Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyebab
kematian terbanyak di negara dengan pendapatan tinggi sampai rendah.1 Menurut
World Health Organization (WHO), PPOK menempati urutan ke-4 dan ke-5
bersama HIV/AIDS sebagai penyebab kematian utama di negara maju dan
berkembang.2 Di tahun 2004, terhitung 64 juta orang menderita PPOK di seluruh
dunia dan di tahun 2005, 3 juta orang meninggal karena PPOK.3 Di Amerika
Serikat, PPOK menyebabkan masalah kesehatan berat dan beban ekonomi bahkan
diperkiran pada tahun 2020 akan menjadi penyebab kematian ke-3 terbanyak pada
pria maupun wanita. Diperkirakan juga di Amerika Serikat terdapat 16 juta
penduduk terdiagnosa PPOK dan ada 14 juta penduduk atau lebih yang belum
terdiagnosa.
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari
kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia. Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat
Jenderal PPM & PL di 5 rumah sakit propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Selatan) pada tahun 2004,
menunjukkan PPOK menempati urutan pertama penyumbang angka kesakaitan
(35%), diikuti asma bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%).5Untuk
Indonesia, penelitian COPD Working Group tahun 2002 di 12 negara Asia Pasifik
menunjukkan estimasi prevalens PPOK Indonesia sebesar 5,6%.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang
ditandai dengan adanya hambatan aliran udara yang bersifat progresif dan tidak
sepenuhnya reversible, yang disebabkan proses inflamasi pada paru.Prevalens
PPOK diperkirakan akan meningkat sehubungan dengan peningkatan usia harapan
hidup penduduk dunia, pergeseran pola penyakit infeksi yang menurun sedangkan
penyakit degeneratif meningkat serta meningkatnya kebiasaan merokok dan

polusi udara.8 Merokok merupakan salah satu faktor risiko terbesar PPOK.
Perokok dilaporkan memiliki risiko 45% lebih tinggi terkena PPOK dibandingkan
dengan yang tidak merokok. Walaupun begitu merokok bukan penyebab utama
dari PPOK, banyak factor risiko lain yang mempengaruhi PPOK.
Standard baku emas (gold standard) pada PPOK adalah dengan
melakukan tes fungsi paru dengan pemeriksaan spirometri. Spirometri tidak hanya
berfungsi sebagai alat diagnostik tetapi juga prognostik untuk melihat perbaikan
fungsi paru setelah pemberian terapi. Normalnya, pada pasien PPOK terjadi
hambatan aliran udara sehingga rasio FEV1/FVC akan mengalami penurunan.
Hambatan aliran udara terjadi akibat dari peningkatan sekresi mucus. Semakin
rendah rasio FEV1/FVC menandakan semakin tinggi derajat berat PPOK.
Walaupun beratnya obstruksi dapat ditentukan dengan pemeriksaan
spirometri, sayangnya dampak PPOK terhadap status kesehatan pasien tidak dapat
dilihat. Untuk mengetahui status kesehatan pasien diperlukanlah pemeriksaan
COPD Assessment Test (CAT).12 Skor CAT yang tinggi menunjukkan pasien
mengalami keterbatasan atau hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari
akibat penyakitnya. CAT dapat digunakan bersama-sama dengen spirometri untuk
mengontrol status kesehatan pasien sehari-hari setelah pemberian terapi.13
Menurut penelitian sebelumnya, kenaikan skor CAT memberikan gambaran yang
signifikan terhadap penurunan rasio FEV1/FVC.
Dari systemic review dan penelitian metaanalisis yang dilakukan pada 28
negara antara tahun 1994-2004, dan studi tambahan dari Jepang, memberikan
bukti bahwa prevalensi PPOK cukup tinggi pada: perokok dan mantan perokok
dibandingkan dengan bukan perokok; usia diatas 40 tahun; pria dibandingkan
dengan wanita.
PPOK merupakan penyebab kematian nomor empat di Amerika Serikat
dan sekitar 500.000 orang pertahun memerlukan perawatan rumah sakit karena
eksaserbasi PPOK. Pasien dengan PPOK biasanya menunjukkan dekompensasi
akut dari penyakit mereka satu sampai tiga kali dalam satu tahun. Dari eksaserbasi
yang dilaporkan, 3-16% memerlukan perawatan di rumah sakit. Kematian pada

rawat inap berkisar 3-10% pada pasien PPOK berat. Kematian 180 hari, satu
tahun dan 2 tahun setelah perawatan rumah sakit adalah 13.4%, 22%, dan 35.6%.
Tingkat kematian rumah sakit setelah perawatan ICU adalah 15-24% dan menjadi
30% pada pasien lebih dari 65 tahun.
Di Hong Kong, PPOK merupakan penyebab kematian ke 5, dan penyebab
4% dari seluruh perawatan akut di rumah sakit pada tahun 2003. Prevalensi PPOK
lansia di Cina (umur > 70 tahun) yang tinggal di Hong Kong diperkirakan
mencapai 7%.

BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
- Nama
: I Made Kencan
- Tanggal lahir
: 04-10-1942
- Usia
: 74 tahun
- Jenis Kelamin
: Laki laki
- Status Perkawinan
:Ssudah Menikah
- Agama
: Hindu
- Tanggal MRS
: 05-10-2016
- Alamat
: Pulesari Kangin
- No RM
:2297.39
2.2 Anamnesis
a. Keluhan utama : Sesak.
Pasien mengeluh sesak sejak 1 minggu yang lalu. Sesak
memberat sejak kemarin. Sesak saat beraktivitas (+),
b. Keluhan penyakit sekarang : Pasien biasa tidur dengan satu bantal (+),
nyeri dada (-), berdebar debar (-), batuk (+) dengan dahak berwarna
putih, riwayat demam (-), pilek (+). Riwayat bengkak pada tungkai
c.

disangkal, pusing (+), mual (+), muntah (-)


Riwayat penyakit terdahulu : batuk sejak 6 bulan yang lalu dan pasien

pernah dirawat dengan keluhan yang sama (PPOK)


d. Riwayat peyakit keluarga : tidak ada keluarga yang mengalami gejala
serupa dengan pasien
e. Riwayat sosial : riwayat merokok (+) sudah berhenti sejak 5 tahun yang
lalu, tidak mengkonsumsi alkohol dan tidak mengkonsumsi obat-obat
terlarang, diabetes melitus (-), hipertensi (-), penyakit jantung (-),
pekerjaan (petani).
2.3 Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum : compos mentis E4V5M6
- Tanda vital : TD : 130/80 mmHg, Nadi 88x/menit (isi cukup, kuat angkat),
-

RR 30x/menit, Suhu aksila 36,5 0C


Kepala : normocepali
Mata : anemis (-/-), ikterus (-/-), refleks pupil (+/+), edema palpebra (-/-)
THT : Tonsil (dalam batas normal), Pharing (dalam batas normal), lidah
(normal), bibir (normal)

Leher: tidak ada massa atau tandatanda peradangan, JVP (R-2cmH 2O),
pembesaran KGB (-)
Jantung :
- Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus cordis tidak teraba
- Perkusi:

Batas atas
Batas kanan
Batas kiri
Auskultasi

murmur (-)
Pulmo :
- Inspeksi

: ICS II PSL sinistra


: ICS 5 PSL dextra
: 2cm sebelah lateral linea mid clavicula sinistra
: S1 tunggal dan S2 tunggal, suara jantung menjauh,

: barrel chest, simetris kanan dan kiri, tidak ada

gerakan nafas yang tertinggal, tidak nampak adanya massa, tidak


ada tampak adanya tanda tanda peradangan, ekspirasi

memanjang.
Palpasi

dan kiri melemah.


Perkusi
: sonor di seluruh lapang thoraks
Auskultasi
: suara nafas vesikuler di seluruh lapang paru, ronki

: tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus dada kanan

halus (+/+) di basal paru, whezzing (+/+)


Abdomen :
- Inspeksi
: datar, tidak tampak adanya massa, tidak tampak

adanya tanda tanda peradangan


- Auskultasi
: BU (+)
- Palpasi
: distensi (-), nyeri tekan (-), asites (-)
- Perkusi
: Timpani (+),
- Hepar
: tidak teraba
- Lien
: tidak teraba
- Ginjal
: tidak teraba
Ektermitas
: + +
ektermitas atas dan bawah hangat

tidak

ditemukan

CTR <2
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi

edema
tidak terdapat sianosis. Tidak terdapat jari tabuh,

Corakan bronkovaskularkesan ramai, kasar dengan gambaran

tramline dan fibrosis


Tidak tampak proses spesifik aktif pada kedua paru
Cor kesan membesar dengan apex tertananm, pinggang jantung

datar, aorta tidak dilatasi


CTR (Cardiac Thorax Ratio) : 60,7%
Kedua sinus kesan lancip dan diafragma kesan baik
Tulang tulang rongga dada tampak intak
Gambaran bronchitis dan cardiomegali

EKG (elektrokardiograf)

Pemeriksaan Lab Darah (5/10/2016)


WBC

11,1 (H)

3,5 10.0

LYM

3,3

0,5 50,0

MID

0,7

0,1 1,5

GRAN

7,1

1,2 8,0

RBC

4,81

3,50 5,50

HGB

13,4

11,5 16,5

HCT

41,0

35,0 55,0

MCV

27,8

75,0 100

MCHC

32,0

31,0 38,0

RDWa

67,0

30,0 150

PLT

203

150 400

MPV

7,5 (L)

8,0 11,0

WBC

16,6 (H)

3,5 10.0

LYM

2,6

0,5 50,0

MID

0,7

0,1 1,5

GRAN

13,3

1,2 8,0

RBC

4,53

3,50 5,50

Pemeriksaan lab darah 07/10/2016

HGB

13,0

11,5 16,5

HCT

37,6

35,0 55,0

MCV

83,0

75,0 100

MCH

28,8

25,0 35,0

MCHC

83,0

31,0 38,0

RDWa

66,3

30,0 150

PLT

217

150 400

MPV

7,8 (L)

8,0 11,0

Pemeriksaan Kimia Darah 5/10/2016


Tes
Nilai
Satuan
Nilau rujukan
GDS
155
Mg/Dl
75-115
ALT
88
mg/dL
0-40
AST
97
U/L
0-40
Albumin
2,72
g/dL
3,2-5,1
Creatinin
1,07
mg/dL
0,6 - 1,1
Urea UV
26
mg/dL
10 50
2.5 Assesment
- PPOK Eksaserbasi Akut
- Hipoalbuminemia
2.6 Planning
a. Planing Terapi
- IVFD RL 12 tpm
- O 2 2lpm via nasal kanul
- Nebulizer combivent + pulmicat @8jam
- Ceto Sulbactam 2x1 (IV)
- Metil prednisolon 2x62,5 (IV)
- Vectrin syr 3x10cc po
- Omeprazole 2x1 (IV)
- Vip albumin 3x1 tab
- Hepabalance 2x1 tab
b. Planing pemeriksaan
- DL ulang
- BTA

Keterangan
High
High
High
Low
Normal
Normal

2.7 Follow up
N

Tanggal

/ jam

6/10/2016
06.30

Subjek

Objektif

Assesment

Sesak
berkurang,

TD: 130/70 mmHg


Nadi: 84x/menit
Temp: 36,50C

PPOK
eksaserbasi
akut

Planing
- IVFD RL 12 tpm
- O 2 lpm via nasal
kanul

batuk (+)

RR: 20x/menit
Ronki (+)
Weezing (+)
Lab: WBC (11,1)
Albumin (2,72)

TD: 140/100mmHg
N:80x/m
Temp: 370C
RR: 20x/menit
Cor: S1S2 tunggal,
regular, murmur(-)
Pulmo: ronki
berkurang, weezing
berkurang
Akral hangat(+).
Edem (-)
Lab: WBC(16,6)

2.

7/10/2016

Sesak (+)
Batuk (+)
demam (+)

8/10/2016

Sesak membaik
Batuk (+)
berkurang
Demam (-)

TD:110/70mmHg
Nadi: 80x/menit
Temp:360C
RR:20x/menit
Ronki (-)
Weezing (-)

Hipoalbumin - Nebulizer
combivent +
pulmicat @8jam
- Ceto Sulbactam 2x1
(IV)
- Metil prednisolon
2x62,5 (IV)
- Vectrin syr 3x10cc
po
- Omeprazole 2x1
(IV)
- Vip albumin 3x1
tab
- Hepabalance 2x1
tab
- Amlodipin 1x5mg
- DL ulang
- Ppok
- O2 2lpm via nasal
Eksaserbasi
canul
Nebulizer
Akut
-Hipoalbumin
combivent +
pulmicot @8jam
- IVFD RL 12tpm
- Sanmol flash 3x1
jika temp 350C
- Ceto sulbactam 2x1
- Levofloxacin
1x750mg
- Metilprednisolon
2x62,5
- Vectrin syr 3x10cc
- Omeprazole 2x1
- Vip albumin 3x1
- Hepabalance 2x1
- PPOK
- Salbutamol 3x2mg
- Vectrin 3x10cc
eksaserbasi
- Cefixime 2x100mg
akut
- Metilprednisolon
2x4mg

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 PPOK
3.1.1

Definisi
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan

aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau


reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau
gabungan keduanya.
PPOK eksaserbasi akut didefinisikan sebagai suatu kejadian akut
yang ditandai dengan memburuknya gejala respiratori pasien yang

melebihi variasi normal hari ke hari dan menyebabkan perlunya perubahan


pengobatan. PPOK eksaserbasi merupakan kejadian penting pada
perjalanan penyakit karena:
Memberi pengaruh negatif pada kualitas hidup pasien
Memberi efek pada fungsi paru yang membutuhkan waktu beberapa
minggu untuk perbaikan
Mempercepat tingkat penurunan fungsi paru
Berhubungan dengan meningkatnya kematian secara signifikan,
terutama pada mereka yang membutuhkan perawatan di rumah sakit.
Mengakibatkan tingginya biaya sosial ekonomi.
Eksaserbasi dari PPOK dapat dicetuskan oleh berbagai fakor.
Penyebab paling sering adalah infeksi saluran nafas (virus atau bakteri).
Studi bronkoskopik menunjukkan bahwa sedikitnya 50% pasien memiliki
bakteri pada saluran nafas bagian bawah selama eksaserbasi dari PPOK,
tetapi proporsi signifikan dari pasien tersebut juga memiliki bakteri yang
berkolonisasi pada saluran nafas bagian bawah pada fase PPOK stabil.
Terlihat bahwa terjadinya peningkatan kerja bakteri selama terjadinya
eksaserbasi PPOK, dan bertambahnya strain bakteri yang baru. Polusi
udara juga dapat mencetuskan eksaserbasi PPOK. Eksaserbasi dari gejala
respiratori (terutama dispnu) pada pasien PPOK dapat terjadi dengan
mekanisme berbeda yang dapat terjadi secara bersamaan pada pasien yang
sama. Kondisi yang mirip dan/atau memperburuk eksaserbasi, yaitu
pneumonia, emboli paru, penyakit jantung kongestif, aritmia jantung,
pneumotoraks, efusi pleura dan kondisi tersebut harus dianggap sebagai
diagnosa banding dan diterapi apabila ditemukan.
Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi
pasien mengalami perburukan yang bersifat akut dari kondisi yang
sebelumnya stabil dan dengan variasi gejala harian normal sehingga pasien
memerlukan perubahan pengobatan yang biasa digunakan. Eksaserbasi ini
biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri atau virus), bronkospasme,

polusi udara atau obat golongan sedatif. Sekitar sepertiga penyebab


eksaserbasi ini tidak diketahui. Pasien yang mengalami eksaserbasi akut
dapat ditandai dengan gejala yang khas seperti sesak nafas yang semakin
bertambah, batuk produktif dengan perubahan volume atau purulensi
sputum, atau dapat juga memberikan gejala yang tidak khas seperti
malaise, fatigue dan gangguan susah tidur. Roisin membagi gejala klinis
PPOK eksaserbasi akut menjadi gejala respirasi dan gejala sistemik.
Gejala respirasi yaitu berupa sesak nafas yang semakin bertambah berat,
peningkatan volume dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering dan
nafas yang dngakal dan cepat. Gejala sistemik ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh, peningkatan deyut nadi serta gangguan status
mental pasien.
PPOK dikatakan eksaserbasi atau serangan akut (serangan dadakan)
apabila gejala menununjukkan fase perburukan dimana keluhan sesak napas
bertambah berat walaupun diberi obat yang lazim dipergunakan sehari-hari
dapat menolong, dahak semakin banyak, kekuningan bahkan sampai
kehijauan. (PDPI, 2003).

3.1.2
Faktor Resiko
1. Kebiasaan merokok merupakan satu satunya penyebab kasual yang
terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan:
a. Riwayat Merokok
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan indeks Brinkman (IB), yaiotu
perkalian jumlah rata rata batang rokok dihisap sehari dikalikan

2.
3.
4.
5.
3.1.3

lama merokok dalam setahun:


- Ringan : 0 200 batang
- Sedang : 200 600
- Berat : > 600
Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
Hiperaktiviti bronkus
Riwayat infeksi saluran nafas bawah berulang
Defisiensi antitripsin alfa-1, (jarang di Indonesia)
Patofisiologi

Merokok dan berbagai partikel berbahaya seperti inhalasi dari


biomass fuels menyebabkan inflamasi pada paru, respons normal ini
kelihatannya berubah pada pasien yang berkembang menjadi PPOK.
Respons inflamasi kronik dapat mencetuskan destruksi jaringan parenkim
(menyebabkan

emfisema),

mengganggu

perbaikan

normal

dan

mekanisme pertahanan (menyebabkan fibrosis jalan nafas kecil).


Perubahan patologis ini menyebabkan air trapping dan terbatasnya aliran
udara progresif, mengakibatkan sesak nafas dan gejala khas PPOK
lainnya.
Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK muncul sebagai
modifikasi dari respons inflamasi saluran nafas terhadap iritan kronik
seperti merokok. Mekanisme untuk menjelaskan inflamasi ini tidak
sepenuhnya dimengerti tetapi mungkin terdapat keterlibatan genetik.
Pasien bisa mendapatkan PPOK tanpa adanya riwayat merokok, dasar
dari respons inflamasi pasien ini tidak diketahui. Stres oksidatif dan
penumpukan proteinase pada paru selanjutnya akan mengubah inflamasi
paru. Secara bersamaan, mekanisme tersebut menyebabkan karakteristik
perubahan patologis pada PPOK. Inflamasi paru menetap setelah
memberhentikan merokok melalui mekanisme yang tidak diketahui,
walaupun autoantigen dan mikroorganisme persisten juga berperan.
Perubahan yang khas pada PPOK dijumpai pada saluran nafas,
parenkim paru, dan pembuluh darah paru. Perubahan patologi tersebut
meliputi: inflamasi kronik, dengan peningkatan sejumlah sel inflamasi
spesifik yang merupakan akibat dari trauma dan perbaikan berulang.
Secara umum, inflamasi dan perubahan struktur pada jalan nafas
meningkat dengan semakin parahnya penyakit dan menetap walaupun
merokok sudah dihentikan.

Klasifikasi keparahan dari keterbatasan aliran udara pada


PPOK Classification of Severity of Airflow Limitation in COPD
(Based on Post-Bronchodilator FEV1)
In Patients with FEV1/FVC < 0.7:

3.1.4

GOLD 1
GOLD 2

Mild
Moderate

> 80% predicted


50% FEV1 < 80% predicted

GOLD 3

Severe

30% FEV1 < 50% predicted

GOLD 4

Very Severe

FEV1 < 30% predicted

Diagnosis
Anamnesis
PPOK sudah dapat dicurigai pada hampir semua pasien
berdasarkan tanda dan gejala. Diagnosis lain seperti asma, TB paru,
bronkiektasis, keganasan dan penyakit paru kronik lainnya dapat
dipisahkan. Anamnesis lebih lanjut dapat menegakkan diagnosis.
Gejala klinis yang biasa ditemukan pada penderita PPOK adalah
sebagai berikut.
a. Batuk kronik
Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan dalam 2
tahun terakhir yang tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan.
Batuk dapat terjadi sepanjang hari atau intermiten. Batuk kadang
terjadi pada malam hari.
b. Berdahak kronik

Hal ini disebabkan karena peningkatan produksi sputum. Kadang


kadang pasien menyatakan hanya berdahak terus menerustanpa
disertai batuk. Karakterisktik batuk dan dahak kronik ini terjadi pada
pagi hari ketika bangun tidur.
c. Sesak napas
Terutama pada saat melakukan aktivitas. Seringkali pasien sudah
mengalami adaptasi dengan sesak nafas yang bersifat progressif
lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan. Anamnesis harus
dilakukan dengan teliti, gunakan ukuran sesak napas sesuai skala
sesak.
Tabel . Menurut American Thoracic Society (ATS)

Skala Sesak

Keluhan Sesak Berkaitan dengan Aktivitas

Skala Sesak
0
1

Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat


Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga 1

2
3
4

tingkat
Berjalan lebih lambat karena merasa sesak
Sesak timbul bila berjalan 100 m atau setelah beberapa menit
Sesak bila mandi atau berpakaian

Selain gejala klinis, dalam anamnesis pasien juga perlu


ditanyakan riwayat pasien dan keluarga untuk mengetahui apakah ada
faktor resiko yang terlibat. Merokok merupakan faktor resiko utama
untuk PPOK. Lebih dari 80% kematian pada penyakit ini berkaitan
dnegan merokok dan orang yang merokok memiliki resiko yang lebih
tinggi (12-13 kali) dari yang tidak merokok. Resiko untuk perokok
aktif sekitar 25%.
Akan tetapi, faktor resiko lain juga berperan dalam
peningkatan kasus PPOK. Faktor resiko lain dapat antara lain paparan
asap rokok pada perokok pasif, paparan kronis polutan lingkungan
atau pekerjaan, penyakit pernapasan ketika masa kanak-kanak,
riwayat PPOK pada keluarga dan defisiensi 1-antitripsin.

Dinyatakan PPOK (secara klinis) apabila sekurang-kurangnya


pada anamnesis ditemukan adanya riwayat pajanan faktor risiko
disertai batuk kronik dan berdahak dengan sesak nafas terutama pada
saat melakukan aktivitas pada seseorang yang berusia pertengahan
atau yang lebih tua.

Pemeriksaan Fisik
Tanda fisik pada PPOK jarang ditemukan hingga terjadi
hambatan fungsi paru yang signifikan. Pada pemeriksaan fisik
seringkali tidak ditemukan kelainan yang jelas terutama auskultasi
pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat hiperinflasi alveoli.
Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan PPOK derajat berat
seringkali terlihat perubahan cara bernapas atau perubahan bentuk
anatomi toraks. Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
hal-hal sebagai berikut:

Inspeksi -Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong)


-

Terdapat purse lips breathing (seperti orang meniup)

Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu


nafas

Palpasi
-

Sela iga melebar

Perkusi - Hipersonor

Auskultasi
-

Fremitus melemah

Suara nafas vesikuler melemah atau normal

Ekspirasi memanjang

Bunyi jantung menjauh

Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa


atau pada ekspirasi paksa

Pemeriksaan Penunjang
-

Pemeriksaan Spirometri

Pasien yang dicurigai PPOK harus ditegakkan diagnosisnya


menggunakan spirometri. The National Heart, Lung, dan Darah
Institute merekomendasikan spirometri untuk semua perokok 45 tahun
atau lebih tua, terutama mereka yang dengan sesak napas, batuk,
mengi, atau dahak persisten. Meskipun spirometri merupakan gold
standard dengan prosedur sederhana yang dapat dilakukan di tempat,
tetapi itu kurang dimanfaatkan oleh praktisi kesehatan.
Kunci pada pemeriksaan spirometri ialah rasio FEV 1 (Forced
Expiratory Volume in 1 s) dan FVC (Forced Vital Capacity).10,11 FEV1
adalah volume udara yang pasien dapat keluarkan secara pak dalam
satu detik pertama setelah inspirasi penuh. FEV 1 pada pasien dapat
diprediksi dari usia, jenis kelamin dan tinggi badan. FVC adalah
volume maksimum total udara yang pasien dapat hembuskan secara
paksa setelah inspirasi penuh.
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung
Disease (GOLD) 2011, PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat
berikut.
1. Derajat 0 (berisiko)
Gejala klinis : Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis,
produksi sputum, dan dispnea. Ada paparan terhadap faktor
resiko.

Spirometri : Normal
2. Derajat I (PPOK ringan)
Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa
produksi sputum.Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat
sesak 1
Spirometri : FEV1/FVC < 70%, FEV1 80%
3. Derajat II (PPOK sedang)
Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa
produksi sputum. Sesak napas derajat sesak 2 (sesak timbul
pada saat aktivitas).
Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 < 80%

4. Derajat III (PPOK berat)


Gejala klinis : Sesak napas derajat sesak 3 dan 4.Eksaserbasi
lebih sering terjadi
Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50%
5. Derajat IV (PPOK sangat berat)
Gejala klinis : Pasien derajat III dengan gagal napas kronik.
Disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan.
Spirometri :FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50%
-

Pemeriksaan Penunjang lain


Spirometri adalah tes utama untuk mendiagnosis PPOK, namun
beberapa tes tambahan berguna untuk menyingkirkan penyakit
bersamaan. Radiografi dada harus dilakukan untuk mencari bukti
nodul paru, massa, atau perubahan fibrosis. Radiografi berulang atau
tahunan dan computed tomography untuk memonitor kanker paruparu. Hitung darah lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan
anemia

atau

polisitemia.

Hal

ini

wajar

untuk

melakukan

elektrokardiografi dan ekokardiografi pada pasien dengan tanda-tanda


corpulmonale untuk mengevaluasi tekanan sirkulasi paru. Pulse
oksimetri saat istirahat, dengan pengerahan tenaga, dan selama tidur
harus dilakukan untuk mengevaluasi hipoksemia dan kebutuhan
oksigen tambahan.
Radiologi, Foto toraks PA dan lateral berguna untuk
menyingkirkan penyakit paru lain. Pada emfisema terlihat gambaran :
3.1.5

Hiperinflasi
Hiperlusen
Ruang retrosternal melebar
Diafragma mendatar
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada PPOK dapat dilakukan dengan dua cara

yaitu terapi non-farmakologis dan terapi farmakologis. Tujuan terapi


tersebut adalah mengurangi gejala, mencegah progresivitas penyakit,

mencegah dan mengatasi ekserbasasi dan komplikasi, menaikkan


keadaan fisik dan psikologis pasien, meningkatkan kualitas hidup dan
mengurangi angka kematian.
A. Edukasi
Terapi

non

farmakologi

dapat

dilakukan

dengan

cara

menghentikan kebiasaan merokok, meningkatkan toleransi paru dengan


olahraga dan latihan pernapasan serta memperbaiki nutrisi. Edukasi
merupakan hal penting dalam pengelolaan jangkan panjang pada PPOK
stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena
PPOK adalah penyakit kronik yang bersifat irreversible dan progresif,
inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan
mencegah kecepatan perburukan penyakit.
B. Farmakologi
Pada terapi farmakologis, obat-obatan yang paling sering
digunakan dan merupakan pilihan utama adalah bronchodilator.
Penggunaan obat lain seperti kortikoteroid, antibiotic dan antiinflamasi
diberikan pada beberapa kondisi tertentu. Bronkodilator diberikan secara
tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan
denganklasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka
panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat
(slow release) atau obat berefek panjang (long acting).

Macam-macam bronkodilator :
a. Golongan antikolinergik.
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping
sebagaibronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4
kaliperhari).
b. Golongan 2 agonis.
Bentuk
peningkatan

inhaler
jumlah

timbulnyaeksaserbasi.

digunakan

untuk

mengatasi

penggunaan

dapat

sebagai

Sebagai

obat

pemeliharaan

sesak,
monitor

sebaiknya

digunakanbentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser


dapatdigunakan

untuk

mengatasi

eksaserbasi

akut,

tidak

dianjurkanuntuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi


subkutanatau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
c. Kombinasi antikolinergik dan 2 agonis.
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek
bronkodilatasi,

karena

yangberbeda.

keduanya

Disamping

itu

mempunyai

penggunaan

tempat

obat

kerja

kombinasi

lebihsederhana dan mempermudah penderita.


d. Golongan xantin.
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan
jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat.Bentuk
tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas),bentuk
suntikan

bolus

Penggunaan

atau

jangka

drip

untuk

panjang

mengatasi

diperlukan

eksaserbasiakut.

pemeriksaan

kadar

aminofilin darah.

Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau
injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih
golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai
terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif
yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20%
dan minimal 250 mg.

Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :

Lini I : amoksisilin makrolid


Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin,

kuinolon, makrolid baru


Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup,


digunakan N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan
eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin

Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik
dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK
bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
C. Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang

menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen


merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi
seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ organ
lainnya.
Manfaat oksigen
-

Mengurangi sesak
Memperbaiki aktivitas
Mengurangi hipertensi pulmonal
Mengurangi vasokonstriksi
Mengurangi hematokrit
Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
Meningkatkan kualitas hidup
D. Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi
dengan gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau
pada pasien PPOK derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik
dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah.
Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :

ventilasi mekanik dengan intubasi : Ventilasi mekanik tanpa intubasi


digunakan pada PPOK dengan gagal napas kronik dan dapat

digunakan selama di rumah


ventilasi mekanik tanpa intubasi:

Pasien PPOK dipertimbangkan untuk menggunakan ventilasi


mekanik di rumah sakit bila ditemukan keadaan sebagai berikut :
-

Gagal napas yang pertama kali


Perburukan yang belum lama terjadi dengan penyebab yang

jelas dan dapat diperbaiki, misalnya pneumonia


- Aktivitas sebelumnya tidak terbatas
E. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena
bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang
meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan
terjadi hipermetabolisme.
Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk denagn
kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara
terus menerus Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi
lemak rendah karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada
umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi semenit oxigen
comsumption

dan

respons

ventilasi

terhadap

hipoksia

dan

hiperkapni.
F. Rehabilitasi
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi
latihan dan memperbaiki kualitas hidup penderita PPOK. Penderita
yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang
telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai :
-

Simptom pernapasan berat


Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
Kualitas hidup yang menurun

DAFTAR PUSTAKA
Harrison. 2013. Prinsip prinsip ilmu penyakit dalam. EGC. Jakarta
Kamangar, N. 2010. Chronic Obstructive pulmonary Disease . Emedicine.com.
Avaible

from:

http://www.emedicine.medscape.com./article/297664-

overview (accessed 1-11-2016)


Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2003. Pedoman diagnostik dan
penatalaksanaan PPOK di indonesia. PDPI
Soeroso,Joewono.2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V.FKUI.Jakarta.

Sumardi & Ika Trisnawati. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Yogjakarta:
Bagian Ilmu penyakit Dalam FK UGM
Riyanto, B.S., Hisyam, B., 2006. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut. Dalam :
Sudoyo, A.W., ed. Buku Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen IPD FKUI.

Anda mungkin juga menyukai