Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.3.1 Latar Belakang
Pertumbuhan dalam bidang bisnis saat ini memperlihatkan persaingan yang begitu
ketat. Persaingan tersebut mengakibatkan pihak manajemen di dalam perusahaan wajib
memperlihatkan hasil kerja yang terbaik dalam setiap kegiatan yang dikerjakannya. Hasil
kerja yang dihasilkan perusahaan tentu sangat diperlukan bagi beberapa pihak seperti investor
dikarenakan hal ini bisa mempengaruhi keinginan para investor agar menanam atau menarik
kembali investasinya. Salah satu instrument perusahaan yang dipakai dalam menunjukan
hasil kerjanya kepada pihak internal ataupun pihak eskternal adalah mengenai informasi laba.
Informasi laba adalah alat ukur hasil kerja manajemen perusahaan yang tertera dalam
bentuk laporan keuangan. Laporan keuangan adalah sebuah bentuk gambaran kondisi
perusahaan, karena dijelaskan di dalam laporan keuangan mengenai informasi-informasi yang
diperlukan bagi pihak-pihak yang mempunyai kepentingan kepada perusahaan. Laporan
keuangan wajib mampu menggambarkan kondisi keuangan perusahaan secara jelas karena
laporan keuangan adalah instrumen penting untuk memberi tahu pihak eksternal perusahaan
dalam hal ini adalah para investor dan kreditor tentang pengambilan keputusan yang
berkaitan terhadap investasi dana para investor dan kreditor (Dwiatmini dan Nurkholis,
2001).
Laporan keuangan adalah laporan periodik yang disusun menurut prinsip-prinsip
akuntansi yang diterima secara umum tentang status keuangan dari individu, sosiasi atau
organisasi bisnis yang terdiri dari laporan posisi keuangan, laporan laba rugi komprehensif,
laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan (IAI,2015).
Salah satu bagian dari laporan keuangan tersebut yang menunjukkan prestasi dan kinerja
perusahaan adalah laba perusahaan, seperti yang disajikan dalam laporan laba rugi
komprehensif selama periode. Pemakai laporan keuangan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
pihak internal dan pihak eksternal. Laporan keuangan disusun oleh manajemen sebagai
pertanggungjawaban kepada pemakai laporan keuangan, sehingga laporan keuangan
menunjukkan kinerja manajemen sekaligus digunakan untuk mengukur kinerja manajemen.
Beberapa peneliti telah membuktikan bahwa laporan keuangan khususnya laporan
laba-rugi merupakan salah satu media yang digunakan oleh investor untuk mengambil suatu
keputusan. Informasi akuntansi dalam bentuk laporan keuangan merupakan suatu sarana yang
menginformasikan kinerja perusahaan kepada pihakpihak yang berkepentingan dengan
1

perusahaan, khususnya bagi pihak investor. Widyaningdyah (2001) menyebutkan bahwa laba
adalah unsur dari laporan keuangan dan salah satu parameter yang digunakan untuk
mengukur kinerja manajemen.
Laba merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu perusahaan karena semakin
besar laba yang dihasilkan oleh suatu perusahaan maka menunjukkan kinerja perusahaan
yang sedang membaik sehingga investor menjadi tertarik untuk menanamkan modalnya.
Selain itu, laba juga dapat berfungsi sebagai alat untuk menilai kemampuan menghasilkan
laba perusahaan di masa depan yang berguna bagi para investor dan pihak lainnya yang
berkepentingan. Hal tersebut mengakibatkan perusahaan cenderung menaikkan laba. Tetapi di
sisi lain, kenaikan laba akan menyebabkan kenaikan pajak penghasilan yang harus
dibayarkan suatu perusahaan. Informasi laba merupakan informasi yang penting dalam
laporan keuangan bagi pihak manajemen yang mengakibatkan manajemen cenderung
melakukan disfunctional behavior, yaitu suatu tindakan memaksimalkan laba dengan
memanfaatkan fleksibilitas standar akuntansi yang digunakan oleh perusahaan. Disfunctional
behavior timbul akibat adanya informasi asimetris antara pihak-pihak yang berkepentingan
atau teori keganenan. Akibatnya, perusahaan termotivasi untuk melakukan manajemen laba
(earnings management).
Beidleman (1973) menyatakan terdapat dua alasan manejemen meratakan laporan
laba. Pendapat pertama berdasar pada asumsi bahwa suatu aliran laba yang stabil dapat
mendukung deviden dengan tingkat yang lebih tinggi daripada suatu aliran laba yang variabel
sehingga memberikan pengaruh yang menguntungkan bagi nilai saham perusahaan seiring
dengan turunnya tingkat resiko perusahaan secara keseluruhan. Argumen kedua berkenaan
pada perataan kemampuan untuk melawan hakikat laporan laba yang bersifat siklus dan
kemungkinan juga akan menurunkan korelasi antara ekspektasi pengembalian perusahaan
dengan pengembalian fortofolio pasar.
Teori keagenan (agency theory) menyatakan manajemen memiliki informasi yang
lebih banyak mengenai perusahaan dibandingkan pemilik perusahaan yang sering terdorong
untuk melakukan tindakan yang dapat memaksimalkan keuntungan bagi dirinya sendiri
(disfunctional behavior). Perhatian investor yang sering terpusat pada informasi laba tanpa
memperhatikan prosedur yang digunakan untuk menghasilkan informasi laba tersebut,
mendorong manajer melakukan manajemen laba (earnings management) atau manipulasi
laba (earnings manipulation) (Yulianto, 2007). Hal ini juga dikemukan oleh Beattie et al.
(1994) bahwa perhatian investor sering terpusat pada informasi laba tanpa memperhatikan
prosedur yang digunakan untuk menghasilkan informasi laba tersebut.

Pola manajemen laba terdiri atas empat macam, yaitu taking bath, income
maximization, income minimization, dan income smoothing (Scott, 2000). Dari keempat pola
manajemen laba tersebut, pola manajemen laba yang paling sering digunakan oleh
perusahaan di Indonesia adalah income smoothing. Income smoothing merupakan suatu cara
yang dilakukan oleh manajemen dengan sengaja atau tidak untuk mengurangi fluktuasi laba
perusahaan melalui metode akuntansi dan transaksi sehingga kinerja perusahaan terlihat baik
di mata investor yang mengakibatkan investor tertarik untuk menanamkan modalnya pada
perusahaan tersebut.
Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC) No. 1 menyatakan bahwa
informasi laba pada umumnya merupakan perhatian utama dalam menaksir kinerja atau
pertanggungjawaban manajemen dan informasi laba membantu pemilik atau pihak lain
melakukan penaksiran atas earning power perusahaan di masa yang akan datang. Oleh karena
itu, manajemen mempunyai kecenderungan untuk melakukan tindakan yang dapat membuat
laporan keuangan menjadi baik. Salah satu tindakan yang dilakukan manajemen adalah
melakukan praktik perataan laba (income smoothing).
Adanya perubahan informasi atas laba bersih suatu perusahaan melalui berbagai cara
akan memberikan dampak yang cukup berpengaruh terhadap tindak lanjut para pengguna
informasi yang bersangkutan, tidak terkecuali penerapan perataan laba oleh suatu perusahaan.
Tindakan manajemen untuk melakukan income smoothing umumnya didasarkan atas
berbagai alasan baik untuk memuaskan kepentingan pemilik perusahaan, seperti menaikkan
nilai dari perusahaan, sehingga muncul anggapan bahwa perusahaan yang bersangkutan
memiliki risiko yang rendah (Dwiatmini dan Nurkholis, 2001), menaikkan harga saham
perusahaan (Kirschenheiter dan Melumad, 2002), maupun untuk memuaskan kepentingannya
sendiri (oportunistik), seperti mendapatkan kompensasi (Poll, 2004), mempertahankan posisi
jabatannya (Spohr, 2004). Tujuan dan alasan yang melatarbelakangi manajemen melakukan
perataan laba, tetap saja tindakan tersebut dapat merubah kandungan informasi atas laba yang
dihasilkan perusahaan. Hal ini perlu diwaspadai oleh pengguna laporan keuangan, karena
informasi yang telah mengalami penambahan atau pengurangan tersebut dapat menyesatkan
pengambilan keputusan yang akan diambil.
Praktik perataan laba tidak akan terjadi jika laba yang diharapkan tidak terlalu
berbeda dengan laba yang sesungguhnya (Budiasih, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa laba
adalah sesuatu yang paling dipertimbangkan oleh investor untuk mengambil keputusan
apakah akan melakukan investasi atau tidak (Budiasih, 2009). Oleh karena itu, manajemen
perusahaan harus berusaha memberikan informasi yang dapat meningkatkan kualitas laporan

keuangan yang akan disampaikan kepada para investor guna pengambilan keputusan
investasi.
Income smoothing merupakan suatu tindakan yang rasional, didasarkan pada asumsi
dalam teori akuntansi positif bahwa agen (manajer perusahaan) merupakan individu yang
rasional yang memperhatikan dirinya sendiri (Assih dan Gudono, 2000). Hal ini sejalan
dengan pemikiran para manajer perusahaan untuk menstabilkan laba setiap tahunnya,
mengurangi hutang pajak, menghindari permintaan kenaikan upah dari karyawan, dan
menarik investor untuk menanamkan modalnya melalui tindakan income smoothing. Di satu
sisi, income smoothing menghasilkan informasi yang menyesatkan bagi para investor dan di
sisi lain menghasilkan informasi yang menguntungkan bagi pihak perusahaan. Sehingga
terkadang pengguna laporan keuangan harus selektif dan teliti dalam melihat laporan
keuangan perusahaan karena mungkin saja laporan yang disajikan tidak sesuai dengan
laporan yang semestinya. Hal ini sejalan dengan tindakan income smoothing yang masih
menjadi bahan diskusi bagi para praktisi dan para akademisi. Para praktisi menilai income
smoothing sebagai kecurangan, sementara para akademisi menilai income smoothing tidak
bisa dikategorikan sebagai kecurangan. Tetapi, mereka setuju bahwa income smoothing
adalah upaya untuk menstabilkan laba dengan menggunakan metode dan prosedur akuntansi
yang diterima dan diakui secara umum.
Salah satu perusahaan di sektor manufaktur yang melakukan praktik perataan laba di
Indonesia ialah PT. Kimia farma. PT. Kimia farma adalah produsen obatobatan milik
pemerintah di Indonesia5, diduga PT. Kimia farma melakukan manipulasi laba bersih dalam
laporan keuangan tahun 2001 dalam laporan keuangan tersebut PT. Kimia farma
menghasilkan laba sebesar Rp. 132 Miliar. Tetapi kecurangan tersebut akhirnya terbongkar
juga, karena setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 dalam laporan keuangan
yang baru, keuntungan PT. Kimia farma yang sebenarnya hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau
lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Diduga PT.
Kimia farma melakukan kecurangan dengan menaikkan laba itu adalah untuk menarik minat
investor agar menanamkan modalnya di PT. Kimia farma. Terjadinya kasus manipulasi
laporan keuangan di PT. Kimia farma ini dapat berdampak buruk terhadap nilai perusahaan
atau nilai pasar PT. Kimia farma di pasar modal. Skandal ini dapat menyebabkan reputasi
nilai perusahaan PT. Kimia farma menjadi buruk, dan mungkin saja hal ini mengakibatkan
kepercayaan para investor akan hilang terhadap laporan keuangan PT. Kimia Farma dan
akhirnya tidak ada investor yang ingin menanamkan modalnya di PT. Kimia farma. Laporan
keuangan yang sudah di manipulasi oleh PT. Kimia farma dapat menyesatkan para pemakai

laporan keuangan. Selain itu skandal ini juga dapat berdampak pada resiko keuangan berupa
leverage yang dapat merugikan pihak investor, karena investor akan merasa sangat dirugikan
dengan adanya manipulasi laba ini. Investor akan beranggapan bahwa pihak perusahaan tidak
transparans dalam mengungkapkan laba dalam laporan keuangan yang sebenarnya, sehingga
investor akan merasa di kecewakan oleh pihak perusahaan.
Fenomena tentang parataan laba yang terjadi pada perusahaan, khususnya pada
perusahaan manufaktur di Indonesia banyak terjadi. Menurut Johan Gunawan (2007)
menemukan bahwa praktik perataan laba yang dilakukan pada perusahaan industri barang
konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dalam penelitiannya menghasilkan
informasi bahwa pada tahun 2008 terdapat 14 perusahaan yang melakukan perataan laba dan
sebanyak 17 perusahaan tidak melakukan perataan laba atau sekitar 45% perusahaan
melakukan perataan laba sedangkan 55% tidak melakukan perataan laba. Pada tahun 2009,
terdapat 22 perusahaan yang merupakan perusahaan perata laba dan terdapat 9 perusahaan
bukan perata laba, atau sebanyak 71 % perusahaan melakukan perataan laba dan sebanyak
29% tidak melakukan perataan laba. Praktek perataan laba meningkat dari tahun 2008 sampai
tahun 2009, hal ini disebabkan karena efek ekonomi global pada saat itu mendorong
perusahaan untuk tetap menjaga variabilitas labanya agar terlihat normal dan baik di mata
investor.
Penulis melihat bahwa terdapat fenomena yang terjadi dalam income smoothing
karena, income smoothing masih dijadikan perdebatan sampai saat ini bagi para praktisi dan
para akademisi mengenai etis atau tidak etisnya tindakan income smoothing pada laporan
keuangan dalam suatu perusahaan. Dengan adanya fenomena ini, penulis tertarik untuk
mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan income smoothing dengan cara menganalisis
faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap income smoothing.
Berdasarkan penelitian terdahulu, faktor-faktor yang mempengaruhi praktik perataan
laba (income smoothing) antara lain: net profit margin dan laverage operasi (Septoaji, 2002),
kepemilikan institusional dan tenur auditor sebagai proksi agency cost (Kustono, 2008), firm
size, winner/loser stock, dan debt to equity ratio (Arfan dan Wahyuni, 2010), serta cash
holding, profitabilitas, dan variabel kontrol ukuran perusahaan (Cendy, 2013).
Ukuran perusahaan merupakan nilai yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan
(Budiasih, 2008). Terdapat berbagai proksi yang dapat digunakan untuk mewakili ukuran
perusahaan yaitu jumlah karyawan, total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain.
Ukuran perusahaan terbagi dalam tiga kategori yaitu perusahaan besar (large firm),
perusahaan menegah (medium-size), dan perusahaan kecil (small firm). Ukuran perusahaan

merupakan faktor yang mempengaruhi perataan laba. Perusahaan yang ukurannya lebih besar
diperkirakan memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan perataan laba
(Suwito dan Herawaty, 2005). Hal ini terjadi karena perusahaan besar mendapatkan
pengawasan yang lebih ketat dari investor. Untuk itu, perusahaan besar kemungkinan
melakukan praktik perataan laba untuk mengurangi fluktuasi laba yang besar. Hal ini
dilakukan karena fluktuasi laba yang besar menunjukkan risiko yang besar dalam investasi
sehingga mempengaruhi kepercayaan investor terhadap perusahaan. Dengan demikian,
semakin besar ukuran perusahaan maka semakin besar kemungkinan manajemen melakukan
praktik perataan laba.
Return on Asset adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan total aktiva yang ada
dan setelah biaya-biaya modal (biaya yang digunakan mendanai aktiva) dikeluarkan dari
analisis. Semakin besar perubahan ROA menunjukkan semakin besar fluktuasi kemampuan
manajemen dalam menghasilkan laba. ROA digunakan investor dalam memprediksi laba dan
memprediksi risiko dalam investasi sehingga memberikan dampak pada kepercayaan investor
terhadap perusahaan. Sehubungan dengan itu, manajemen termotivasi untuk melakukan
praktik perataan laba agar laba yang dilaporkan tidak berfluktuatif sehingga dapat
meningkatkan kepercayaan investor. Apabila perusahaan memiliki ROA yang tinggi dianggap
perusahaan tersebut memiliki laba yang tinggi sehingga investor tertarik menanamkan
modalnya pada perusahaan tersebut (Assih & Gudono, 2000). Karena hal tersebutlah manajer
tertarik melakukan perataan laba agar nilai perusahaan terlihat baik dimata investor.
Penelitian Salno dan Baridwan (2000) mensinyalir adanya kemungkinan manajemen
perusahaan winner stocks melakukan perataan laba untuk mencapai atau mempertahankan
posisinya dikelompok winner stocks. Dugaan ini dilatarbelakangi oleh kepentingan
manajemen perusahaan winner stocks untuk mencapai atau mempertahankan shareholders
value melalui posisinya dikelompok winner stocks dengan tetap menjaga variabilitas laba
perusahaan dari waktu ke waktu. Sementara itu, perusahaan loser stock melakukan perataan
laba dengan tujuan untuk menaikkan nilai perusahaan sehingga mereka bisa mencapai
posisinya di winner stock.
Penelitian terdahulu yang membahas tentang perataan laba (income smoothing) telah
dilakukan oleh Iskandar dan Suardana (2016). Penelitiannya menyatakan hasil bahwa ukuran
perusahaan dan return on asset (ROA) berpengaruh dan memegang peranan dalam praktik
income smoothing sedangkan winner/loser stock tidak berpengaruh terhadap income
smoothing.

Penelitian lain dilakukan oleh Josep, Dzulkirom, dan

Azizah (2016) yang

memberikan hasil bahwa ukuran perusahaan dan return on asset (ROA) berpengaruh terhadap
income smoothing pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2014.
Penelitian mengenai perataan laba (income smoothing) juga dilakukan oleh
Supriastuti dan Warnanti (2015) yang melakukan penelitian tentang pengaruh ukuran
perusahaan, winner/loser stock, debt to equity ratio, dividend payout ratio terhadap perataan
laba. Hasil dari penelitiannya menunjukkan bahwa ukuran perusahaan dan winner/loser stock
berpengaruh secara signifikan terhadap perataan laba.
Penelitian ini mereplikasi penelitian yang dilakukan oleh Iskandar dan Suardana
(2016), yang meneliti pengaruh ukuran perusahaan, return on asset, dan winner/loser stock
terhadap praktik perataan laba. Variabel independen yang diuji yaitu, ukuran perusahaan,
Return On Asset, dan winner/loser stock yang memiliki pengaruh pada praktik perataan laba
yang dilakukan perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI). Penelitian ini meneliti
kembali semua faktor yang mempengaruhi perataan laba yaitu, ukuran perusahaan (size),
Return On Asset, dan winner/losser stock dengan pengembangan periode selama lima tahun
dan penggunaan harga saham penutupan harian untuk variabel winner/loser stock agar dapat
memberikan hasil yang representatif. Penelitian ini meneliti praktik perataan laba pada
perusahaan manufaktur. Penelitian ini meneliti apakah ukuran perusahaan (size), Return On
Asset, dan winner/losser stock mempengaruhi perataan laba pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dan apa faktor yang paling berpengaruh terhadap
praktik perataan laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Perusahaan manufaktur dipilih karena perusahaan manufaktur memiliki sistem
pencatatan akuntansi yang kompleks dibandingkan dengan perusahaan lain dikarenakan
panjangnya proses produksi. Perusahaan manufaktur menjual produknya dengan proses
produksi yang tidak terputus dimulai dari pembelian bahan baku, pengolahan bahan baku,
dan hingga akhirnya produk tersebut siap dijual. Riset ini menggunakan perusahaanperusahaan manufaktur karena alasan sebagai berikut.
1) Mayoritas perusahaan-perusahaan yang go public di BEI adalah merupakan jenis
perusahaan manufaktur.
2)

Riset ini dikaji untuk meminimalisasi bias akibat perbedaan jenis industri. Riset ini
memilih tahun 20112015 dikarenakan laporan yang disediakan merupakan laporan yang
terbaru dan mencakup lima tahun terakhir dan adanya pengaruh globalisasi yang
mendorong perusahaan untuk tetap menjaga variabilitas labanya agar terlihat normal dan
baik dimata investor sehingga memicu perusahaan manufaktur melakukan perataan laba.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini


menggunakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2011-2015, sedangkan
penelitian terdahulu menggunakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode
2010-2013 dan penggunaan harga saham penutupan harian untuk variabel winner/loser stock
agar dapat memberikan hasil yang representatif.
Penelitian ini menguji faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap perataan laba
antara lain ukuran perusahaan, return on asset, dan winner/loser stock karena hasil-hasil
penelitian sebelumnya belum mampu menunjukkan hasil yang konsisten satu sama lain,
sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang lebih lanjut terhadap faktor-faktor
yang mempengaruhi tindakan perataan laba
Dari uraian di atas, maka peneliti mengambil judul : Pengaruh Ukuran
Perusahaan, Return On Aset, dan Winner/Losser Stock Terhadap Income Smoothing
(Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode
2011-2015).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, peneliti merumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Apakah ukuran perusahaan, Retutn on Aset (ROA), dan winner/losser stock berpengaruh
terhadap income smoothing?
2. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap hubungan income smoothing?
3. Apakah Return on Aset (ROA) berpengaruh terhadap income smoothing?
4. Apakah winner/losser stock berpengaruh terhadap income smoothing?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah yang diajukan, maka tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah untuk:
1. Untuk mengetahui pengaruh ukuran perusahaan, return on asset (ROA), dan
winner/loser stock berpengaruh terhadap income smoothing.
2. Untuk mengetahui ukuran perusahaan berpengaruh terhadap hubungan income
smoothing.
3. Untuk mengetahui Return on Aset (ROA) berpengaruh terhadap income smoothing.
4. Untuk mengetahui winner/losser stock berpengaruh terhadap income smoothing.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini terbagi dalam dua kegunaan, antara lain:
1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan memberikan sumbangan


konseptual bagi penelitian sejenis maupun civitas akademika lainnya guna
mengembangkan ilmu pengetahuan serta memperluas wawasan dan pengetahuan yang
berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi praktik perataan laba.
2. Kegunaan Praktisi
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan maupun
pertimbangan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam melakukan analisa yang
berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perataan laba.

Anda mungkin juga menyukai