gatal selama 20 hari sebelum masuk rumah sakit. Tn. S masuk dari
rujukan RS daerah, dari hasil MRI di Rumah Sakit Gatot Subroto
kesannya kolesistitis, tidak ada sumbatan pada saluran empedu. Dari
hasil MRI menunjukkan bahwa sakit yang diderita Tn.S merupakan
kolesistitis akalkulus. Sesuai gejala yang ditunjukkan yaitu sakit pada
ulu hati dan diagnosa yang ditegakkan dokter setelah berobat ada
gangguan pada lambung, termasuk kolesistitis kronik. Kolesistitis kronik
merupakan inflamasi pada kandung empedu yang timbul secara
perlahan-lahan dan sangat erat hubugannya dengan litiasis dan gejala
yang ditimbulkan sangat minimal dan tidak menonjol sedangkan
kolesistitis akut terjadi inflamasi akut pada kandung empedu dengan
gejala yang lebih nyata seperti nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan
demam (Pridady, 2006).
Ikterik pada pasien dapat diakibatkan dari Hemoglobin yang berasal
dari penghancuran sel darah merah dirubah menjadi bilirubin (pigmen
utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu. Batu kandung
empedu bisa menyumbat aliran empedu dari kandung empedu, dan
menyebabkan nyeri ( kolik bilier ) atau peradangan kandung empedu
( kolesistitis ). Batu juga bisa berpindah dari kandung empedu ke dalam
saluran empedu, sehingga terjadi jaundice (sakit kuning) karena
menyumbat aliran empedu yang normal ke usus. Namun pada pasien
tidak ditemukan batu empedu dan pada hasil kultur darah tidak
menunjukkan hasil yang mengarah pada gangguan bilirubbin. Bilirubbin
yang terlalu tinggi tidak menonjol dalam kriteria diagnosis kolesisititis
berdasarkan Tokyo Guidelines. Penyebab dari tingginya bilirubin masih
dicari lagi melalui biopsi hati.
Berdasarkan Tokyo Guidelines (2007), kriteria diagnosis untuk
kolesistitis adalah (Strasberg, 2008):
KESIMPULAN
1. Kolesistitis adalah radang dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri
perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Pada kolesistitis kronik keluhan
tidak terlalu nampak lebih banyak di diagnosa awal sebagai sakit pada bagian
lambung.
2. Berdasarkan penyebabnya, kolesistitis terbagi menjadi kolesititis kalkulus dan
akalkulus. Berdasarkan onsetnya, terbagi menjadi kolesistitis akut dan kronik.
3. Terapi kolesistitis meliputi istirahat saluran cerna, diet rendah lemak, pemberian
analgesik, pemberian antibiotik profilaksis.