Anda di halaman 1dari 29

I.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Banyak negara yang mengakui bahwa persoalan pendidikan merupakan


persoalan yang pelik. Namun semuanya merasakan bahwa pendidikan merupakan
salah satu tugas negara yang amat penting. Bangsa yang ingin maju, membangun,
dan berusaha memperbaiki keadaan masyarakat dan dunia tentu mengatakan
bahwa pendidikan merupakan kunci keberhasilan suatu bangsa.
Pengemasan pendidikan, pembelajaran, dan pengajaran sekarang ini belum
optimal seperti yang diharapkan. Hal ini terlihat dengan kekacauan-kekacauan
yang muncul di masyarakat bangsa ini, diduga bermula dari apa yang dihasilkan
oleh dunia pendidikan. Pendidikan yang sesungguhnya paling besar memberikan
kontribusi terhadap kekacauan ini. (Degeng dalam Budiningsih, 2005:4).
Pendidikan yang kacau ini berasal dari pembelajaran di dalam kelas yang
tidak efisien. Kondisi yang tidak efisien ini dikarenakan oleh kurangnya
harmonisasi didalam kegiatan pembelajaran. Ketidakefisienan ini menyebabkan
banyak siswa yang malas belajar dan cenderung menyembunyikan apa yang dia
bisa.
Tantangan dunia pendidikan ke depan adalah mewujudkan proses
demokratisasi belajar. Pembelajaran yang mengakui hak anak untuk melakukan
tindakan belajar sesuai karakteristiknya. Hal penting yang perlu ada dalam
lingkungan belajar yang demokratis adalah reallness. Sadar bahwa anak memiliki
kekuatan disamping kelemahan, memiliki keberanian di samping rasa takut dan
kecemasan, bisa marah di samping juga bisa gembira (Budiningsih, 2005:7).
Tokoh utama pendidikan adalah seorang guru. Guru mempunyai andil
besar dalam pencapaian keberhasilan pendidikan. Walaupun bertugas sebagai
pendidik. Tetapi seorang guru mata pelajaran tidak hanya memberikan pelajaran
dan materi-materi untuk siswanya saja, melainkan harus dapat meningkatkan
potensi peserta didik serta mengatasi dan mengurangi perilaku negatif siswa di
kelas.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Peran guru bidang studi kimia untuk meningkatkan potensi kedisiplinan
dan memberikan motivasi belajar.
2. Peran guru bidang studi kimia untuk meningkatkan kedisiplinan dalam
membuat tugas sekolah
3. Peran guru untuk mengurangi ketidaksiplinan, kenakalan siswa di kelas
dan kebiasaan membolos.

C. TUJUAN MASALAH
1. Dapat mengetahui peran guru bidang studi kimia dalam meningkatkan
kedisiplinan dan memberikan motivasi belajar
2. Dapat mengetahui peran guru bidang studi kimia dalam meningkatkan
kedisiplinan dalam membuat tugas sekolah
3. Dapat mengetahui peran guru bidang studi kimia dalam mengurangi
ketidaksiplinan, kenakalan siswa di kelas dan kebiasaan membolos.

II. PEMBAHASAN
Peran guru dalam pembelajaran di kelas adalah menjadi fasilitator bagi
para siswa yaitu dengan memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar
dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan
mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran. Hal ini dapat
dilakukan oleh guru mata pelajaran, misalnya guru kimia.
Guru kimia dapat memberikan solusi untuk setiap permasalahan dalam
pembelajaran kimia di kelas. Berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi
kemudahan belajar siswa:
a. Partisipasi.
Dalam dunia pendidikan, partisipasi mampu menghidupkan suasana yang
interaktif. Dua belah pihak, guru dan siswa, perlu saling peduli, saling sharing,
melakukan negosiasi, dan sama-sama bertanggung jawab atas proses dan output
pendidikan. Hal ini penting agar di akhir tahun, ketika terjadi kegagalan studi,
maka tidak terjadi saling tuding antara para pihak yang memiliki kepedulian

2
terhadap dunia pendidikan (guru, siswa, orangtua siswa, ahli kurikulum, dan
masyarakat luas).
b. Integrasi.
Di sini, perlu ditekankan interaksi, interpenetrasi, serta integrasi
pemikiran, perasaan dan tindakan. Membangun manusia yang seutuhnya berarti
membangun manusia yang konsisten dalam ketiga hal tersebut.
c. Keterkaitan.
Bahwa materi yang diajarkan perlu memiliki hubungan yang erat dengan
kebutuhan hidup dasar peserta didik serta berpengaruh nyata untuk mereka, baik
secara emosional maupun secara intelektual.
d. Transparansi dalam menyampaikan tujuan pembelajaran.
Para siswa pun berhak mengetahui bahwa pada akhir pelajaran, mereka
harus memahami hal-hal tertentu yang mampu meningkatkan pengetahuan
mereka. Dari sini, semakin nyata bahwa siswa perlu tahu ke mana mereka
diarahkan dalam sebuah pelajaran. Banyak guru kurang menekankan bagian ini,
dan langsung masuk ke "inti" pembahasan, padahal hal ikhwal menjelaskan tujuan
adalah termasuk hal "inti" pula.
e. Tujuan sosial dari pendidikan.
Karena pendidikan adalah sebuah sarana menyiapkan manusia untuk untuk
berkarya dalam masyarakat, maka pendidikan perlu menekankan penempaan akal
dan mental peserta didik, agar mampu menjadi sosok intelektual yang berbudaya.

Siswa berperan sebagai pelaku utama (stundent center) yang memaknai


proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri,
mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri
yang bersifat negatif.
Hal ini juga menjadi tanggung jawab guru mata pelajaran pada saat
mengajar di kelas. Guru kimia dapat memberikan masukan serta motivasi supaya
para siswa dapat memahami potensi dirinya dalam mata pelajaran kimia
khususnya. Tanggung jawab ini sebagai bagian dari tujuan pembelajaran.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar.
Adapun proses yang umumnya dilalui adalah:

3
a. Merumuskan tujuan belajar yang jelas.
b. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat:
jelas, jujur dan positif.
c. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar
atas inisiatif sendiri.
d. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran
secara mandiri.
e. Siswa didorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya
sendiri, melakukan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku
yang ditunjukkan.
f. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa,
tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggung
jawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
g. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
h. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa.
Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh
pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab
tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau
etika yang berlaku. Disinilah peran seorang guru mata pelajaran dibutuhkan.
Para siswa dituntut untuk dapat mengontrol dirinya di dalam kelas,
mengurangi tindakan yang negatif yang dapat menghambat pembelajaran. Berikut
ini adalah hal-hal yang harus diperhatikan supaya guru dapat menjalankan
perannya di dalam kelas sebagai guru mata pelajaran sekaligus sebagai motivator
untuk mengembangkan potensi siswa :
- Realitas di dalam fasilitator belajar
Merupakan sikap dasar yang penting. Seorang fasilitator menjadi dirinya
sendiri dan tidak menyangkal diri sendiri, sehingga ia dapat masuk kedalam
hubungan dengan pelajar tanpa ada sesuatu yang ditutup-tutupi.
- Penghargaan, penerimaan, dan kepercayaan
Menghargai pendapat, perasaan, dan sebagainya membuat timbulnya
penerimaan akan satu dengan lainnya. Dengan adanya penerimaan tersebut, maka
akan muncul kepercayaan akan satu dengan lainnya.

4
- Pengertian yang empati
Untuk mempertahankan iklim belajar atas dasar inisiatif diri, maka guru
harus memiliki pengertian yang empati akan reaksi murid dari dalam. Guru harus
memiliki kesadaran yang sensitif bagi jalannya proses pendidikan dengan tidak
menilai atau mengevaluasi. Pengertian akan materi pendidikan dipandang dari
sudut murid dan bukan guru.

Guru menghubungan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan


terpakai seperti mempelajari mesin dengan tujuan untuk memperbaikai mobil.
Experiential Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan
siswa. Kualitas belajar experiential learning mencakup keterlibatan siswa secara
personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang
membekas pada siswa.
Kemampuan para guru untuk menciptakan kondisi yang mendukung yaitu
empati, penghargaan dan umpan balik positif.Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
1. Merespon perasaan siswa
2. Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah
dirancang
3. Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
4. Menghargai siswa
5. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan
kebutuhan segera dari siswa)
7. Tersenyum pada siswa

Guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan angka


konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik termasuk
pelajaran bahasa dan matematika yang kurang disukai, mengurangi tingkat
problem yang berkaitan dengan disiplin dan mengurangi perusakan pada peralatan
sekolah, serta siswa menjadi lebih spontan dan menggunakan tingkat berpikir
yang lebih tinggi. Berikut ini merupakan ciri-ciri guru yang fasilitatif :
a. Guru Sebagai Fasilitator
Peran guru sebagai fasiliator adalah:

5
1. Memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau
pengalaman kelas.
2. Membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di
dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3. Mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan
tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang
tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4. Mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang
paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai
tujuan mereka.
5. Menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat
dimanfaatkan oleh kelompok.
6. Menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik
isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk
menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi
kelompok
7. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat
berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota
kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu,
seperti siswa yang lain.
8. Mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga
pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai
suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.
9. Harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya
perasaan yang dalam dan kuat selama belajar.
10. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk
menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.
Guru kimia di dalam kelas juga dapat memberikan metode pembelajaran
didalam kelas. Metode yang digunakan harus dapat mnarik minat siswa untuk
belajar di kelas dan menghindari segala tindakan yang tidak diinginkan atau
tindakan negatif didalam kelas misalnya tidur di kelas, bicara sendiri di kelas,
tidak mau mengerjakan apapun di dlaam kelas.

6
Metode yang digunakan merupakan cara yang tradisional namun terdapat
banyak inovasi di dalam pembelajarannya.
1. Cooperative Learning atau Belajar Kooperatif
Belajar kooperatif merupakan fondasi yang baik untuk meningkatkan
dorongan berprestasi murid. Dalam prakteknya, belajar kooperatif memiliki tiga
karakteristik :
a. Murid bekerja dalam tim-tim belajar yang kecil (4 6 orang anggota), dan
komposisi ini tetap selama beberapa minggu.
b. Murid didorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang
bersifat akademik dan melakukannya secara berkelompok.
c. Murid diberi imbalan atau hadiah atas dasar prestasi kelompok.

Metode ini sangat baik digunakan karena metode pembelajaran ini tidak melulu
hanya mendengarkan, mencatat dan hanya berlangsung monoton. Metode ini juga
dapat digunakan supaya murid betah di kelas. Kenyamanan siswa di dalm kelas
merupakan kunci utama murid dapat meninggalkan tindakan negatifnya dan dapat
bersaing secara sehat dalam mengembangkan ptensi dirinya dibidang maa
pelajaran khususnya dalm pelajaran kimia. Adapun aplikasi dari metode tersebut
diantaranya :
a) Team Games Tournament
Dalam teknik ini murid-murid yang kemampuan dan jenis kelaminnya
berbeda disatukan dalam tim yang terdiri dari empat sampai lima orang anggota.
Setelah guru menyajikan bahan pelajaran, lalu tim mengerjakan lembaran-
lembaran kerja, saling mengajukan pertanyaan, dan belajar bersama untuk
persiapan menghadapi perlombaan atau turnamen yang diadakan sekali seminggu.
Dalam turnamen penentuan anggota tim berdasarkan kemampuan pada
minggu sebelumnya. Hasilnya, murid-murid yang berprestasi paling rendah pada
setiap kelompok memiliki peluang yang sama untuk memperoleh poin bagi
timnya sebagai murid yang berprestasi paling tinggi. Adapun jalannya turnamen
adalah para murid secara bergantian mengambil kartu dan menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang tertera pada kartu itu, yakni pertanyaan yang sesuai dengan
materi yang telah dipelajari selama seminggu itu.

7
Pada akhir turnamen, guru menyiapkan lembar berikut tentang tim-tim
yang berhasil dan skor-skor tertinggi yang dicapai. Meskipun keanggotaan tim
tetap sama, tetapi tiga orang yang mewakili tim untuk bertanding dapat berubah-
ubah atas dasar penampilan dan prestasi masing-masing anggota. Misalnya saat
ini prestasi murid rendah dan ia bertanding dengan murid lain yang
kemampuannya serupa, maka minggu berikutnya ia bisa saja bertanding melawan
murid-murid yang berprestasi tinggi manakala ia menjadi lebih baik.
b) Student Teams Achievment Divisions
Teknik ini menggunakan tim yang terdiri dari empat sampai lima orang
anggota, akan tetapi kegiatan turnamen diganti dengan saling bertanya selama
lima belas menit, dimana pertanyaanpertanyaan yang diajukan terlebih dulu
disusun oleh tim. Skorskor pertanyaan diubah menjadi skor-skor tim, skor-skor
yang tertinggi memperoleh poin lebih dari pada skor-skor yang lebih rendah,
disamping itu juga ada skor perbaikan.
c) Jigsaw
Murid dimasukkan ke dalam tim-tim kecil yang bersifat heterogen,
kemudian tim diberi bahan pelajaran. Murid mempelajari bagian masing-masing
bersama-sama dengan anggota tim lain yang mendapat bahan serupa. Setelah itu
mereka kembali ke kelompoknya masing-masing untuk mengajarkan bagian yang
telah dipelajarinya bersama dengan anggota tim lain tersebut, kepada teman-
teman dalam timnya sendiri.
Akhirnya semua anggota tim dites mengenai seluruh bahan pelajaran.
Adapun skor yang diperoleh murid dapat ditentukan melalui dua cara yakni skor
untuk masing-masing murid dan skor yang digunakan untuk membuat skor tim.
d) Group Investigation
Disini para murid bekerja di dalam kelompok-kelompok kecil untuk
menanggapi berbagai macam proyek kelas. Setiap kelompok membagi tugas
tersebut menjadi sub-sub topik yang dibebankan kepada setiap anggota kelompok
untuk menelitinya dalam rangka mencapai tujuan kelompok. Setelah itu setiap
kelompok mengajukan hasil penelitiannya kepada kelas.
Berdasarkan penelitian, teknik-teknik belajar kooperatif pada umumnya
berefek positif terhadap prestasi akademik. Selain itu teknik ini juga

8
meningkatkan perilaku kooperatif dan altruistic murid. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa teknik ini merupakan teknik mengajar yang efektif untuk
mencapai tujuan instruksional kelas.
Selain metode belajar dalam kelompok kecil. Siswa juga diharapkan dapat
mengerjakan tugas secara mandiri. Tujuannya adalah untuk mengetahui letak
potensi siswa. Supaya guru dapat membimbing siswa dalam meningkatkan
potensi yang dimiliki.
2. Independent Learning (Pembelajaran Mandiri)
Pembelajaran Mandiri adalah proses pembelajaran yang menuntut murid
menjadi subjek yang harus merancang, mengatur dan mengontrol kegiatan mereka
sendiri secara bertanggung jawab. Proses ini tidak bergantung pada subjek
maupun metode instruksional, melainkan kepada siapa yang belajar (murid),
mencakup siapa yang memutuskan tentang apa yang akan dipelajari, siapa yang
harus mempelajari sesuatu hal, metode dan sumber apa saja yang akan digunakan,
dan bagaimana cara mengukur keberhasilan upaya belajar yang telah dilaksanakan
(Lowry, dalam Harsono, 2007).
Dalam pelaksanaannya, proses ini cocok untuk pembelajaran di tingkat
atau level perguruan tinggi, karena menuntut kemandirian yang tinggi dari peserta
didik. Di sini pendidik beralih fungsi menjadi fasilitator proses belajar, bukan
sebagai penentu proses belajar. Meski demikian, pendidik harus siap untuk
menjadi tempat bertanya dan bahkan diharapkan pendidik betul-betul ahli di
bidang yang dipelajari peserta.
Agar tidak terjadi kesenjangan hubungan antara peserta dan pendidik,
perlu dilakukan negosiasi dalam perancangan pembelajaran secara keseluruhan
(Harsono, 2007). Perancangan pembelajaran ini merupakan alat yang fleksibel
tetapi efektif untuk membantu peserta didik dalam penentuan tujuan belajar secara
individual. Tanggung jawab peserta didik dan pengajar harus dibuat secara
eksplisit dalam perancangan pembelajaran. Partisipasi para peserta didik dalam
penentuan tujuan belajar akan membuat mereka lebih berkomitmen terhadap
proses pembelajaran.

9
3. Student Centered Learning (Belajar yang Terpusat pada Siswa)
Student Centered Learning atau disingkat SCL merupakan strategi
pembelajaran yang menempatkan peserta didik secara aktif dan mandiri, serta
bertanggung jawab atas pembelajaran yang dilakukan. Dengan SCL peserta
diharapkan mampu mengembangkan ketrampilan berpikir secara kritis,
mengembangkan system dukungan social untuk pembelajaran mereka, mampu
memilih gaya belajar yang paling efektif dan diharapkan menjadi life long leaner
dan memiliki jiwa entrepreneur.
Sama seperti model sebelumnya, SCL banyak diterapkan dalam system
pendidikan di tingkat Perguruan Tinggi (Harsono, 2007). Dengan SCL mahasiswa
memiliki keleluasaan untuk mengembangkan segenap potensinya (cipta, karsa dan
rasa), mengeksplorasi bidang yang diminatinya, membangun pengetahuan dan
mencapai kompetensinya secara aktif, mandiri dan bertanggung jawab melalui
proses pembelajaran yang bersifat kolaboratif, kooperatif dan kontekstual.
Pada intinya, pembelajaran dengan SCL sangat bertentangan dengan
proses pembelajaran konvensional yang cenderung Teacher Centered Instruction,
yakni proses pembelajaran yang mengandalkan guru atau dosen sebagai
sentralnya. Di sini nampak aplikasi dari aliran humanistik, yang sangat
memanusiakan peserta didik.

III. PENUTUP

KESIMPULAN

Peran guru dalam pembelajaran adalah menjadi fasilitator bagi para siswa
sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam
kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan
mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Guru tidak hanya mengajar saja di dalam kelas tetapi juga memberikan
pengarahan supaya siswa dapat meningkatkan potensi nya sesuai dengan bakat
serta dapat berperan sebagai pemulihan keadaan.

10
Pemulihan keadaan yang dimaksudkan adalah pemulihan dari keadaan
yang tidak kondusif menjadi kondusif di dalam kelas. Agar dapat menciptakan
susasana yang kondusif diperlukan peran guru dalam menciptakan kondisi
nyaman supaya dapat mengendalikan suasana kelas dan dapat mengontrol
perilaku siswa.
Guru yang dapat mengendalikan suasana kelas, tidak hanya wali kelas
saja, tetapi guru mata pelajaran. Misalnya guru kimia. Kondisi kelas pada saat
guru kimia mengajar harus kondusif supaya siswa dapat berminat di dalam kelas.
Minat siswa di dalam kelas akan mempermudah guru kimia dalam melihat serta
mengambangkan potensi yang dimiliki siswa yang diajar.
Dalam penerapannya, guru mempunyai metode yang digunakan untuk
mendukung terciptanya kondisi kelas yang kondusif, diantaranya:
1. Cooperative Learning atau Belajar Kooperatif.
2. Independent Learning (Pembelajaran Mandiri)
3. Student Centered Learning (Belajar yang Terpusat pada Siswa)
Pengguanaan metode tersebut dapat membuat guru turut berperan aktif dalam
menciptakan kondisi kelas yang kondusif. Sehingga dengan digunakannya metode
tersebut, maka semua bentuk kenakalan remaja dapat teratasi dan dapat
mendukung pendidikan yang lancar demi tercapainya tujuan pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Asri Budiningsih, 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta .PT Rineka Cipta
Dakir. (1993). Dasar dasar psikologi.Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Roberts, T. B., 1975. Four Psychologies Applied to Education : Freudian,
Behavioral, Humanistic, Transpersonal. New York: Schenkman Pub. Co.
Seels, Barbara& Richey, Rita C..(2005). Instructional Technology, the Definition
and Domain of the Field, Washington: AECT.
Slavin, R.E., 1991. Educational Psychology. Third edition. New York : Allyn &
Bacon
Sugihartono,dkk. (2006). Psikologi Pendidikan.Yoyakarta: FIP UNY.

11
Peran danTugas Guru di Sekolah dan di Masyarakat

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Dalam arti yang luas, pendidikan dapat mencakup seluruh


proses hidup dan segala interaksi individu dengan lingkungannya, baik
secara formal, nonformal, maupun informal. Proses tersebut muncul
dalam rangka mewujud-kan individu tersebut sesuai dengan tahapan
perkembangannya secara optimal sehingga dicapai taraf kedewasaan
tertentu. Pada konteks ini, seorang guru yang ideal menurut Makmun
(1996) memiliki tugas dan peran sebagai berikut.

1. Konservator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan sumber norma


kedewasaan dan Inovator (pengembang) sistem nilai ilmu
pengetahuan.

2. Transmitor (penerus) sistem-sistem nilai tersebut kepada peserta


didik.

3. Transformator (penerjemah) sistem-sistem nilai melalui penjelmaan


pribadinya dan perilakunya melalui proses interaksinya dengan peserta
didik.

4. Organisator (penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang


dipertanggungjawabkan baik secara formal (kepada pihak yang
mengangkat dan menugaskannya) maupun secara moral (kepada
sasaran didik serta Tuhan yang Menciptakannya). (Makmun, 1996:18)

Dalam arti yang terbatas, pendidikan merupakan salah satu


proses interaksi belajar mengajar dalam bentuk formal yang dikenal
dengan peng-ajaran (instructional). Gagne dan Berliner dalam Makmun
(1996:18) menjelaskan bahwa dalam konteks ini guru memiliki peran,
tugas, dan tanggung jawab sebagai berikut.

1. Perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan


dilakukan di dalam proses belajar mengajar (preteaching problems).

2. Pelaksana (organizer) yang harus menciptakan situasi, memimpin,


merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar
mengajar sesuai dengan rencana. Ia bertindak sebagai nara sumber
(resource person), konsultan kepemimpinan (leader) yang bijaksana
dalam arti demokratis dan humanistik (manusiawi) selama proses
berlangsung (during teaching problems).

12
3. Penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan, menganalisis,
menafsirkan, dan akhirnya harus memberikan pertimbangan
(judgement) atas tingkat keberhasilan belajar mengajar (PBM) tersebut
berdasarkan kriteria yang ditetapkan baik mengenai aspek keefektifan
prosesnya maupun kualifikasi produknya.

4. Pembimbing yang menekankan bahwa segala proses yang


berlangsung itu memiliki tujuan (pusposive), yang berarti aspek
intrinsik (niat, tekad, azam) dari dalam diri individu merupakan faktor
penentu yang penting untuk melahirkan perilaku tertentu meskipun
tanpa adanya perangsang (stimulus) yang datang dari lingkungannya
(naturalistic). Di sisi lain, pola-pola perilaku dapat dibentuk melalui
proses pembiasaan dan pengukuhan (reinforcement) dengan
mengkondisikan stimulus (conditio-ning) dalam lingkungannya
(environmentalistic). (Makmun, 1996:18-19)

Berdasar kepada rumusan teori di atas, dapat dilihat bahwa


tugas, peranan, serta tanggung jawab guru demikian luas mencakup
aspek pengembangan pengetahuan, keterampilan, serta sikap perilaku
siswa secara menyeluruh. Apalagi jika dikaitan dengan tujuan
pendidikan nasional sebagaimana tersurat pada Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
mengisyaratkan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Peranan, tugas, serta tanggung jawab ini mustahil dapat dipikul tanpa
adanya upaya peningkatan kemampuan guru itu sendiri dari waktu ke
waktu sesuai dengan perkembangan zaman.

2. Rumusan Masalah

Mendeskripsikan dan menjelaskan Status, kedudukan Guru pada


lembaga fomal(sekolah) dan di masyarakat

Bagaimana tugas dan fungsi guru di sekolah dan dimasyarakat

Mendeskripsikan dan menjelskan masalah Tanggungjawab seorang


guru disekolah dan dimasyarakat.

BAB II

STATUS, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB GURU DI SEKOLAH DAN


MASYARAKAT

13
STATUS DAN KEDUDUKAN GURU

Dalam ilmu Sosiologi kita biasa menemukan dua istilah yang


akan selalu berkaitan, yakni status (merupakan sebuah peringkat,
kedudukan atau posisi seseorang dalam suatu kelompok, atau posisi
suatu kelompok dalam hubungannya dengan kelompok lain)
dan peran sosial (merupakan sebuah perilaku yang diharapkan
dari seseorang yang memiliki suatu status tertentu tersebut) di dalam
masyarakat.

Status sebagai guru, atau kedudukan sebagai guru dapat


dipandang sebagai yang tinggi atau rendah, tergantung di mana ia
berada. Sedangkan perannya yang berkedudukan sebagai pendidik
seharusnya menunjukkan kelakuan yang layak sesuai harapan
masyarakat, dan guru diharapkan berperan sebagai teladan dan
rujukan dalam masyarakat dan khususnya anak didik yang dia ajar.
Guru tidak hanya memiliki satu peran saja, ia bisa berperan sebagai
orang yang dewasa, sebagai seorang pengajar dan sebagai seorang
pendidik, sebagai pemberi contoh dan sebagainya.

1. Kedudukan dan Peran guru di sekolah

Peranan guru terhadap murid-muridnya merupakan peran vital


dari sekian banyak peran yang harus ia jalani. Hal ini dikarenakan
komunitas utama yang menjadi wilayah tugas guru adalah di dalam
kelas untuk memberikan keteladanan, pengalaman serta ilmu
pengetahuan kepada mereka. Begitupun peranan guru atas murid-
muridnya tadi bisa dibagi menjadi dua jenis menurut situasi interaksi
sosial yang mereka hadapi, yakni : (1). Situasi formal dalam proses
belajar mengajar di kelas dan, (2). Situasi informal di luar kelas.

Dalam situasi formal, seorang guru harus bisa menempatkan


dirinya sebagai seorang yang mempunyai kewibawaan dan otoritas
tinggi, guru harus bisa menguasai kelas dan bisa mengontrol anak
didiknya. Hal ini sangat perlu guna menunjang keberhasilan dari tugas-
tugas guru yang bersangkutan yakni mengajar dan mendidik murid-
muridnya. Hal-hal yang bersifat pemaksaan pun kadang perlu
digunakan demi tujuan di atas. Misalkan pada saat guru
menyampaikan materi belajar padahal waktu ujian sangat mendesak,
pada saat bersamaan ada seorang murid ramai sendiri sehingga
menganggu suasana belajar mengajar di kelas, maka guru yang
bersangkutan memaksa anak tadi untuk diam sejenak sampai
pelajaran selesai dengan cara-cara tertentu.

Tentunya hal di atas juga harus disertai dengan adanya


keteladanan dan kewibawaan yang tinggi pada seorang guru.
Keteladanan sangatlah penting. Hal ini sejalan dengan

14
teori Mekanisme Belajar yang disampaikan David O Sears (1985)
bahwa ada tiga mekanisme umum yang terjadi dalam proses belajar
anak.

Pertama : Asosiasi atau classical conditioning ini berdasarkan


dari percobaan yang dilakukan Pavlov pada seekor anjing. Anjing
tersebut belajar mengeluarkan air liur pada saat bel berbunyi karena
sebelumnya disajikan daging setiap saat terdengar bel. Setelah
beberapa saat, anjing itu akan mengeluarkan air liur bila terdengar
bunyi bel meskipun tidak disajikan daging, karena anjing tadi
mengasosiasikan bel dengan daging. Kita juga belajar berperilaku
dengan asosiasi. Misalnya, kata Nazi biasanya diasosiasikan dengan
kejahatan yang mengerikan. Kita belajar bahwa Nazi adalah jahat
karena kita telah belajar mengasosiasikannya dengan hal yang
mengerikan.

Kedua : Reinforcement, orang belajar menampilkan perilaku


tertentu karena perilaku itu disertai dengan sesuatu yang
menyenangkan dan dapat memuaskan kebutuhan (atau mereka belajar
menghindari perilaku yang disertai akibat-akibat yang tidak
menyenangkan). Seorang anak mungkin belajar membalas penghinaan
yang diterimanya di sekolah dengan mengajak berkelahi si pengejek
karena ayahnya selalu memberikan pujian bila dia membela hak-
haknya. Seorang mahasiswa juga mungkin belajar untuk tidak
menentang sang professor di kelas karena setiap kali dia melakukan
hal itu, sang professor selalu mengerutkan dahi, tampak marah dan
membentaknya kembali.

Ketiga : Imitasi. Seringkali orang mempelajari sikap dan


perilaku sosial dengan meniru sikap dan perilaku yang menjadi model.
Seorang anak kecil dapat belajar bagaimana menyalakan perapian
dengan meniru bagaimana ibunya melakukan hal itu. Anak-anak
remaja mungkin menentukan sikap politik mereka dengan meniru
pembicaraan orang tua mereka selama kampanye pemilihan umum.
Imitasi ini bisa terjadi tanpa adanya reinforcement eksternal dan hanya
melalui observasi biasa terhadap model.

Di antara ketiga macam mekanisme belajar di


atas, imitasi adalah mekanisme yang paling kuat. Dalam banyak hal
anak-anak cenderung meniru perilaku orang dewasa dan selain orang
tua si anak, guru di sekolah merupakan orang dewasa terdekat kedua
bagi mereka. Bahkan di zaman sekarang ini banyak terjadi kasus anak
lebih mempunyai kepercayaan terhadap guru dibanding pada orang
tua mereka sendiri. Maka dari itulah seorang guru harus bisa
menunjukkan sikap dan keteladanan yang baik di hadapan murid-
muridnya, biar dikemudian hari tidak akan ada istilah guru kencing
berdiri, murid kencing berlari.

15
Selain keteladanan, kewibawaan juga perlu. Dengan kewibawaan
guru menegakkan disiplin demi kelancaran dan ketertiban proses
belajar mengajar. Dalam pendidikan, kewibawaan merupakan syarat
mutlak mendidik dan membimbing anak dalam perkembangannya ke
arah tujuan pendidikan. Bimbingan atau pendidikan hanya mungkin
bila ada kepatuhan dari pihak anak dan kepatuhan diperoleh bila
pendidik mempunyai kewibawaan.

Dari uraian di atas secara rinci peranan guru dalam kegiatan


belajar mengajar dapat disebutkan sebagai berikut :

Fasilitator

Sebagai fasilitator guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang


memungkinkan kemudahan kegiatan belajar mengajar.

Motivator

Sebagai motivator guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar


bergairah dan aktif belajar

Informator, Sebagai informator guru harus dapat memberikan


informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi selain
sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang
diprogramkan dalam kurikulum.

Pembimbing, Peran guru yang tidak kalah pentingnya dari semua


peran yang telah disebutkan di atas adalah sebagai pembimbing

Korektor, Sebagai korektor guru harus bisa membedakan mana nilai


yang baik dan buruk

Inspirator, Sebagai inspirator guru harus dapat membedakan ilham


yang baik bagi kemajuan anak didik

Sebagai organisator, adalah sisi lain dari peranan yang diperlukan


oleh guru dalam bidang ini memiliki kegiatan pengelolaan kegiataan
akademik dan lain sebagainya.

Sebagai inisiator guru harus dapat menjadi pencetur ide-ide


kemajuan dan pendidikan dalam pengajaran

Sebagai Demonstrator Dalam interaksi edukatif, tidak semua bahan


pelajaran anak didik pahami

Pengelolaan kelas, Guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan


baik karena kelas adalah tempat terhimpun semua anak didik dan guru
dalam rangka menerima bahan pelaaran dari guru.

16
Mediator, Guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman
yang cukup tentang media pendidikan dalam berbagai bentuk dan
jenisnya baik media non material maupun material.

Supervisor, Guru hendaknya dapat membantu memperbaiki dan


menilai secara kritis terhadap proses pengajaran.

Evaluator, Guru dituntut untuk menjadi evaluator yang baik dan jujur
dengan memerikan penilaian yang menyentuh aspek intrinsik dan
ekstrinsik.

2. Status guru di masyarakat

Peranan guru dalam masyarakat tergantung pada gambaran


masyarakat tentang kedudukan guru dan status sosialnya di
masyarakat. Kedudukan sosial guru berbeda di negara satu dengan
negara lain dan dari satu zaman ke zaman lain pula. Di negara-negara
maju biasanya guru di tempatkan pada posisi sosial yang tinggi atas
peranan-peranannya yang penting dalam proses mencerdaskan
bangsa. Namun keadaan ini akan jarang kita temui di negara-negara
berkembang seperti Indonesia.

Sebenarnya peranan itu juga tidak terlepas dari kualitas pribadi


guru yang bersangkutan serta kompetensi mereka dalam bekerja. Pada
masyarakat yang paling menghargai guru pun akan sangat sulit untuk
berperan banyak dan mendapatkan kedudukan sosial yang tinggi jika
seorang guru tidak memiliki kecakapan dan kompetensi di bidangnya.
Ia akan tersisih dari persaingan dengan guru-guru lainnya. Apalagi
guru-guru yang tidak bisa memberikan keteladanan bagi para
muridnya, sudah barang tentu ia justru menjadi bahan pembicaraan
orang banyak. Jika dihadapan para muridnya seorang guru harus bisa
menjadi teladan, ia pun dituntut hal yang sama di dalam berinteraksi
dengan masyarakat sekitar. Kenapa demikian ? Karena hal tersebut
sesuai pula dengan kedudukan mereka sebagai agent of change yang
berperan sebagai inovator, motivator dan fasilitator terhadap
kemajuan serta pembaharuan.

Dalam masyarakat, guru adalah sebagai pemimpin yang


menjadi panutan atau teladan serta contoh (reference) bagi
masyarakat sekitar. Mereka adalah pemegang norma dan nilai-nilai
yang harus dijaga dan dilaksanakan. Ini dapat kita lihat bahwa betapa
ucapan guru dalam masyarakat sangat berpengaruh terhadap orang
lain. Ki Hajar Dewantoro menggambarkan peran guru sebagai stake

17
holder atau tokoh panutan dengan ungkapan-ungkapan Ing Ngarso
Sung Tulodho, Ing Madya Mangun Karso, Tut WuriHandayani.

Ing ngarsa sung tulada : "(yang) di depan memberi teladan/contoh"

Ing madya mangun karsa : "(yang)" di tengah membangun prakarsa/


semangat"

Tut wuri handayani : ("dari belakang mendukung").


(http://id.wikipedia.org).

Ketiga prinsip tersebut sampai sekarang masih tetap dipakai


sebagai panduan dan pedoman dalam dunia pendidikan di Indonesia.

Dengan ketiga prinsip tersebut, tampak jelas bahwa guru


memang sebagai pemeran aktif, dalam keseluruhan aktivitas
masyarakat sercara holistik. Tentunya para guru harus bisa
memposisikan dirinya sebagai agen yang benar-benar membangun,
sebagai pelaku propaganda yang bijak dan menuju ke arah yang positif
bagi perkembangan masyarakat. (T. Raka Joni, 1984).

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut

1. Kedudukan sebagai guru dapat dipandang sebagai yang tinggi atau


rendah, tergantung di mana ia berada pada tempat dan kondisinya.

2. Guru tidak hanya memiliki satu peran saja, akan tetapi ia bisa
berperan sebagai seorang dewasa, sebagai seorang pengajar, sebagai
seorang pendidik, sebagai pemberi contoh dan sebagainya bagi anak-
anak didiknya dan bagi masyarakat di sekitarnya.

3. Peranan guru terhadap murid-muridnya merupakan peran vital dari


sekian banyak peran yang harus ia jalani. Hal ini dikarenakan
komunitas utama yang menjadi wilayah tugas guru adalah di dalam
kelas untuk memberikan keteladanan, pengalaman serta ilmu
pengetahuan kepada mereka.

4. Dalam masyarakat, guru adalah sebagai pemimpin yang menjadi


panutan atau teladan serta contoh (reference) bagi masyarakat sekitar.
Mereka adalah pemegang norma dan nilai-nilai yang harus dijaga dan
dilaksanakan.

TUGAS DAN FUNGSI GURU

18
Tugas utama guru adalah mendidik, dalam arti mengajar untuk
mem-berikan pengetahuan dan meningkatkan kecerdasan, melatih
siswa dalam arti membekali keterampilan, serta mendidik dalam arti
memasyarakatkan sikap takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berudi
pekerti luhur, mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air.
Tugas tersebut dijabarkan menjadi fungsi-fungsi yang berbentuk
kegiatan berikut ini.

1) Fungsi pokok, melaksanakan tatap muka dengan siswa dengan segala


implikasinya sehingga guru berwibawa mengantarkan siswa mencapai
tujuan pembelajaran dan pendidikan sebagai-mana ditetapkan dalam
tujuan pendidikan nasional.

2) Fungsi profesi, dalam arti usaha-usaha mengaitkan profesinya sebagai


guru dalam bentuk meningkatkan kemampuan baik secara formal
maupun nonformal serta melakukan pengembangan profesi (seperti
menulis buku, melakukan penelitian ilmiah, menemukan metode
pembelajaran, mengikuti penataran atau pelatihan guru, dan
sejenisnya).

3) Selain tugas-tugas pokok dan tugas profesi, kepada guru juga


dibeban-kan tugas-tugas tambahan yang bersifat pembinaan dan
pengembangan kemampuan administratif untuk membantu
pengelolaan sekolah. Tugas-tugas tambahan ini meliputi tugas
tambahan menjadi wakil kepala sekolah, pembantu kepala sekolah
bidang kurikulum, kesiswaan, sarana dan prasarana, serta hubungan
masyarakat, tugas menjadi wali kelas, tugas tambahan melatih dan
membina kegiatan ekstrakurikuler.

4) Fungsi pembimbing dan pembina dalam hal membina aktivitas siswa,


bimbingan dan konseling, serta pengembangan moralitas dan etika
siswa.

5) Fungsi kemanusiaan dan kemasyarakatan, yakni segala aktivitas guru


di tengah-tengah masyarakat dalam rangka mengamalkan ilmunya
guna meningkatkan nilai-nilai keimanan secara kontekstual.

Atas dasar uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi dan


tugas guru meliputi fungsi pokok, fungsi profesi, fungsi tambahan,
fungsi pembimbing, serta fungsi kemanusiaan dan kemasyarakatan
yang seluruhnya harus bersatu dalam diri guru sebagai suatu bentuk
kompetensi.

Sedangkan menurut Undang-undang RI Nomer 14 tahun 2005, bab I,


pasal 1, ayat, 1 disebutkan, bahwa tugas utama guru adalah mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur

19
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. (UU
nomer 14 tahun 2005).

1. Tugas Guru di Sekolah

Tugas Guru Sebagai seorang pendidik yang memahami fungsi dan


tugasnya, guru khususnya ia dibekali dengan berbagai ilmu keguruan
sebagai dasar, disertai pula dengan seperangkat latihan keterampilan
keguruan dan pada kondisi itu pula ia belajar memersosialisasikan
sikap keguruan yang diperlukannya. Seorang yang berpribadi khusus
yakni ramuan dari pengetahuan sikap danm keterampilan keguruan
yang akan ditransformasikan kepada anak didik atau siswanya.

Menurut Rostiyah (dalam Djamarah, 2000 : 36) mengemukakan


bahwa fungsi dantugas guru profesional adalah :

1. Menyerahkan kebudayaan kepada anak didik berupa


kepandaian, kecakapan dan pengalaman-pengalaman
2. Membentuk kepribadian anak yang harmonis sesuai cita-cita dan
dasar negara kita Pancasila
3. Menyiapkan anak menjadi warga negara yang baik sesuai
dengan Undang-Undang Pendidikan yang merupakan keputusan MPR
No. 2 Tahun 1983
4. Sebagai prantara dalam belajar
5. Guru adalah sebagai pembimbing untuk membawa anak didik ke
arah kedewasaan. Pendidik tidak maha kuasa, tidak dapat membentuk
anak menurut kehendak hatinya
6. Guru sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat
7. Sebagai penegak disiplin. Guru menjadi contoh dalam segala
hal, tata tertib dapat berjalan apabila guru menjalaninya terlebih
dahulu
8. Sebagai adminstrator dan manajer
9. Guru sebagai perencana kurikulum
10. Guru sebagai pemimpin
11. Guru sebagai sponsor dalam kegiatan anak-anak
Seorang guru baru dikatakan sempurna jika fungsinya sebagai
pendidik dan juga berfungsi sebagai pembimbing. Dalam hal ini
pembimbing yang memiliki sarana dan serangkaian usaha dalam
memajukan pendidikan. Seorang guru menjadi pendidik yang sekaligus
sebagai seorang pembimbing. Contohnya guru sebagai pendidik dan
pengajar sering kali akan melakukan pekerjaan bimbingan, seperti
bimbingan belajar tentang keterampilan dan sebagainya dan untuk
lebih jelasnya proses pendidikan kegiatan mendidik, mengajar dan
membimbing sebagai yang takan dapat dipisahkan. Membimbing

20
dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kegiatan menuntun anak didik
dalam perkembanganya dengan jelas dmemberikan langkah dan arah
yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
Sebagai pendidik, guru harus berlaku membimbing dalam arti
menuntun sesuai dengan kaidah yang baik dan mengarahkan
perkembangan anak didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan,
termasuk dalam hal ini yang terpenting ikut memecahkan persoalan-
persoalan dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak didik. Dengan
demikian diharapkan menciptakan perkembangan yang lebih baik pada
diri siswa, baik perkembangan fisik maupun mental.

TANGGUNG JAWAB GURU

Guru memikul tugas dan tanggung jawab yang berat, sebab


tugas dan tanggung jawab guru tidak hanya sebatas dinding sekolah
saja, tetapi juga di luar sekolah. Guru adalah ksatria pahlawan
pendidikan yang berjuang untuk mengurangi kebodohan, demi
terwujudnya cita-cita bangsa. Tugas dan tanggung jawab guru
berkaitan erat dengan upaya pengembangan sumber daya anak didik,
membina dan melatih agar tertuju dan terarah kepada tujuan
pendidikan (nasional).

Setiap guru harus memenuhi persyaratan sebagai manusia yang


bertanggung jawab dalam bidang pendidikan. Guru sebagai pendidik
bertanggung jawab untuk mewariskan nilai-nilai dan norma-norma
kepada generasi penerusnya sehingga menjadi proses konversi nilai
karena melalui proses pendidikan diusahakan terciptanya nilai-nilai
baru.

Setiap tanggung jawab mengeluarkan sejumlah kemampuan dan


setiap kemampuan dapat dijabarkan lagi dalam kemampuan yang lebih
khusus, antara lain:

1. Tanggung jawab moral, yaitu guru harus memiliki kemampuan


menghayati perilaku dan etika yang sesuai dengan Pancasila dan
mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Tanggung jawab guru dalam bidang pendidikan di sekolah, yaitu setiap


guru harus menguasai cara belajar mengajar yang efektif, mampu
membuat satuan pelajaran, memahami kurikulum yang baik, mampu
mengajar di kelas, mampu menjadi model bagi siswa mampu
memberikan nasehat, mampu menguasai teknik-teknik pemberian
bimbingan dan layanan serta mampu membuat dan melaksanakan
evaluasi.

21
3. Tanggung jawab dalam bidang kemasyarakatan, yaitu turut serta
menyukseskan pembangunan dalam masyarakat, guru harus mampu
membimbing, mengabdi dalam masyarakat dan melayani masyarakat.

4. Tanggung jawab guru dalam bidang keilmuan, yaitu guru selaku ilmuan
bertanggung jawab dan turut serta memajukan terutama ilmu yang
sudah menjadi spesialisasinya, dengan melaksanakan penelitian dan
pembangunan (Rusyan, 1994: 10).

DAFTAR KEPUSTAKAAN

A. Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam, Jakarta: Lembaga


Pengembangan Pendidikan dan Penyusunan Naskah Indonesia [LP3NI],
1998.

http://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah_Taman_Siswa

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa


Indonesia, Edisi III, Jakarta: Balai Pustaka, 2001.

T. Raka Joni, dkk., Wawasan Kependidikan Guru, Jakarta: Depdikbud,


1984.

Undang-undang Republik Indonesia Nomer 14 tahun 2005, Tentang Guru


dan Dosen.

Usman, Moh. Uzer, Menjadi Guru Profesional, Cet. IX, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1998.

http://www.ppimaroko.org/index.php?
option=com_content&view=article&id=121:kedudukan-dan-peranan-
guru-di-sekolah-dan-masyarakat&catid=44:ke-ppi-an&Itemid=71

http://www.docstoc.com/docs/21729917/Kesejahteraan-Guru

http://www.ppimaroko.org/index.php?
option=com_content&view=article&id=121:kedudukan-dan-peranan-guru-di-
sekolah-dan-masyarakat&catid=44:ke-ppi-an&Itemid=71

http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/03/tugas-dan-fungsi-guru.html

Rusyan, Tabrani, 1994. Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan dan


Pengajaran, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Makalah: Peranan Guru di Sekolah dan di dalam Masyarakat (Sosiologi


Antropologi Pendidikan)

22
Labels: Pendidikan, Sosial

BAB I

PENDAHULUAN

A . Latar Belakang

Dalam setiap studi ilmu kependidikan persoalan yang berkenaan dengan guru dan
jabatan guru, seringkali di singgung bahkan menjadi salah satu pokok bahasan yang
mendapat tempat tersendiri.

Guru memegang kedudukan dan peranan yang strategis terutama dalam upaya
membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang
diinginkan. Dari dimensi tersebut kedudukan dan peranan guru sulit digantikan oleh
orang lain. Dipandang dari dimensi pembelajaran peranan guru dalam masyarakat
Indonesia tetap dominan, sekalipun tekhnologi yang dapat di manfaatkan dalam
proses pembelajaran tersebut. Maka dari itu, sejalan dengan hakikat dan makna
yang terkandung dalam topik tersebut, masalah pokok yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah peranan guru di sekolah dan dalam masyarakat.

B. Rumusan Masalah

23
Sesuai latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah
sebagai berikut:

1. Bagaimana kedudukan guru dan peranan guru ?

2. Bagaimana peranan guru dalam masyarakat ?

3. Bagaimana peranan sosial guru di sekolah ?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan


pembahasan dalam makalah adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kedudukan guru dan pranan guru

2. Untuk mengetahui peranan guru dalam masyarakat

3. Untuk mengetahui peranan sosial guru di sekolah

D. Metode Penulisan

Adapun metode penulisan makalah yang digunakan adalah dengan cara


study pustaka, yaitu mempelajari buku-buku yang kami jadikan referensi dalam
pengumpulan informasi dan data yang ada kaitannya dengan masalah yang akan
kami bahas serta pencarian informasi dengan melalui jalur internet.

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penulisan

D. Metode Penulisan

E. Sistematika Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

1. Kedudukan Guru dan Peranan Guru

2. Peranan guru dalam Masyarakat

3. Peranan Sosial Guru di Sekolah

BAB III KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

24
BAB II

PEMBAHASAN

A. KEDUDUKAN GURU DAN PERANAN GURU

Kedudukan guru adalah sebagai orang dewasa, sebagai pengajar dan pendidik dan
sebagai pegawai. Yang paling utama adalah kedudukannya sebagai pengajar dan
pendidik, yakni sebagai seorang guru.

Berdasarkan kedudukannya sebagai guru ia harus menunjukan kelakuan yang layak,


bagi guru menurut harapan masyarakat. Guru sebagai pendidik dan pembina
generasi muda harus menjadi suri teladan, didalam maupun diluar sekolah. Guru
harus senantiasa sadar akan kedudukannya selama 24 jam sehari. Dimana dan
kapan saja ia akan selalu dipandang sebagai yang harus memperlihatkan kelakuan
yang dapat ditiru oleh masyarakat, khususnya oleh anak didik yang ia ajar.

Penyimpangan dari kelakuan yang etis oleh guru mendapat sorotan yang
kecaman yang lebih tajam. Masyarakat tidak dapat membenarkan pelanggaran-
pelanggaran seperti berjudi, mabuk, korupsi, pelanggaran seks dan lain-lain, namun
kalau guru melakukan perbuatan tersebut di anggap sangat serius. Guru yang
berbuat demikian akan dapat merusak murid-murid yang di perayakannya.

Sebaliknya harapan-harapan masyarakat tentang kelakuan guru menjadi pedoman


bagi guru. Guru-guru harus memperhatikan tuntutan masyarakat tentang kelakuan
yang layak bagi guru dan menjadikan sebagai norma kelakuan dalam segala situasi
sosial didalam maupun diluar sekolah.

Kedudukan guru juga ditentukan oleh fakta bahwa ia orang dewasa. Dalam
masyarakat kita orang yang lebih tua dari pada muridnya maka berdasarkan usianya
ia mempunyai kedudukan yang harus dihormati, karena guru juga di pandang
sebagai pengganti orangtua. Hormat anak terhadap orang tuanya sendiri harus pula
di perlihatkan terhadap gurunya dan sebaliknya guru harus pula dapat memandang
murid sebagai anak.

Sedangkan sebagai pegawai kedudukan guru ditentukan oleh pengalaman kerja,


golongan, ijazah, dan lama kerjanya.

Adapun peranan bagi seorang guru adalah seorang guru diharapkan berperan
sebagai teladan dan rujukan dalam masyarakat dan khususnya anak didik yang dia
ajar. Berdasarkan kedudukannya sebagai guru ia berperan sebagai orang dewasa,
sebagai seorang pengajar, sebagai seorang pendidik dan sebagai pemberi contoh
dsb.

Salah satu peranan guru adalah sebagai seseorang yang profesional. Jabatan
sebagai profesional menuntut peningkatan kecakapan dan mutu keguruan secara
kesinambungan. Guru yang berkualitas profesionalnya, yaitu guru yang tahu secara

25
mendalam tentang apa yang diajarkannya, cakap dalam cara mengajarkannya
secara efektif dan efisien dan guru tersebut mempunyai kepribadian yang baik.
Selain itu integritas diri serta kecakapan keguruannya juga perlu ditumbuhkan serta
dikembangkan.

Menurut Semana (1994), seorang guru dituntut untuk bisa berperan dalam
menunjukan citra guru yang ideal dalam masyarakatnya. Dalam hal ini J.Sudarminto
(1990) (dalam semana, 1994) berpendapat bahwa citra guru yang ideal adalah sadar
dan tanggap akan perubahan zaman pola tindakan keguruannya yang tidak rutin,
guru tersebut maju dalam penguasaan dasar keilmuannya dan perangkat
instrumentalnya (misalnya sistem berfikir, membaca keilmuan, kecakapan problem
solving, dll) yang diperlukannya untuk lebih lanjut atau berkesinambungan.

Guru juga harus memiliki kecakapan kerja yang baik dan kedewasaan berpikir yang
tinggi sebab guru sebagai pemangku jabatan yang profesional merupakan posisi
yang bersifat strategis dalam kehidupan dan pembangunan masyarakat.

Guru juga harus terus bisa memantapkan posisi dan peranannya lewat usaha
mengembangkan kemampuan diri secara maksimal dan berkesinambungan dalam
belajar lebih lanjut. Salah satu yang melandasi pentingnya guru harus terus
berusaha mengembangkan diri karena pendidikan berlangsung sepanjang hayat. Hal
ini berlaku dimana uaha seseorang untuk mencapai perkambangan diri serta
karyanya tidak pernah selesai (hasilnya tidak pernah mencapai taraf sempurna
mutlak).

B. Peranan Guru dalam Masyarakat

Peranan guru dalam masyarakat tergantung pada gambaran masyarakat tentang


kedudukan dan status sosialnya di masyarakat. Kedudukan sosial guru berbeda di
Negara satu denagan Negara yag lain dan zaman ke zaman lain pula. Di Negara
negara maju biasanya guru di tempatkan pada posisi sosial yang tinggi atas
peranan-peranan yang penting dalam proses mencerdaskan bangsa. Namun
keadaan ini akan jarang kita temui di negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Sebenarnya peranan itu juga tidak terlepas dari kualitas pribadi guru yang
bersangkutan serta kompetensi mereka dalam bekerja.

Pekerjaan guru selalu dipandang dalam hubungannya dengan ideal pembangun


bangsa. Dari guru diharapkan agar ia menjadi manusia yang idealistis, namun guru
sendiri tak dapat tiada harus menggunakan pekerjaannya sebagai alat untuk
mencari nafkah bagi keluarganya. Walau demikian, masyarakat tak dapat menerima
pekerjaan guru semata-mata sebagai mata pencaharian belaka, sejajar dengan
pekerjaan tukang kayu. Pekerjaan guru menyangkut pendidikan anak, pembangunan
negara dan masa depan bangsa.

Karena, kedudukan yang istimewa itu masyarakat mempunyai harapan-harapan


yang tinggi tentang peranan guru. Harapan-harapan itu tidak dapat diabaikan oleh
guru, bahkan dapat menjadi norma yang turut menentukan kelakuan guru.

26
Dalam persepektif perubahan sosial, guru yang baik tidak saja harus mampu
melaksanakan tugas propesionalnya di dalam kelas, namun harus pula
melaksanakan tugas-tugas pembelajaran-pembelajarannya di luar kelas atau di
dalam masyarakat. Hal tersebut sesuai pula dengan kedudukan sebagai agent of
change yang berperan sebagai inovator, motivator dan fasislitator terhadap
kemajuan serta pembaharuan. Dalam masyarakat, guru adalah sebagai pemimpin
yang menjadi panutan atau teladan serta contoh (referensi) bagi masyarakat sekitar.
Mereka adalah pemegang nilai-nilai norma yang harus dijaga dan dilaksanakan, ini
dapat kita lihat bahwa betapa ucapan guru dalam masyarakat sangat berpengaruh
terhadap orang lain.

Ki Hajar Dewantara menggambarkan peranan guru sebagai stake holder atau tokoh
panutan dengan ungkapan-ungkapan Ing ngarso sung tulodo, Ing madya mangun
karso, tut wuri handayani. Disini tampak jelas bahwa, guru memang sebagai
pemeran aktif, dalam keseluruhan aktifitas masyarakat secara holistik. Tentunya
para guru harus bisa memposisikan dirinya sebagai agen yang benar-benar
membangun, sebagai pelaku propaganda yang bijak dan menuju ke arah positif bagi
perkembangan masyarakat.

C. Peranan Sosial Guru di Sekolah

Peranan sosial guru di sekolah mempunyai peranan yang sangat penting, terutama
dalam efektifitas dan efisien belajar individu di sekolah sangat tergantung kepada
peranan guru.

Abin Syamsudin (2003) mengemukakan bahwa dalam pengertian pendidikan secara


luas seorang guru yang ideals seyogyanya dapat berperan sebagai:

a. Konservator (pemeliharaan) yaitu sistem nilai yang merupakan sumber norma


kedewasaan.

b. Inovator (pengembangan) yaitu sistem nilai ilmu pengetahuan.

c. Transmitor (penerus) yaitu sistem nilai kepada peserta didik.

d. Transpormator (penterjamahan) yaitu sistem nilai tersebut melalui penjelmaan


dalam proses interaksi dengan sasaran anak didik.

e. Organisator (penyelanggara) yaitu terciptanya proses edukatif yang dapat


dipertanggung jawabkan, baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat dan
menugaskannya) maupun secara moral (kepada sasaran didik serta Tuhan yang
menciptakannya).

Sedangkan dalam pengertian pendidikan yang terbatas, Abidin Syamsudin dengan


mengutip pemikiran Gage dan Bermiler, mengemukakan peranan guru dalam proses
pembelajaran peserta didik yang mencakup:

a. Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan
dilakukan dalam proses pembelajaran (pre-teching problem).

27
b. Guru sebagai pelaksana (organizer) yang harus dapat menciptakan situasi,
memimpin, merangsang, menggerakan dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar
sesuai dengan rencana, dimana ia bertindak sebagai sumber (resource pers

on).

c. Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan. Menganalisis,


menafsirkan dan akhirnya harus memberikan pertimbangan (judgment) atas tingkat
keberhasilan proses pembelajaran.

d. Guru sebagai pembimbing (teacher counsel) dimana guru dituntut untuk mampu
mengidentifikasi peserta didik yang di duga menangani kesulitan dalam belajar,
melakukan diagnosa, prognosa, dan kalau masih batas kewenangannya, harus
membantu pemecahannya.

Adapun peranan guru terhadap anak didiknya, merupakan peranan vital dari sekian
banyak peran yang harus dijalani. Hal ini dikarenakan komunitas utama yang
menjadi wilayah tugas guru di dalam kelas adalah untuk memberikan keteladanan,
pengalaman, serta ilmu pengtahuan kepada murid-murid tersebut. Begitupun
peranan guru atas murid-muridnya tadi bisa dibagi menjadi 2 jenis menurut situasi
interaksi sosial yang mereka hadapi, yakni situasi formal dalam proses belajar
mengajar di kelas dan dalam situasi informal di luar kelas.

Dalam situasi formal, seorang guru harus bisa menempatkan dirinya sebagai
seseorang yang mempunyai kewibawaan dan otoritas tinggi, guru harus bisa
menguasai kelas dan bisa mengontrol anak didiknya. Hal ini sangat perlu guna
menunjang keberhasilan dan tugas-tugas guru yang bersangkutan, yakni mengajar
dan mendidik murid-muridnya.

Dalam situasi sosial informal, guru dapat mengendorkan hubungan formal dan jarak
sosial, misalnya suatu rekreasi, olahraga, berpikni atau kegiatan lainnya. Murid-murid
menyukai guru pada waktu demikian dapat bergaul dengan lebih akrab dengan
mereka, sebagi manusia terhadap manusia lainnya dapat tertawa dan bermain lepas
dari kedok formal. Jadi guru hendaknya dapat menyesuaikan peranannya menurut
situasi sosial yang dihadapinya. Akan tetapi bergaul dengan murid secara akrab
sebagai sahabat, sedangkan dalam situasi belajar dalam kelas akan menimbulkan
kesulitan disiplin bagi murid itu sendiri.

Pada satu pihak, guru harus bersikap otoriter, dapat mengontrol kelakuan murid,
dapat menjalankan kekuasaannya untuk menciptakan suasan disiplin demi
tercapainya hasil belajar yang baik dan untuk itu ia menjaga adanya jarak sosial
dengan murid. Dilain pihak ia harus dapat menunjukan sikap bersahabatnya dan
dapa bergaul dengan murid dalam suasana yang akrab. Guru yang berpengalaman
dapat bergaul dengan murid dalam suasana yang akrab. Guru yang berpengalaman
dapat menjalankan peranannya menurut situasi sosial yang dihadapinya. Kegagalan
dalam hal ini akan merusak kedudukannya dalam pandangan murid kepala sekolah,
rekan-rekan guru maupun orang tua murid.

28
BAB III

KESIMPULAN

Kedudukan guru adalah sebagai orang dewasa, sebagai pengajar dan pendidik dan
sebagai pegawai. Yang paling utama adalah kedudukannya sebagai pengajar dan
pendidik, yakni sebagai seorang guru.

Dalam masyarakat, guru adalah sebagai pemimpin yang menjadi panutan atau
teladan serta contoh (referensi) bagi masyarakat sekitar. Mereka adalah pemegang
nilai-nilai norma yang harus dijaga dan dilaksanakan, ini dapat kita lihat bahwa
betapa ucapan guru dalam masyarakat sangat berpengaruh terhadap orang lain.

Abin Syamsudin (2003) mengemukakan bahwa dalam pengertian pendidikan secara


luas seorang guru yang ideals seyogyanya dapat berperan sebagai:

a) Konservator (pemeliharaan) yaitu sistem nilai yang merupakan sumber norma


kedewasaan.

b) Inovator (pengembangan) yaitu sistem nilai ilmu pengetahuan.

c) Transmitor (penerus) yaitu sistem nilai kepada peserta didik.

d) Transpormator (penterjamahan) yaitu sistem nilai tersebut melalui penjelmaan


dalam proses interaksi dengan sasaran anak didik.

e) Organisator (penyelanggara) yaitu terciptanya proses edukatif yang dapat


dipertanggung jawabkan, baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat dan
menugaskannya) maupun secara moral (kepada sasaran didik serta Tuhan yang
menciptakannya).

DAFTAR PUSTAKA

Nasution. 2004. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara

http://www.nurulfikri.sch.id/indx.php/isi-situasi/kolom/gur/247.peran-guru-dalam-
proses-pendidikan.html.

http://www.uns.ac.id/data/sp6/pdf

29

Anda mungkin juga menyukai