PENDAHULUAN
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyebab
kematian terbanyak di negara dengan pendapatan tinggi sampai rendah.1 Menurut
World Health Organization (WHO), PPOK menempati urutan ke-4 dan ke-5
bersama HIV/AIDS sebagai penyebab kematian utama di negara maju dan
berkembang.2 Di tahun 2004, terhitung 64 juta orang menderita PPOK di seluruh
dunia dan di tahun 2005, 3 juta orang meninggal karena PPOK.3 Di Amerika
Serikat, PPOK menyebabkan masalah kesehatan berat dan beban ekonomi bahkan
diperkiran pada tahun 2020 akan menjadi penyebab kematian ke-3 terbanyak pada
pria maupun wanita. Diperkirakan juga di Amerika Serikat terdapat 16 juta
penduduk terdiagnosa PPOK dan ada 14 juta penduduk atau lebih yang belum
terdiagnosa.
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari
kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia. Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat
Jenderal PPM & PL di 5 rumah sakit propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Selatan) pada tahun 2004,
menunjukkan PPOK menempati urutan pertama penyumbang angka kesakaitan
(35%), diikuti asma bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%).5Untuk
Indonesia, penelitian COPD Working Group tahun 2002 di 12 negara Asia Pasifik
menunjukkan estimasi prevalens PPOK Indonesia sebesar 5,6%.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang
ditandai dengan adanya hambatan aliran udara yang bersifat progresif dan tidak
sepenuhnya reversible, yang disebabkan proses inflamasi pada paru.Prevalens
PPOK diperkirakan akan meningkat sehubungan dengan peningkatan usia harapan
hidup penduduk dunia, pergeseran pola penyakit infeksi yang menurun sedangkan
penyakit degeneratif meningkat serta meningkatnya kebiasaan merokok dan
polusi udara.8 Merokok merupakan salah satu faktor risiko terbesar PPOK.
Perokok dilaporkan memiliki risiko 45% lebih tinggi terkena PPOK dibandingkan
dengan yang tidak merokok. Walaupun begitu merokok bukan penyebab utama
dari PPOK, banyak factor risiko lain yang mempengaruhi PPOK.
Standard baku emas (gold standard) pada PPOK adalah dengan
melakukan tes fungsi paru dengan pemeriksaan spirometri. Spirometri tidak hanya
berfungsi sebagai alat diagnostik tetapi juga prognostik untuk melihat perbaikan
fungsi paru setelah pemberian terapi. Normalnya, pada pasien PPOK terjadi
hambatan aliran udara sehingga rasio FEV1/FVC akan mengalami penurunan.
Hambatan aliran udara terjadi akibat dari peningkatan sekresi mucus. Semakin
rendah rasio FEV1/FVC menandakan semakin tinggi derajat berat PPOK.
Walaupun beratnya obstruksi dapat ditentukan dengan pemeriksaan
spirometri, sayangnya dampak PPOK terhadap status kesehatan pasien tidak dapat
dilihat. Untuk mengetahui status kesehatan pasien diperlukanlah pemeriksaan
COPD Assessment Test (CAT).12 Skor CAT yang tinggi menunjukkan pasien
mengalami keterbatasan atau hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari
akibat penyakitnya. CAT dapat digunakan bersama-sama dengen spirometri untuk
mengontrol status kesehatan pasien sehari-hari setelah pemberian terapi.13
Menurut penelitian sebelumnya, kenaikan skor CAT memberikan gambaran yang
signifikan terhadap penurunan rasio FEV1/FVC.
Dari systemic review dan penelitian metaanalisis yang dilakukan pada 28
negara antara tahun 1994-2004, dan studi tambahan dari Jepang, memberikan
bukti bahwa prevalensi PPOK cukup tinggi pada: perokok dan mantan perokok
dibandingkan dengan bukan perokok; usia diatas 40 tahun; pria dibandingkan
dengan wanita.
PPOK merupakan penyebab kematian nomor empat di Amerika Serikat
dan sekitar 500.000 orang pertahun memerlukan perawatan rumah sakit karena
eksaserbasi PPOK. Pasien dengan PPOK biasanya menunjukkan dekompensasi
akut dari penyakit mereka satu sampai tiga kali dalam satu tahun. Dari eksaserbasi
yang dilaporkan, 3-16% memerlukan perawatan di rumah sakit. Kematian pada
rawat inap berkisar 3-10% pada pasien PPOK berat. Kematian 180 hari, satu
tahun dan 2 tahun setelah perawatan rumah sakit adalah 13.4%, 22%, dan 35.6%.
Tingkat kematian rumah sakit setelah perawatan ICU adalah 15-24% dan menjadi
30% pada pasien lebih dari 65 tahun.
Di Hong Kong, PPOK merupakan penyebab kematian ke 5, dan penyebab
4% dari seluruh perawatan akut di rumah sakit pada tahun 2003. Prevalensi PPOK
lansia di Cina (umur > 70 tahun) yang tinggal di Hong Kong diperkirakan
mencapai 7%.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
- Nama
: I Made Kencan
- Tanggal lahir
: 04-10-1942
- Usia
: 74 tahun
- Jenis Kelamin
: Laki laki
- Status Perkawinan
:Ssudah Menikah
- Agama
: Hindu
- Tanggal MRS
: 05-10-2016
- Alamat
: Pulesari Kangin
- No RM
:2297.39
2.2 Anamnesis
a. Keluhan utama : Sesak.
Pasien mengeluh sesak sejak 1 minggu yang lalu. Sesak
memberat sejak kemarin. Sesak saat beraktivitas (+),
b. Keluhan penyakit sekarang : Pasien biasa tidur dengan satu bantal (+),
nyeri dada (-), berdebar debar (-), batuk (+) dengan dahak berwarna
putih, riwayat demam (-), pilek (+). Riwayat bengkak pada tungkai
c.
Leher: tidak ada massa atau tandatanda peradangan, JVP (R-2cmH 2O),
pembesaran KGB (-)
Jantung :
- Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus cordis tidak teraba
- Perkusi:
Batas atas
Batas kanan
Batas kiri
Auskultasi
murmur (-)
Pulmo :
- Inspeksi
memanjang.
Palpasi
tidak
ditemukan
CTR <2
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi
edema
tidak terdapat sianosis. Tidak terdapat jari tabuh,
EKG (elektrokardiograf)
11,1 (H)
3,5 10.0
LYM
3,3
0,5 50,0
MID
0,7
0,1 1,5
GRAN
7,1
1,2 8,0
RBC
4,81
3,50 5,50
HGB
13,4
11,5 16,5
HCT
41,0
35,0 55,0
MCV
27,8
75,0 100
MCHC
32,0
31,0 38,0
RDWa
67,0
30,0 150
PLT
203
150 400
MPV
7,5 (L)
8,0 11,0
WBC
16,6 (H)
3,5 10.0
LYM
2,6
0,5 50,0
MID
0,7
0,1 1,5
GRAN
13,3
1,2 8,0
RBC
4,53
3,50 5,50
HGB
13,0
11,5 16,5
HCT
37,6
35,0 55,0
MCV
83,0
75,0 100
MCH
28,8
25,0 35,0
MCHC
83,0
31,0 38,0
RDWa
66,3
30,0 150
PLT
217
150 400
MPV
7,8 (L)
8,0 11,0
Keterangan
High
High
High
Low
Normal
Normal
2.7 Follow up
N
Tanggal
/ jam
6/10/2016
06.30
Subjek
Objektif
Assesment
Sesak
berkurang,
PPOK
eksaserbasi
akut
Planing
- IVFD RL 12 tpm
- O 2 lpm via nasal
kanul
batuk (+)
RR: 20x/menit
Ronki (+)
Weezing (+)
Lab: WBC (11,1)
Albumin (2,72)
TD: 140/100mmHg
N:80x/m
Temp: 370C
RR: 20x/menit
Cor: S1S2 tunggal,
regular, murmur(-)
Pulmo: ronki
berkurang, weezing
berkurang
Akral hangat(+).
Edem (-)
Lab: WBC(16,6)
2.
7/10/2016
Sesak (+)
Batuk (+)
demam (+)
8/10/2016
Sesak membaik
Batuk (+)
berkurang
Demam (-)
TD:110/70mmHg
Nadi: 80x/menit
Temp:360C
RR:20x/menit
Ronki (-)
Weezing (-)
Hipoalbumin - Nebulizer
combivent +
pulmicat @8jam
- Ceto Sulbactam 2x1
(IV)
- Metil prednisolon
2x62,5 (IV)
- Vectrin syr 3x10cc
po
- Omeprazole 2x1
(IV)
- Vip albumin 3x1
tab
- Hepabalance 2x1
tab
- Amlodipin 1x5mg
- DL ulang
- Ppok
- O2 2lpm via nasal
Eksaserbasi
canul
Nebulizer
Akut
-Hipoalbumin
combivent +
pulmicot @8jam
- IVFD RL 12tpm
- Sanmol flash 3x1
jika temp 350C
- Ceto sulbactam 2x1
- Levofloxacin
1x750mg
- Metilprednisolon
2x62,5
- Vectrin syr 3x10cc
- Omeprazole 2x1
- Vip albumin 3x1
- Hepabalance 2x1
- PPOK
- Salbutamol 3x2mg
- Vectrin 3x10cc
eksaserbasi
- Cefixime 2x100mg
akut
- Metilprednisolon
2x4mg
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 PPOK
3.1.1
Definisi
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan
3.1.2
Faktor Resiko
1. Kebiasaan merokok merupakan satu satunya penyebab kasual yang
terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan:
a. Riwayat Merokok
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan indeks Brinkman (IB), yaiotu
perkalian jumlah rata rata batang rokok dihisap sehari dikalikan
2.
3.
4.
5.
3.1.3
emfisema),
mengganggu
perbaikan
normal
dan
3.1.4
GOLD 1
GOLD 2
Mild
Moderate
GOLD 3
Severe
GOLD 4
Very Severe
Diagnosis
Anamnesis
PPOK sudah dapat dicurigai pada hampir semua pasien
berdasarkan tanda dan gejala. Diagnosis lain seperti asma, TB paru,
bronkiektasis, keganasan dan penyakit paru kronik lainnya dapat
dipisahkan. Anamnesis lebih lanjut dapat menegakkan diagnosis.
Gejala klinis yang biasa ditemukan pada penderita PPOK adalah
sebagai berikut.
a. Batuk kronik
Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan dalam 2
tahun terakhir yang tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan.
Batuk dapat terjadi sepanjang hari atau intermiten. Batuk kadang
terjadi pada malam hari.
b. Berdahak kronik
Skala Sesak
Skala Sesak
0
1
2
3
4
tingkat
Berjalan lebih lambat karena merasa sesak
Sesak timbul bila berjalan 100 m atau setelah beberapa menit
Sesak bila mandi atau berpakaian
Pemeriksaan Fisik
Tanda fisik pada PPOK jarang ditemukan hingga terjadi
hambatan fungsi paru yang signifikan. Pada pemeriksaan fisik
seringkali tidak ditemukan kelainan yang jelas terutama auskultasi
pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat hiperinflasi alveoli.
Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan PPOK derajat berat
seringkali terlihat perubahan cara bernapas atau perubahan bentuk
anatomi toraks. Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
hal-hal sebagai berikut:
Palpasi
-
Perkusi - Hipersonor
Auskultasi
-
Fremitus melemah
Ekspirasi memanjang
Pemeriksaan Penunjang
-
Pemeriksaan Spirometri
Spirometri : Normal
2. Derajat I (PPOK ringan)
Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa
produksi sputum.Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat
sesak 1
Spirometri : FEV1/FVC < 70%, FEV1 80%
3. Derajat II (PPOK sedang)
Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa
produksi sputum. Sesak napas derajat sesak 2 (sesak timbul
pada saat aktivitas).
Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 < 80%
atau
polisitemia.
Hal
ini
wajar
untuk
melakukan
Hiperinflasi
Hiperlusen
Ruang retrosternal melebar
Diafragma mendatar
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada PPOK dapat dilakukan dengan dua cara
non
farmakologi
dapat
dilakukan
dengan
cara
Macam-macam bronkodilator :
a. Golongan antikolinergik.
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping
sebagaibronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4
kaliperhari).
b. Golongan 2 agonis.
Bentuk
peningkatan
inhaler
jumlah
timbulnyaeksaserbasi.
digunakan
untuk
mengatasi
penggunaan
dapat
sebagai
Sebagai
obat
pemeliharaan
sesak,
monitor
sebaiknya
untuk
mengatasi
eksaserbasi
akut,
tidak
karena
yangberbeda.
keduanya
Disamping
itu
mempunyai
penggunaan
tempat
obat
kerja
kombinasi
bolus
Penggunaan
atau
jangka
drip
untuk
panjang
mengatasi
diperlukan
eksaserbasiakut.
pemeriksaan
kadar
aminofilin darah.
Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau
injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih
golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai
terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif
yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20%
dan minimal 250 mg.
Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik
dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK
bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
C. Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
Mengurangi sesak
Memperbaiki aktivitas
Mengurangi hipertensi pulmonal
Mengurangi vasokonstriksi
Mengurangi hematokrit
Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
Meningkatkan kualitas hidup
D. Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi
dengan gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau
pada pasien PPOK derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik
dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah.
Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :
dan
respons
ventilasi
terhadap
hipoksia
dan
hiperkapni.
F. Rehabilitasi
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi
latihan dan memperbaiki kualitas hidup penderita PPOK. Penderita
yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang
telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai :
-
DAFTAR PUSTAKA
Harrison. 2013. Prinsip prinsip ilmu penyakit dalam. EGC. Jakarta
Kamangar, N. 2010. Chronic Obstructive pulmonary Disease . Emedicine.com.
Avaible
from:
http://www.emedicine.medscape.com./article/297664-
Sumardi & Ika Trisnawati. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Yogjakarta:
Bagian Ilmu penyakit Dalam FK UGM
Riyanto, B.S., Hisyam, B., 2006. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut. Dalam :
Sudoyo, A.W., ed. Buku Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen IPD FKUI.