Anda di halaman 1dari 7

Pedoman

dan
Aspek
Cara
Pembuatan
Obat
Yang
Baik
(CPOB)
Farmasi Industri, Regulasi Kefarmasian Cara Pembuatan Obat yang Baik, yang
selanjutnya disingkat CPOB
CPOB, adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang
dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan.
CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.
Sertifikat CPOB adalah dokumen sah yang merupakan bukti bahwa industri farmasi telah
memenuhi persyaratan CPOB dalam membuat satu jenis bentuk sediaan obat yang diterbitkan
oleh Kepala Badan. Pedoman CPOB sesuai dengan BPOM memiliki 12 Aspek yaitu:
1. Manajemen Mutu Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan,
diperlukan system Pemastian Mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara
benar serta menginkorporasi.
2. Personalia Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem
pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu industri
farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang
memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab
masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta
memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang
berkaitan dengan pekerjaannya.
3. Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain,
konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk
memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat
sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan
lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan
pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan
mutu obat. Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindarkan pencemaran dari
lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah dan air serta dari kegiatan
industri lain yang berdekatan.
4. Peralatan Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang
tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat
terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-ke-bets dan untuk memudahkan pembersihan serta
perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal

yang
umumnya
berdampak
buruk
pada
mutu
produk.
5. Sanitasi dan Higiene Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada
setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan,
peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih dan desinfeksi,
dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran
potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh
dan terpadu.
6. Produksi Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan
dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang
memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Produksi
hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Penanganan bahan dan produk
jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan,
penimbangan, pengolahan, pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan
prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat. Seluruh bahan yang diterima hendaklah
diperiksa untuk memastikan kesesuaiannya dengan pesanan. Wadah hendaklah dibersihkan
dimana perlu dan diberi penandaan dengan data yang diperlukan. Kerusakan wadah dan masalah
lain yang dapat berdampak merugikan terhadap mutu bahan hendaklah diselidiki, dicatat dan
dilaporkan kepada Bagian Pengawasan Mutu.
7. Pengawasan Mutu Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan
Obat yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu
yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang
berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari
awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. Pengawasan Mutu mencakup
pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan
prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan
bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah
dibuktikan memenuhi persyaratan. Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium,
tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Ketidak
tergantungan Pengawasan Mutu dari Produksi dianggap hal yang fundamental agar Pengawasan
Mutu dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan.
8. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Persetujuan Pemasok Tujuan inspeksi diri adalah untuk
mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industry farmasi memenuhi
ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan
dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi
diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari
perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara obyektif. Inspeksi diri hendaklah
dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi

penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan
perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan
dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.
9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Semua keluhan dan informasi lain yang
berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan
prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu
sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari
peredaran secara cepat dan efektif. Keluhan dapat menyangkut mutu, efek samping yang
merugikan atau masalah efek terapeutik. Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan
dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan
prosedur tertulis, kemudian diambil tindak lanjut yang sesuai dan dibuatkan laporan.
Pelaksanaan penarikan kembali adalah sebagai berikut: Tindakan penarikan kembali produk
dilakukan segera setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai
reaksi yang merugikan. Pemakaian produk yang beresiko tinggi terhadap kesehatan dihentikan
dengan cara embargo yang dilanjutkan dengan penarikan kembali dengan segera. Penarikan
kembali hendaklah menjangkau sampai tingkat konsumen. Sistem dokumentasi penarikan
kembali produk di Industri Farmasi hendaklah menjamin bahwa embargo dan penarikan kembali
dilaksanakan secara cepat, efektif, dan tuntas. Pedoman dan prosedur penarikan kembali
terhadap produk hendaklah dibuat untuk memungkinkan embargo dan penarikan kembali dapat
dilakukan dengan cepat dan efektif dari seluruh mata rantai distribusi.
10. Dokumentasi Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi
yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah
fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara
jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya
timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi
Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari
kekeliruan dan tersedia secara tertulis.
11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak
harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalah pahaman
yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak
tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas yang
menentukan tanggungjawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan
secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab
penuh kepala bagian Manajemen Mutu. Kontrak tertulis yang meliputi pembuatan dan atau
analisis obat yang dikontrakkan dan semua pengaturan teknis terkait hendaklah dibuat. Semua
pengaturan untuk pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak termasuk usulperubahan dalam

pengaturan teknis atau pengaturan lain disesuaikan dengan izinedar untuk produk bersangkutan.
Dalam hal analisis berdasarkan kontrak, pelulusan akhir harus diberikan oleh Kepala bagian
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) pemberi kontrak.
12. Kualifikasi dan Validasi. CPOB mensyaratkan Industri Farmasi untuk mengidentifikasi
validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan
yang dilakukan. Kualifikasi adalah istilah yang digunakan untuk validasi mesin, peralatan
produksi maupun sarana penunjang. Kualifikasi adalah tindakan pembuktian bahwa
perlengkapan, fasilitas atau sistem yang digunakan dalam suatu proses atau sistem akan selalu
bekerja dengan kriteria yang diinginkan dan konsisten. Terdapat empat macam kualifikasi yang
dilakukan di Industri Farmasi yaitu kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi
operasional dan kualifikasi kinerja. Validasi merupakan tindakan pembuktian dengan cara yang
sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang
digunakan dalam produksi maupun pengawasan mutu akan senantiasa mencapai hasil yang
diinginkan. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi
dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau
dokumen setara. RIV hendaklah merupakan dokumen yang singkat, tepat dan jelas. Pada
umumnya validasi proses dilakukan sebelum produk dipasarkan (validasi prospektif). Dalam
keadaan tertentu, jika hal tersebut tidak memungkinkan, validasi dapat juga dilakukan selama
proses produksi rutin dilakukan (validasi konkuren). Proses yang sudah berjalan hendaklah juga
divalidasi (validasi retrospektif).

Pengertian CPOB

Menurut Badan POM . 2006. PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK. BPOM RI.
JAKARTA

CPOB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan
secara konsisten untuk mencapai standar mutu

yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk.

CPOB mencakup Produksi dan Pengawasan Mutu. Persyaratan dasar dari CPOB adalah:
a) semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas, dikaji secara sistematis berdasarkan
pengalaman dan terbukti mampu secara konsisten menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan
mutu dan spesifikasi yang telah ditetapkan;

b) tahap proses yang kritis dalam pembuatan, pengawasan proses dan sarana penunjang serta
perubahannya yang signifikan divalidasi;

c) tersedia semua sarana yang diperlukan dalam CPOB termasuk:

- personil yang terkualifikasi dan terlatih;


- bangunan dan sarana dengan luas yang memadai;
- peralatan dan sarana penunjang yang sesuai;

- bahan, wadah dan label yang benar;


- prosedur dan instruksi yang disetujui; dan
- tempat penyimpanan dan transportasi yang memadai.

d) prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa yang jelas, tidak bermakna
ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada sarana yang tersedia;

e) operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara benar;

f) pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama pembuatan yang
menunjukkan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan dalam prosedur dan instruksi yang
ditetapkan benar-benar dilaksanakan dan jumlah serta mutu produk yang dihasilkan sesuai dengan
yang diharapkan. Tiap penyimpangan dicatat secara lengkap dan diinvestigasi;

g) catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan penelusuran riwayat bets secara
lengkap, disimpan secara komprehensif dan dalam bentuk yang mudah diakses;

h) penyimpanan dan distribusi obat yang dapat memperkecil risiko terhadap mutu obat;

i) tersedia sistem penarikan kembali bets obat manapun dari peredaran; dan

j) keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu diinvestigasi serta dilakukan
tindakan perbaikan yang tepat dan pencegahan pengulangan kembali keluhan.

Anda mungkin juga menyukai