Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Meningioma adalah tumor pada meningens, yang merupakan selaput pelindung yang
melindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat manapun di
bagian otak maupun medulla spinalis, tetapi, umumnya terjadi di hemisfer otak di semua
lobusnya. Kebanyakan meningioma bersifat jinak (benign), sedangkan meningioma malignan
jarang terjadi (1).
Meningioma merupakan neoplasma intrakranial nomor 2 dalam urutan frekuensinya
yaitu mencapai angka 20%. Meningioma lebih sering dijumpai pada wanita daripada pria
terutama pada golongan umur antara 50-60 tahun dan memperlihatkan kecenderungan untuk
ditemukan pada beberapa anggota di satu keluarga. Korelasinya dengan trauma kapitis masih
dalam pencarian karena belum cukup bukti untuk memastikannya. Pada umumnya
meningioma dianggap sebagai neoplasma yang berasal dari glioblas di sekitar vili arachnoid.
Sel di medulla spinalis yang sebanding dengan sel tersebut ialah sel yang terletak pada tempat
pertemuan antara arachnoid dengan dura yang menutupi radiks (1).
Tempat predileksi di ruang kranium supratentorial ialah daerah parasagitalis. Yang
terletak di krista sphenoid, parasellar, dan baso-frontal biasanya gepeng atau kecil bundar.
Jika meningioma terletak infratentorial, kebanyakan didapati di samping medial os petrosum
di dekat sudut serebelopontin. Meningioma spinalis mempunyai kecenderungan untuk
memilih tempat di bagian T.4 sampai T.8. Meningioma yang bulat sering menimbulkan
penipisan pada tulang tengkorak sedangkan yang gepeng justru menimbulkan hyperostosis
(1).

Meningioma dapat tumbuh di mana saja di sepanjang meningen dan dapat


menimbulkan manifestasi klinis yang sangat bervariasi sesuai dengan bagian otak yang
terganggu. Sekitar 40% meningioma berlokasi di lobus frontalis dan 20% menimbulkan
gejala sindroma lobus frontalis. Sindroma lobus frontalis sendiri merupakan gejala
ketidakmampuan mengatur perilaku seperti impulsif, apati, disorganisasi, defisit memori dan
atensi, disfungsi eksekutif, dan ketidakmampuan mengatur mood (1).
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai meningioma, klasifikasi, patofisiologi,
gambaran klinis, penatalaksanaan, serta diagnosis dan gambaran radiologi beruapa foto polos,
CT scan, MRI, angiografi dan USG sebagai pemeriksaan penunjang untuk menegakkan
diagnosis penyakit meningioma.
BAB II
MENINGIOMA

II.1 Definisi dan Klasifikasi


Meningioma adalah tumor pada meninx, yang merupakan selaput pelindung yang
melindungi otak dan medulla spinalis. Di antara sel-sel meningen itu belum dapat dipastikan
sel mana yang membentuk tumor tetapi terdapat hubungan erat antara tumor ini dengan villi
arachnoid. Tumbuhnva meningioma kebanvakan di tempat ditemukan banyak villi arachnoid.
Pada orang dewasa menempati urutan kedua terbanyak. Dijumpai 50% pada konveksitas dan
40% pada basis kranii. Selebihnya pada foramen magnum, fosa posterior, dan sistem
ventrikulus. Meningioma dapat timbul pada tempat manapun di bagian otak maupun medulla
spinalis, tetapi, umumnya terjadi di hemisphere otak di semua lobusnya (2).
Kebanyakan meningioma bersifat jinak (benign). Meningioma malignant jarang
terjadi. Menigioma merupakan neoplasma intrakranial nomer dua terbanyak. Lebih sering
dijumpai pada wanita daripada pria, terutama pada golongan umur antara 50-60 tahun dan

tetapi tidak tertutup kemungkinan muncul pada masa kanak-kanak atau pada usia yang lebih
lanjut, dan memperlihatkan kecenderungan untuk ditemukan pada beberapa anggota di satu
keluarga. Paling banyak meningioma tergolong jinak (benign) dan 10 % malignant.
Perbandingan antara wanita dan laki-laki adalah 3 : 2, namun ada pula sumber yang
menyebutkan 7 : 2 (3).
Tumor ini mempunyai sifat yang khas yaitu tumbuh lambat dan mempunyai
kecendrungan meningkatnya vaskularisasi tulang yang berdekatan, hyperostosis tengkorak
serta menekan jaringan sekitarnya. Tumor otak yang tergolong jinak ini secara histopatologis
berasal dari sel pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang mengalami granulasi dan
perubahan bentuk. Patofisiologi terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas.
Kaskade eikosanoid diduga memainkan peranan dalam tumorogenesis dan perkembangan
edema peritumoral (3).
Organisasi Kesehatan Dunia klasifikasi meningioma disajikan pada Tabel 2.
Table. Summary of the 2007 WHO Grading Scheme for Meningiomas
WHO

Histological Subtype

Grade
I

Meningothelial,

fibroblastic, Does not fulfill criteria for grade II or

transitional,

angiomatous, III

microcystic,

secretory,

lymphoplasmacytic
II

Histological Features

psammomatous
Chordoid, clear cell

(Atypical)

metaplastic,
4 or more mitotic cells per 10 hpf
and/or 3 or more of the following:
increased

cellularity,

small

cells,

necrosis, prominent nucleoli, sheeting,


and/or brain invasion in an otherwise
III
(Anaplastic)

Papillary, rhabdoid

Grade I tumor
20 or more mitoses per 10 hpf and/or
obviously

malignant

cytological

characteristics such that tumor cell


resembles

carcinoma,

sarcoma,

or

melanoma
Tingkat ekspresi E- cadherin dan beta-catenin yang ditemukan berbanding terbalik dengan
edema peritumoral, agresivitas meningioma, dan kemungkinan kekambuhan.
Dalam review dari 21 meningioma anak dioperasi selama 24 tahun, 24% adalah WHO grade
II dan 24% di mana terkait dengan komponen kistik besar.
WHO mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor yang telah diketahui,
termasuk meningioma. Tumor diklasifikasikan melalui tipe sel dan derajat pada hasil biopsi
yang dilihat di bawah mikroskop. Penatalaksanaannya pun berbeda-beda di tiap derajatnya
(4).
a. Grade I
Meningioma tumbuh dengan lambat . Jika tumor tidak menimbulkan gejala, mungkin
pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara periodic. Jika tumor
semakin berkembang, maka pada akhirnya dapat menimbulkan gejala, kemudian
penatalaksanaan bedah dapat direkomendasikan. Kebanyakan meningioma grade I diterapi
dengan tindakan bedah dan observasi lanjut.
b. Grade II
Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh lebih cepat
dibandingkan dengan grade I dan mempunyai angka kekambuhan yang lebih tinggi juga.
Pembedahan adalah penatalaksanaan awal pada tipe ini. Meningioma grade II biasanya
membutuhkan terapi radiasi setelah pembedahan 7.
c. Grade III
Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma malignant
atau meningioma anaplastik. Meningioma malignant terhitung kurang dari 1 % dari seluruh

kejadian meningioma. Pembedahan adalah penatalaksanaan yang pertama untuk grade III
diikuti dengan terapi radiasi. Jika terjadi rekurensi tumor, dapat dilakukan kemoterapi.
Meningioma juga diklasifikasikan ke dalam subtype berdasarkan lokasi dari tumor
(5):
1. Meningioma falx dan parasagital (25% dari kasus meningioma). Falx adalah selaput
yang terletak antara dua sisi otak yang memisahkan hemisfer kiri dan kanan. Falx cerebri
mengandung pembuluh darah besar. Parasagital meningioma terdapat di sekitar falx.
2. Meningioma Convexitas (20%). Tipe meningioma ini terdapat pada permukaan atas otak.
3. Meningioma Sphenoid (20%). Daerah Sphenoidalis berlokasi pada daerah belakang
mata. Banyak terjadi pada wanita.
4. Meningioma Olfactorius (10%). Tipe ini terjadi di sepanjang nervus yang
menghubungkan otak dengan hidung.
5. Meningioma fossa posterior (10%). Tipe ini berkembang di permukaan bawah bagian
belakang otak.
6. Meningioma suprasellar (10%). Terjadi di bagian atas sella tursica, sebuah kotak pada
dasar tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitary.
7. Spinal meningioma (kurang dari 10%). Banyak terjadi pada wanita yang berumur antara
40 dan 70 tahun. Akan selalu terjadi pada medulla spinalis setingkat thorax dan dapat
menekan spinal cord. Meningioma spinalis dapat menyebabkan gejala seperti nyeri
radikuler di sekeliling dinding dada, gangguan kencing, dan nyeri tungkai.
8. Meningioma Intraorbital (kurang dari 10%). Tipe ini berkembang pada atau di sekitar
mata cavum orbita.
9. Meningioma Intraventrikular (2%). Terjadi pada ruangan yang berisi cairan di seluruh
bagian otak.

Gambar1 . Lokasi Umum Meningioma

Epidemiologi
Frekuensi
Amerika Serikat
Kejadian tahunan meningioma adalah sekitar 2 kasus per 100.000 orang.
Meningioma sekitar 20% dari semua neoplasma intrakranial primer. Namun, prevalensi yang
benar adalah kemungkinan lebih tinggi dari ini karena penelitian otopsi mengungkapkan
bahwa 2,3% dari individu memiliki meningioma asimtomatik tidak terdiagnosis. Meningioma
multiple memiliki presentase 5-40% kasus, terutama ketika mereka berhubungan dengan
neurofibromatosis tipe 2 (NF2). meningioma keluarga jarang kecuali yang terkait dengan
NF2.
Internasional
Frekuensi meningioma di Afrika hampir 30% dari semua tumor intrakranial primer.
Mortalitas / Morbiditas
Tingkat mortalitas dan morbiditas untuk meningioma sulit untuk dinilai. Beberapa
meningioma ditemukan secara kebetulan ketika CT atau MRI dilakukan untuk menilai
penyakit atau kondisi yang tidak terkait. Perkiraan kelangsungan hidup 5 tahun biasanya
berkisar 73-94%.
Sebuah tinjauan sistematis literatur mengenai perilaku klinis kecil, meningioma
dengan diameter ukuran 2,5 cm atau kurang tidak menyebabkan gejala dalam 5 tahun setelah

penemuan primer. Meningioma biasanya tumbuh perlahan-lahan, dan mereka dapat


menghasilkan morbiditas berat sebelum menyebabkan kematian.
Faktor-faktor yang mungkin prediksi tingkat morbiditas pascaoperasi tinggi
termasuk faktor yang berhubungan dengan pasien (misalnya, usia lanjut, negara komorbiditas
seperti diabetes atau penyakit arteri koroner, status neurologis sebelum operasi), faktor tumor
(misalnya, lokasi, ukuran, konsistensi, vaskularisasi, keterlibatan pembuluh darah atau saraf),
operasi sebelumnya, atau terapi radiasi sebelumnya.
Ras
Meningioma lebih banyak terjadi di Afrika daripada di Amerika Utara atau Eropa.
Di Los Angeles County, meningioma dilaporkan lebih sering di Afrika Amerika daripada
orang lain.
Seks
Angka kejadian meningioma menimpa perempuan lebih sering daripada pria. Rasio lakiperempuan berkisar dari 1: 1,4-1: 2.8.

Usia
Insiden meningkat dengan usia. Usia dan tingkat insiden yang sesuai dilaporkan dari tahun
2002 adalah sebagai berikut:
Usia
Usia
Usia
Usia

0-19 tahun
20-34 tahun
35-44 tahun
45-54 tahun

- 0.12
- 0,74
- 2,62
- 4,89

Usia
Usia
Usia
Usia

55-64 tahun
- 7.89
65-74 tahun
- 12.79
75-84 tahun
- 17.04
85 tahun dan lebih tua - 18.86

Etiologi
Trauma dan virus telah diteliti mungkin agen penyebab untuk pengembangan meningioma.
Namun, tidak ada bukti definitif belum ditemukan.Peran peradangan (misalnya, pasca
trauma) mengakibatkan upregulation COX-2 telah diteliti di tumorogenesis dari meningioma.
Di sisi lain, peran radiasi dalam genesis meningioma telah terbukti. Pasien mengalami
iradiasi dosis rendah untuk tinea capitis dapat mengembangkan beberapa meningioma dekade
kemudian di bidang iradiasi. Dosis tinggi iradiasi kranial dapat menyebabkan meningioma
setelah masa laten yang singkat. penyebab genetik telah terlibat dalam pengembangan
meningioma.
Perubahan genetik yang terbaik-ditandai dan yang paling umum adalah hilangnya
gen NF2 (NF2) pada kromosom 22q. NF2 mengkodekan penekan tumor yang dikenal sebagai
merlin (atau schwannomin). Kepentingan, meningioma lokus dekat tapi mungkin berbeda
dari gen yang bertanggung jawab untuk NF2. Sampai dengan 60% dari meningioma sporadis
ditemukan mutasi NF2. Perubahan sitogenetik lainnya adalah hilangnya kromosom dari 1p,
3p, 6Q, dan 14q. Kehilangan kromosom 10 dikaitkan dengan peningkatan kelas tumor,
waktu disingkat menjadi kambuh, dan kelangsungan hidup dipersingkat.

Pengembangan menjadi meningioma anaplastik telah dikaitkan dengan keterlibatan


situs kromosom 17Qm. Peristiwa berikut ditemukan terkait dengan nilai yang lebih tinggi
dari meningioma: hilangnya supresor tumor di paru-paru kanker-1 gen (TSLC-1), hilangnya
reseptor progesteron, peningkatan ekspresi siklooksigenase 2 dan dekarboksilase ornithine.
Monosomi kromosom 7 adalah perubahan sitogenetik langka. Namun, sering
dilaporkan di meningioma radiasi. Potensi invasif sel meningioma tampaknya tercermin
keseimbangan antara ekspresi matriks metaloproteinase (MMP) dan inhibitor jaringan MMPs

(TIMPs). Kelainan kromosom yang paling konsisten terisolasi di meningioma adalah pada
lengan panjang kromosom 22.
Meningioma juga dapat dikaitkan dengan sindrom genetik yang berbeda, yaitu
Gorlin dan sindrom Rubinstein-Taybi. IMP3, sebuah protein RNA mengikat oncofetal, telah
diidentifikasi sebagai biomarker potensial pada pasien yang memiliki risiko tinggi
meningioma berulang.
Beberapa temuan menunjukkan hubungan antara hormon dan risiko meningioma,
termasuk peningkatan kejadian pada wanita dibandingkan pria dan kehadiran estrogen,
progesteron, dan androgen reseptor pada beberapa tumor ini. Namun, sifat yang tepat dari
hubungan ini dan implikasinya terhadap pengelolaan meningioma tetap diselidiki.
Menurut tinjauan sistematis literatur, orang yang kelebihan berat badan atau
obesitas dan mereka yang tidak terlibat dalam aktivitas fisik memiliki peningkatan risiko
untuk meningioma. Dengan berat badan normal digunakan sebagai kelompok referensi,
kelebihan berat badan (BMI, 25-29,9) dikaitkan dengan peningkatan risiko 20% untuk
meningioma, dan obesitas (BMI, 30 atau lebih) dikaitkan dengan peningkatan risiko 50%.
Sebaliknya, kelebihan berat badan atau obesitas tidak terkait dengan glioma.
Apakah penggunaan ponsel meningkatkan risiko meningioma (dan tumor otak pada
umumnya) masih sangat menarik, terutama dengan peningkatan luar biasa baru-baru ini
dalam penggunaan perangkat ini di seluruh dunia. Saat ini, data yang tersedia tidak
mendukung seperti asosiasi; Namun, semua studi yang diterbitkan memiliki ukuran sampel
yang relatif kecil dan jangka waktu yang singkat tindak lanjut.
II.4

Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Meningioma menghasilkan gejala-gejala dengan beberapa mekanisme. Mereka dapat


menyebabkan gejala oleh iritasi korteks yang mendasari, menekan otak atau saraf kranial,
memproduksi hyperostosis dan / atau menyerang jaringan lunak di atasnya, atau merangsang
cedera pembuluh darah ke otak. Tanda-tanda dan gejala sekunder untuk meningioma dapat
muncul atau menjadi diperburuk selama kehamilan tetapi biasanya mereda atau
meningkatkan pada periode postpartum.

Iritasi:

Dengan

mengiritasi

korteks

yang

mendasari,

meningioma

dapat

menyebabkan kejang. kejang onset baru pada orang dewasa untuk menyingkirkan
kemungkinan neoplasma intrakranial dapat dilakukan prosedur neuroimaging
(misalnya, MRI).
Kompresi: Localized atau sakit kepala nonspesifik yang umum. Kompresi otak
yang mendasari dapat menimbulkan fokal atau disfungsi serebral yang lebih umum,
seperti yang tampak oleh kelemahan fokal, disfasia, apatis, dan / atau drowsiness
(mengantuk).
Gejala stereotip: Meningioma di lokasi tertentu dapat menimbulkan gejala yang
stereotip yang tercantum dalam Tabel. Gejala stereotip tidak patognomonik dari
meningioma di lokasi tersebut; mereka dapat terjadi dengan kondisi lain atau lesi.
Sebaliknya, meningioma di lokasi ini dapat tetap asimtomatik atau menghasilkan
gejala yang tidak terdaftar lainnya. Meja. Gejala dan Tanda Terkait dengan
Meningioma di Lokasi Tertentu
Location
Parasagittal
Subfrontal

Symptoms
Monoparesis of the contralateral leg
Change in mentation, apathy or disinhibited behavior, urinary

Olfactory groove

incontinence
Anosmia with possible ipsilateral optic atrophy and contralateral

Cavernous sinus

papilledema (this triad termed Kennedy-Foster syndrome)


Multiple cranial nerve deficits (II, III, IV, V, VI), leading to decreased

Occipital lobe
Cerebellopontine

vision and diplopia with associated facial numbness


Contralateral hemianopsia
Decreased hearing with possible facial weakness and facial numbness

angle
Spinal cord
Optic nerve

Localized spinal pain, Brown-Sequard (hemispinal cord) syndrome


Exophthalmos, monocular loss of vision or blindness, ipsilateral
dilated pupil that does not react to direct light stimulation but might
contract on consensual light stimulation; often, monocular optic nerve

Sphenoid wing

swelling with optociliary shunt vessels


Seizures; multiple cranial nerve palsies if the superior orbital fissure

Tentorial

involved
May protrude within supratentorial and infratentorial compartments,
producing symptoms by compressing specific structures within these 2

Foramen

compartment
Paraparesis, sphincteric troubles, tongue atrophy associated with

magnum

fasciculation

Vascular: Presentasi ini, meskipun jarang, harus dipertimbangkan. Meningioma dari


dasar tengkorak dapat mempersempit dan bahkan menutup jalan arteri serebral
penting, mungkin menyajikan baik sebagai transient ischemic attack (TIA) -seperti
episode atau stroke.

Meningioma intraventrikular dapat hadir dengan hidrosefalus obstruktif.

Meningioma di sekitar sela tursika dapat menghasilkan panhipohipofisesme.

Meningioma yang memampatkan jalur visual yang memproduksi berbagai defek


lapang pandang, tergantung pada lokasi mereka.

Jarang, meningioma chordoid dapat hadir dengan gangguan hematologi, yaitu


sindrom Castleman.
Temuan fisik mencerminkan gejala tersebut dan termasuk tanda-tanda akibat

tekanan intrakranial, keterlibatan saraf kranial, kompresi parenkim yang mendasari, dan
keterlibatan tulang dan jaringan subkutan dengan meningioma tersebut.

Peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan edema papil, penurunan pemikiran


dan, pada akhirnya, herniasi otak.

Keterlibatan saraf kranial dapat menyebabkan anosmia, defek lapang pandang, atrofi
optik, diplopia, penurunan sensasi wajah, paresis wajah, penurunan pendengaran,
penyimpangan uvula, dan hemiatrophy lidah.

Kompresi parenkim yang mendasari dapat menimbulkan tanda-tanda piramidal


yang dicontohkan oleh pergeseran pronator, hyperreflexia, positif tanda Hoffman, dan
kehadiran tanda Babinski. Sindrom parietal-lobus dapat terjadi jika lobus parietalis
yang dikompresi.

Kompresi yang dominan (biasanya kiri) lobus parietalis dapat menimbulkan sindrom
Gerstmann: agraphia, acalculia, disorientasi kanan-kiri, dan agnosia jari.

Kompresi dominan (biasanya kanan) lobus parietalis menyebabkan taktil dan


hilangnya kemampuan visual dan penurunan sisi kontralateral.

Kompresi lobus oksipital mengarah ke hemianopsia homonim kongruen.

Meningioma tulang belakang dapat menimbulkan sindrom Brown-Sequard (yaitu,


kontralateral penurunan sensasi nyeri, kelemahan ipsilateral, penurunan posisi akal),
kelemahan sfingter dan, pada akhirnya, quadriparesis lengkap atau paraparesis.

Studi laboratorium
Tidak ada tes laboratorium khusus yang digunakan untuk layar untuk meningioma.
Imaging (Studi Pencitraan)
Pencitraan adalah andalan diagnosis. Lihat gambar di bawah ini untuk dilihat radiologis
perwakilan dari berbagai subtipe.
Plain tengkorak radiografi dapat memperlihatkan hiperostosis dan peningkatan penanda
vaskular tengkorak, serta kalsifikasi intrakranial.
Pada CT scan kepala tanpa kontras, meningioma biasanya tumor memperlihatkan dural-yang
isoattenuating untuk sedikit hyperattenuating.

Mereka meningkatkan homogen dan intens setelah injeksi bahan kontras iodinasi.
edema perilesional mungkin luas.

Hyperostosis dan kalsifikasi intratumoral mungkin hadir.

Tumor kompres otak

Multiple meningioma mungkin sulit untuk membedakan dari metastasis.

Pada T1 dan MRI T2-tertimbang, tumor memiliki intensitas sinyal variabel. Jika meningioma
dicurigai, melakukan pemeriksaan MRI adalah penting.

Meningioma meningkatkan intens dan homogen setelah injeksi gadolinium


gadopentetate.

Edema mungkin lebih jelas pada MRI dari pada CT scan.

Enhance dari dural Tail dapat terlihat pada MRI.

Meningioma kistik mungkin menunjukkan kista intratumoral atau peritumoral. Kista


peritumoral dapat benar-benar mewakili respon gliotic dan mungkin tidak memerlukan
ekstirpasi bedah.
Angiography Endovascular memungkinkan ahli bedah untuk sebelum operasi menentukan
vaskularisasi tumor dan perambahan pada struktur pembuluh darah vital.
Fitur angiografi dari meningioma meliputi berikut ini:

Pasokan dari sirkulasi eksternal


Mother-in-law blush (yang datang lebih awal dan meninggalkan akhir)
Penampilan Sunburst atau radial dari feeding arteri

Meskipun magnetic resonance arteriografi (MRA) dan magnetic resonance venography


(MRV) telah menurun peran angiografi klasik, yang terakhir tetap menjadi alat yang ampuh
untuk perencanaan operasi.
Angiography masih sangat diperlukan jika embolisasi tumor dipandang perlu.
Alat-alat penelitian baru seperti positron emission tomography (PET), termasuk octreotidePET, atau magnetic resonance spectroscopy (MRS) telah digunakan untuk memprediksi in
vivo agresivitas meningioma.

Anda mungkin juga menyukai