Oleh
MARLIANITA
NIM: 207044100664
Oleh
MARLIANITA
NIM: 207044100664
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I
Pembimbing II
Kamarusdiana S. Ag. MH
NIP. 1972 0224 1998 031 003
1. Ketua
(.........................)
2. Sekretaris
: Mufidah, S.H.I
(.........................)
3. Pembimbing I
(.........................)
(.........................)
5. Penguji I
(.........................)
6. Penguji II
: Sri Hidayati. M. Ag
NIP. 1971 0215 1997 03 2 002
(.........................)
LEMBAR PERNYATAAN
MARLIANITA
NIM: 207044100664
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
berkah dan inayah-Nya dalam memberikan kesehatan, kekuatan dan ketabahan
sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan merampungkan skripsi ini. Dengan
berbagai rasa yang menjadi satu lelah, kesal, dan sedih bahkan rasa sedikit putus asa
yang muncul dibeberapa waktu, namun semuanya berakhir dengan kelegaan dan
keharuan sehingga timbul semangat luar biasa. Tidak lupa salam serta shalawat
dihaturkan atas baginda besar Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga para sahabat
dan para umatnya yang senantiasa istiqomah dijalan-Nya.
Penulis menyadari bahwasanya manusia tidaklah mungkin hidup tanpa bantuan
orang lain dan tidaklah mungkin terwujud semua usaha tanpa bantuan orang lain.
Dengan ini penulis dalam rangka menyelesaikan tugas, dalam kerendahan hati ini,
penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH., MA., MM., sebagai Dekan Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif hidayatullah Jakarta.
2. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA., sebagai Ketua Jurusan Peradilan Agama dan
Ibu Rosdiana, M.Ag., sebagai Sekretaris Jurusan Peradilan Agama.
3. Dr. Ahmad Yani, M.Ag., sebagai Ketua Koordinator Teknis Program Non
Reguler dan Mufidah, S.Hi., sebagai Sekretaris Koordinator Teknis Program Non
Reguler.
4. Ibu Dr. Hj. Mesraini, M. Ag, sebagai Dosen Pembimbing I dan Bapak
Kamarusdiana, S.Ag, MH, sebagai Dosen Pembimbing II.
5. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, yang telah sabar membimbing dan
mengajar penulis selama masa perkuliahan.
6. Pimpinan Perpustakaan beserta seluruh Staff Fakultas Syariah dan Hukum,
yang selalu memberikan penulis fasilitas dalam keperluan perkuliahan.
7. Pimpinan Perpustakaan Utama beserta seluruh Staff yang sudah membantu
memberikan penulis fasilitas dalam keperluan perkuliahan.
8. Seluruh Staff Pengadilan Agama Jakarta Selatan tempat penulis mengadakan
penelitian serta mendapatkan data dan informasi serta wawancara.
9. Yang tercinta dan terkasih kedua orangtua, keluarga, Suami Agus Setia
Mulyana, dan anak tercinta Ismail Setia Dirgantara, yang senantiasa selalu
ada dalam memberikan doa dan semangatnya, serta seluruh sahabat
seperjuanganku yakni Peradilan Agama angkatan 2007 khususnya sdri
Nurmilah Sari, sdri Syarifah Ummi Hanni, sdra Deni. K, Deni. H, Arifin,
Muhiddin, Achmad Charis, Rahman Hakim, Syarifudin, Royhan, Indro
Wibowo, Bapak Tamim yang selalu ada waktunya bersama-sama menitih
masa perkuliahan dari nol sampai wisuda ini.
10. Yang terhebat saudara-saudaraku KPA. Arkadia khususnya Ahmad Buchori
dan Keluargaku di Wonosari khususnya Cahyana Tri Raharja yang selalu
mengingatkan dan membantu secara moril maupun materil.
ii
Penulis
iii
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ..............................................................................
BAB III :
DI
PENGADILAN
AGAMA
JAKARTA
SELATAN ........................................................................................... 37
A. Deskripsi Pengadilan Agama Jakarta Selatan ................................ 37
iv
PENUTUP .......................................................................................... 62
A. Kesimpulan .................................................................................... 62
B. Saran- Saran ................................................................................... 65
BAB I
PENDAHULUAN
sebelum
perkawinan,
pada
saat
perkawinan
berlangsung
maupunyang diperoleh selama suami dan istri dalam ikatan perkawinan. Menurut
perundang-undangan di Indonesia, ketentuan harta sudah diatur dalam Undangundang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974. Dalam Undang-undang tersebut
dijelaskan bahwa harta dalam perkawinan di bagi kepada 2 jenis, yaitu: harta
bersama dan harta bawaan. Yang dimaksud dengan harta bersama adalah harta
pencaharian yang diperoleh selama suami dan istri diikat dalam perkawinan dan
Surojo Wignodipuro, Pengantar dan Azas-azas Hukum Adat, (Jakarta : Gunung Agung,
1982), hal.149
harta tersebut tidak diperoleh melalui warisan, hadiah dan hibah.Suami dan istri
dapat berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu atas harta tersebut berdasarkan
persetujuan kedua belah pihak. Mulai perkawinan dilangsungkan, secara hukum
berlaku kesatuan bulat antara harta kekayaan suami istri. Adapun terkait dengan
status harta yang sudah dimiliki sebelum menikah, mahar, warisan, hadiah dan
hibah disebut sebagai harta bawaan dari masing-masing suami istri. Harta bawaan
tersebut berada dibawah penguasaan masing-masing suami istri sepanjang para
pihak tidak menentukan lain.
Persatuan kekayaan melalui konsep harta bersama itu berlaku sepanjang
perkawinan dilaksanakan dan tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu
persetujuan antara suami dan istri.
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana,
2008), Ed. 1, cet.2, hal. 104
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana,
2008), Ed. 1, cet.2, hal. 105
budaya, seperti pihak istri bekerja tidak hanya sebatas menjadi ibu rumah tangga,
dengan kata lain pihak suami tidak berpartisipasi dalam membangun ekonomi
rumah tangga atau suami istri yang sama-sama berpartisipasi dalam membangun
ekonomi rumah tangga. Yang kesemuanya itu sangat mempengaruhi tentang
perolehan harta bersama dan juga pembagian harta bersama apabila terjadi
perceraian.
Oleh karena itu perlu adanya pertimbangan khusus tentang partisipasi dari
pihak istri atau partisipasi dari kedua belah pihak dalam mewujudkan harta
bersama keluarga, sehingga bagian yang menetapkan setengah dari harta bersama
untuk istri dan untuk suami perlu dilenturkan lagi.
Berdasarkan hal-hal tersebut penulis ingin meninjau lebih jauh bagaimana
hakim Pengadilan Agama menerapkan pembagian harta bersama tersebut. Apakah
hakim Pengadilan Agama memang menerapkan ketentuan bahwa setengah dari
harta bersama untuk istri dan untuk suami?. Ataukah hakim Pengadilan Agama
telah melenturkan aturan tersebut?. Dalam hal ini Peneliti akan memfokuskan
penelitian pada putusan hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan, dengan judul:
PENYELESAIAN
GUGATAN
HARTA
BERSAMA
PASCA
Agama Jakarta Selatan, Bagaimana perhitungan dan putusan Hakim tentang harta
bersama.
Untuk lebih fokusnya penelitian ini, maka peneliti hanya membatasi pada
putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan tentang gugatan harta bersama dalam
kasus apabila suami bekerja sedangkan istri tidak bekerja, suami tidak bekerja
sedangkan isatri bekerja, dan suami istri sama-sama bekerja.
Berdasarkan masalah-masalah yang muncul terkait dengan penyelesaian
gugatan harta bersama pasca perceraian yang diputus oleh pihak Pengadilan, maka
rumusan tersebut penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pemeriksaan gugatan harta bersama di Pengadilan Agama
Jakarta Selatan?
2. Apakah pertimbangan hakim dalam memutuskan gugatan harta bersama Di
Pengadilan Agama Jakarta Selatan?
3. Apakah putusan Majelis Hakim dalam pembagian harta bersama sudah sesuai
dengan Undang-undang yang berlaku di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan masalah, yaitu
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui proses pemeriksaan gugatan harta bersama pasca
perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Selatan;
2. Untuk mengetahui pertimbangan hakim tentang pembagian porsi harta
bersama;
D. Manfaat Penelitian
1. Ingin memberikan gambaran kepada pembaca mengenai porsi pembagian
harta bersama pasca perceraian apabila pihak suami bekerja sedangkan pihak
istri tidak bekerja, pihak suami tidak bekerja sedangkan pihak istri bekerja,
pihak suami dan pihak istri sama-sama bekerja serta implementasinya dalam
putusan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
2. Untuk lebih mengembangkan penalaran, pembentukan pola pikir dinamis
sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang
diperoleh. Sebagai bahan pertimbangan dalam penyelesaian gugatan harta
bersama pasca perceraian.
3. Penelitian ini diharapkan dapat merumuskan cara yang tepat dalam hal
penerapan hukum penyelesaian gugatan harta bersama pasca perceraian oleh
Pengadilan Agama.
E. Metode Penelitian
Untuk mencapai sasaran yang tepat dalam penelitian ini penulis
menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Obyek Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, obyek penelitiannya adalah putusan
Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan tentang penyelesaian
gugatan harta bersama yang mana putusan tersebut penulis ambil secara acak,
dengan kriteria yang bisa mewakilkan pembagian harta bersama apabila:
a. Pihak suami bekerja, pihak istri tidak bekerja;
b. Pihak suami tidak bekerja, pihak istri bekerja;
c. Pihak suami dan pihak istri sama-sama bekerja.
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu jenis penelitian yang
menggambarkan dan memberikan analisa terhadap peraturan Perundangundangan yang bertkaitan dengan harta bersama dan juga mengungkap
bagaimana kenyataan yang ada di lapangan, terkait dengan penerapan
peraturan tersebut di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
3. Metode Pendekatan
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yaitu jenis
data yang digunakan bersifat naratif dalam bentuk pernyataan-pernyataan
yang menggunakan penalaran.4 Sedangkan metode pendekatan masalah yang
digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan empiris normatif yaitu
mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam Peraturan
putusan-putusan
Pengadilan
Agama
Jakarta
mengumpulkan
secara
langsung
data
dengan
cara
denganvinforman
mengadakan
yang
banyak
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, cet. II, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 105
Undang-undang
Nomor
tahun
Perkawinan;
3) Kompilasi Hukum Islam (KHI);
4) Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer);
5) Yurisprudensi;
6) Literature-literatur Hukum:
a) Buku-buku;
b) Jurnal;
c) Website;
d) Artikel.
1974
tentang
10
c. Data Tersier
Merupakan data yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap data primer dan data sekunder yaitu kamus hukum.
5. Metode Analisa Data
Berdasarkan sifat penelitian ini yang menggunakan metode penelitian
deskriptif analitis, analisa data yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif
terhadap data primer dan data sekunder dengan menggunakan analisa isi
(content analisis), yaitu menganalisis isi putusan dengan cara membandingkan
teori yang ada dengan praktek di lapangan, yansg kemudian dideskripsikan
sehinggamendapatkan suatu kesimpulan yang objektif dan konkret sesuai
dengan masalah yang ada.
F. Review Penelitian
Terdapat sejumlah penelitian terdahulu terkait dengan harta bersama,
diantaranya:
1. Judul
: Penyelesaian
Pembagian
Harta
Bersama
Setelah
Identitas Penelitian : Skripsi, tahun 2010, Prodi SAS UIN Jakarta Syarif
Hidayatullah.
Isi
11
: Penelitian
Kualitatif
dengan
teknik
penelitian
deskriptif.
Penelitian ini lazim disebut sebagai studi dogmatik atau
Doctrinal Reseace.
2. Judul
Peneliti
: Hernasari
Syarif
Hidayatullah.
Isi
Metode penelitian
: Penelitian Deskriftif
12
3. Judul
: Penyelesaian
Harta
Bersama
Akibat
Perceraian
: Hamzah Ikat
Syarif
Hidayatullah.
Isi
Islam
sepanjang
sudah
dijelaskan
atau
lapangan
(field
research)
dan
studi
13
bersama, yang mana putusan tersebut terfokus kepada porsi pembagian harta
bersama apabila:
1. Pihak suami bekerja, pihak istri tidak bekerja;
2. Pihak suami tidak bekerja, pihak istri bekerja;
3. Pihak suami dan pihak istri sama-sama bekerja.
G. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan sebagai berikut :
Bab pertama berisi pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
metode penelitian, review penelitian dan sistematika penulisan.
Bab kedua menjelaskan mengenai ketentuan harta bersama secara teoritis
yang meliputi, definisi harta bersama, dasar hukum harta bersama, pengurusan
(bestuur) harta bersama menurut Perundang-undang di Indonesia, dasar hukum
pembagian harta bersama dan konsep harta bersama dalam pandangan fiqih.
Bab ketiga merupakan pembahasan perihal
penerapan ketentuan
BAB II
TINJAUAN TEORITIS TENTANG HARTA BERSAMA
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), cet.2, h.199.
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana,
2008), cet.2, h.108.
14
15
harta hibah dan barang-barang hadiah, meskipun harta tersebut diperoleh disaat
mereka terikat tali perkawinan.
Dalam hukum positif di Indonesia, masalah harta bersama diatur dalam
Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan (UUP), Kompilasi
Hukum Islam (KHI), dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer).
Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 Pasal 35 ayat (1) berbunyi : Harta
benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Cakupan atau
batasan dari harta bersama diatur pada ayat (2) yaitu: Harta bawaan dari
masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing
sebagai hadiah atau warisan, adalah dibawah penguasaan masing-masing
sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Dalam Kompilasi Hukum Islam, harta besama diatur lebih rinci. Pasal 1
huruf
perkawinan atau syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau
bersama suami-istri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung selanjutnya
disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun.
Sedangkan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pasal 119
menyatakan: Sejak saat dilangsungkan perkawinan, maka menurut hukum
terjadi harta bersama menyeluruh antara suami istri, sejauh hal itu tidak
diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa harta benda dalam perkawinan
berdasarkan hukum positif di Indonesia dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
16
1. Harta Bersama, yaitu harta kekayaan yang dihasilkan melalui jerih payah
suami dan/atau istri selama mereka diikat oleh tali perkawinan, bukan harta
yang berasal dari harta perorangan atau pribadi yang berasal dari pencaharian
sendiri sebelum perkawinan, dan bukan pula harta yang diperoleh pada saat
perkawinan melalui warisan, hibah dan hadiah;
2. Harta Pribadi, yaitu harta kekayaan perorangan baik itu harta perorangan
suami atau harta perorangan istri yang berasal dari pencaharian masingmasing sebelum perkawinan, dan harta yang diperoleh ketika terikat tali
perkawinan melalui warisan, hibah, dan barang-barang hadiah.
B. Pengurusan (Bestuur)
Husni Syawali, Pengurusan (Bestuur) Atas Harta Kekayaan Perkawinan Menurut KUH
Perdata, Undang-undang Nomor 1 Tahun1974 Tentang Perkawinan Dan Hukum Islam, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2009), cet.1, h.72.
17
18
pengurusan harta bersama ini menjadi hak dan kewajiban suami istri secara
bersama. Baik suami atau istri dapat mempergunakannya dengan persetujuan
salah satu pihak. Sesuai dengan isi Pasal 36 ayat (1)Undang-undang Nomor 1
tahun 1974 tentang Perkawinan: Mengenai harta bersama, suami atau istri
dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.
3. Hadiah atau Warisan
Hadiah yaitu harta yang diperoleh dari suatu pemberian yang timbul karena
rasa simpatik terhadap seseorang yang berprestasi atau menghargai seseorang
yang disebabkan hal-hal tertentu.5 Hadiah dalam hal ini dapat diartikan juga
harta yang didapat oleh pengantin pada waktu pernikahan dilaksanakan.
Sedangkan harta yang berasal dari warisan yaitu harta pengoperan yang
berbentuk materil dan imateril dari satu generasi ke generasi selanjutnya. 6
Untuk pengurusan harta kekayaan perkawinan yang berasal dari hadiah atau
warisan adalah menjadi hak dan kewajiban masing-masing suami atau istri
pemilik harta tersebut. Pasangan dari suami atau istri tidak perlu persetujuan
dari pasangannya masing-masing apabila melakukan perbuatan hukum
terhadap harta tersebut.
Selanjutnya, dengan adanya ikatan perkawinan antara seorang pria dan
seorang wanita, berakibat timbulnya hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban
Ibid., h.51.
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana,
2009), h.248.
19
suami istri ini diatur dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 34 Undang-undang
Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
Suami istri dalam membina kehidupan berumah tangga dan dalam
pergaulan masyarakat mempunyai kedudukan hak dan kewajiban yang sama.
Dalam lingkungan masyarakat terkecil, suami istri tidak dapat menghindari
kewajibannya dalam hal membina rumah tangga. Hal ini disebutkan dalam Pasal
31 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan: Hak dan
kewajiban suami istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam
kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
Meskipun hak dan kwajiban suami istri itu sama, akan tetapi dalam hal pemegang
pimpinan keluarga tetap berada pada pihak suami dan istri sebagai ibu rumah
tangga.
Sehubung dengan hak dan kewajiban dalam kehidupan berumah tangga
seperti tersebut diatas, ada lagi yang tidak kalah pentingnya yaitu yang berkaitan
dengan harta kekayaan dalam rumah tangga. Hak dan kewajiban dalam
pengurusan harta kekayaan dalam rumah tangga(bestuur) meliputi 3 (tiga) macam
harta, yaitu harta bawaan, harta bersama dan harta yang berasal dari hadiah atau
warisan. Hal ini telah diatur dalam Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-undang Nomor
1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
Pasal 35 berbunyi:
1. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama;
20
2. Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang
diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah
pengawasan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Pasal 36 berbunyi:
1. Mengenai harta bersama, suami istri dapat bertindak atas persetujuan kedua
belah pihak;
2. Mengenai harta bawaan masing-masing suami dan istri mempunyai hak
sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.
Adapun hutang piutang suami istri selama perkawinan, suami istri tersebut
bertanggung jawab dengan harta bersama mereka, maupun dengan harta bawaan
mereka. Apabila hutang tersebut adalah hutang suami, maka suami yang
bertanggung jawab dengan harta bawaannya dan dengan harta bersama. Harta
bawaan istri tidak ikut dipertanggung jawabkan untuk hutang suami apabila tidak
mencukupi untuk menutupi pembayaran hutang tersebut begitupun sebaliknya
dengan hutang istri. Yang menyangkut hutang suami istri setelah perceraian
suami istri bertanggung jawab sendiri dengan hartanya.7
Dalam hal kelebihan suami atas istri tidak boleh dijadikan alasan untuk
bertindak sekehendak hatinya bahkan tidak boleh merampas hak dan martabat
istri, juga tidak dapat dibenarkan menggunakan harta kekayaan milik istri untuk
kepentingan dirinya sendiri apalagi digunakan untuk membelanjai kebutuhan atau
Syawali, Pengurusan (Bestuur) Atas Harta Kekayaan Perkawinan Menurut KUH Perdata
Undang-undang Nomor 1 Tahun1974 Tentang Perkawinan Dan Hukum Islam, hal. 97.
21
keperluan rumah tangga yang menjadi tanggung jawab suami. Namun demikian
Islam tetap memberikan kesempatan kepada suami untuk menggunakan dan
menikmati harta kekayaan istri dengan syarat ada persetujuan dari istri. Hal ini
ditegaskan dalam surat An-Nisa (4): 4, berbunyi:
Artinya: Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)
sebagai pemberian penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada
kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah)
pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (QS. AnNisa (4): 4)
22
hak
h.185.
23
Henry Lee A weng, Beberapa Segi Hukum dalam Perjanjian Perkawinan, (Medan,
Rimbow,1990), h.5.
24
Islam, harta suami yang meninggal tanpa dikarunia seorang anak tidak seluruh
hartanya jatuh kepada istri, masih ada saudara kandung dari pihak suami
ataupun orang tua suami yang masih hidup. Contoh diatas adalah
Menghalalkan yang haram. Contoh lainnya : Perjanjian yang isinya,
perkawinan dibatasi waktu atau nikah mutah (kawin kontrak), sedangkan
pernikahan tidak boleh diperjanjikan untuk bercerai.
Berdasarkan dari beberapa pasal diatas maka dapat dikemukakan
bahwa harta bersama suami istri apabila putus dikarenakan perceraian ataupun
kematian maka kepada suami istri masing-masing mendapat setengah bagian
dari harta bersama.
Artinya: Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah
kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena)
bagi orang laki-laki ada sebahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan
bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan
25
10
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana,
2008), Ed. 1, cet.2, h.109
26
Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun
penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban
ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf.
Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang
ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila
keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya
11
27
dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu
ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila
kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu
kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan. (QS. Al-Baqarah (2) : 233)
4. Perabot Rumah Tangga (Mataul Bait)
Setiap perkawinan tidak terlepas dari adanya perabot rumah tangga,
karena merupakan salah satu faktor penunjang suatu rumah tangga. Perabot
rumah tangga ini dapat dipergunakan oleh semua anggota keluarga untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Perabot rumah tangga merupakan
kewajiban suami untuk menyediakannya, adapun istri tidak berkewajiban
untuk menyediakan apapun dalam hal perabot rumah tangga.
Apabila terjadi perselisihan antara suami istri tentang sesuatu
perabotan rumah tangga, maka persoalannya harus diteliti terlebih dahulu.
Perabotan rumah tangga itu diteliti terlebih dahulu apakah perabotan itu
khusus untuk laki-laki, khusus untuk wanita atau dapat dipergunakan secara
bersama. Apabila telah diteliti maka penyelesaian perselisihan antara suami
istri mengenai perabot rumah tangga dapat diselesaikan dengan 3 (tiga)
penyelesaian, yaitu:
a. Menurut Imamiyah dan Imam Hanafi:
1) Barang-barang perabot rumah tangga khusus untuk laki-laki,
contohnya pakaian pria, perangkat teknik atau kedokteran (manakala
suami seorang insinyur atau dokter). Barang-barang seperti ini
pemiliknya ditentukan berdasarkan pernyataan (klaim) suami disertai
28
sumpah, kecuali bila terdapat bukti yang menyatakan bahwa barangbarang tersebut betul-betul milik istri;
2) Barang-barang
perabot
rumah
tangga
khusus
untuk
wanita,
seperti
ini
pemiliknya
ditentukan
berdasarkan
Barang-barang
12
29
13
14
Ibid, h.111.
30
Thalib
menulis
dalam
bukunya
yang
berjudul
Hukum
h.86.
Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: Hecca Pub, 2005), ed. 1, cet.2,
31
karena itu masalah pencarian bersama suami istri adalah termasuk perkongsian
atau syirkah.16
Secara etimilogi, asy-syirkah berarti pencampuran, yaitu pencampuran
antara sesuatu dengan yang lainnya, sehingga sulit dibedakan. Secara terminologi,
pada dasarnya definisi yang dikemukakan oleh para ulama fiqih hanya berbeda
secara redaksional sedangkan esensi yang terkandung di dalamnya sama, yaitu
ikatan kerja sama antara orang-orang yang berserikat dalam hal modal dan
keuntungan.17
Syirkah secara umum terbagi dalam 3 (tiga) bentuk, yaitu:
1. Syirkah Ibahah, yaitu : Persekutuan hak semua oranguntuk dibolehkan
menikmati manfaat sesuatu yang belum ada di bawah kekuasaan seseorang;
2. Syirkah Amlak (Milik), yaitu : Persekutuan antara dua orang atau lebih untuk
memiliki suatu benda. Syirkah Amlak (Milik) terbagi dua yaitu:
a. Syirkah Milik Jabriyah, Persekutuan antara dua orang atau lebih untuk
memiliki suatu benda yang terjadi tanpa keinginan yang bersangkutan,
seperti persekutuan ahli waris;
b. Syirkah Milik Ikhtiyariyah, Persekutuan antara dua orang atau lebih untuk
memiliki suatu benda yang terjadi atas keinginan para pihak yang
bersangkutan.
16
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana,
2008), ed. 1, cet.2, h.111.
17
Gemala Dewi, Wirdyaningsih dan Yeni Salma Barlinti, Hukum Perikatan Islam Di
Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), cet.3, h.115.
32
3. Syirkah Akad, yaitu : Persekutuan antara dua orang atau lebih yang timbul
karena adanya perjanjian. Syirkah akad terbagi menjadi 4 (empat), yaitu :
4. Syirkah Amwal, yaitu persekutuan antara dua orang atau lebih dalam
modal/harta. Syirkah ini terbagi menjadi 2 (dua), yaitu:
a. Syirkah alInan, adalah persetujuan antara dua orang atau lebih untuk
memasukkan bagian tertentu dari modal yang akan diperdagangkan
dengan ketentuan keuntungan dibagi diantara para anggota sesuai dengan
kesepakatan bersama, sedangkan modal masing-masing tidak harus sama;
b. Syirkah al Mufawadhah, adalah persekutuan antara dua orang atau lebih
dalam modal dan keuntungannya dengan syarat besar modal masingmasing yang disertakan harus sama, hak melakukan tindakan hukum
terhadap harta syirkah harus sama dan setiap anggota adalah penanggung
dan wakil dari anggota lainnya.
5. Syirkah Amal/Abdan (Persekutuan Kerja/Fisik), yaitu Perjanjian persekutuan
antara dua orang atau lebih untuk menerima pekerjaan dari pihak ketiga yang
akan dikerjakan bersama dengan ketentuan upah dibagi diantara para
anggotanya sesuai dengan kesepakatan mereka;
6. Syirkah Wujuh, yaitu Persekutuan antara dua orang atau lebih dengan modal
harta dari pihak luar untuk mengelola modal bersama-sama tersebut dengan
membagi keuntungan sesuai dengan kesepakatan bersama. Syirkah ini
berdasarkan kepercayaan yang bersifat kredibilitas.18
18
33
memberikan
haratnya
kepada
pihak
lain
(pihak
logika
perkongsian
itu
boleh
karena
merupakan
jalan
Artinya: "Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebarlah kamu di muka
bumi, dan carilah karunia Allah". (QS. Al-Jumuah (62) : 10)
Mengingat perkongsian itu banyak macamnya terjadilah selisih pendapat
tentang kebolehannya. Perkongsian yang menurut ulama tidak diperbolehkan
yaitu yang mengandung penipuan. Dalam kaitannya dengan harta kekayaan
disyariatkan peraturan mengenai muamalat. Karena harta bersama hanya
19
h.380.
Afzalur Rahman, Dokrin Ekonomi Islam jilid 4, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1996),
34
20
Ade Dedi Rohayana, Ilmu Qawaid Fiqhiyyah Kaidah-Kaidah Hukum Islam, (Jakarta: Gaya
Media Pratama, 2008), h.218.
21
35
Herlini Amran, Fiqih Wanita Harta Istri = Harta Bersama?, Ummi, No. 8/XV, JanuariPebruari 2004/1424 H, hlm. 44
36
BAB III
PENYELESAIAN GUGATAN HARTA BERSAMA PASCA PERCERIAN DI
PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN
website www.pa-jakartaselatan.go.id/v2/index.php/tentang-kami/sejarah.html
37
38
website www.pa-jakartaselatan.go.id/v2/index.php/tentang-kami/sejarah.html
39
website www.pa-jakartaselatan.go.id/v2/index.php/tentang-kami/sejarah.html
40
41
Pada
masa
perkembangannya
selanjutnya
tahun
2000
ketika
kepemimpinan dijabat oleh Bapak Drs. H. Zainuddin Fajari, S.H. pembenahanpembenahan semua bidang, baik fisik maupun non fisik diadakan sistem
komputerisasi dengan online komputer, dan ini terus dibenahi sampai sekarang
oleh Ketua Pengadilan Agama Bapak Drs. H. Syed Usman, S.H. Yang tujuannya
adalah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan dan
menciptakan peradilan yang mandiri dan berwibawa.
Perkembangannya selanjutnya tahun 2007-2008 ketika kepemimpinan
dijabat oleh Bapak Drs. H. A. Choiri, S.H., M.H. pembenahan-pembenahan
semua bidang, baik fisik maupun non fisik sudah terintegrasi dengan online
komputer, pada periode ini juga Pengadilan Agama Jakarta Selatan berhasil
pengadaan tanah untuk bangunan gedung baru seluas + 6000 m2 yang terletak di
Jl. Harsono RM, Ragunan, Jakarta Selatan.
Selanjutnya sejak tahun 2008 telah dibangun gedung baru yang sesuai
dengan purwarupa Mahkamah Agung RI. Pembangunan dilaksanakan 2 tahap,
tahap pertama tahun 2008 dan tahap kedua tahun 2009 pada saat itu Pengadilan
Agama Jakarta Selatan diketuai oleh Bapak Drs. H. Pahlawan Harahap, S.H.,
M.A.
Selanjutnya pada akhir April 2010, gedung baru Pengadilan Agama
Jakarta Selatan diresmikan bersama-sama dengan gedung-gedung baru lainnya di
Pontianak (Kalimantan Barat) oleh Ketua Mahkamah Agung RI. Kemudian pada
awal Mei 2010 diadakan tasyakuran dan sekaligus dimulainya aktifitas
42
perkantoran di gedung baru tersebut, pada saat itu Ketua Pengadilan Agama
Jakarta Selatan dijabat olehDRS. H. Ahsin A.Hamid,S.H.
Sejak menempati gedung baru yang cukup megah dan representatif
tersebut di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dilakukan pembenahan dalam
segala hal, baik dalam hal pelayanan terhadap pencari keadilan maupun dalam hal
peningkatkan T.I. (Teknologi Informasi) yang sudah semakin canggih disertai
dengan program-program yang menunjang pelaksanaan tugas pokok, seperti
program SIADPA(Sistem Informasi Administrasi Perkara Pengadilan Agama)
yang sudah berjalan dan terintegrasi dengan TV Media Center, Touch Screen
(KIOS-K) serta beberapa fitur tambahan dari Situs Web http://www.pajakartaselatan.go.id
Tama, Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Wawancara Pribadi, Jakarta, 04 Oktober
2011.
43
beberapa hal, yaitu identitas para pihak, posita dan fundamentum petendi, petitum
atau tuntutan, serta memeriksa yuridiksi relatif surat gugatan atau surat
permohonan yang diajukan apakah telah sesuai dengan kekuasaan dan
kewenangan Peradilan.
Apabila telah melewati tahap diatas hakim tetap berkewajiban
mendamaikan kedua belah pihak walaupun perkara tersebut perihal harta
bersama.Apabila
terjadi
kemufakatan
antara
keduanya
maka
proses
Tama, Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Wawancara Pribadi, Jakarta, 04 Oktober
2011.
44
diajukan.
Kamarusdiana dan Nahrowi, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Daras, 2006), h. 107.
45
perceraian dalam kasus pihak suami bekerja dan pihak istri tidak bekerja, pihak
suami tidak bekerja dan pihak istri bekerja, serta pihak suami dan pihak istri
sama-sama
bekerja.
Demi
menjaga
nama
pemohon/penggugat
maupun
46
47
48
49
50
Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dalam hal ini diwakili oleh
Kuasa Hukumnya Moh. Agus Riza H, SH., Advokat pada kantor Riza Hufaida
& Partners Law Firm, beralamat di The Limo Residence, Blok A, Nomor 4,
Depok, kodepos 16515, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 17 Januari
2011 yang terdaftar pada Kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Selatan,
Nomor : 066/Pdt.G/1/2011. Selanjutnya disebut Pemohon.
b. Termohon/Tergugat, umur 50 tahun, agama Islam, pekerjaan swasta, tempat
tinggal di Jl. Ciawi I, Nomor 15, Rt.007/002, Kelurahan Rawa Barat,
Kecamatan
Kebayoran
Baru,
Jakarta
Selatan.
Dalam
hal
ini
51
52
kesepakatan akibat dari perceraiannya dimaksud yakni perihal hak asuh anak
(Hadhanah) dan pembagian harta bersama dalam suatu Akta Notaris, Nomor 3,
tanggal 13 Januari 2011 tentang Perjanjian Hak Asuh atas Anak dan Pembagian
Harta Bersama yang dibuat oleh dan di hadapan Seruni Saerang Lissari, SH.,
MKn., Notaris di Kabupaten Tangerang.
Atau bilamana Pengadilan Agama Jakarta Selatan berpendapat lain mohon
putusan yang sesuai dengan kebenaran hukum dan keadilan.
Dalam perkara ini, Majelis Hakim menjatuhkan putusan yang berbunyi:
a. Mengabulkan gugatan Pemohon;
b. Memberi izin kepada Pemohon untuk menjatuhkan talak satu raji terhadap
Termohon didepan sidang Pengadilan Agama Jakarta Selatan;
c. Menyatakan antara Pemohon dan Termohon telah terjadi Perjanjian Hak Asuh
atas Anak dan Pembagian Harta Bersama akibat perceraian yang dibuat oleh
dan di hadapan Seruni Saerang Lissari, SH., MKn., Notaris di Kabupaten
Tangerang, Nomor 3, tanggal 13 Januari 2011;
d. Menghukum kedua belah pihak untuk mentaati dan melaksanakan isi dari
surat perjanjian tersebut pada poin 3;
e. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara seluruhnya
sejumlah Rp.366.000,- (Tigaratus enampuluh enamribu Rupiah).
53
D. Pertimbangan
Hakim
Pengadilan
Agama
Jakarta
Selatan
dalam
Tama, Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Wawancara Pribadi, Jakarta, 26 Februari
2014.
54
tersebut hanya suami yang bekerja dengan berbagai usahanya sedangkan isteri
berada di rumah dengan tidak mencari nafkah melainkan hanya mengurus
rumah tangga. Jadi seluruh harta yang diperoleh selama dalam ikatan
perkawinan yang sah, dianggap harta bersama suami istri. Tidak dipersoalkan
jerih payah siapa yang terbanyak dalam usaha memperoleh harta bersama
tersebut.
3. Telah terjadi kesepakatan bersama antara pemohon dan termohon dalam
bentuk surat perjanjian akibat perceraian yakni perihal hak asuh anak
(hadhanah) dan perihal pembagian harta bersama. Perjanjian tersebut terbukti
sah karena dibuat dihadapan notaris dan isi perjanjian tidak melanggar batasbatas hukum dan kesusilaan.Sehingga perjanjian inidapat dijadikan sebagai
hukum oleh Majelis Hakim berdasarkan ketentuan Pasal 105 huruf a dan c. Jo.
Pasal 149 huruf ddan menghukum para pihak untuk mentaatinya.
E. Analisa Penulis
1. Pihak isteri bekerja dan Pihak suami tidak bekerja dalam Putusan
Nomor Perkara : 45/Pdt.G/2005/PAJS
Pada perkara ini, terjadi penggabungan gugatan yakni gugatan
permohonan perceraian dan permohonan pembagian harta bersama. Hal ini,
dikarenakan apabila pada satu pengadilan ada 2 perkara yang satu sama lain
saling berhubungan, lebih-lebih apabila kedua perkara tersebut berlangsung
antara penggugat dan tergugat yang sama, maka salah satu pihak atau
55
56
57
bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga adalah tidak benar.
Hal inilah yang menjadi pertimbangan mengapa Majelis Hakim akhirnya
menerapkan apa yang terdapat dalam Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam, yakni
masing-masing penggugat dan tergugat mendapat seperdua bagian dari harta
bersama walaupun harta bersama tersebut semuanya berasal dari penghasilan
Penggugat memenuhi jadual kontrak kerjanya.
Menurut penulis, putusan hakim dengan membagi harta bersama untuk
masing-masing penggugat dan tergugat mendapat seperdua bagian dalam
perkara ini adalah tidak adil dikarenakan lebih banyak harta yang diperoleh
atas hasil jerih payah penggugat, ditambah penggugat mendapatkan tindakan
kekerasan dalam rumah tangga dan penggugat ikut membantu tergugat dalam
mencari nafkah yang seharusnya hanya menjadi tanggung jawab tergugat serta
mengurus rumah tangga.
2. Pihak suami bekerja dan pihak isteri tidak bekerja dalam Putusan
Nomor Perkara : 0356/Pdt.G/2008/PAJS
Pada perkara ini, tidak adanya penggabungan gugatan karena antara
Penggugat dengan tergugat telah terjadi perceraian terlebih dahulu pada
tanggal 21 Januari 2008 berdasarkan Putusan Nomor 1366/Pdt.G/2007/PAJS,
dan Akta Cerai Nomor : 142/AC/2008/PAJS, tanggal 18 Februari 2008,
sedangkan gugatan pembagian harta bersama pengajuannya terdaftar di
Kepaniteraan Perkara Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada Register
Nomor : 0356/Pdt. G/2008/PAJS, tanggal 5 Maret 2008, yang secara yuridis
58
dan
tergugat
mendapat
seperdua
bagian
dari
harta
59
60
61
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah menguraikan mengenai pembagian harta bersama pasca perceraian
serta implementasinya dalam beberapa putusan di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan . Penulis memperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Proses pemeriksaan penyelesaian harta bersama di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan, pada dasarnya sama dengan proses pemeriksaan perkara perdata
tertentu khususnya untuk yang beragama Islam disetiap Pengadilan Agama,
tahap awal adalah perdamaian sesuai PERMA Nomor 1 Tahun 2008, berlanjut
dengan yaitu :
a. Pembacaan gugatan;
b. Jawaban Tergugat;
c. Replik Penggugat;
d. Duplik Tergugat;
e. Pembuktian;
f. Kesimpulan;
g. Putusan Hakim
2. Putusan Majelis Hakim dalam putusan No. 45/Pdt.G/2005/PAJS, No.
0356/Pdt.G/2008/PAJS, dan No. 0180/Pdt.G/2011/PAJS, sudah sesuai dengan
Undang-undang yang berlaku khususnya Pasal 96 ayat 1 Kompilasi Hukum
62
63
Islam atau Pasal 97Kompilasi Hukum Islam, yaitu membagi sama rata harta
bersama antara bekas suami istri karena bahwa setiap harta yang diperoleh
selama perkawinan, harta tersebut menjadi obyek harta bersama suami istri
tanpa mempersoalkan apakah istri atau suami yang membeli atau yang
mengusahakannya, apakah harta terdaftar atas nama istri atau suami serta
letak harta itu.Maka dalam hal setiap gugatan permohonan pembagian harta
bersama putusan akhirnya hampir selalu membagi rata harta bersama antara
bekas suami istri tanpa mempertimbangankan pihak suami atau istri yang
paling berkontribusi dalam hal pencaharian harta kekayaan selama
perkawinan itu berlangsung sepanjang mereka tidak membuat perjanjian
pranikah atau prenuptial agreement, yakni perjanjian yang dibuat calon suami
atau sebelum perkawinan dilangsungkan atau adanya kesepakatan bersama
atau perdamaian antara bekas suami dan bekas istri setelah perceraian yang
mengatur tentang akibat perceraian. Perjanjian mana dilakukan secara tertulis
dan disahkan oleh Pejabat yang berwenang. Hal ini sesuai dengan Perundangundangan di Negara kita.
3. Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan dalam memutuskan
perkara pembagian harta bersama yang peneliti analisis, yaitu:
a. Sering kali istri tidak tahu bahwa pembuktian merupakan hal penting
dalam berperkara untuk dapat memperoleh hak atas harta bersama.
Pembuktianmengenai penggugatlah yang berusaha dan bekerja keras
untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sulit untuk dibuktikan karena
64
65
B. Saran-saran
1. Bagi pasangan suami-isteri:
a. Mengetahui dan memahami makna perkawinan serta akibat hukum yang
terjadi apabila perkawinan itu berlangsung tidak sebagaimana mestinya
sehingga terjadi perceraian;
b. Jika bermaksud mengadakan penyimpangan dari ketentuan pasal 97
Kompilasi Hukum Islam, yakni Janda atau Duda cerai hidup masingmasing berhak seperdua dari harta bersama. Maka diharapkan suami istri
harus membuat perjanjian kawin (Prenuptial Agreement) yang mana
perjanjian ini dilaksanakan sebelum perkawinan berlangsung, dibuat
dihadapan Notaris dalam bentuk akta autentik atau cukup dibuat di Kantor
Urusan Agama yang disahkan oleh Pegawai Pencatat Nikah, yang diatur
dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 47 ayat 1, isinya mengenai masalah
pembagian harta kekayaan diantara suami istri yang meliputi apa yang
menjadi milik suami atau isteri dan apa saja yang menjadi tanggung jawab
suami dan isteri, ataupun berkaitan dengan harta bawaan masing-masing
pihak agar bisa membedakan yang mana harta calon istri dan yang mana
harta calon suami, jika terjadi perceraian atau kematian disalah satu
pasangan.
2. Bagi Majelis Hakim, diharapkan putusan yang diberikan berdasarkan
pertimbangan yang bijaksana tetapi tidak bertentangan dengan Undangundang yang berlaku sehingga para pihak merasa puas akan putusan yang
dijatuhkan. Putusan Majelis Hakim dalam pembagian harta bersama tidak
66
selalu harus membagi sama rata antara pihak suami dan istri kecuali ada
perjanjian kesepakatan antara keduanya, karena keputusan hakim menjadi
tidak adil apabila harta atau hasil usaha istri yang lebih banyak dari suami
sebagai kepala rumah tangga dan terbukti suami melakukan kekerasan dalam
rumah tangga.Hakim seharusnya melihat kasusnya, hakim berkewajiban untuk
memutuskan perkara walaupun tidak ada dalam perundangan. Hakim harus
kreatif, dan hakim harus menegakkan keadilan sehingga terjadi perkembangan
peradilan.
3. Bagi Pejabat yang berwenang dalam hal pelaksanaan perkawinan agar
sebelum perkawinan itu berlangsung calon pasangan suami-isteri diberikan
penyuluhan hukum mengenai harta bersama dan pembagian harta bersama itu
pasca perceraian yang ditunjukkan kepada calon suami istri apabila terjadi
perceraian sehingga dapat memudahkan proses pembagian harta bersama ini
tanpa adanya persengketaan terlebih dahulu dan akibat hukum lainya pasca
perceraian terjadi;
4. Bagi Para Ulama diharapkan dapat menyesuaikan akibat hukum pasca
perceraian sesuai dengan Undang-undang dengan syariat Islam sehingga para
jamaah mengetahui akibat hukum dari perceraian secara Undang-undang yang
berlaku dan secara syariat Islam.
5. Bagi Para Akademisi diharapkan dapat lebih banyak mengkaji lebih dalam
tentang Hukum Harta Bersama Pasca Perceraian sehingga menghasilkan
literature-literatur yang khusus mengatur mengenai Hukum Harta Bersama
Pasca Perceraian.
DAFTAR PUSTAKA
67
68
Pewawancara : Marlianita
Narasumber
Hari/tanggal
A. Daftar pertanyaan
1. Bagaimana prosedur pengajuan gugatan pembagian harta bersama di
Pengadilan Agama Jakarta Selatan?
2. Apakah sebaiknya gugatan pembagian harta bersama dilakukan setelah
perceraian atau pengajuannya diajukan bersamaan dengan pengajuan gugatan
cerai dan bagaimana proses pemeriksaannya di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan?
3. Apa alasan yang sering timbul dalam beberapa permohonan yang mengajukan
permohonan gugatan pembagian harta bersama di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan?
4. Dari 3 Putusan Gugatan Cerai dan Pembagian Harta Bersama yang saya teliti
ternyata Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan menerapkan Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 secara utuh. Meski kasus yang saya ambil
sebagai sample berbeda, yaitu :
Narasumber
misalnya
mengajukan
cerai
talak
si
istri
rekonpensi
berupa
harta
bersama,
kalau
Narasumber
Narasumber
4. Pewawancara
Hakim
Pengadilan
Jakarta
Selatan
tetap
:
a. Sering kali istri tidak tahu bahwa pembuktian
merupakan hal penting dalam berperkara untuk dapat
memperoleh hak atas harta bersama. Pembuktian
mengenai penggugatlah yang berusaha dan bekerja
keras untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sulit
untuk dibuktikan karena pada perkara Nomor:
45/Pdt.G/2005/PAJS,
tergugat
merasa
menjadi
jadual
kontraknya
dengan
bahwa
selama
perkawinan
antara
: Apa
dasar
hukum
Hakim
dalam
memutuskan
: Mayoritas
Kompilasi
Para
Hakim
Hukum
tetap
Islam
berpedoman
dan
pada
Undang-Undang
masing-masing
mendapat
dari
harta
bersama.
Narasumber
7. Pewawancara
Narasumber
Berikut ada beberapa foto penulis bersama Hakim Pengadilan Agama Jakarta
Selatan