010)
Pada tugas kali ini, sektor informal yang menjadi fokus utama adalah tukang
loak dan pemulung. Para pemulung dan tukang loak biasa mengambil sampah
anorganik yang masih bernilai ekonomis dan dapat didaur ulang sebagai bahan
baku industri atau langsung diolah menjadi barang jadi yang dapat dijual. Barang
yang biasa diambil oleh pemulung dan tukang loak mencakup jenis kertas, plastik,
metal/logam, kaca/gelas, karet, botol, kardus, koran, barang-barang plastik, dan
lain-lain.
Pemulung dan tukang loak biasa mendapatkan sampah dari jalanan dan hasil
berkeliling antar tempat. Barang yang didapatkan biasa disalurkan ke bandar atau
pengepul untuk didaur ulang lebih lanjut di instansi yang bersangkutan. Alur
sektor informal secara lebih detail pun dapat dilihat pada diagram berikut.
Terdapat sedikit perbedaan pada sumber sampah di TPS, pada TPS sampah dapat
dikelola langsung oleh petugas TPS dan mempunyai peluang paling kecil
mendapat penanganan reuse dan recycle karena tingkat homogenitas sampah yang
semakin besar, sehingga peluang terbesar kemungkinan sampah akan dialirkan
langsung ke TPA.
Tabel 3. Data kuantitas rata-rata sampah yang terkumpul oleh sektor informal
No.
Daerah
Kuantitas Rata-Rata
Sampah/Barang Bekas
(kg/orang/hari)
Pemulung
Tukang Loak
Cijaura
70
70
Lengkong
32
33
Rancasari
15
50
Coblong
28
32
Cileunyi
12
Kopo
75
80
Tega Lega
20
30
Dipatiukur
10
45
Medan
60
60
10
Jatinangor
50
50
11
Cimahi
27.5
20
12
Cirebon
27.5
30
13
Cilaki
13.5
20
Maka berdasarkan data pada tabel 3 diketahui bahwa satu tukang loak dapat
mereduksi sampah hingga 80 kg/hari. Bila seluruh sampah yang terkumpul oleh
satu pihak sektor informal diakumulasikan untuk satu bulan, tentunya sampah
yang dapat direduksi bisa mencapai ribuan kg/orang/hari. Maka, potensi
pengurangan sampah akibat pengelolaan oleh sektor informal cukup memberikan
dampak yang besar bagi pengelolaan sampah khususnya di Indonesia. Namun, hal
ini pun mengindikasikan bahwa masih banyak sekali sampah bernilai tinggi yang
dibuang oleh warga.
Banyaknya barang dan komposisi sampah yang biasa di dapat oleh
pemulung dan tukang loak tidak menentu tiap waktunya. Jenis-jenis sampah yang
biasa didapatkan oleh pemulung dan tukang loak beserta harga beli dan jual yang
didapat dari rata-rata harga dari 12 lokasi berbeda pun dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 4. Jenis sampah yang biasa dimanfaatkan oleh pemulung
Maka berdasarkan data yang didapat dari tabel 4 dan tabel 5 diketahui
bahwa masih banyak sekali jenis sampah yang memiliki nilai guna dan bernilai
ekonomi tinggi. Keuntungan yang didapat pemulung dan tukang loak pun cukup
tinggi, terutama dari penjualan barang-baran seperti logam, yang dapat
menghasilkan keuntungan hingga Rp 50.000/buah. Bila barang seperti gelas,
botol, dsb masih dalam keadaan yang baik, harga jual pun akan meningkat. Maka,
bila masyarakat melakukan pemilahan dari sumber terhadap barang-barang yang
masih bernilai tinggi, maka proses daur ulang sampah pun akan semakin mudah
dilakukan. Hal ini disebabkakn kualitas sampah masih berada dalam keadaan
baik, sehingga nilai harga jual barang pun menjadi tinggi.