Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Low Back Pain (LBP) atau nyeri punggung bawah adalah suatu sindroma
nyeri yang terjadi pada region punggung bagian bawah yang merupakan akibat
dari berbagai sebab (kelainan tulang belakang sejak lahir, trauma, perubahan
jaringan, pengaruh gaya berat). LBP merupakan keluhan yang sering kita dengar
dari orang lanjut usia, namun tidak menutup kemungkinan dialami oleh orang
yang usianya masih muda (Vira, 2009).
LBP di Indonesia merupakan masalah kesehatan yang nyata. LBP
merupakan penyakit nomor dua pada manusia setelah influenza (Dr. Rahajeng
Tanjung, 2005).
Sekitar 80% penduduk Indonesia pernah sekali merasakan nyeri punggung
bawah. Pada setiap lebih dari 10% penduduk menderita nyeri pinggang. Insiden
nyeri pinggang di beberapa negara berkembang lebih kurang 15-20 % dari total
populasi, yang sebagian besar merupakan nyeri pinggang akut maupun kronik.
Penelitian kelompok studi nyeri PERDOSSI Mei 2002 menunjukan jumlah
penderita nyeri punggung bawah sebesar 18,37 % dari seluruh pasien nyeri. Studi
populasi di daerah pantai utara Jawa, Indonesia di temukan insiden 8,2 % pada
priadan 13,6 % pada 13,6 % wanita. Di Rumah Sakit Jakarta, Yogyakarta dan
Semarang insidenya sekitar 5,4 5,8 %, frekwensi terbanyak pada usia 45-65
tahun.
Dalam penelitian multisenter di 14 rumah sakit pendidikan Indonesia,
yang dilakukan kelompok studi nyeri (pokdi nyeri) PERDOSSI pada bulan Mei
2002 menunjukan jumlah penderita nyeri sebanyak 4456 orang (25 % dari total
kunjungan),dimana 1598 orang (35,86 %) merupakan penderita nyeri kepala dan
819 orang (18,37 %) merupakan penderita nyeri punggung bawah (Meliala,
2004).
Keluhan LBP ini ternyata menempati urutan kedua tersering setelah nyeri
kepala. Dari data mengenai pasien yang berobat ke poliklinik Neurologi

menunjukan bahwa jumlah pasien di atas usia 40 tahun yang datang dengan
keluhan LBP ternyata jumlahnya cukup banyak (Seanin,S, 2002 :2).
Di Amerika Serikat lebih dari 80 % penduduk pernah mengeluh low back
pain dan negara kita sendiri di perkirakan jumlahnya lebih banyak lagi. Nyeri
punggung bawah merupakan 1 dari 10 penyakit terbanyak di Amerika Serikat
dengan angka prevalensi berkisar antara 7,6-37 %. Puncak insiden nyeri
punggung bawah adalah pada usia 45 60 tahun ( Bratton, 2000).
Pada penderita dewasa tua, nyeri punggung bawah dapat mengganggu
aktivitas sehari-hari pada 40 % penderita, dan gangguan tidur pada 20 %
penderita. Sebagian besar (75 %) penderita akan mencari pertolongan medis, dan
25 % diataranya perlu di rawat inap untuk evaluasi lebih lanjut (Cohen, 2001).
Usia merupakan faktor yang mendukung terjadinya LBP, sehingga
biasanya di derita oleh orang berusia lanjut karena penurunan fungsi-fungsi
tubuhnya terutama tulangnya sehingga tidak lagi elastis (Klooch, 2006).
Selain faktor risiko terhadap pekerjaan di pengaruhi aktivitas terlalu
banyak duduk atau berdiri juga merupakan faktor yang mendukung LBP (Dr.
Suherman, Sp.S, 2009).
Manusia dalam menjalankan aktivitasnya dipengaruhi berbagai faktor ada
yang bersifat menguntungkan ada yang bersifat merugikan yang dapat
menyebabkan penyakit akibat kerja, seperti nyeri punggung bawah. Biasanya
nyeri punggung bawah membutuhkan waktu 6-7 minggu untuk penyembuhan
baik terhadap jaringan lunak maupun sendi namun 10 % diantaranya tidak
mengalami perbaikan dalam kurun waktu tersebut. Nyeri punggung bawah
merupakan gejala, bukan suatu diagnosis. Nyeri punggung bawah merupakan
kelainan dengan berbagai etiologi dan membutuhkan penangan simtomatis serta
rehabilitasi medik (Dr. Rahajeng Tunjung, 2005).
Nyeri punggung bawah atau Low back pain termasuk salah satu gangguan
muskulosceletal, gangguan psikologis dan akibat mobilisasi yang salah. LBP
menyebabkan timbulnya rasa pegal, linu, ngilu atau tidak nyaman pada daerah
lumbal dan sacrum. LBP diklasifikasikan kedalam dua kelompok yaitu akut atau
kronik. LBP akut akan terjadi dalam kurun waktu kurang dari 12 minggu.
Sedangkan LBP kronik terjadi dalam waktu 3 bulan. (Idyana, Zamna.,2007)
2

Penyebab yang paling sering ditemukan yang dapat mengakibatkan LBP


adalah kekakuan dan spasme otot punggung oleh karena aktivitas tubuh yang
kurang baik serta tegangnya postur tubuh. Selain itu berbagai penyakit juga dapat
menyebabkan LBP seperti osteomielitis, osteoporosis, fibromiyalgia, sclerosis,
rematik (Rice, 2002).
Nyeri punggung bawah erat kaitanya dengan posisi tubuh yang salah saat
kerja dan juga ada pengaruh, dari faktor usia sehingga kondisi tersebut
menyebabkan kelelahan otot pinggang dan menjadi tegang sehingga
menyebabkan aliran darah ke otot punggung bawah yang mengangkut oksigen
menjadi terhambat dan otot kekurangan oksigen yang berakibat timbulnya nyeri
pada area punggung bawah (Santoso, 2008).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas memberikan dasar bagi penulis
untuk merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian Low back pain ?
2. Apa pengaruh intervensi fisioterapi yang digunakan untuk menangani kasus
Low back pain ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Low back pain.
2. Untuk mengetahui pengaruh intervensi fisioterapi yang digunakan pada kasus
Low back pain.

BAB II
KERANGKA TEORI
A. Definisi Low Back Pain
Low back pain atau Nyeri punggung bawah adalah nyeri di daerah
punggung bawah yang disbabkan oleh masalah saraf, iritasi otot atau lesi tulang,
nyeri punggung bawah dapat terjadi karena cedera atau trauma punggung, tapi
rasa sakit juga dapat disebabkan oleh kondisi degenerative seperti penyakit
arthritis, osteoporosis atau penyakit tulang lainya , infeksi virus, iritasi pada sendi
dan cakram sendi, atau kelainan bawaan pada tulang belakang. Obesitas,

merokok, berat badan saat hamil, stress, kondisi fisik yang buruk, postur yang
tidak sesuai untuk kegiatan yang dilakukan dan posisi tidur yang buruk juga dapat
menyebabkan nyeri pada punggung bawah (Anonim, 2014).
Low back pain atau nyeri punggung bawah adalah suatu gangguan
neuromusculoskeletal berupa nyeri yang terbatas pada regio thoraco lumbal dan
sacral,tapi gejalanya lebih merata dan tidak hanya terbatas pada satu radix saja,
namun secara luas berasal dari degenerasi diskus intervertebralis lumbalis
(Sidharta, 1984).
Nyeri punggung bawah adalah nyeri yang dirasakan didaerah punggung
bawah yang dapat berupa nyeri local maupun nyeri radikuler atau bahkan oleh
keduanya. Nyeri punggung bawah miogenik berhubungan dengan stress/strain
otot punggung, tendo, ligament yang biasanya ada bila melakukan aktivitas
sehari-hari berlebihan. Nyeri bersifat tumpul, intensitas bervariasi sering kali
menjadi kronik, dapat terlokalisir atau dapat meluas ke sekitar glutea. Nyeri ini
tidak disertai dengan parestesi, kelemahan atau deficit neurologis. Bila batuk atau
bersin tidak menjalar ke tungkai (Paliyama, 2003).
Nyeri punggung bawah atau LBP adalah nyeri yang terbatas pada regio
lumbal, tetapi gejalanya lebih merata dan tidak hanya terbatas pada satu radiks
saraf, namun secara luas berasal dari diskus intervertebralis lumbal (Dachlan,
2009).
B. Anatomi Vertebra
Vertebra terdiri dari 7 tulang cervical, 12 tulang thoracal, 5 tulang lumbal,
5 tulang sacral dan tulang coccygeus. Tulang cervical, thoracal dan lumbal
membentuk columna vertebralis, sedangkan tulang sacral dan coccygeus satu
sama lain menyatu (Putz dan Pabs, 2002).

Gambar 2.1 anatomi tulang vertebra

Bagian tulang belakang (spinal) yang berupa tulang secara anatomis dapat
dibagi menjadi dua bagian. Bagian anterior terdiri atas serangkaian corpus
vertebra berbentuk silinder yang saling dihubungkan lewat diskus intervertebralis
dan disatukan dengan kuat oleh ligamentum longitudinalis. Bagian posterior
terdiri atas unsure yang lebih halus yang membentang dari corpus vertebra sebagai
pedikulus dan melebar ke arah posterior untuk memebentuk lamina yang bersama
struktur ligamentum membentuk canalis vertebra.

Unsur posterior dihubungkan dengan vertebra di dekatnya lewat dua buah


sendi sinovial bentuk faset kecil sehingga memungkinkan gerakan dalam derajat
yang paling kecil di antara setiap dua buah segmen tetapi secara kesatuan akan
menghasilkan kisaran gerakan yang agak luas. Processus spinosus dan transversus
yang kokoh menonjol ke arah lateral serta posterior dan berfungsi sebagai tempat
perlekatan otot yang menggerakkan, menunjang serta melindungi columna
vertebra. Stabilitas tulang belakang bergantung pada dua tipe tunjangan, yaitu tipe
tunjangan yang dihasilkan oleh articulatio tulang (terutama oleh persendian diskus
serta articulatio sinoval unsur unsur posterior) dan tipe kedua yang dihasilkan
oleh struktur penunjang ligamentum (pasif) serta muskuler (aktif).

Gambar 2.2 bagian dari tulang vertebra


Struktur ligamentum cukup kuat, tetapi karena struktur ini maupun corpus
vertebra, yaitu compleks diskus, tidak memiliki kekuatan integral yang memadai
untuk bertahan terhadap gaya luar biasa yang bekerja pada columna bahkan pada
saat melakukan gerakan yang sederhana. Sekalipun, maka kontraksi volunter dan
reflektoris otot sakrospinal, abdominal, gluteal, psoas serta hamstring mampu
mempertahankan sebagian besar stabilitas tulang belakang. Struktur vertebra dan
paravertebra diinervasi oleh cabang cabang dari saraf spinalis segmental yang
keluar dari foramen neuralis pada tiap batas tulang belakang. Saraf
sinovertebralis, yang dianggap saraf sensoris utama yang mensuplai struktur

tulang belakang lumbal, muncul dari saraf spinalis sebeleum percabangannya


menjadi suatu ramus anterior dan posterior.

Gambar 2.3 Ligamen pada tulang vertebra


Saraf sinovertebralis untuk member persarafan sensoris kepada
ligamentum longitudinal posterior, bagian luar anulus fibrosus posterior, dura
anterior, dura selubung akar saraf dan venavena epidural, semua di dalam canalis
spinalis. Saraf utama lain yang mensuplai struktur spinalis dan paraspinalis
muncul dari ramus primer posterior. Ramus primer posterior saraf spinalis lebih
jauh terbagi menjadi cabang medial dan lateral. Bersama saraf ini mensuplai
bagian posterior tulang belakang, termasuk sendi faset, seperti juga otot dan fasia

Gambar 2.4 Saraf-saraf pada lumbal


paraspinalis. Sebagai tambahan, tiga saraf spinalis lumbal member sensasi
kutaneus kepada kulit dari pinggang. Bagian belakang tubuh yang memiliki
kebebasan bergerak terbesar dan dengan demikian yang paling sering terkena
cedera, adalah daerah servikal dan lumbal. Selain pergerakan sadar yang
diperlukan untuk membungkuk, berputar dan pergerakan lainnya, banyak aksi
tulang belakang yang bersifat refleks dan merupakan dasar postur.
Gerak fleksi dibatasi oleh ligamen flavum, ligamen supraspinosus dan
ligament longitudinal posterior, sedangkan pada gerak ekstensi vertebra slide ke
posterior. Gerakan ekstensi dibatasi oleh ligamen longitudinal anterior. Pada
gerak lateral fleksi dibatasi oleh ligamen interspinalis, corpus vertebra pada sisi
kontra lateral saling melebar dan pada sisi lateral saling mendekat (Kapandji,
1974).
Sedangkan otot otot yang berfungsi sebagai stabilitas aktif dan berfungsi
sebagai flexor antara lain : m. rectus abdominis, m. obligus internus, m. obligus
eksternus, m. ilio psoas, m. quadratus lumborum. Adapun yang berfungsi sebagai
ekstensor yaitu : m. interspinalis, m. transversus spinalis, m. sacrospinalis.
Sebagai lateral flexor yaitu : m. psoas mayor, m. quadrate lumborum (Kapandji,
1974).

Gambar 2.5 Otot-otot vertebra


C. Biomekanika vertebra lumbal
Dalam lingkup gerak sendi lumbosacral saat gerak fleksi adalah 85
derajat, saat gerak ekstensi adalah 30 derajat (Russe dan Gerhard, 1975).
Biomekanik columna vertebralis regio lumbal facet jointnya memiliki
arah sagital dan medial sehingga memungkinkan gerakan fleksi - ekstensi dan
latero fleksi, rotasi yang terjadi dengan aksis vertical melalui prosessus spinosus
dengan sudut normal 45 derajat, gerakan ini dibatasi otot rotasi samping
berlawanan dan ligamen interspinosus (Kapandji, 1974).

Facet joint di region lumbal memiliki bidang gerak sagital dan frontal
sehinga memungkinkan gerakan fleksi, ekstensi, lateral fleksi, dan rotasi. Gerakan
40 fleksi hanya terjadi pada lumbal dan 60 fleksi bila dipengaruhi oleh pelvic
complek. Gerak 30 karena dibatasi oleh ligamentum longitudinal anterior dan
procecus spinosus yang saling bertemu.
Dilihat dari struktur anatomi dan aligment vertebra, lumbal mudah terjadi
pergeseran karena lengkungan lordosis lumbal yang berlangsung bersendi dengan
tulang sacrum yang berbentuk kifosis. Sedangkan ditinjau dari jaringan sekitar,
region lumbal kurang stabil karena tidak ada tulang yang memfiksasi, berbeda
dengan region thoracal yang difiksasi oleh tulang costa. Selain itu vertebra
lumbal berfungsi menahan berat badan sehingga cenderung terkena cedera
(Cailiet, 1981).
D. Faktor Resiko
1. Usia
Biasanya nyeri ini mulai dirasakan pada mereka yang berumur decade kedua
dan insiden tertinggi dijumpai pada dekade kelima. Bahkan keluhan nyeri
pinggang ini semakin lama semakin meningkat hingga umur sekitar 55 tahun.
2. Jenis Kelamin
Laki-laki dan perempuan memiliki resiko yang sama terhadap keluhan nyeri
pinggang sampai umur 60 tahun, namun pada kenyataannya jenis kelamin
seseorang dapat mempengaruhi timbulnya keluhan nyeri pinggang, karena
pada wanita keluhan ini lebih sering terjadi misalnya pada saat mengalami
siklus menstruasi, selain itu proses menopause juga dapat menyebabkan
kepadatan tulang berkurang akibat penurunan hormone estrogen sehingga
memungkinkan terjadinya nyeri pinggang.
3. Status Antropometri
Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih resiko timbulnya nyeri
pinggang lebih besar, karena beban pada sendi penumpu berat badan akan
meningkat, sehingga dapat memungkinkan terjadinya nyeri pinggang.
4. Pekerjaan

10

Faktor resiko di tempat kerja yang banyak menyebabkan gangguan otot


rangka terutama adalah kerja fisik berat, penanganan dan cara pengangkatan
barang, gerakan berulang, posisi atau sikap tubuh selama bekerja, getaran, dan
kerja statis.
5. Aktivitas / Olahraga
Kebiasaan seseorang, seperti duduk, berdiri, tidur, mengangkat beban pada
posisi yang salah dapat menimbulkan nyeri pinggang, misalnya, pada pekerja
kantoran yang terbiasa duduk dengan posisi punggung yang tidak tertopang
pada kursi, atau seorang mahasiswa yang seringkali membungkukkan
punggungnya pada waktu menulis. Posisi berdiri yang salah yaitu berdiri
dengan membungkuk atau menekuk ke muka. Posisi tidur yang salah seperti
tidur pada kasur yang tidak menopang tulang belakang. Kasur yang diletakkan
di atas lantai lebih baik daripada tempat tidur yang bagian tengahnya lentur.
Posisi mengangkat beban dari posisi berdiri langsung membungkuk
mengambil beban merupakan posisi yang salah, seharusnya beban tersebut
diangkat setelah jongkok terlebih dahulu. Selain sikap tubuh yang salah yang
seringkali menjadi kebiasaan, beberapa aktivitas berat seperti melakukan
aktivitas dengan posisi berdiri lebih dari 1 jam dalam sehari, melakukan
aktivitas dengan posisi duduk yang monoton lebih dari 2 jam dalam sehari,
naik turun anak tangga lebih dari 10 anak tangga dalam sehari, berjalan lebih
dari 3,2 km dalam sehari dapat pula meningkatkan resiko timbulnya nyeri
pinggang.
6. Kebiasaan merokok
Kebiasaan merokok, diduga karena perokok memiliki kecenderungan untuk
mengalami gangguan pada peredaran darahnya, termasuk ke tulang belakang.
7. Abnormalitas struktur
Ketidaknormalan struktur tulang belakang seperti pada skoliosis, lordosis,
maupun kifosis, merupakan faktor resiko untuk terjadinya LBP.

E. Etiologi

11

Menurut harsono (1996), kelainan nyeri punggung bawah miogenik dapat


disebabkan karena :
1. Ketegangan otot
Ketegangan otot dapat timbul disebabkan oleh sikap tegang yang konstan atau
berulang-ulang pada posisi yang sama sehingga akan memendekan otot-otot
yang akhirnya menimbulkan nyeri. Nyeri juga dapat timbul karena regangan
yang berlebihan pada pelekatan otot terhadap tulang.
2. Spasme/kejang otot
Spasme/kejang otot disebabkan oleh gerakan yang tiba-tiba dimana jaringan
otot sebelumnya dalam kondisi yang tegang/kaku/kurang pemanasan. Spasme
otot ini memberikan gejala yang khas, ialah dengan adanya kontraksi otot
disertai rasa nyeri yang hebat. Setiap gerakan akan memperberat ras nyeri
sekaligus menambah kontraksi. Akan terjadi lingkaran suatu nyeri, kejang atau
spasme dan ketidakmampuan bergerak.
3. Defisiensi otot
Defisiensi otot dapat disebabkan oleh kurangnya latihan sebagai akibat dari
tirah baring yang lama maupun immobilitas.
4. Otot yang hipersensitif
Otot yang hipersensitif akan menciptakan satu daerah kecil yag apabila
dirangsang akan menimbulkan rasa nyeri ke daerah tertentu. Daerah kecil tadi
disebut sebagai noktah picu(trigger point). Dalam pemeriksaan klinik
terhadap penderita nyeri punggung bawah, tidak jarang dijumpaia adanya
noktah picu ini, titik ini bila ditekan akan menimbulakan ras nyeri bercampur
rasa sedikit nyaman.
F. Gambaran Klinis
Gejala klinis berkisar antara 2 minggu sampai dengan 4 tahun, gejala
dengan onset yang lebih cepat dihubungkan dengan riwayat trauma, intensitas
nyeri dengan NPS (Numeric Pain Scale) >7 tercatat pada 70% kasus saat
kunjungan pertama. Gejala yang menyertai LBP meliputi iskialgia (95%), rasa
baal (hipostesia) (77,5%), dan kelemahan tungkai (7,5%).

12

Riwayat trauma yang signifikan dijumpai pada 82,5% kasus. Rasa baal
sesuai dermatom pada 77,5%. Tanda Lasegue positif pada 95% kasus, dalam LBP
bisa di manifestasikan dengan rasa nyeri yang bermacam penyebab dan variasi
rasanya. Dimana tipe tipe tersebut dibedakan menjadi empat tipe ras nyeri :
nyeri lokal, nyeri alih, nyeri radikuler dan yang timbul dari spasme muskuler.
Nyeri lokal disebabkan oleh sembarang proses patologis yang menekan
atau merangsang ujung ujung saraf sensorik. Keterlibatan struktur struktur
yang tidak mengandung ujung ujung saraf sensoris adalah tidak nyeri. Sebagai
contoh, bagian sentral, medulla korpus vertebra dapat dihancurkan oleh tumor
tanpa menimbulkan rasa nyeri, sedangkan fraktur atau ruptur korteks dan distorsi
periosteum, membran sinoval, otot, anulus fibrosus serta ligamentum sering
memberikan nyeri yang luar biasa. Struktur struktur yang terakhir diinervasi
oleh serabut serabut aferen rami primer posterior dan saraf sinuvertebralis.
Meskipun keadaan nyeri sering disertai dengan pembengkakan jaringan
yang terkena, hal ini bisa tidak tampak jika suatu struktur yang dalam dari tubuh
bagian belakang merupakan lokasi dari penyakitnya. Nyeri lokal sering
dikemukakan sebagai rasa nyeri yang stabil tetapi bisa intermiten dengan variasi
yang cukup besar menurut posisi atau aktivitas pasien.
Nyeri dapat bersifat tajam atau tumpul dan sekalipun sering difus, rasa
nyeri ini selalu terasa pas atau di dekat tulang belakang yang sakit. Gerakan
berlawanan arah secara refleks dari segmen-segmen tulang belakang oleh otot-otot
paravertebralis sering tercatat dan dapat menyebabkan seformitas atau
abnormalitas postur. Gerakan atau sikap tertentu yang mengubah posisi jaringan
yang cedera memperberat nyeri.
Tekanan yang kuat atau perkusi pada struktur superfisial regio yang
terkena biasanya menimbulkan nyeri tekan yang merupakan gejala untuk
membantu mengenali lokasi abnormalitas. Nyeri alih terdiri atas dua tipe yang
diproyeksikan dari tulang belakang ke regio yang terletak di dalam daerah
dematom lumbal serta sakral bagian atas, dan diproyeksikan dari visera pelvik dan
abdomen ke tulang belakang. Nyeri akibat penyakit penyakit di bagian atas
vertebra lumbal biasanya dialihkan ke permukaan anterior paha dan tungkai; nyeri

13

yang berasal dari segmen lumbal bawah dan sakral akan dialihkan ke regio
gluteus paha posterior, betis serta kadang kadang kaki.
Nyeri jenis ini, meskipun berkualitas dalam, sakit dan agak difus,
cenderung pada beberapa saat untuk di proyeksi ke superfisial. Pada umumnya,
nyeri alih memiliki intensitas yang sejajar dengan nyeri lokal pada punggun,
dengan kata lain, pergerakan yang mengubah nyeri local mempunyai efek serupa
pada nyeri rujukan, meskipun tidak dengan ketepatan dan kecepatan seperti pada
nyeri radikuler. Suatu perkecualian yang penting dari hal ini adalah nyeri yang
disebabkan oleh aneurisma aorta.
Anuresmia aorta yang membesar dengan perlahan lahan dapat
menimbulkan erosi pada vertebra bagian anterolateral dan menimbulkan perasaan
mengganggu yang berubah mengikuti gerakan atau posisi berbaring.
Nyeri radikuler memiliki beberapa ciri khas nyeri alih tetapi berbeda
dalam hal intensitasnya yang lebih besar, distal, keterbatasan pada daerah radiks
saraf dan faktor faktor yang mencetuskannya. Mekanisme terjadinya terutama
berupa distorsi, regangan, iritasi dan kompresi radiks spinal, yang paling sering
terjadi di bagian sentral terhadap foramen intervertebralis. Sebagai tambahan,
telah diduga bahwa pada pasien dengan stenosis spinalis pola klaudikasio
lumbal dapat disebabkan oleh iskemia relative yang berhubungan dengan
kompresi. Meskipun nyerinya sendiri sering tumpul atau sakit terus berbagai
pergerakan yang meningkatkan iritasi radiks atau meregangkannya bisa sangat
memperhebat nyeri, menimbulkan suatu kualitas menusuk nusuk.
Penjalaran nyeri hampir selalu berasal dari posisi sentral di dekat tulang
belakang hingga bagian tertentu pada ekstermitas bawah. Batuk, bersin dan
mengejan merupakan manuver pencetus yang khas, tetapi juga karena
meregangkan atau menggerakkan tulang belakang, semua kejadian tersebut dapat
pula meningkatkan intensitas nyeri lokal. Gerakan membungkuk ke depan dengan
lutut diekstensikan atau gerakan mengangkat lutut dalam keadaan lurus akan
mencetuskan nyeri radikuler pada penyakit bagian bawah vertebra lumbal yang
terjadi atas dasar regangan, kompresi vena jugularis yang menaikkan tekanan
intraspinal dan dapat menyebabkan suatu pergeseran pada posisi dari atau tekanan

14

pada radiks, dapat menimbulkan efek serupa. Iritasi radiks saraf lumbal keempat
serta kelima dan sakral pertama yang membentuk nervus iskiadikus, akan
menimbulkan rasa nyeri yang terutama meluas ke bawah hingga mengenai
permukaan posterior paha dan permukaan posterior serta lateral tungkai.
Secara khas, penjalaran rasa nyeri ini yang disebut dengan istilah sciatica
berhenti di daerah pergelangan kaki dan disertai dengan perasaan kesemutan atau
rasa baal (parastesia) yang menjalar ke bagian yang lebih distal hingga mengenai
kaki. Rasa kesemutan, parastesia, dan rasa baal atau kelaianan sensoris pada kulit,
perih pada kulit, dan nyeri sepanjang saraf tersebut juga dapat menyertai nyeri
skiatika klasik. Dan pada pemeriksaan fisik, hilangnya refleks, kelemahan, atrofi,
tremor fasikuler, dan kadang kadang edema statis dapat terjadi jika serabut
-serabut motoris radiks anterior terkena.
Nyeri akibat spasme otot biasanya ditemukan dalam hubungannya dengan
nyeri lokal, namun dasar anatomik ataui fisiologiknya lebih tidak jelas. Spasme
otot yang berkaitan dengan berbagai kelainan tulang belakang dapat menimbulkan
distorsi yang berarti pada sikap tubuh yang normal. Akibatkanya, tegangan kronik
pada otot bisa mengakibatkan rasa pegal atau sakit yang tumpul dan kadang
perasaan kram. Pada keadaan ini, penderita dapat mengalami rasa kencang pada
otot otot skarospinalis serta gluteus dan lewat palpasi memperlihatkan bahwa
lokasi nyeri terletak dalam struktur ini.
Nyeri lainnya yang sering tidak ditemukan asalnya kadang digambarkan
oleh pasien sebagai penyakit kronis punggung bagian bawah. keluhan - keluhan
unilateral perasaan tertarik, kram (tanpa spasme otot tidak sadar). Nyeri robek,
berdenyut denyut, atau memukul mukul, atau perasaan terbakar atau dingin
sulit di interpretasikan namun. Seperti parastesia dan rasa baal, seharusnya selalu
memberi dugaan kemungkinan penyakit saraf atau radiks.
Karakteristik LBP dibagi dalam beberapa kelompok :
1.

LBP viserogenik
Disebabkan oleh adanya proses patologik di ginjal atau visera didaerah
pelvis, serta tumor retroperitoneal. Nyeri yang dirasakan tidak bertambah
berat dengan aktivitas tubuh, juga tidak berkurang dengan istirahat. Penderita

15

LBP viserogenik yang mengalami nyeri hebat akan selalu menggeliat untuk
mengurangi nyeri, sedang penderita LBP spondilogenik akan lebih memilih
berbaring diam dalam posisi tertentu untuk menghilangkan nyerinya.
2. LBP vaskulogenik
Aneurisma atau penyakit vaskuler perifer dapat menimbulkan nyeri
punggung atau nyeri menyerupai iskialgia. Insufisiensi arteria glutealis
superior dapat menimbulkan nyeri di daerah bokong, yang makin memberat
saat jalan dan mereda saat berdiri. Nyeri dapat menjalar ke bawah sehingga
sangat mirip dengan iskialgia, tetapi rasa nyeri ini tidak terpengaruh oleh
presipitasi tertentu misalnya: membungkuk, mengangkat benda berat yang
mana dapat menimbulkan tekanan sepanjang columna vertebralis.
Klaudikatio intermitten nyerinya menyerupai iskialgia yang disebabkan oleh
iritasi radiks.
3. LBP neurogenik
Keadaan neurogenik pada saraf yang dapat menyebabkan nyeri punggung
bawah pada:
a. Neoplasma:
Rasa nyeri timbul lebih awal dibanding gangguan motorik, sensibilitas dan
vegetatif. Rasa nyeri sering timbul pada waktu sedang tidur sehingga
membangunkan penderita. Rasa nyeri berkurang bila penderita berjalan.
b. Araknoiditis:
Pada keadaan ini terjadi perlengketan perlengketan. Nyeri timbul bila
terjadi penjepitan terhadap radiks oleh perlengketan tersebut.
c. Stenosis canalis spinalis:
Penyempitan canalis spinalis disebabkan oleh proses degenerasi discus
intervertebralis dan biasanya disertai ligamentum flavum. Gejala klinis
timbulnya gejala claudicatio intermitten disertai rasa kesemutan dan nyeri
tetap ada walaupun penderita istirahat.
4. LBP spondilogenik,yaitu:
Nyeri yang disebabkan oleh berbagai proses patologik di columna vertebralis
yang terdiri dari osteogenik, diskogenik, miogenik dan proses patologik di
artikulatio sacro iliaka.

16

a. LBP osteogenik, sering disebabkan :


Radang atau infeksi misalnya osteomielitis vertebral dan spondilitis
tuberculosa. Trauma yang dapat mengakibatkan fraktur maupun
spondilolistesis. Keganasan, kongenital misalnya scoliosis lumbal, nyeri
yang timbul disebabkan oleh iritasi dan peradangan selaput artikulasi
posterior satu sisi. Metabolik misalnya osteoporosis, osteofibrosis,
alkaptonuria, hipofosfatemia familial.
b. LBP diskogenik, disebabkan oleh :
Spondilosis, disebabkan oleh proses degenerasi yang progresif pada discus
intervertebralis, sehingga jarak antar vertebra menyempit, menyebabkan
timbulnya osteofit, penyempitan canalis spinalis dan foramen
intervertebrale dan iritasi persendian posterior. Rasa nyeri disebabkan oleh
terjadinya osteoarthritis dan tertekannya radiks oleh kantong duramater
yang mengakibatkan iskemi dan radang. Gejala neurologic timbul karena
gangguan pada radiks yaitu: gangguan sensibilitas dan motorik (paresis,
fasikulasi dan atrofi otot).
Nyeri akan bertambah apabila tekanan LCS dinaikkan dengan cara
penderita disuruh mengejan (percobaan valsava) atau dengan menekan
kedua vena jugularis (percobaan Naffziger).
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah keadaan dimana nucleus pulposus
keluar menonjol untuk kemudian menekan kearah canalis spinalis melalui
annulus fibrosus yang robek. Dasar terjadinya HNP yaitu degenerasi
discus intervertebralis. Pada umumnya HNP didahului oleh aktivitas yang
berlebihan misalnya mengangkat benda berat, mendorong barang berat.
HNP lebih banyak dialami oleh laki laki dibanding wanita. Gejala
pertama yang timbul yaitu rasa nyeri di punggung bawah disertai nyeri di
otot otot sekitar lesi dan nyeri tekan ditempat tersebut. Hal ini
disebabkan oleh spasme otot otot tersebut dan spasme ini menyebabkan
berkurangnya lordosis lumbal dan terjadi scoliosis. HNP sentral
menimbulkan paraparesi flaksid, parestesia dan retensi urin. HNP lateral
kebanyakan terjadi pada Lumbal 5 Sakral 1 dan Lumbal 4 Lumbal 5
pada HNP lateral Lumbal 5 Sakral 1 rasa nyeri terdapat dipunggung
17

bawah, ditengah tengah antara kedua bokong dan betis, belakang tumit
dan telapak kaki. Kekuatan ekstensi jari V kaki juga berkurang dan reaksi
achilles negative. Pada HNP lateral Lumbal 4 Lumbal 5 rasa nyeri dan
nyeri tekan didapatkan di punggung bawah, bagian lateral bokong, tungkai
bawah bagian lateral, dan di dorsum pedis. Kekuatan ekstensi ibu jari kaki
berkurang dan refleks patella negative. Sensibilitas pada dermatom yang
sesuai dengan radiks yang terkena, menurun. Pada tes lasegue akan
dirasakan nyeri di sepanjang bagian belakang. Percobaan valsava dan
naffziger akan memberikan hasil positif. Spondilitis ankilosa, proses ini
mulai dari sendi sakroiliaka yang kemudian menjalar keatas, ke daerah
leher. Gejala permulaan berupa rasa kaku dipunggung bawah waktu
bangun tidur dan hilang setelah mengadakan gerakan. Pada foto roentgen
terlihat gambaran yang mirip dengan ruas ruas bamboo sehingga disebut
bamboo spine.
5. LBP psikogenik:
Biasanya disebabkan oleh ketegangan jiwa atau kecemasan dan depresi atau
campuran keduanya. Pada anamnesis akan terungkap bahwa penderita mudah
tersinggung, sulit tidur atau mudah terbangun di malam hari tetapi akan sulit
untuk tidur kembali, kurang tenang atau mudah terburu buru tanpa alasan
yang jelas, mudah terkejut dengan suara yang cukup lirih, selalu merasa cemas
atau khawatir, dan sebagainya. Untuk dapat melakukan anamnesis ke arah
psikogenik ini, di perlukan kesebaran dan ketekunan, serta sikap serius
diseling sedikit bercanda, dengan tujuan agar penderita secara tidak disadari
akan mau mengungkapkan segala permasalahan yang sedang dihadapi.

6. LBP miogenik dikarenakan oleh:

18

a. Ketegangan otot:
Sikap tegang yang berulangulang pada posisi yang sama akan
memendekkan otot yang akhirnya akan menimbulkan rasa nyeri. Rasa
nyeri timbul karena iskemia ringan pada jaringan otot, regangan yang
berlebihan pada perlekatan miofasial terhadap tulang, serta regangan pada
kapsula.
b. Spasme otot atau kejang otot:
Disebabkan oleh gerakan yang tiba tiba dimana jaringan otot
sebelumnya dalam kondisi yang tegang atau kaku atau kurang pemanasan.
Gejalanya yaitu adanya kontraksi otot yang disertai dengan nyeri yang
hebat. Setiap gerakan akan memperberat rasa nyeri sekaligus menambah
kontraksi.
c. Defisiensi otot, yang dapat disebabkan oleh kurang latihan sebagai akibat
dari mekanisasi yang berlebihan, tirah baring yang terlalu lama maupun
karena imobilisasi.
d. Otot yang hipersensitif dapat menciptakan suatu daerah yang apabila
dirangsang akan menimbulkan rasa nyeri dan menjalar ke daerah tertentu.

G. Patofisiologi

19

(scribd.com)
H. Pemeriksaan Spesifik
1. Tes Lasegue

20

Mengangkat tungkai dalam keadaan ekstensi. Positif bila pasien tidak dapat
mengangkat tungkai kurang dari 60 dan nyeri sepanjang nervus ischiadicus.
Rasa nyeri dan terbatasnya gerakan sering menyertai radikulopati, terutama
pada herniasi discus lumbalis / lumbo-sacralis.
2. Tes Patrick dan anti-patrick
Fleksi-abduksi-eksternal rotation-ekstensi sendi panggul. Positif jika gerakan
diluar kemauan terbatas, sering disertai dengan rasa nyeri. Positif pada
penyakit sendi panggul, negative pada ischialgia.
3. Tes Naffziger
Dengan menekan kedua vena jugularis, maka tekanan LCS akan meningkat,
akan menyebabkan tekanan pada radiks bertambah, timbul nyeri radikuler.
Positif pada spondilitis.
4. Tes Valsava
Penderita disuruh mengejan kuat maka tekanan LCS akan meningkat, hasilnya
sama dengan percobaan Naffziger.
5. Tes SLR
Posisi pasien
: tidur terlentang
Posisi terapis
: berdiri disamping kaki pasien menyangga pada bagian
tungkai dan menyangga bagian hamstring pasien
Action
: posisi pasien fleksi hip , endorotasi hip, ekstensi knee dan
secara berlahan terapis menggerakkan pasif fleksi hip hingga 30-70.
Hasil
: Positif dikarenakan terdapat nyeri sepanjang nervus
ischiadicus.
6. Tes Neri
Posisi pasien
Posisi terapis

: tidur terlentang
: berdiri disamping kaki pasien menyangga pada bagian

tungkai dan menyangga bagian hamstring pasien


Action
: posisi pasien fleksi hip , endorotasi hip, ekstensi knee dan
secara berlahan terapis menggerakkan pasif fleksi hip hingga 30-70
ditambah dengan fleksi cervical 40-60
Hasil
: Positif dikarenakan terdapat nyeri sepanjang nervus
ischiadicus.
I. Deskripsi Problematika Fisioterapi

21

Problematika fisioterapi pada kasus nyeri punggung bawah karena


spondilosis dan scoliosis terbagi dalam 3 hal, yaitu impairment, functional
limitation dan disability.
1. Impairment
Problematika fisioterapi yang yang ditimbulkan pada kasus ini yaitu adanya
nyeri tekan pada m. erector sinae, nyeri gerak pada saat ekstensi lumbal, dan
keterbatasan lingkup gerak sendi.
2. Functional Limitation
Pada kasus Low Back Pain akibat spondylosis lumbal dan scoliosis terdapat
berbagai masalah yang timbul yaitu adanya kesulitan saat dari posisi duduk ke
berdiri, dan berjalan.
3. Disability
Problematika fisioterapi yang berkaitan dengan disability adalah belum dapat
berjalan dalam rentang waktu yang lama dan bangkit dari duduk ke berdiri,
sehingga kegiatan sosial pasien terganggu (seperti pergi pengajian rutin di
masjid).

J. Intervensi Fisioterapi
1. Infra Red
Infra Red mempunyai efek fisiologis untuk meningkatkan metabolisme
pada lapisan superfisial kulit sehingga suplai oksigen dan nutrisi kejaringan
akan meningkat sehingga akan membantu rileksasi otot dan meningkatkan
kemampuan otot untuk berkontraksi (Sujatno, 2002).
Sinar infra red adalah pancaran gelombang elektromagnetik dengan
panjang gelombang 7700-4 juta angstrom.
22

Fisika dasar:
Klasifikasi sinar infra merah:
a. Berdasarkan panjang gelombang
1). Gelombang panjang (non penetrating)
a) Panjang gelombang diatas 12.000-150.000 angstrom
b) Penetrasinya hanya sampai lapisan superficial epidermis
2). Gelombang pendek (penetrating)
a) Panjang gelombang 7.700-12.000 angstrom
b) Dapat mempengaruhi secara langsung pembuluh darah kapiler,
pembuluh limfe, dan ujung-ujung syaraf.
b. Berdasarkan tipe
1). Tipe A : panjang gelombang 780-1500 mm, penetrasi dalam.
2). Tipe B : panjang gelombang 1500-3000 mm, penetrasi dangkal.
3). Tipe C : panjang gelombang 3000-10.000 mm, penetrasi dangkal.
Efek fisiologis IR
Agar dapat memberikan efek fisiologis maka sinar tersebut harus
diabsorbsi oleh kulit, maka panas akan timbul pada tempat dimana sinar tadi
diabsorbsi. IR dengan panjang gelombang pendek (7700-12.000 angstrom)
penetrasi sampai dalam, sampai lapisan dermis. Sedang yang bergelombang
panjang ( diatas 12.000 angstrom) penetrasinya sangat superficial epidermis.
Maka dengan adanya panas ini temperature naik dan pengaruh-pengaruh lain
akan terjadi, antara lain :
a.
b.
c.
d.
e.

Meningkatkan proses metabolism


Vasodilatasi pembuluh darah
Pigmentasi
Menaikkan temperatur tubuh
Mengaktifkan kelenjar keringat

Efek terapeutik :
a. Relief of pain ( mengurangi/menghilangkan nyeri )
b. Muscle relaxation ( relaksasi otot )
c. Increased blood supply ( meningkatkan suplai darah )
d. Elimination of waste product (menghilangkan sisa-sisa hasil metabolisme)
2. TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation)
a.

Pengertian

23

Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)merupakan suatu


cara penggunaan energi listrik yang digunakan untuk merangsang sistem
saraf dan peripheral motor yang berhubungan dengan perasaan melalui
permukaan kulit dengan penggunaan energi listrik dan terbukti efektif
untuk merangsang berbagai tipe nyeri. TENS mampu mengaktivasi baik
syaraf berdiameter besar maupun kecil yang akan menyampaikan berbagai
informasi sensoris ke saraf pusat. Efektifitas TENS dapat diterangkan
lewat teori gerbang kontrol.
TENS memiliki tiga bentuk pulsa, antara lain adalah:
1). Monophasic memiliki bentuk gelombang rectangular, trianguler dan
gelombang separuh sinus searah.
2). Biphasic memiliki bentuk gelombang simetris.
3). Polyphasic ada rangkaian gelombang sinus dan bentuk interfensi
atau campuran.

Pulsa monophasic selalu mengakibatkan pengumpulan muatan listrik pulsa


dalam jaringan sehingga akan terjadi reaksi elektrokimia dalam jaringan
yang ditandai dengan rasa panas dan nyeri apabila penggunaan intensitas
dan durasi terlalu tinggi.
b.

Modifikasi Intensitas
Intensitas pulsa yang memadai durasi pulsa akan memberikan energi listrik
ke dalam suatu jaringan pada tiap-tiap fase dari pulsa disebut muatan
pulsa. dengan kata lain muatan pulsa ditentukan oleh intensitas arus dan
durasi pulsa. Intensitas tersebut juga berpengaruh dalam menentukan
besarnya muatan arus listrik dalam pulsa dan puncak arus listrik yang
berhubungan langsung dengan penetrasi dalam jaringan. Muatan pulsa
24

akan menimbulkan reaksi elektrikimia pada jaringan didalam elektroda.


Ukuran elektroda juga akan menentukan besarnya muatan listrik berkisar
antara 20-200 mikrocolums per fase, per centimeter persegi dari ukuran
elektroda.
Intensitas durasi dan pulsa yang tinggi pada aplikasi stimulasi elektris akan
menimbulkan reaksi elektrokimia yang besar yang ditandai dengan warna
kemerah-merahan dan rasa nyeri pada jaringan dibaawah elektroda.
Dengan alasan ini maka dosis stimulasi elektris secara subjektif ditentukan
dengan tolerasi pasien.
c.

Frekuensi Pulsa
Frekuensi pulsa merupakan kecepatan/pulsa rate yang terjadi pada setiap
second sepanjang durasi arus listrik yang mengalir. Frekuensi pulsa dapat
berkisar 1-200 pulsa/detik. Frekuensi juga menyebabkan tipe respon
terhadap motoris maupun sensoris. Frekuensi pulsa tinggi >100 pulsa/detik
menimbulkan respon kontraksi tetanik dan sensibilitas getaran sehingga
otot cepat lelah.
Frekuensi arus listrik rendah cenderung bersiafat iritatif terhadap jaringan
kulit sehingga dirasakan nyeri apabila intensitas tinggi. Arus listrik
frekuensi menengah bersifat lebih lebih konduktif untuk stimulasi elektris,
karena tidak menimbulkan tahanan kulit atau tidak bersifat iritatif dan
mempunyai penetrasi yang lebih dalam.

d.

Penerapan Elektroda
Penempatan elektrode tidak terbatas pada daerah nyeri saja, tetapi
penempatan elektroda pada daerah nyeri memberikan hasil yang baik
terhadap penurunan tingkat nyeri. bisa juga penempatan elektrode pada
area dermatome, trigger dan pada titik acupuntur.

25

1) Di sekitar nyeri
Penempatan pada daerah nyeri paling mudah dan paling sering
digunakan.
2) Area dermatom
Mannheim menyarankan 3 cara teknik pada area dermatom yang
mungkin dapat di gunakan:
a) Penempatan pada area dermatom yang terlibat.
b) Penempatan pada lokasi spesifik dalam area dermatom.
c) Penempatan pada dua tempat yaitu di anterior dan di posterior
dari suatu area dermatom tertentu.
3) Area acupuntur, trigger dan motor point
Area ini mungkin dilakukan oleh pemeriksaan dengan menggunakan
elektronik, sebab titik-titik ini jadi lebih konduktif di sekitar jaringan.
Tahanan rendah pada titik acupuntur bersesuaian pada erea vasodilatasi
atau pada aktif pseudomotor glands.
e.

Kontra Indikasi
Kontraindikasi

dari TENS antara

lain,

hipersensitif

kulit

karena

penggunaan TENS dalam waktu lama dengan intensitas tinggi dapat


menyebabkan resiko elektrical damage.
f.

Dosis
Kondisi osteoathritis menggunakan TENS konvensional dengan pulsa
pendek sekitar 50 ms pada 40-150 Hz, dengan frekuensi tinggi dan
intensitas rendah ber-durasi 200 msec. Tipe konvensional dapat
26

mengurangi nyeri dalam waktu 10 15 menit dengan lama pemberian


antara 30 menit. Intensitas rendah akan mengstimulasi serabut Ab untuk
menginhibisi nyeri dengan pain gate mechanism.
g.

Prosedur Penerapan TENS


1) Persiapan alat
Tentukan prosedur yang akan digunakan, semua tombol dalam posisi
nol. Pad dibasahi terlebih dahulu, untuk pad yang menggunakan gel
diletakan pada permukaan pad yang akan di kontakan dengan kulit
pasien. Pemeriksaan alat yang akan di gunakan. Pesiapan semua materi
yang akan digunakan. Pemanasan alat yakinkan tombol intensitaas
off.
2) Persiapan pasien
Posisi pasien senyaman dan serileks mungkin. Periksa area yang akan
di terapi dalam hal ini: kulit harus bersih dan bebas dari lemak, lotion.
Periksa sensasi kulit. Lepaskan semua metal diarea terapi. Sebelum
memulai intervensi, terapist memberi penjelasan mengenai cara kerja
dan efek yang dapat ditimbulkan dari TENS.

3. Terapi Manipulasi
Terapi manipulasi merupakan tehnik terapi yang digunakan pada gangguan
sendi dan jaringan lunak terkait dan salah satu metode penanganan yang
diutamakan adalah mobilisasi. Mobilisasi meliputi, mobilisasi sendi dan
mobilisasi jaringan lunak. Dan prakteknya kedua tehnik ini biasanya
dikombinasikan untuk terapi (Kalternborn, 1985).
Tujuan mobilisasi sendi untuk mengembalikan fungsi sendi yang normal
tanpa nyeri pada waktu melakukan aktivitas gerak sendi. Secara mekanik
tujuannya memperbaiki joint play movement melalui mekanisme gerak
anthrokinematik yang benar. Secara biomekanik gerakan suatu sendi akan
mengikuti pola gerak anthrokinematik . pada sendi bahu yang merupakan
27

sendi yang sangat komplek, maka mobilisasi sendi juga dipengaruhi oleh
struktur sendi yang lain dalam mempertahankan mobilitasnya yang normal.
4. Latihan Punggung Setiap Hari
Dimana latihan ini bisa dilakukan sehari hari dengan gerakan gerakan
ringan, tekniknya adalah
a. Sikap dasar terlentang, gunanya untuk menguatkan otot gluteus maksimus,
mencegah hiperlordorsis lumbal. Tekniknya menekan punggung anda pada
alas sambil menegangkan otot perut dan kedua otot gluteus maksimus,
pertahankan selama 5 10 hitungan.
b. Lutut ke dada, gunanya untuk meregangkan otot punggung yang tegang dan
spasme. Tekniknya adalah tarik lutut ke dada bergantian semaksimal mungkin
tanpa menimbulkan rasa sakit, dipertahankan 5 10 detik, lakukan juga
dengan kedua lutut.
c. Meregangkan otot bagian lateral, gunanya untuk meregangkan otot lateral
tubuh yang tegang. Tekniknya adalah dengan tangan di bawah kepala dan siku
menempel pada alas, paha kanan disilangkan ke paha kiri kemudian tarik
kesamping kanan dan kiri sejauh mungkin, lakukan juga dengan meyilangkan
paha kiri di atas paha kanan.
d. Straight Leg Raising, gunanya untuk meregangkan dan menguatkan otot
hamstring dan gluteus. Tekniknya adalah satu lutut kanan di tekut, kaku kiri
dinaikkan ke atas tanpa bantuan lengan dan tangan, pertahankan 5 10 detik,
ulangi sebaliknya.
e. Sit Up, gunanya untuk menguatkan otot perut dan punggung bawah.
Tekniknya adalah pelan pelan menaikkan kepala dan leher sehingga dagu
menyentuh dada, diterukan dengan mengangkat punggung bagian sampai
kedua tangan mencapai lutut (tangan diluruskan), sedangkan punggung
bagian tengah dan bawah tetap menempel pada dasar.
f. Hidung ke lutut, gunanya menguatkan otot perut dan meregangkan otot
iliopsoas. Tekniknya adalah dengan posisi menekuk, lutut secara bergantian
ditarik sampai ke hidung, pertahankan 5 10 detik, lakukan pada lutut
satunya.
28

g. Gerakan gunting, gunanya untuk meregangkan dan menguatkan otot


hamstring, punggung, gluteus dan abdomen. Tekniknya adalah kedua tangan
di belakang kepala, tarik kedua tungkai ke atas kemudian kedua kaki
disilangkan, tungkai ditarik ke muka belakang bergantian, lakukan 10 kali,
kemudian ke samping kanan dan samping kiri.
h. Hipertekstensi sendi paha, gunanya untuk menguatkan otot gluteus dan
punggung bawah serta meregangkan otot fleksor paha. Tekniknya adalah
dengan posisi tengkurap, tungka ditarik keatas, ulangi pada kaku sebelahnya.
K. Memberikan Edukasi
1. Jangan memakai sepatu dengan hak tinggi.
2. Jangan berdiri waktu lama, selingi dengan jongkok.
3. Berdiri dengan satu kaki diletakkan lebih tinggi untuk mengurangi
hiperlordosis lumbal.
4. Bila mengambil sesuatu di tanah atau mengangkat benda berat, jangan
langsung membungkuk, tapi regangkan kedua kaki lalu tekuklah lutut dan
punggung tetap tegak dan angkatlah barang tersebut sedekat mungkiN
dengan tubuh.
5. Waktu berjalan, berjalannya dengan posisi tegak, rileks dan jangan tergesa
gesa.
6. Waktu duduk, pilihlah tempat duduk yang, dengan kriteria busa jangan
terlalu lunak, punggung kursi berbentuk huruf S, bila duduk seluruh
punggung harus sebanyak mungkin.

29

Anda mungkin juga menyukai