Dosen Pengampu :
Abidarin Rosidi, Dr, M.Ma.
Nama
NPM
Kelompok
PENDIDIKAN PANCASILA
JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA
2011
PANCASILA
SEBAGAI PEDOMAN HIDUP
SEMAKIN HILANG DI KEHIDUPAN BERBANGSA
Oleh :
Muhammad Ade Rifki Kurinawan
11.11.5546
ABSTRAK
Tujuan pembuatan makalah ini untuk melihat perkembangan jaman dan
budaya membuat Pancasila sebagai pedoman hidup Berbangsa semakin hilang
dalam peradaban.
Dalam pembuatan makalah ini menggunakan pendekatan secara Historis,
Sosiologis dan Yuridis pada Pancasila. Subyek penelitian ini mengacu pada
perkembangan zaman dan kultur budaya masyarakat dalam kehidupan berbangsa.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik
observasi dan teknik dokumentasi .
Hasil dari pembuatan makalah ini bisa menjadikan tolok ukur sejauh
mana masyarakat berpedoman hidup pada Pancasila dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara Indonesia. Yaitu peranan Pancasila dalam kehidupan berbangsa
sudah semakin menghilang dengan masuknya kultur budaya barat yang
menggantikan kultur budaya Indonesia sebagai bangsa timur, dan melihat dari
kepentingan umum yang mencakup masyarakat luas dikesampikan untuk
memenuhi kepentingan hidup individu atau kelompok tertentu untuk memperoleh
keuntungan. Serta dapat dilihat pada sistem pemerintahan yang sudah tidak
memihak kepada rakyat yang dalam hal ini bertolak belakang pada Pancasila.
Kata kunci
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami haturkan kepada Allah SWT, karena atas
ridho-Nya penulis dapat
DAFTAR ISI
ABSTRAK
ii
PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iv
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. PENDEKATAN
1. Pendekatan Historis
2. Pendekatan Sosiologis
3. Pendekatan Yuridis
BAB II PEMBAHASAN
A. Hakikat Pancasila sebagai Pandangan Hidup
10
11
12
21
26
28
DAFTAR PUSTAKA
29
PANCASILA
SEBAGAI PEDOMAN HIDUP
SEMAKIN HILANG DI KEHIDUPAN BERBANGSA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di jaman yang penuh dengan persaingan ini makna Pancasila seolaholah terlupakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Padahal sejarah
perumusannya melalui proses yang sangat panjang oleh para pendiri negara
ini. Pengorbanan tersebut akan sia-sia apabila kita tidak menjalankan amanat
para pendiri negara yaitu pancasila yang termaktub dalam pembukaan UUD
1945 alenia ke-4.
Pancasila merupakan rangkaian kesatuan dan kebulatan yang tidak
terpisahkan karena setiap sila dalam pancasila mengandung empat sila
lainnya dan kedudukan dari masing-masing sila tersebut tidak dapat ditukar
tempatnya atau dipindah-pindahkan. Hal ini sesuai dengan susunan sila yang
bersifat sistematis-hierarkis, yang berarti bahwa kelima sila pancasila itu
menunjukkan suatu rangkaian urutan-urutan yang bertingkat-tingkat, dimana
tiap-tiap sila mempunyai tempatnya sendiri di dalam rangkaian susunan
kesatuan itu sehingga tidak dapat dipindahkan.
Bagi bangsa Indonesia hakikat yang sesungguhnya dari pancasila
adalah sebagai pandangan hidup bangsa dan sebagai dasar negara. Kedua
pengertian tersebut sudah selayaknya kita fahami akan hakikatnya. Selain dari
pengertian tersebut, pancasila memiliki beberapa sebutan berbeda, seperti : 1)
Pancasila sebagai jiwa bangsa, 2) Pancasila sebagai kepribadian bangsa, 3)
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum dll.
Walaupun begitu, banyaknya sebutan untuk Pancasila bukanlah
merupakan suatu kesalahan atau pelanggaran melainkan dapat dijadikan
sebagai suatu kekayaan akan makna dari Pancasila bagi bangsa Indonesia.
Karena hal yang terpenting adalah perbedaan penyebutan itu tidak
mengaburkan hakikat pancasila yang sesungguhnya yaitu sebagai dasar
negara. Tetapi pengertian pancasila tidak dapat ditafsirkan oleh sembarang
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah
dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Hakikat pancasila sebagai pandangan hidup.
2. Hakikat pancasila sebagai dasar negara.
3. Bagaimana bisa orang Indonesia tidak lagi peduli dengan dasar
Indonesia (Pancasila)?
4. Ke depan apakah sebagai pengikat Pancasila masih bisa diandalkan?
5. Bagaimana cara yang harus di lakukan untuk menanamkan
pemahaman itu?
C. PENDEKATAN PANCASILA
1. Pendekatan secara Historis
Pembahasan historis Pancasila dibatasi pada tinjauan terhadap
perkembangan rumusan Pancasila sejak tanggal 29 Mei 1945 sampai
dengan keluarnya Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968. Pembatasan
ini didasarkan pada dua pengandaian, yakni:
a. Tentang dasar negara Indonesia merdeka baru dimulai pada tanggal 29
Mei 1945, saat dilaksanakan sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI);
b. Sesudah Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 tersebut, kerancuan
pendapat tentang rumusan Pancasila dapat dianggap tidak ada lagi.
Permasalahan Pancasila yang masih terasa mengganjal adalah
tentang penghayatan dan pengamalannya saja. Hal ini tampaknya belum
terselesaikan oleh berbagai peraturan operasional tentangnya. Dalam hal
ini,
pencabutan
Ketetapan
MPR
No.II/MPR/1978
(Ekaprasetia
3)
Peri
Ketuhanan;
4)
Peri
Kerakyatan;
5)
4)
Kesejahteraan
Sosial;
5)
Ketuhanan
Yang
itu
di
kalangan
masyarakat
pun
terjadi
10
ajaran
agamanya, upacara
keagamaan,
pendidikan
keagamaan, dan lain-lain merupakan salah satu wujud nilai luhur dari
Pancasila khususnya sila ke-1.
Bangsa Indonesia yang dikenal ramah tamah, sopan santun, lemah
lembut terhadap sesama mampu memberikan sumbangan terhadap
pelaksanaan Pancasila, hal ini terbukti dengan adanya pondok-pondok atau
padepokan yang dibangun mencerminkan kebersamaan dan sifat manusia
yang beradab. Pandangan hidup masyarakat yang terdiri dari kesatuan
rangkaian nilai-nilai luhur tersebut adalah suatu wawasan yang
menyeluruh terhadap kehidupan itu sendiri. Pandangan hidup berfungsi
sebagai kerangka acuan baik untuk menata kehidupan diri pribadi maupun
dalam interaksi antar manusia dalam masyarakat serta alam sekitarnya.
Dalam
praktik
kehidupan
bernegara,
berbangsa
dan
11
12
13
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup
Setiap bangsa di dunia yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui
dengan jelas ke arah mana tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan
pandangan hidup. Dengan pandangan hidup inilah suatu bangsa akan
memandang persoalan yang dihadapinya sehingga dapat memecahkannya
secara tepat. Tanpa memiliki pandangan hidup, suatu bangsa akan merasa
terombang-ambing dalam menghadapi persoalan yang timbul, baik persoalan
masyarakatnya sendiri maupun persoalan dunia.
Menurut Padmo Wahjono: Pandangan hidup adalah sebagai suatu
prinsip atau asas yang mendasari segala jawaban terhadap pertanyaan
dasar, untuk apa seseorang itu hidup. Jadi berdasarkan pengertian tersebut,
dalam pandangan hidup bangsa terkandung konsepsi dasar mengenai
kehidupan yang dicita-citakan, terkandung pula dasar pikiran terdalam dan
gagasan mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik.
Pancasila sebagai pandangan hidup sering juga disebut way of life,
pegangan hidup, pedoman hidup, pandangan dunia atau petunjuk hidup.
Walaupun ada banyak istilah mengenai pengertian pandangan hidup tetapi
pada dasarnya memiliki makna yang sama. Lebih lanjut Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa dipergunakan sebagai petunjuk dalam kehidupan
sehari-hari masyarakat Indonesia baik dari segi sikap maupun prilaku
haruslah selalu dijiwai oleh nilai-nilai luhur pancasila.
Hal ini sangat penting karena dengan menerapkan nilai-nilai luhur
pancasila dalam kehidupan sehari-hari maka tata kehidupan yang harmonis
diantara masyarakat Indonesia dapat terwujud. Untuk dapat mewujudkan
semua itu maka masyarakat Indonesia tidak bisa hidup sendiri, mereka harus
tetap mengadakan hubungan dengan masyarakat lain. Dengan begitu masingmasing pandangan hidup dapat beradaftasi artinya pandangan hidup
perorangan/individu dapat beradaptasi dengan pandangan hidup kelompok
14
kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UUD Negara Indonesia yang berbentuk
dalam suatu susunan Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasar kepada........dst.
Dengan demikian kedudukan pancasila sebagai dasar negara
termaktub secara yuridis konstitusional dalam pembukaan UUD 1945, yang
merupakan cita-cita hukum dan norma hukum yang menguasai hukum dasar
negara RI dan dituangkan dalam pasal-pasal UUD 1945 dan diatur dalam
peraturan perundangan.
Selain bersifat yuridis konstitusional, pancasila juga bersifat yuridis
ketatanegaraan yang artinya pancasila sebagai dasar negara, pada hakikatnya
adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum. Artinya segala peraturan
perundangan secara material harus berdasar dan bersumber pada pancasila.
Apabila ada peraturan (termasuk di dalamnya UUD 1945) yang bertentangan
dengan nilai-nilai luhur pancasila, maka sudah sepatutnya peraturan tersebut
dicabut.
Berdasarkan uaraian tersebut pancasila sebagai dasar negara
mempunyai sifat imperatif atau memaksa, artinya mengikat dan memaksa
setiap warga negara untuk tunduk kepada pancasila dan bagi siapa saja yang
melakukan pelanggaran harus ditindak sesuai hukum yang berlaku di
Indonesia
serta
bagi
pelanggar
dikenakan
sanksi-sanksi
hukum.
Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam pancasila memiliki sifat obyektifsubyektif. Sifat subyektif maksudnya pancasila merupakan hasil perenungan
dan pemikiran bangsa Indonesia, sedangkan bersifat obyektif artinya nilai
15
pancasila sesuai dengan kenyataan dan bersifat universal yang diterima oleh
bangsa-bangsa beradab. Oleh karena memiliki nilai obyektif-universal dan
diyakini kebenarannya oleh seluruh bangsa Indonesia maka pancasila selalu
dipertahankan sebagai dasar negara.
Jadi berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan
bahwa pancasila sebagai dasar negara memiliki peranan yang sangat penting
dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga cita-cita para
pendiri bangsa Indonesi dapat terwujud.
Istilah Pancasila selalu berkumandang pada masa Orde Baru di
bawah kepemimpinan HM Soeharto. Apa saja selalu dikaitkan dengan
Pancasila. Begitu pula dengan Undang-Undang Dasar 1945 selalu
dibicarakan. Pancasila dan UUD 1945 menjadi dua istilah sangat popular,
bahkan selalu menjadi slogan Orde Baru.
Sama halnya dengan Pancasila, istilah UUD 1945 juga selalu
ditekankan oleh para elit Orde Baru. Mereka kala itu selalu menyebut-nyebut
UUD 1945, terlebih ketika hendak menyusun atau membuat berbagai
peraturan dan perundang-undangan. Pidato para pejabat selalu mengaitkannya
kepada konstitusi tersebut.
Tak pelak lagi, Pak Harto sebagai Presiden, mandataris MPR
(Majelis
Permusyawaratan
Rakyat)
merupakan
tokoh
utama
dalam
16
melalui
metode
indoktrinasi
dan
unilateral,
yang
tidak
17
memberikan koreksi
18
19
bangsa menjadi
tergerus dan
menurunnya
20
21
22
tidak ada kata henti. Kesan pemaksaan sering dijadikan alasan untuk menolak
Pancasila. Sementara, banyak pula yang melihat berbagai prilaku, tindakan
atau perbuatan, baik oleh pejabat maupun anggota masyarakat, dinilai
menyimpang jauh dari nilai-nilai Pancasila yang disosialisasikan dan
dilestarikan itu.
Buruk Rupa Cermin Dibelah, Lantas apakah dengan kita
melengserkan Pancasila dan UUD 1945, kehidupan kita bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara kini menjadi jauh lebih baik dibandingkan masa
Orde Baru, Apakah berbagai krisis ekonomi, krisis multi dimensi
sebagaimana terjadi pada penghujung masa Orde Baru sudah teratasi? Tentu
jawabannya tidak dapat dinyatakan secara hitam putih. Hal yang pasti,
permasalahan yang dihadapi masa sekarang tampaknya tidak banyak beranjak
jauh, terutama yang dirasakan oleh rakyat kalangan menengah ke bawah.
Sementara untuk di kalangan sebagian elit secara pribadi-pribadi, kelompok
atau golongan tentu saja menilai banyak jauh meningkat pada kondisi saat ini.
Terlebih bila kita memang total melupakan Pancasila dan UUD 1945. Dari
kondisi saat ini yang dinilai masih gonjang ganjing itulah, sementara pihak
melihat ada sesuatu yang hilang dalam kehidupan kita. Mereka melihat kita
selama ini ternyata ibarat buruk rupa cermin dibelah. Maksudnya, wajah
kita yang buruk tapi malah yang kita rusak adalah cermin, alat bagi kita untuk
dapat melihat siapa kita.
Kenyataan tersebut membuat ada penilaian yang menyebutkan kita
kini dalam kondisi memprihatinkan. Rakyat Indonesia mengalami degradasi
wawasan nasional bahkan juga degradasi kepercayaan atas keunggulan dasar
Negara Pancasila, sebagai sistem ideology nasional karenanya, elit reformasi
mulai pusat sampai daerah mempraktekkan budaya kapitalisme-liberalisme
dan neo-liberalisme. Jadi, rakyat dan bangsa Indonesia mengalami erosi jati
diri nasional. Kalau kita melihat masalah Undang-Undang Dasar 1945 dan
Pancasila. Ketiganya terlihat sepakat bahwa saat ini kita sudah melenceng
atua bahkan cenderung sudah mengabaikan penerapan substansi dari
konstitusi dan ideologi Negara sebagaimana yang diamanatkan oleh para
founding father, bapak bangsa. Penyelenggaraan kehidupan bermasyarkaat,
23
berbangsa dan bernegara saat ini tidak lagi memakai acuan UUD 1945 dan
Pancasila.
Masa Orde Baru sudah memulai menanamkan Pancasila dan UUD
1945 dalam pikiran kita. Selanjutnya sudah pula terus diucap-ucapkan dan
banyak pula dicoba diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Dasar Negara dan konstitusi warisan founding fathers itu tidak
disosialisasikan dalam waktu singkat tapi makan waktu cukup lama, lewat
proses dialog yang panjang. Lewat musyawarah mufakat yang tidak langsung
begitu saja disetujui.
Bayangkan, penerimaan Pancasila sebagia satu-satunya asas buat
organisasi sosial politik dan kemasyarakatan baru disepakati pada Sidang
Umum MPR 1983, sekitar 15 tahun setelah Orde Baru. Itu pun tidak langsung
diterapkan karena dibuat dulu undang-undangnya. Sementara sampai
berakhirnya Orde Baru, sebenarnya upaya sosialisasi dan pelestariannya
masih terus dilakukan.
Sungguh sayang, euphoria reformasi telah membuat kita lupa, mana
yang harus tetap dipertahankan dan mana yang harus dibuang. Kita terlalu
emosional sehingga semua produk Orde Baru dianggap keliru. Padahal yang
keliru adalah dalam tararan operasional yang memang dimungkinkan dapat
saja belum sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Bukankah hal ini sangat
naf jika kita seharusnya mau menjunjung tinggi warisan para founding
father.
Untuk bisa melihat Pancasila sebagai lebih jernih kita perlu melihat
sejarah awalnya Pancasila. Pancasila adalah sebuah istilah yang diciptakan
Bung Karno dalam pidatonya di siding BPUPKI tanggal 1 Juni 1945,
sehingga dikenal sebagai hari lahirnya Pancasila. Sedikit dari kita yang masih
mengingat bahwa Pancasila versi Bung Karno di BPUPKI berbeda dengan
Pancasila yang kita kenal sekarang.
24
25
26
27
28
29
30
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Pancasila sebagai ideologi negara yanng telah direncanakan oleh
para pendiri bangsa, pada era Orde Baru sampai masuknya era Reformasi
sekarang ini belum begitu terwujud dengan apa yang diinginkan. Hal ini
terlihat dari bagaimana cara pemerintah maupun masyarakat Indonesia dalam
memahami dan melaksanakan pancasila sebagai pedoman hidup maupun
sebagai landasan hukum tertinggi.
Bahkan pada jaman sekarang ini Pancasilan seolah telah terlupakan
oleh bangsa Indonesia baik itu sebagai Pedoman hidup maupun landasan
hukum berbangsa Indonesia. Dan apa yang terjadi dalam negara ini tidak lain
adalah akibat dari terlupakannya nilai arti yang terkandung dalam Pancasila
dan bangsa ini tidak lagi menanamkan Budaya Berpancasila sebagai ideologi.
B. SARAN
Kita sebagai bangsa yang besar yang telah dari setengah abad
mengaku merdeka hendaklah berbenah dan kembali pada jati diri bangsa
yang berpedoman pada Pancasila. Lebih memahami nilai dari kandungan
Pancasila dan melaksanakannya dengan kesadaran dan keikhlasan hidup
berbagsa, sebagai bangsa yang besar. Untuk memwujudkan negara yang
maju disegani negara lain dengan berpegang teguh pada Pancasila.
31
DAFTAR PUSTAKA
Budiyanto. 2004. Kewarganegaraan untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga.
Dardji Darmodiharjo, dkk. (1981). Santi Aji Pancasila. Surabaya : Usaha
Nasional
Dhont, Frank, dkk. 2010. Pancasilas Contemporary Appeal: Re-legitimizing
Indonesias Founding Ethos. Yogyakarta: Sanata Dharma University
Press.
Douglas, Stephen. 1974. Student Activism in Indonesia. Boston: The Litle, Brown
and Company.
Fukuyama, Francis. 1995. Trust, The Social Virtues and The Creation of
Prosperity. New York: Free Press.
Ir. Soekarno. 2006. Filsafat Pancasila menurut Bung Karno (Penyunting:
Floriberta Aning). Yogyakarta: Media Pressindo.
Koentjaraningrat.1980.Manusia dan Kebudayaan Indonesia.Jakarta: PT.
Gramedia.
Kaelan. 2008. Pendidikan Pancasila Edisi Reformasi. Yogyakarta: Paradigma.
Nopirin. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila, Cet. 9. Jakarta:
Pancoran Tujuh.
Notonagoro.1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila, Cet. 9. Jakarta:
Pantjoran Tujuh.p
S, Ubed Abdilah. 2002. Politik Identitas Etnis. Magelang: Indonesiatera.
Salam, H. Burhanuddin, 1998. Filsafat Pancasilaisme. Jakarta: Rineka Cipta
Soegito, A. T, dkk. 2009. Pendidikan Pancasila. Semarang: Pusat Pengembangan
MKU-MKDK Unnes.
Suwarno, P. J. 1993. Pancasila Budaya Bangsa Indonesia. Yogyakarta: Kanisius.
Rahma, Srijanti A dan Purwanto S. K. 2008. Etika Berwarga Negara: Pendidikan
Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Jakarta: Salemba Empat.
Winataputra, Udin. S. dkk. (2008). Materi dan Pembelajaran PKN SD. Jakarta:
Universitas Terbuka
32