Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN EKOLOGI TUMBUHAN

METODA TRANSEK DAN HUTAM ALAMI

nama
nim
kelompok

kuswantoro
F1071141015
2

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2017

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bentuk komunitas disuatu tempat ditentukan oleh keadaan dan sifat-sifat individu
sebagai reaksi terhadap faktor lingkungan yang ada, dimana individu ini akan membentuk
populasi didalam komunitas tersebut. Komunitas secara dramatis berbeda-beda dalam
kekayaan spesiesnya (species richness), jumlah spesies yang mereka miliki. Mereka juga
berbeda dalam hubungannya dalam kelimpahan relatif (relative abundance) spesies.
Beberapa komunutas terdiri dari beberapa spesies yang umum dan beberapa spesies yang
jarang, sementara yang lainnya mengandung jumlah spesies yang sama dengan jumlah
spesies yang semuanya umum ditemukan. Keanekaragaman jenis seringkali disebut
heterogenitas jenis, yaitu karakteristik unik dari komunitas suatu organisasi biologi dan
merupakan gambaran struktur dari komunitas
Analisi vegetasi dibagi atas tiga metode yaitu : (1) mnimal area, (2) metode kuadrat
dan (3) metode jalur atau transek (Soerianegara,1988) . Salah satu metode dalam analisa
vegetasi tumbuhan yaitu dengan menggunakan metode transek. Untuk mempelajari suatu
kelompok hutan yang luas dan belum diketahui keadaan sebelumnya paling baik dilakukan
dengan transek. Cara ini paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi
menurut keadaan tanah, topografi dan elevasi. Komunitas tumbuhan di lingkungan sekitar
MEPA mempunyai karakter yang berbeda dari homogen sampai heterogen alami di dalam
hutan. Oleh karena itu, metode transek digunakan untuk mengetahui komposisi dari
tumbuhan yang menyusun komunitas hutan MEPA (fekon).
B. Permasalahan
1. Bagaimana komposisi tumbuhan di daerah Hutan MEPA (fekon) Untan?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui komposisi tumbuhan pada
suatu daerah atau pada suatu area tertentu.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi
vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuh-tumbuhan. Unsur
struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk
keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk
menentukan indeks nilai penting dari penyusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis
vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu
komunitas tumbuhan. (Soerianegara,1978).
Kegiatan analisis vegetasi pada dasarnya ada dua macam metode, dengan petak dan
tanpa petak. Salah satu metode dengan petak yang banyak digunakan adalah kombinasi
anatara metode jalur/ transek (untuk risalah pohon) dengan metode garis petak (untuk
risalah pemudaan).
Transek adalah jalur sempit melintang lahan yang akan dipelajari/ diselidiki.
Tujuannya adalah untuk mengetahui hubungan perubahan vegetasi dan perubahan
lingkungan, atau untuk mengetahui jenis vegetasi yang ada di suatu lahan secara cepat.
Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana maka garis yang digunakan semakin pendek.
Untuk hutan, biasanya panjang garis yang digunakan sekitar 50 m-100 m. sedangkan untuk
vegetasi semak belukar, garis yang digunakan cukup 5 m-10 m. Apabila metode ini
digunakan pada vegetasi yang lebih sederhana, maka garis yang digunakan cukup 1 m.
(Marpaung, 2009).
Pada metode garis ini, sistem analisis melalui variable-variabel kerapatan,
kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai penting) yang
akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi. Kerapatan dinyatakan sebagai
jumlah individu sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan ditentukan berdasarkan
panjang garis yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan dapat merupakan presentase
perbandingan panjang penutupan garis yang terlewat oleh individu tumbuhan terhadap
garis yang dibuat. Frekuensi diperoleh berdasarkan kekerapan suatu spesies yang
ditemukan pada setiap garis yang disebar (Rohman, 2001) dalam Ali, 2008.
1. Line transect (transek garis)
Dalam metode ini garis garis merupakan petak contoh (plot). Tanaman yang berada
tepat pada garis dicatat jenisnya dan beberapa kali dijumpai.
2. Belt transect (transek sabuk)
Belt transect merupakan jalur vegetasi yang lebar nya sama dan sangat panjang.
Lebar jalur ditentukan oleh sifat sifat vegetasinya untuk menunjukan bagan yang
sebenarnya. Lebar jalur untuk hutan antara 1-10 m, transek 1 m digunakan jika semak
dan tunas dibawah dilakukan, tetap apabila hanya pohon-pohonnya yang dewasa di

petakkan itu merupakan transek yang baik 10 m. Panjang transek tergantung pada
tujuan penelitian, dimana setiap segmennya dipelajari vegetasinya (Michael,1997).
Nilai penting merupakan suatu harga yang didapatkan dari penjumlahan nilai relatif
dari sejumlah variabel yang telah diukur (kerapatan relatif, kerimbunan relatif, dan
frekuensi relatif). Jika disusun dalam bentuk rumus maka akan diperoleh:
Nilai Penting = Kr + Dr + Fr
Harga relatif ini dapat dicari dengan perbandingan antara harga suatu variabel yang
didapat dari suatu jenis terhadap nilai total dari variabel itu untuk seluruh jenis yang
didapat, dikalikan 100% dalam tabel. Jenis-jenis tumbuhan disusun berdasarkan urutan
harga nilai penting, dari yang terbesar sampai yang terkecil. Dan dua jenis tumbuhan
yang memiliki harga nilai penting terbesar dapat digunakan untuk menentukan
penamaan untuk vegetasi tersebut (Odum, 1978).
Hasil pengolahan data selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Nilai kerapatan,
Kerapatan Relatif, Frekuensi, Frekuensi Relatif, Dominasi, Dominasi Relatif, dan
Indeks Shannon_Wienner dimaknai dengan mengkaitkannya terhadap pengolahan dan
kelesterian hasil hutan (Odum,1998).

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
1. Waktu: Pukul 07.00- selesai hari sabtu 8 Desember 2016,
2. Tempat: Di hutan Fekon Universitas Tanjungpura.
B. Alat dan Bahan
1. Peralatan: Bahan yang digunakan berupa Meteran, pancang, penggaris, amnilevel, alat
tulis, tali plastik tali rapia, kompas, kantong plastik, label, termometer, hygrometer.
2. Bahan: Sedangkan bahannya ialah tumbuhan yang ada di hutan tersebut.
C. Cara Kerja
Pengerjaan dilakukan dengan membuat jalur (transek) sepanjang 100 m dengan
menggunakan talirapia, kemudian, pada setiap 20 m, dibuat plot kuadrat dengan ukuran 20
x 20 m, 10 x 10 m, 5 x 5 m, dan 2 x 2 m. Untuk pohon, bagian yang diukur ialah jenis
(nama) spesies dari pohon tersebut, dan DBH (Diameter Breast High). Setelah dibuat plot,
dengan ukuran yang berbeda-beda, kemudian dihitung jumlah spesies yang terdapat di
dalam plot tersebut. Plot dengan ukuran 2 x 2 m, jenis tanaman yang dihitung adalah
tanaman yang berupa semai dengan diameter sebesar < 1,5 cm. Selanjutnya, pada plot 5 x
5 m, jenis tanaman yang dihitung berupa tanaman pancang dengan diameter sebesar 1,5
cm dan keliling sebesar 1 - 2,5 cm, jika pancang juga terdapat pada plot 2 x 2 m, maka
pancang juga temasuk dalam hitungan. Pada plot yang berukuran 10 x 10 m, tanaman yang
dihitung adalah tanaman yang berupa tiang dengan diameter sebesar 5 10 cm dan keliling
sebesar 25 60 cm, jika tanaman tiang juga terdapat pada plot 2 x 2 m, dan 5 x 5 m, maka
tiang tersebut juga termasuk di dalam hitungan. Pada plot 20 x 20, jenis tanaman yang
dihitung adalah tanaman yang berupa pohon dengan diameter sebesar > 20 cm dan keliling
sebesar > 60 cm, dan jika di dalam plot 2 x 2 m, 5 x 5 m, dan 10 x 10 m, juga terdapat
pohon, maka, pohon tersebut juga termasuk dalam hitungan. Setelah seluruh data
terkumpul yaitu, dari plot pertama, sampai dengan plot kedelapan (data kelas), maka
dilakukan perhitungan dari data yang telah diperoleh. Selanjutnya, untuk langkah kerja
yang dilakukan pada praktikum hutan alami adalah seluruh alat yang telah dibawa, yaitu :
termometer, digunakan untuk mengukur suhu udara dan suhu tanah dari masing-masing
plot yang telah dibuat. Suhu tanah dan udara diukur pada tiga titik yang berbeda. Setelah
diukur suhu udara dan tanah, maka diambil sampel tanah dari ketiga titik tersebut.
Kemudian, sampel tanah yang telah diambil diukur pHnya dengan menggunakan pH meter.
Pengukuran pH tanah dilakukan dengan cara melarutkan tanah di dalam gelas kimia,
dengan menggunakan akuades. Selain, diukur suhu udara, tanah dan pH tanah, pada

praktikum hutan alami ini juga di identifikasi tanaman apa saja yang terdapat di dalam
hutan tersebut, serta, diamati kondisi yang berada di sekitar hutan, misalnya faktor cahaya.
Adapun gambar model plot yang telah di buat untuk praktikum adalah sebagai
berikut :

7
5
3
1

8
6
4
2

Gambar 1. Sebelum Ada Plot

Gambar 2. Sesudah Ada Plot


2
3
4

Gambar 3. Ukuran Tiap Plot

Keterangan Plot:
1. ukuran 2 x 2 (Semai)
2. ukuran 5 x 5 m (pancang)
3. ukuran 10 x 10 m (tiang)
4. ukuran 20 x 20 m (pohon)

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel. 1 Hasil Pengamatan
No
1

Plot
2x2 semai

PH tanah
3,29

T=< 1,5 m
K=< 2,5 cm

5x5 Pancang

3,93

T= >1,5 m
K= 1-1,5
10x10 Tiang

T 5-10m
K=25-6 cm
20x20 Pohon

T= >20 M
K= >60 cm

Nb:

Suhu udara 290C


Suhu Tanah 280C

B. Pembahasan

3,41

Nama Tumbuhan
Spesies 1 (Paku)
Spesies 2 (Rambutan)
Spesies 3
Spesies 4
Spesies 5 (Sirih)
Spesies 6 (Karet)

Spesies 1
Spesies 2
Spesies 3

Spesies 1 (Karet)
Spesies 2 (Cempedak)
Spesies 3 (Rambutan)

Spesies 1
Spesies 2
Spesies 3

Jumlah
15
5
1
1
4
3
15
14
6
6
3
4
1
1
3

Praktikum ini dilaksanakan di hutan MEPA (fekon) UNTAN untuk mengetahui


jenis-jenis tanaman penyusun ekosistemnya.adapun pengamatan yang dilakukan
dengan kriteria sebagai berikut semai dengan petak 2 x 2m,pancang dengan petak 5 x
5 m,tiang 10 x 10 m dan pohon dengan petak 20 x 20 m. Pengamatan dilakukan pada
empat level tumbuhan, yaitu semai, pancang tiang dan pohon.
Berdasarkan hasil pengamatan pada tingkat semai hanya diperoleh satu jenis
tumbuhan saja dengan jumlahnya juga satu pada areal 2x2 m, ini berarti kerapatan
tumbuhan ini sangat kurang atau kelimpahannya kurang.
Dari hasil analisa kuantitatif pada level semai dengan ukuran 2x2 m spesies
yang lebih mendominasi adalah jenis paku sedangkan yang dominansi paling kecil
adalah pada spesies 3 dan 4 berjumlah 1 diketahui ph tanah sebesar 3,29. Pada level
Pancang dengan ukuran 5x5 m spesies yang mendominasi adalah spesies 2 dan spesies
3 merupakan spesies dengan dominansi paling kecil berjumlah 6 dan diketahui ph
tanah sebesar 3,93. Kemudian pada level tiang 10x10 m tumbuhan yang memiliki
dominasi tertinggi adalah tumbuhan karet dan spesies dengan dominasi paling kecil
yaitu pada spesies cempedak berjumlah 3 dan diketahui ph tanah sebesar 3,76. Pada
pengamatan dengan ukuran 20x20 m yaitu pada tingkat pohon spesies yang
mendominasi paling tinggi yaitu spesies 3 dan spesies yang memiliki dominasi rendah
yaitu spesies 1 dan 2 diketahui ph tanah sebesar 3,41.
Keanekaragamn tumbuhan di setiap levelnya berbeda-beda, hal ini dipengaruhi
oleh daya dukung tumbuh disetiap level tumbuhan tersebut. Daya dukung ini dapat
berupa faktor abiotik seperti suhu, cahaya matahari, curah hujan serta kelembaban
pada daerah hutan ini.
Selain mengamati keanekaragaman tumbuhan di hutan ini, kami juga
mengamati kondisi abiotik seperti suhu udara , suhu tanah dan juga pH tanah. Suhu
udara di setiap plot berkisar antara 26-29 0C, sedangkan suhu tanahnya berkisar 26270C dan pH tanahnya 3,29-3,41. Pengaruh keanekaragaman tanaman di hutan ini juga
erat kaitannya dengan kondisi tanah ini, kondisi asam dapat menyebabkan banyak
tumbuhan tidak dapat hidup dengan baik bahkan tidak dapat hidup sama sekali.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Komposisi tanaman dari hutan fekon kurang beragam, ini dilihat dari sedikitnya jenis
spesies tanaman yang ditemukan. Tumbuhan paku cukup mendominasi areal ini, hal ini dilihat
jumlah sebesar 15 individu yang teramati. Spesies 4 merupakan jumlah paling sedikit dengan
kategori pohon dengan jumlah hanya satu spesies. Suhu udara di hutan fekon berkisar 290C
dan suhu tanahnya berkisar 280C sedangkan pH tanahnya berkisar 3,29-3,41 yang
menandakan areal ini dengan kondisi tanah asam.
B. Saran
1. Praktikan seharusnya lebih meningkatkan kerjasama dalam tim.
2. Mengidentifikasi tumbuhan dengan benar
3. Kurang memahami bahasa ilmiah tumbuhan

10

DAFTAR PUSTAKA
Ali, Iqbal. 2008. Analisis Vegetasi 1. http://iqbalali.wordpress.com. Diakses, Selasa 23 januari
2017.
Marpaung,

Andre.

2009.

Apa

dan

Bagaimana

Mempelajari

Analisa

Vegetasi.

http://boymarpaung.wordpress.com/2009/04/20/apa-dan-bagaimana-mempelajarianalisa-vegetasi/. Diakses, Selasa 23 januari 2017.


Michael, P. 1997. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. Jakarta :
UI Press.
Odum, E. P. 1998. Dasar-dasar Ekologi. Yogyakarta : UGM Press.
Soerianegara,I dan A.Indrawan.1978. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor : Fakultas Kehutanan
IPB

11

Lampiran

Anda mungkin juga menyukai