Anda di halaman 1dari 3

Jakarta - Porsi besar masa depan anak ditentukan kebiasaan mereka, salah satunya adalah

kebiasaan sarapan bergizinya. Ironisnya, hampir 60% anak di Indonesia belum memiliki
kebiasaan sarapan.
Guru Besar Departmen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
(IPB) sekaligus Ketua Umum Pergizi Pangan Indonesia Prof Hardinsyah mengatakan,
sarapan --makan dan minum yang dilakukan sebelum jam 9 pagi-- dapat memenuhi 15-30%
kebutuhan gizi harian.
Sayangnya, banyak anak Indonesia yang tidak terbiasa sarapan. Bagi orangtua, khususnya
ibu, masalah utama untuk membiasakan sarapan pada anak adalah: 59% sulit membangunkan
anak dari tidurnya untuk sarapan; 19% sulit mengajak anak untuk sarapan; 10% sulit
meminta anak menghabiskan sarapan; dan khawatir anak terlambat sekolah sebanyak 6%.
Selain enggan, tidak semua orang menyadari dan mengetahui pentingnya manfaat sarapan.
Sarapan memiliki sejumlah manfaat bagi anak sekolah. [Pentingnya sarapan yang]
mencukupi kebutuhan gizi seimbang, agar mereka dapat tumbuh baik secara fisik dan mental.
Sehingga, penting bagi anak untuk mengawali kebiasaan sarapan rutin setiap hari, kata
Hardinsyah, di sela-sela media conference Blue Band dengan tema Masa Depan Besar
Berawal dari Sarapan, di Jakarta, Selasa (26/3).
Menurutnya, usia sekolah anak --terutama 7-13 tahun-- merupakan masa pertumbuhan paling
pesat kedua setelah masa balita, karena kesehatan yang optimal menghasilkan pertumbuhan
yang optimal pula. Namun, faktanya status gizi anak usia sekolah saat ini masih
memprihatinkan.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2010), secara nasional prevalensi anak
pendek (kerdil) dengan usia 6-18 tahun masih tinggi, yakni di atas 3%. Prevalensi anak
pendek juga mencerminkan adanya riwayat kurang gizi, yang bisa mengancam masa depan
mereka.
Data menunjukkan akibat tidak sarapan, sebanyak 44,54% anak Indonesia tidak terpenuhi
energinya dan mengalami masalah defisiensi gizi mikro, seperti vitamin dan mineral.
Sedangkan 23% anak hanya sarapan dengan karbohidrat dan minum, serta 44,6% sarapan,
namun berkualitas rendah.
Melewatkan sarapan adalah masalah serius bagi Indonesia, karena dapat menghambat
pertumbuhan fisik dan mental, sehingga melahirkan generasi yang memiliki masa depan
kerdil. Masa depan kerdil secara fisik karena pertumbuhan yang terhambat, maupun kerdil
secara prestasi karena kecerdasan yang tidak optimal," jelas Hardinsyah.
Menurut Hardinsyah, sarapan sangat penting untuk membantu konsentrasi belajar, stamina,
dan status gizi anak. Selain itu, anak yang gizinya terpenuhi saat sarapan jarang mengeluhkan
pusing dan sakit, lebih disiplin, lebih cerdas, dan lebih baik nilai rapornya sehingga tercegah

dari risiko obesitas (gendut). Sebaliknya, tidak sarapan akan melahirkan generasi lemah,
sakit, miskin, dan berisiko kehilangan masa depan yang cemerlang.
Dokter spesialis anak dan konsultan tumbuh kembang dr Soedjatmiko mengatakan, setiap
hari anak usia sekolah membutuhkan 1.800 kkal-2050 kkal, dan protein 45-50 gram untuk
memenuhi kebutuhan gizi mereka. Kondisi gizi yang tidak seimbang --baik kekurangan
maupun kelebihan-- akan memengaruhi tumbuh kembang anak dan pengembangan
potensinya.
Aktivitas anak usai sekolah akan meningkat dimulai sejak jam 06.00. Karena itu, kebiasaan
sarapan menyediakan energi dan nutrisi yang diperlukan untuk menjalani aktivitas
bersekolah, belajar, bermain secara optimal.
D-13Nyaris 60% Anak Indonesia Tak Punya Kebiasaan Sarapan
Jakarta - Porsi besar masa depan anak ditentukan kebiasaan mereka, salah satunya adalah
kebiasaan sarapan bergizinya. Ironisnya, hampir 60% anak di Indonesia belum memiliki
kebiasaan sarapan.
Guru Besar Departmen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
(IPB) sekaligus Ketua Umum Pergizi Pangan Indonesia Prof Hardinsyah mengatakan,
sarapan --makan dan minum yang dilakukan sebelum jam 9 pagi-- dapat memenuhi 15-30%
kebutuhan gizi harian.
Sayangnya, banyak anak Indonesia yang tidak terbiasa sarapan. Bagi orangtua, khususnya
ibu, masalah utama untuk membiasakan sarapan pada anak adalah: 59% sulit membangunkan
anak dari tidurnya untuk sarapan; 19% sulit mengajak anak untuk sarapan; 10% sulit
meminta anak menghabiskan sarapan; dan khawatir anak terlambat sekolah sebanyak 6%.
Selain enggan, tidak semua orang menyadari dan mengetahui pentingnya manfaat sarapan.
Sarapan memiliki sejumlah manfaat bagi anak sekolah, karena mencukupi kebutuhan akan
gizi seimbang, agar mereka dapat tumbuh baik secara fisik dan mental. Sehingga, penting
bagi anak untuk mengawali kebiasaan sarapan rutin setiap hari, kata Hardinsyah, di sela-sela
media conference Blue Band dengan tema Masa Depan Besar Berawal dari Sarapan, di
Jakarta, Selasa (26/3).
Menurutnya, usia sekolah anak --terutama 7-13 tahun-- merupakan masa pertumbuhan paling
pesat kedua setelah masa balita, karena kesehatan yang optimal menghasilkan pertumbuhan
yang optimal pula. Namun, faktanya status gizi anak usia sekolah saat ini masih
memprihatinkan.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2010), secara nasional prevalensi anak
pendek (kerdil) dengan usia 6-18 tahun masih tinggi, yakni di atas 3%. Prevalensi anak
pendek juga mencerminkan adanya riwayat kurang gizi, yang bisa mengancam masa depan
mereka.

Data menunjukkan akibat tidak sarapan, sebanyak 44,54% anak Indonesia tidak terpenuhi
energinya dan mengalami masalah defisiensi gizi mikro, seperti vitamin dan mineral.
Sedangkan 23% anak hanya sarapan dengan karbohidrat dan minum, serta 44,6% sarapan,
namun berkualitas rendah.
Melewatkan sarapan adalah masalah serius bagi Indonesia, karena dapat menghambat
pertumbuhan fisik dan mental, sehingga melahirkan generasi yang memiliki masa depan
kerdil. Masa depan kerdil secara fisik karena pertumbuhan yang terhambat, maupun kerdil
secara prestasi karena kecerdasan yang tidak optimal," jelas Hardinsyah.
Menurut Hardinsyah, sarapan sangat penting untuk membantu konsentrasi belajar, stamina,
dan status gizi anak. Selain itu, anak yang gizinya terpenuhi saat sarapan jarang mengeluhkan
pusing dan sakit, lebih disiplin, lebih cerdas, dan lebih baik nilai rapornya sehingga tercegah
dari risiko obesitas (gendut). Sebaliknya, tidak sarapan akan melahirkan generasi lemah,
sakit, miskin, dan berisiko kehilangan masa depan yang cemerlang.
Dokter spesialis anak dan konsultan tumbuh kembang dr Soedjatmiko mengatakan, setiap
hari anak usia sekolah membutuhkan 1.800 kkal-2050 kkal, dan protein 45-50 gram untuk
memenuhi kebutuhan gizi mereka. Kondisi gizi yang tidak seimbang --baik kekurangan
maupun kelebihan-- akan memengaruhi tumbuh kembang anak dan pengembangan
potensinya.
Aktivitas anak usai sekolah akan meningkat dimulai sejak jam 06.00. Karena itu, kebiasaan
sarapan menyediakan energi dan nutrisi yang diperlukan untuk menjalani aktivitas
bersekolah, belajar, bermain secara optimal.
Sarapan kerap menjadi tugas berat di pagi hari. Dinegara maju seperti Amerika
Serikat, menurutAmerican Dietetic Association, lebih dari 40% anak perempuan
dan 32% anak laki-laki melewatkan sarapansetiap harinya (Gunawan,2008).
Menurut Badan PusatStatistik (BPS) tahun 2006 di Kabupaten Majalengka,hanya
15,2% anak sekolah dasar yang mempunyaikebiasaan sarapan pagi. Penelitian
Sibuea tahun 2002menemukan 57,5% anak sekolah dasar di Medan tidak pernah
sarapan pagi. Sedangkan penelitian Kurniasaritahun 2005 di Yogyakarta,
menemukan sebesar 25%anak sekolah dasar jarang melakukan sarapan
pagi(Wiyono, 2008). Berdasarkan studi pendahuluan yangdilakukan peneliti di
SDN Sukosari II dari 10 anak yangditanya apakah mereka biasa sarapan pagi,
ternyatadidapatkan 5 orang tidak pernah sarapan pagi, 2 orang

Anda mungkin juga menyukai