Anda di halaman 1dari 4

https://www.facebook.

com/Bungmanto/posts/10157602456970523
Pluralisme Kafir
Karena sedang hangat dan ramai dibicarakan, saya ingin mengulas sedikit tentang sejarah dan
implementasi kata kafir agar tidak disalahpahami dan digunakan untuk hal-hal yang bukanbukan. Kata k-f-r dan padanannya (kafir, kufr, kuffar, takfir, kafirah, kafirun, dst) ini memiliki
makna yang sangat plural, majemuk, dan kompleks.
Dari aspek sejarah dan perkembangan bahasa, kata k-f-r juga sangat fluktuatif dan tidak stabil
penggunaannya. Perlu pemahaman dan pengetahuan yang dalam, luas, dan utuh untuk
memahami akar kata dan sejarah penggunaan kata k-f-r ini yang dimaksudkan agar kita tidak
mudah bilang kopar-kapir terhadap seseorang dan kelompok tertentu.
Meski jelas kata kafir adalah Bahasa Arab, tetapi kata ini jelas berakar dari Bahasa Hebrew
(kipper atau kofer) atau Persia (gaur atau gabr) atau Aram (gabra) yang jauh lebih tua
ketimbang Bahasa Arab. Menarik untuk disimak, dalam bahasa kuno India, Sanskrit, juga disebut
kata kapish atau kapis yang maknanya kurang lebih sama dengan kafir. Dalam Bahasa
Hebrew, kata kipper atau kofer memiliki sejumlah makna seperti menolak, menutupi,
melenyapkan, merepresentasikan, mengtransfer, atau bahkan menebus atau tebusan, dlsb. Hal
yang sama juga dalam Islam seperti nanti saya jelaskan.
Kata k-f-r juga memiliki padanan di berbagai bahasa seperti Turki (gavur), Albania (kaur),
dan Kafiristan yang kini berubah menjadi Provinsi Nuristan di Afganistan. Masyarakat Muslim
di Nuristan, menyebutnya kapir (seperti dalam Bahasa Indonesia gaul). Kata kapir di
Nuristan ditujukan kepada masyarakat pribumi Kalash yang tinggal di kawasan pegunungan
Hindu Kush yang memiliki agama, kepercayaan, dan kebudayaan berbeda dengan mayarakat
Islam di daerah itu.
Rezim Turki Usmani (Ottoman) dulu menggunakan kata giaour atau gawur yang juga
bermakna kafir. Kata ini khususnya ditujukan untuk masyarakat Kristen Ortodoks di Balkans,
tapi bukan untuk kelompok non-Muslim lain (termasuk non-Kristen Ortodoks). Kata giaour ini
diambil dari nama sosok manusia monster dalam novel Vathek: an Arabian Tale, karya William
Beckford (terbit pada 1782), mungkin seperti Tuan Takur dalam film India.
Menariknya, Saudi dulu menyebut rezim Turki Usmani yang Muslim sebagai kafir penjajah
Arabia, sementara Inggris yang jelas-jelas kafir malah tidak dikafirkan. Sama seperti Imam
Khomaini atau Ahmadinajad yang mengafirkan Israel dan Amerika tapi tidak pada Uni Soviet /
Russia maupun China. Kemudian, di Persi (pre-modern Iran), kata gaur atau gabr merujuk
pada penganut Zoroastrianisme (atau Majusi dalam Islam). Di Afrika dulu lain lagi, kata kafir
ditujukan untuk untuk masyarakat suku asli (native) seperti pernah ditulis oleh Dudley Kid, The
Essential Kafir.
Sementara itu di era Kerajaan Sasani, kata gabr ditujukan untuk masyarakat petani di
Mesopotamia. Menarik juga untuk disimak, salah satu arti kata kafir dalam Bahasa Arab
adalah juga petani. Hal ini masih tercermin dalam Al-Quran, misalnya Surat Al-Hadid ayat
20: Seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani. Disini Al-Quran
menyebut kuffar (jamak dari kafir) untuk para petani. Bukan petani kafir tapi kata
kafir disini memang berarti petani. Jadi memang kata k-f-r ini sangat plural dan memiliki
makna dan konteks sosial yang sangat kompleks dan beragam. Jadi, mulai sekarang, jangan
suka sembarangan mengafirkan orang lain ya, entar dimarahi abi-umi lo?

Bagaimana penjelasan selanjutnya tentang pluralisme kafir dalam Islam, jangan kemana-mana,
panteng terus di Facebook ini (bersambung).
Jabal Dhahran, Arabia

https://www.facebook.com/Bungmanto/posts/10157619747755523
Kafirku, Kafirmu, Kafir Kita
Dalam postinganku sebelumnya (silakan baca dulu Pluralisme Kafir supaya nyambung dengan
postingan ini), saya sudah menjelaskan tentang arti dan makna kata k-f-r itu sangat beragam
dan kompleks. Kata k-f-r ini bukan hanya terdapat dalam Bahasa Arab saja tetapi juga di
berbagai bahasa: Hebrew, Aram, Persi, Turki, Albanian, Nuristan, dan bahkan Sanskrit.
Implementasi kata ini juga beraneka ragam, tidak pernah merujuk pada satu subyek saja. Semua
tergantung pada konteks sosial-politik-budaya masing-masing masyarakat.
Dalam bahasa Arab juga sama. Kata kerja k-f-r (kufr) yang diderivasi dari Bahasa Hebrew,
Aram, dan Persi, mempunyai arti dasar yang beragam, antara lain menutupi, menyembunyikan,
menolak, mengelabui, memindahkan, melenyapkan, dlsb. Karena itu kata kerja k-f-r dalam
Bahasa Arab (baik sebelum maupun sesudah era keislaman pada abad ke-7 M) juga digunaan
untuk berbagai akivitas yang mengandung makna menutupi, menyembunyikan, menolak,
mengelabui, memindahkan, melenyapkan, dlsb itu.
Karena kata kerja (fiil) k-f-r itu beragam, maka arti kata kafir atau pelaku (fail) tindakan
kufr itu juga bermacam-macam. Saya sudah katakan dalam postingan sebelumnya, misalnya,
kata kafir (jamak: kuffar) dalam Bahasa Arab juga merujuk pada petani (lihat misalnya
dalam Al-Quran, Surat Al-Hadid ayat 20). Kenapa petani disebut kafir? Karena aktivitas
petani adalah menutupi benih di dalam tanah. Semua pelaku aksi atau aktivitas yang bernuansa
menutupi atau menyembunyikan bisa disebut kafir.
Dari kata k-f-r inilah kemudian menjadi kata coverir atau covrir (Anglo-Perancis),
cooperire (Latin), koffer (Belanda), dan cover (Inggris), antara lain. Kata koper dalam
Bahasa Indonesia juga memiliki akar yang sama dengan k-f-r ini karena koper dipakai untuk
menutupi barang. Lalu, bagaimana dengan kata kuper? Ya Anda cari sendirilah, masak saya
terus? He he
Dalam Al-Quran pun, kata yang mengandung unsur k-f-r ini beraneka ragam. Ada sekitar 421
kata k-f-r yang disebut dalam Al-Quran dan penggunaanya bermacam-macam, maknanya
bermacam-macam, konteksnya juga bermacam-macam, latar belakang sejarahnya juga
bermacam-macam.
Kata kafir misalnya, ada yang bermakna petani, ada pula yang merujuk pada kelompok sukusuku Mekah, kaum politeis, kelompok non-teis atau kaum tak bertuhan, kelompok
penentang misi dakwah Nabi Muhammad, kelompok penyekutu Tuhan (musyrikun), kaum yang
tidak percaya kepada Allah SWT sebagai Tuhan, umat yang tidak percaya pada Hari
Pembalasan atau Hari Kiamat, umat yang tidak percaya terhadap kehidupan paska-kematian dan
dan hal-ikhwal yang berkaitan dengan alam ahirat termasuk surga & neraka, orang-orang korup,
tiran, penganiaya dan anti-kemanusiaan (dzalim), dlsb.

Ayat-ayat Al-Quran yang menyebut Yahudi maupun Kristen sebagai kafir merujuk pada
kelompok suku-suku Arab Yahudi dan Kristen tertentu di Jazirah Arab (misalnya di Yasrib atau
Najran) yang mengingkari terhadap misi kenabian atau melanggar terhadap kontrak sosial
antara mereka dan Nabi Muhammad atau yang mempraktekkan konsep-konsep teologi secara
ekstrim. Bukan ditujukan untuk kaum Yahudi atau Kristen secara umum.
Singkatnya, kata kafir itu tidak melulu berkonotasi teologi-keagamaan tetapi juga sosialpolitik-ekonomi-kebudayaan. Semua kata dalam bahasa apapun (termasuk kata kafir dalam
Bahasa Arab) awalnya adalah netral atau bebas nilai tetapi kemudian dipakai dengan makna
tertentu oleh kelompok-kelompok tertentu yang memiliki kepentingan tertentu. Misalnya,
sejumlah kelompok Salafi-Wahabi ekstrim menyebut Syiah, Ahmadiyah, dan sekte-sekte
tertentu sebagai kafir meskipun mereka mengimani eksistensi Allah SWT. Padahal, orangorang yang hobi teriak kafir pada orang lain itu bisa jadi seorang kafir itu sendiri. Ini yang
namanya kafir teriak kafir he he. Bersambung aja ah capek nulisnya.
Jabal Dhahran, Arabia
https://www.facebook.com/Bungmanto/posts/10157624646760523?hc_location=ufi

Kafir Teriak Kafir


Ini sambungan kuliah virtual-ku tentang "Bab Perkafiran". Kalau tidak salah ingat, sudah tiga
kali saya memosting masalah perkafiran ini. Dalam perspektif antropologi, kata "kafir" memang
sangat majemuk dan kompleks alias njlimet. Ia tidak merujuk pada satu arti saja seperti yang
banyak disalahpahami oleh kaum Muslim.
Kata "kafir" yang ditafsiri sebagai "non-Muslim" yang dianggap tidak mengimani kebenaran
teologi Islam, hanyalah satu dari sekian banyak tafsir atau interpretasi tentang si "kafir" ini. Saya
sudah sebutkan sebelumnya, dalam Al-Qur'an sendiri ada sekitar 421 kata yang menggunakan
kata "k-f-r" yang memiliki makna dan konteks beragam, jauh dari kesan tunggal dan monolitik.
Al-Qur'an juga banyak menyebutkan kelompok non-Muslim khususnya dalam rumpun Agama
Semit seperti Yahudi dan Nasrani sebagai kelompok monoteistik yang berkitab suci dan "lurus"
sebagaimana Islam.
Dalam konteks sejarah klasik dan kontemporer, penggunaan kata "kafir" juga sangat variatif
tergantung pada situasi dan kondisi sosial-politik-budaya masyarakat itu serta kepentingan
kelompok-kelompok tertentu. Kafir menurut orang dan kelompok tertentu, belum tentu kafir
menurut orang dan kelompok lain. Tidak kafir menurut orang dan kelompok tertentu, tidak
menjamin tidak kafir juga menurut orang dan kelompok lain.
Dari aspek kajian sejarah kebahasaan, kata "kafir" awalnya sangat "netral" seperti laiknya katakata lain, tidak mengandung konotasi peyoratif yang merendahkan orang atau umat lain. Kata ini
pada mulanya juga tidak ada sangkut pautnya dengan masalah keimanan seseorang. Semua orang
yang melakukan aktivitas "menutupi atau menyembunyikan" sesuatu disebut sebagai "kafir". Ia
bisa saja berdimensi teologi-keagamaan, moralitas-kemanusiaan, politik-pemerintahan, ataupun
tradisi-kebudayaan.
Dalam konteks inilah maka kata "kafir" ini bisa sangat elastis dan fleksibel dan bisa dikenakan
kepada siapa saja (yang melakukan aktivitas "menutupi" dan "menyembunyikan" tadi) tidak

peduli Muslim atau bukan. Petani bisa disebut "kafir" karena telah menutupi benih dengan tanah.
Koruptor juga bisa disebut sebagai "kafir" karena telah menutupi dan menyembunyikan uanguang haram baik dengan menyimpan di bank-bank di luar negeri maupun dengan praktek money
laundry.
Hakim, jaksa, polisi, atau pengacara bisa juga disebut "kafir" kalau mereka menutupi dan
menyembunyikan kebenaran perkara dan keadilan. Kalau Anda mempunyai "istri-istri simpanan"
juga bisa disebut "kafir" he he. Kalau Anda menutupi atau menyembunyikan prestasi gemilang
seseorang hanya untuk mengusung orang lain yang Anda favoritkan, pada hakekatnya Anda juga
"kafir". Demikian seterusnya. Jadi, jelasnya, kata "kafir" ini tidak melulu berdimensi teologikeagamaan (misalnya "orang yang telah menutupi kebenaran keimanan") seperti yang banyak
disalahpahami oleh (sebagian besar) umat Islam. Selamat berhari Minggu, eh salah, "Ahad"
maksudku. Minggu kan "hari kafir" he he (bersambung).
Jabal Dhahran, Arabia

Anda mungkin juga menyukai