Anda di halaman 1dari 94

UNIVERSITAS INDONESIA

HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK DENGAN


HARGA DIRI REMAJA LAKI-LAKI YANG MEROKOK
DI SMK PUTRA BANGSA

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Keperawatan

ADE MAYA AZKIYATI


0806333562

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
DEPOK
JUNI 2012

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Ade Maya Azkiyati

NPM : 0806333562

Tanda Tangan :

Tanggal : 27 Juni 2012

ii

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :


Nama : Ade Maya Azkiyati
NPM : 0806333562
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Judul Skripsi : Hubungan Perilaku Merokok dengan Harga Diri
Remaja Laki-Laki yang Merokok di SMK Putra
Bangsa.

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas
Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Happy Hayati, Ns. Sp. Kep. An ( )

Penguji : Siti Chodidjah, S. Kp., MN ( )

Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 27 Juni 2012

iii

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Mahaesa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini
dilakukan dalam rengka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Keperawatan pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya
menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan berbagai pihak, dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih
kepada :
(1) Ibu Dewi Irawaty, M.A., Ph.D, selaku dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
yang telah banyak membantu mahasiswa dalam hal perizinan penelitian.
(2) Ibu Happy Hayati, Ns. Sp. Kep. An, selaku dosen pembimbing yang
telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya
dalam penyusunan skripsi ini.
(3) Ibu Kuntarti, S.Kp., M. Biomed, selaku koordinator mata ajar tugas akhir
yang telah memberikan arahan dan dukungan dalam penyusunan skripsi
ini.
(4) Ibu Prof. Dr. Budi Anna Keliat S.Kp., M.AppSc, selaku pembimbing
akademik (PA) yang senantiasa memberikan masukan dan semangat
selama saya menjalani perkuliahan di FIK UI.
(5) (Alm) Ayahanda Sobirin, skripsi ini Ananda persembahkan untuk
Ayahanda. Semoga Ayahanda bahagia dan mendapat tempat terbaik di
sisi-Nya.
(6) Ibunda Umi Salamah dan (Alm) Ayahanda Sobirin yang tidak pernah
letih dalam mendoakan serta selalu memberikan dukungan tiada henti
baik dalam bentuk moril dan materiil kepada Ananda. Ananda sangat
mencintai dan menyayangi ibunda dan ayahanda, selamanya!!!

iv

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


(7) Kakak-kakak saya: Wa Atun, Mba Ani, Mba Ulfah, Om Agus, Bang Iwan,
dan Om Iwan yang senantiasa memberikan semangat untuk selesainya
skripsi ini.
(8) Keponakan saya yang lucu-lucu: Umar, Hannan, Hafizh, dan Miza, yang
telah memberikan keriangan serta keceriaan dalam hidup saya.
(9) Sahabat terbaik saya, Hari Prasetyo, yang telah memberikan banyak
masukan, arahan, semangat, dan motivasi dalam hidup saya.
(10) Teman-teman angkatan 2008 FIK UI yang senantiasa saling
mengingatkan dan menularkan semangat yang membara untuk segera
menyelesaikan skripsi.
(11) Adik kelas dari angkatan 2009 2011 FIK UI yang mengenal saya,
terima kasih karena telah turut serta dalam menyemangati untuk segera
menyelesaikan skripsi.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.

Depok, 27 Juni 2012

Penulis

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:
Nama : Ade Maya Azkiyati
NPM : 0806333562
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Fakultas : Ilmu Keperawatan
Jenis karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif ( Non-exclusive Royalty-
Free Right ) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Hubungan Perilaku Merokok dengan Harga Diri Remaja
Laki-Laki yang Merokok di SMK Putra Bangsa
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 27 Juni 2012
Yang menyatakan

vi

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


ABSTRAK

Nama : Ade Maya Azkiyati


Program Studi : Ilmu Keperawatan
Judul : Hubungan Perilaku Merokok dengan Harga Diri Remaja
Laki-Laki yang Merokok di SMK Putra Bangsa

Harga diri pada remaja dipengaruhi oleh hasil eksplorasi yang remaja lakukan,
diantaranya adalah mencoba perilaku merokok. Penelitian ini bertujuan
mengetahui hubungan perilaku merokok dengan harga diri remaja laki-laki yang
merokok. Penelitian menggunakan desain deskriptif korelatif. Pengambilan
sampel pada 94 remaja (usia rata-rata 16,28 tahun) di SMK Putra Bangsa pada
Mei 2012 dengan menggunakan purposive sampling. Instrumen penelitian
menggunakan skala perilaku merokok dan skala harga diri Rosenberg (r tabel
reliabilitas: 0,711). Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden
merupakan bukan perokok harian, tipe perokok ringan, perilaku merokok tinggi,
dan harga diri positif. Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang
bermakna antara perilaku merokok dengan harga diri remaja laki-laki yang
merokok (p value = 0,025; = 0,05). Disarankan agar institusi pendidikan, dinas
kesehatan, dan LSM anti rokok bekerja sama untuk melakukan tindakan
pencegahan dan penghentian perilaku merokok pada remaja.

Kata kunci: Harga Diri, Perilaku Merokok, Remaja Laki-Laki yang Merokok

vii Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


ABSTRACT

Name : Ade Maya Azkiyati


Study Program : Faculty of Nursing
Title : The relationship of the smoking behaviour with the
self esteem of male adolescence smoker at SMK Putra
Bangsa

The adolescents self esteem is likely affected by explorative experience, such as


the desire to try smoking. The aim this study was to explore the relationship of
the smoking behavior with the self esteem of male adolescent smoker. A
descriptive correlative design was used. The sample were 94 male adolescence
(mean age 16,28 years old) at SMK Putra Bangsa on Mei 2012. The instrumen
used smoking behaviors scale and Rosenbergs self esteem (r table reliability:
0,711). The result of this study revealed that the most respondents were not daily
smokers, classified as mild smokers, had high smoking behavior, and had a
positive self esteem. The result of this study showed that there was a meaning
correlation between the smoking behavior and the male adolescents self esteem
(p value = 0,025; = 0,05). It is suggested to education institution, health
departement, and social organization for anti-smoking, to work together to stop
and prevent smoking behavior on adolescent.

Keywords: Self Esteem, The Smoking Behavior, Male Adolescence Smoker

viii Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
KATA PENGANTAR v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI vi
ABSTRAK vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv

1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Pertanyaan Penelitian 6
1.4 Tujuan Penelitian 6
1.4.1 Tujuan Umum 6
1.4.2 Tujuan Khusus 6
1.5 Manfaat Penelitian 7
1.5.1 Manfaat Aplikatif 7
1.5.2 Manfaat Keilmuan 7
1.5.3 Manfaat Metodologi 7

2. TINJAUAN PUSTAKA 8
2.1 Remaja 8
2.1.1 Fase Remaja 8
2.1.2 Perkembangan pada Masa Remaja 9
2.1.3 Tugas Perkembangan Remaja 11
2.2 Perilaku Merokok 12
2.2.1 Definisi Rokok 12
2.2.2 Jenis Rokok 13
2.2.3 Definisi Perilaku 14
2.2.4 Definisi Perilaku Merokok 15
2.2.5 Tipe Perilaku Merokok 15
2.2.6 Tipe Perokok 16
2.2.7 Tahapan Perilaku Merokok pada Remaja 16
2.2.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok pada
Remaja 17
2.2.9 Dampak Perilaku Merokok 19
2.3 Harga Diri 19
2.3.1 Definisi Harga Diri 19
2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri 20
ix Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


2.3.3 Indikator Harga Diri 22
2.3.4 Aspek-Aspek Harga Diri 23
2.3.5 Perkembangan Harga Diri Remaja 24
2.4 Penelitian Terkait 26
2.5 Kerangka Teori 28

3. KERANGKA KERJA PENELITIAN 29


3.1 Kerangka Konsep 29
3.2 Hipotesis 30
3.3 Definisi Operasional 30

4. METODOLOGI PENELITIAN 34
4.1 Desain Penelitian 34
4.2 Populasi dan Sampel 34
4.2.1 Populasi 33
4.2.2 Sampel 33
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian 36
4.4 Etika Penelitian 36
4.5 Alat Pengumpulan Data 37
4.5.1 Instrumen 37
4.5.2 Uji Instrumen 40
4.5.2.1 Uji Validitas 40
4.5.2.2 Uji Reliabilitas 41
4.6 Metode Pengumpulan Data 41
4.7 Pengolahan dan Analisis Data 42
4.7.1 Pengolahan Data 42
4.7.2 Analisis Data 42
4.7.2.1 Analisis Univariat 43
4.7.2.2 Analisis Bivariat 43
4.7.2.3 Teknik Analisis Data 44
4.8 Jadwal Kegiatan Penelitian 45

5. HASIL PENELITIAN 46
5.1 Pelaksanaan Penelitian 46
5.2 Penyajian Hasil Penelitian 46
5.2.1 Karakteristik Responden 46
5.2.1.1 Karakteristik Responden berdasarkan Usia 46
5.2.1.2 Karakteristik Responden berdasarkan Identitas Perokok 47
5.2.1.3 Karakteristik Responden berdasarkan Tipe Perokok 48
5.2.2 Hasil Analisis Univariat 49
5.2.2.1 Perilaku Merokok 49
5.2.2.2 Harga Diri 51
5.2.3 Hasil Analisis Bivariat 53
5.2.3.1 Hubungan Perilaku Merokok dengan Harga Diri 53

6. PEMBAHASAN 54
6.1 Pembahasan Hasil Penelitian 54
x Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


6.1.1 Karakteristik Responden 54
6.1.2 Perilaku Merokok 55
6.1.3 Harga Diri 56
6.1.4 Hubungan Perilaku Merokok dengan Harga Diri 58
6.2 Keterbatasan Penelitian 62
6.3 Implikasi Penelitian bagi Dunia Keperawatan 62
6.3.1 Pelayanan Keperawatan 62
6.3.2 Penelitian Keperawatan 63
6.3.3 Pendidikan Keperawatan 63

7. KESIMPULAN DAN SARAN 64


7.1 Kesimpulan 64
7.2 Saran 64

DAFTAR REFERENSI 66
LAMPIRAN

xi Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Persentasi perokok pemula berdasarkan rentang usia


(Riskesdas, 2007) 2
Gambar 1.2 Persentasi perokok pemula berdasarkan rentang usia
(Riskesdas, 2010) 2
Gambar 2.1 Kerangka teori 28
Gambar 3.1 Kerangka konsep 29
Gambar 5.1 Karakteristik Responden berdasarkan Identitas Perokok
di SMK Putra Bangsa, Depok (n= 94), Mei 2012 47
Gambar 5.2 Karakteristik Responden berdasarkan Tipe Perokok
di SMK Putra Bangsa, Depok (n= 94), Mei 2012 48
Gambar 5.3 Karakteristik Responden berdasarkan Perilaku Merokok
di SMK Putra Bangsa, Depok (n= 94), Mei 2012 50
Gambar 5.4 Karakteristik Responden berdasarkan Harga Diri Remaja
Laki-Laki di SMK Putra Bangsa, Depok (n=94), Mei 2012 52
Gambar 6.1 Hubungan Perilaku Merokok dengan Harga Diri Remaja
Laki-Laki yang Merokok 61

xii Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Indikator harga diri 23


Tabel 3.1 Desain operasional 31
Tabel 4.1 Blue print sebaran aitem skala perilaku merokok 38
Tabel 4.2 Kisi-kisi instrumen harga diri 39
Tabel 4.3 Blue print sebaran aitem skala harga diri 40
Tabel 4.4 Uji analisis data 43
Tabel 4.5 Jadwal kegiatan penelitian 45
Tabel 5.1 Karakteristik Responden berdasarkan Usia
di SMK Putra Bangsa (n= 94), Mei 2012 46
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden terhadap Pernyataan
Variabel Perilaku Merokok di SMK Putra Bangsa (n=94), Mei 2012 46
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden terhadap Pernyataan
Variabel Harga Diri di SMK Putra Bangsa (n= 94), Mei 2012 51
Tabel 5.4 Hubungan Perilaku Merokok dengan Harga Diri Remaja
Laki-Laki yang Merokok di SMK Putra Bangsa (n= 94),
Mei 2012 53

xiii Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat permohonan izin penelitian


Lampiran 2 Surat selesai penelitian
Lampiran 3 Informed consent
Lampiran 4 Lembar persetujuan menjadi responden
Lampiran 5 Lembar kuesioner
Lampiran 6 Biodata mahasiswa

xiv Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perilaku merokok merupakan suatu hal yang fenomenal. Hal ini ditandai
dengan jumlah perokok yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
World Health Organization (WHO) pada tahun 2008 menyebutkan, Indonesia
menempati urutan ketiga konsumsi rokok di Asia dengan jumlah perokok
mencapai 146 juta jiwa. WHO menyebutkan bahwa konsumsi rokok di Indonesia
mencapai 230 milyar batang pada tahun 2008. Data dari Tobacco Control Support
Center (TCSC) menegaskan bahwa jumlah perokok di Indonesia mencapai lebih
dari 60 juta orang dengan konsumsi rokok yang mencapai 240 milyar per tahun
(Wijaya, 2011).
Peningkatan konsumsi rokok seakan mengabaikan bahaya yang dapat
ditimbulkan rokok bagi kesehatan. Padahal, banyak penyakit yang diakibatkan
oleh rokok, seperti: kanker mulut, kanker faring, kanker paru, kanker prostat,
gangguan kehamilan dan janin, penyakit jantung koroner, pneumonia, dan lainnya
(Sriamin, 2006). Rokok membunuh 1 dari 10 orang dewasa di seluruh dunia,
dengan angka kematian dini mencapai 5,4 juta jiwa pada tahun 2005 (Canggih,
2012). Tahun 2030, diperkirakan angka kematian perokok di dunia akan mencapai
10 juta jiwa, dan 70% di antaranya berasal dari negara berkembang (Canggih,
2012).
Usia perokok pemula di Indonesia pada usia anak, remaja, dan dewasa muda
terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini dibuktikan berdasarkan
data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tentang persentase perokok pemula
berdasarkan rentang usia. Berikut adalah grafik persentase jumlah perokok
pemula berdasarkan rentang usia pada tahun 2007 dan 2010:

1 Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


2

Gambar 1.1 Persentasi perokok pemula berdasarkan rentang usia (Riskesdas, 2007)

Data Perokok (Riskesdas, 2010)


50,00%

40,00%

30,00%

20,00%

10,00%

0,00%
5-9 tahun 10-14 tahun 15-19 tahun 20-24 tahun 25-29 tahun 30 tahun

Gambar 1.2 Persentasi perokok pemula berdasarkan rentang usia (Riskesdas, 2010)

Gambar di atas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah perokok


di semua rentang usia dan perokok pemula pada usia remaja pertengahan (usia 15-
19 tahun). Perokok pemula usia remaja menempati urutan tertinggi di antara
semua rentang usia. Jumlah perokok pemula usia remaja pada tahun 2007 sebesar
33,1% dan meningkat menjadi 43,3% pada tahun 2010. Dapat disimpulkan bahwa
dalam rentang waktu tiga tahun, jumlah perokok pemula usia remaja meningkat
10,2%.
Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


3

Perokok aktif usia remaja telah menjadi tren hingga saat ini. Data yang
dikeluarkan oleh International Union Againts Tuberculosis and Lung Disease
menyebutkan, 30% perokok di dunia adalah remaja (Wijaya, 2011). Data yang
dikeluarkan oleh Global Youth Tobacco Survey (GYTS) semakin mempertegas
terjadinya peningkatan usia pada perokok pemula. GYTS menyebutkan bahwa
pada tahun 2007, jumlah perokok pemula usia 13-18 tahun di Indonesia
menduduki peringkat pertama di Asia. Bahkan, 3 dari 10 pelajar SMP di
Indonesia mulai merokok sebelum usia sepuluh tahun.
Erikson (1963) menyebutkan, latar belakang remaja mulai merokok
berkaitan dengan adanya krisis aspek psikososial pada masa perkembangan
remaja, yaitu masa ketika remaja sedang mencari jati diri (Mubarok, 2009).
Glendinning dan Inglis (1999) juga mengemukakan bahwa perilaku merokok
yang dilakukan remaja merupakan penunjukkan simbol status sosial, ikatan
kekerabatan dalam kelompok, dan memberikan kesan mengagumkan. Armstrong
(1990) menyebutkan, alasan ingin tampak mengesankan adalah alasan paling
umum untuk dimulainya perilaku merokok pada remaja (Nasution, 2007). Remaja
seringkali mengasosiasikan perilaku merokok sebagai identitas diri, yaitu
memberikan kesan tidak kolot (modern), dewasa, jantan, gagah, dan berani.
Peneliti tertarik untuk meneliti ada tidaknya hubungan antara perilaku
merokok dengan harga diri remaja. Peneliti ingin mengetahui apakah pola
konsumsi rokok dapat mempengaruhi harga diri remaja yang merokok. Pada masa
remaja, konsep diri individu berkembang, termasuk harga diri. WHO
menyebutkan, salah satu penyebab terjadinya perilaku merokok serta
pengonsumsian alkohol dan obat-obatan pada remaja adalah harga diri yang
negatif pada diri remaja (Glendinning & Inglis, 1999). Remaja berisiko terjerumus
dalam masalah perilaku kesehatan seperti mengonsumsi obat-obatan, alkohol, dan
rokok (Glendinning & Inglis, 1999). Penelitian yang dilakukan oleh Young-Ho
Kim (2004) menyebutkan, harga diri memiliki arti penting sebagai faktor yang
mempengaruhi perilaku merokok pada remaja.
Harga diri didefinisikan sebagai suatu dimensi evaluatif global mengenai
diri sendiri (Santrock, 2007). Individu mendapatkan nilai harga dirinya melalui

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


4

persepsi yang diperoleh dari persepsi diri sendiri dan orang lain. Penilaian tinggi
terhadap diri sendiri adalah penilaian terhadap kondisi diri dengan menghargai
kelebihan, memahami potensi diri, dan menerima kekurangan yang ada dalam
dirinya (Santrock, 2007). Sedangkan, penilaian rendah terhadap diri sendiri adalah
penilaian tidak suka atau tidak puas dengan kondisi diri sendiri, tidak menghargai
kelebihan diri, dan selalu melihat dirinya sebagai sesuatu yang selalu kurang
(Santrock, 2007).
Perasaan negatif dapat muncul pada diri remaja jika remaja merasa tidak
berharga, mengalami penolakan dari lingkungan, merasa diabaikan, merasa
diacuhkan, dan tidak dihargai. Bagi remaja, merokok dapat menjadi salah satu
cara untuk mengurangi perasaan negatif yang remaja rasakan (Veselska, 2009).
Hal ini terjadi karena rokok dapat memberikan dampak positif bagi remaja yang
mengonsumsi rokok. Dampak positif yang dapat remaja rasakan saat
mengonsumsi rokok antara lain merasa lebih dewasa, menurunkan kecemasan,
mudah konsentrasi, dan dapat memunculkan ide-ide atau inspirasi (Cahanar &
Suhanda, 2006). Selain itu, remaja juga seringkali beralasan bahwa rokok
merupakan suatu hal yang wajar dan tidak melanggar moral. Pengalaman negatif
yang dirasakan serta asumsi bahwa rokok merupakan suatu hal yang wajar dan
tidak melanggar moral, diduga sebagai salah satu alasan mengapa remaja
mencoba untuk merokok.

1.2 Rumusan Masalah


Remaja akan menjadi sumber daya manusia pada masa mendatang. Remaja
juga sebagai generasi penerus yang akan membangun bangsa. Remaja Indonesia
harus menjadi generasi yang sehat, berkualitas, memiliki keunggulan, dan
kompetitif. Status kesehatan bagi remaja merupakan komponen yang menentukan
kualitas sumber daya manusia. Status kesehatan yang optimal akan membentuk
generasi muda yang berbadan dan berjiwa sehat.
Harga diri adakalanya dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman yang
remaja rasakan. Pengalaman positif atau negatif, yang secara kontinyu remaja
rasakan, akan membentuk harga diri remaja secara positif atau negatif. Nilai

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


5

positif atau negatif dipengaruhi oleh bagaimana remaja mengevaluasi dirinya


secara keseluruhan. Perilaku merokok yang remaja lakukan juga dapat
memberikan pengalaman tersendiri bagi remaja. Rokok dapat memberikan
dampak positif bagi remaja perokok, antara lain membuat remaja merasa lebih
dewasa, menurunkan kecemasan, mudah konsentrasi, dan dapat memunculkan
ide-ide atau inspirasi (Cahanar & Suhanda, 2006). Smet (1994) juga
menyebutkan, manfaat rokok bagi perokok adalah mengurangi ketegangan yang
individu rasakan, membantu konsentrasi untuk menghasilkan sebuah karya, upaya
memperoleh dukungan sosial, dan menjadi relaksasi yang menyenangkan
(Nasution, 2007).
Penelitian mengenai hubungan perilaku merokok dengan harga diri remaja,
sejauh ini masih terbatas. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian terkait hubungan perilaku merokok dengan harga diri remaja laki-laki
yang merokok. Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui apakah perilaku
merokok merupakan salah satu cara yang digunakan oleh remaja untuk
meningkatkan harga diri. Sebab, berdasarkan hasil beberapa penelitian
menyebutkan, remaja yang memiliki harga diri rendah cenderung mudah
terjerumus untuk merokok. Perilaku merokok dilakukan sebagai upaya remaja
untuk menurunkan perasaan negatif yang remaja rasakan.
Peneliti hanya akan memfokuskan penelitian pada remaja laki-laki. Hal ini
dikarenakan prevalensi remaja umur 15-19 tahun yang merokok pada tahun 1995-
2007 cenderung mengalami peningkatan pada remaja laki-laki, yaitu sebesar
37,3% (Wijaya, 2011). Remaja laki-laki lebih menyukai untuk mencoba merokok
dibandingkan dengan remaja wanita (Kim, 2004). Selain itu, perilaku merokok
lebih dominan pada remaja laki-laki dibandingkan dengan remaja wanita (Okoli,
et.al, 2011). Okoli et, al (2011) menyebutkan, rokok memiliki nilai tinggi dalam
kegiatan sosial sehingga membuat remaja laki-laki memiliki dimensi perasaan
ketergantungan yang tinggi kepada rokok. Sedikitnya wanita yang merokok
terkait dengan kultur di Indonesia yang kurang menerima wanita yang berperilaku
merokok.

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


6

1.3 Pertanyaan Penelitian


1.3.1 Bagaimana karakteristik remaja laki-laki yang merokok?
1.3.2 Bagaimana perilaku merokok remaja laki-laki yang merokok?
1.3.3 Bagaimana harga diri remaja laki-laki yang merokok?
1.3.4 Apakah ada hubungan antara perilaku merokok dengan harga diri
remaja laki-laki yang merokok?

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan perilaku merokok dengan harga diri remaja laki-laki yang
merokok.
1.4.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dilakukannya penelitian ini adalah:
1.4.2.1 Mengidentifikasi karakteristik remaja laki-laki yang
merokok.
1.4.2.2 Mengidentifikasi perilaku merokok pada remaja laki-laki
yang merokok.
1.4.2.3 Mengidentifikasi harga diri pada remaja laki-laki yang
merokok.
1.4.2.4 Mengidentifikasi hubungan perilaku merokok dengan harga
diri pada remaja laki-laki yang merokok.

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Manfaat Aplikatif
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada
pemerintah terkait kondisi kesehatan masyarakat Indonesia,
khususnya kesehatan remaja. Fenomena tren merokok aktif pada usia
dini seharusnya menjadi kekhawatiran tersendiri bagi pemerintah.
Pemerintah diharapkan dapat memberikan solusi konkret untuk
menurunkan jumlah perokok aktif di Indonesia.

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


7

1.5.2 Manfaat Keilmuan


Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi profesi
keperawatan terkait permasalahan remaja. Hal ini dimaksudkan agar
profesi keperawatan dapat mempersiapkan intervensi dan pendidikan
kesehatan yang tepat terkait permasalahan remaja, khususnya harga
diri remaja.

1.5.3 Manfaat Metodologi


Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengalaman,
serta informasi dasar bagi peneliti lain yang berkeinginan untuk
melakukan penelitian. Khususnya pada penelitian yang berkaitan
dengan perilaku merokok pada remaja laki-laki.

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Remaja
Remaja (adolescence) berasal dari bahasa Latin yang memiliki arti tumbuh
untuk mencapai kematangan (Wong, 2008). Masa remaja merupakan suatu
periode transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja merupakan
waktu untuk kematangan fisik, kognitif, emosional, dan sosial yang cepat pada
anak laki-laki dan wanita untuk mempersiapkan diri menjadi individu dewasa
(Wong, 2008).

2.1.1 Fase Remaja


Masa remaja sangat panjang. Oleh karena itu, beberapa ahli membagi masa
remaja menjadi tiga fase (Hockenberry, 2005). Fase-fase tersebut antara lain:
1. Masa remaja awal (11-14 tahun)
Selama tahap remaja awal, remaja merasa harus menjadi bagian dari
kelompok. Sebab, kelompok dapat memberikan status kepada dirinya
(Wong, 2008). Remaja akan berusaha untuk mengikuti gaya kelompok,
mulai dari gaya berpakaian, merias wajah, serta menata rambut sesuai
dengan kriteria yang dianut oleh kelompok. Remaja berusaha untuk menjadi
bagian dari kelompok dengan cara-cara demikian. Sebab, menjadi individu
yang berbeda dari kelompok dapat menyebabkan remaja tidak dapat
diterima, bahkan diasingkan oleh kelompok (Hockenberry, 2005).
2. Masa remaja pertengahan (15-17 tahun)
Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru,
mampu mengarahkan diri sendiri (self direct), mulai mengembangkan
kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan diri, dan membuat
keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai
(Hockenberry, 2005).

8 Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


9

3. Masa remaja akhir (18-20 tahun)


Masa ini ditandai dengan persiapan akhir remaja untuk memasuki peran
dewasa. Selama periode ini, remaja berusaha memantapkan tujuan dan
mengembangkan identitas personal (Hockenberry, 2005). Ciri dari tahap ini
adalah: (1) remaja memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi pribadi
yang matang; dan (2) remaja berusaha agar dapat diterima dalam kelompok
teman sebaya serta orang dewasa (Hockenberry, 2005).

2.1.2 Perkembangan pada Masa Remaja


Setiap individu yang memasuki usia remaja akan mengalami berbagai
perkembangan pada dirinya. Berikut adalah berbagai perkembangan yang dialami
oleh remaja (Wong, 2008):
1. Perkembangan fisik
Perubahan fisik pada masa pubertas merupakan hasil perubahan hormonal
yang berada di bawah pengaruh sistem saraf pusat. Perubahan fisik yang
sangat jelas tampak pada pertumbuhan fisik serta pada penampakan dan
perkembangan karakteristik seks sekunder (Wong, 2008). Perbedaan fisik
antara kedua jenis kelamin ditentukan berdasarkan dua karakteristik, yaitu:
(1) karakteristik seks primer merupakan organ eksternal dan internal yang
melaksanakan fungsi reproduktif (misal : ovarium, uterus, payudara, penis);
dan (2) karakteristik seks sekunder yang merupakan perubahan di seluruh
tubuh sebagai hasil dari perubahan hormonal (misal: perubahan suara,
munculnya rambut pubertas, penumpukan lemak) tetapi tidak berperan
langsung dalam fungsi reproduksi (Wong, 2008).
2. Perkembangan emosional
Remaja seringkali dijuluki sebagai orang yang labil, tidak konsisten, dan
tidak dapat diterka (Wong, 2008). Hal ini dikarenakan status emosional
remaja masih belum stabil. Remaja awal bereaksi cepat dan emosional
sedangkan remaja akhir sudah mampu mengendalikan emosi hingga
mendapatkan situasi dan kondisi yang tepat untuk mengekspresikan dirinya
(Wong, 2008).

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


10

3. Perkembangan kognitif
Piaget menjelaskan bahwa perkembangan kognitif pada remaja mencapai
puncaknya pada kemampuan berpikir abstrak (Wong, 2008). Remaja sudah
memiliki pola pikir sendiri sebagai upaya untuk menyelesaikan
permasalahan yang kompleks dan abstrak.
4. Perkembangan moral
Kohlberg menyebutkan bahwa pada masa remaja mulai terbentuk sikap
autonomi. Remaja sudah memiliki suatu prinsip yang diyakini, mulai
memikirkan keabsahan dari pemikiran yang ada, serta mencari dan
mempertimbangkan cara-cara alternatif untuk mencapai tujuan (Wong,
2008).
5. Perkembangan spiritual
Perkembangan spiritual remaja ditandai dengan munculnya pertanyaan
terkait nilai-nilai yang dianut keluarga. Remaja akan mengeksplorasi
keberadaan Tuhan dan membandingkan agamanya dengan agama orang lain
(Wong, 2008). Hal ini dapat menyebabkan remaja seringkali
mempertanyakan kepercayaan yang dianut oleh diri remaja sendiri (Wong,
2008).
6. Perkembangan sosial
Perkembangan sosial remaja ditandai dengan kemampuan bersosialisasi
yang kuat, mulai membebaskan diri dari dominasi keluarga, serta
menetapkan identitas yang mandiri dari wewenang orang tua (Wong, 2008).
7. Perkembangan konsep diri
Perkembangan konsep diri remaja ditandai dengan menerima perubahan
tubuh, menggali tujuan hidup untuk masa depan, menilai positif tentang
dirinya sendiri, dan terjalin hubungan dengan lawan jenis (Sianturi, 2004).
Perkembangan konsep diri, khususnya harga diri, akan terus mengalami
perkembangan. Robinson et, al (2002) menyebutkan bahwa individu yang
memasuki masa remaja dengan harga diri yang utuh, akan mampu
mengatasi semua perubahan perkembangan yang terjadi pada masa remaja
(Shaffer, 2005).

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


11

8. Perkembangan psikososial
Perkembangan psikososial dicirikan dengan tingginya inisiatif dan
kesenangan remaja untuk mencoba suatu hal yang baru. Erikson (1963)
menyebutkan, latar belakang remaja mulai merokok berkaitan dengan
adanya krisis aspek psikososial pada masa perkembangannya, yaitu masa
ketika remaja sedang mencari jati diri dan memiliki inisiatif tinggi untuk
mencoba hal-hal baru yang menantang (Mubarok, 2009).

2.1.3 Tugas Perkembangan Remaja


Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst (Dariyo, 2004; Gunarsa
& Yulia, 2004) adalah :
1. Menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis dan psikologis
Perbedaan antara harapan remaja dan lingkungan terhadap penampilan fisik
remaja, dapat menimbulkan masalah bagi remaja untuk menerima
keadaannya dan berpengaruh pada perilaku remaja (Gunarsa & Yulia,
2004). Permasalahan ini dapat menimbulkan masalah pada konsep diri dan
berisiko terjadinya perilaku yang membahayakan kesehatan, seperti
merokok. Hal ini remaja lakukan untuk menghilangkan perasaan negatif
yang remaja rasakan.
2. Belajar bersosialisasi dengan orang lain
Kozier et, al (2004) menyebutkan, nilai-nilai yang ditanamkan oleh orang
tua sering diabaikan oleh remaja karena remaja seringkali mengadopsi nilai-
nilai yang baru (Dariyo, 2004). Perubahan nilai-nilai yang dianut dapat
menyebabkan konflik dengan orang tua. Konflik ini dapat memicu remaja
untuk mudah terjerumus pada perilaku maladapatif seperti merokok.
3. Memperoleh kebebasan secara emosional dari orang tua dan orang dewasa
lainnya
Remaja harus memiliki kemampuan membedakan mana yang baik dan
mana yang tidak baik, serta dapat mengambil keputusan yang tepat
(Gunarsa & Yulia, 2004). Grey dan Steinberg (1999) menyebutkan, semakin
besar pemberian otonomi dari orang tua, maka akan semakin positif

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


12

perkembangan psikososial, kesehatan mental, dan kepribadian remaja


(Papalia & Feldman, 2008). Hal ini dapat menjadi konflik bagi remaja saat
remaja menginginkan kebebasan dengan cara berkumpul dengan teman
sebaya. Remaja seringkali menghabiskan sebagian besar waktunya untuk
bergaul bersama dengan teman sebaya (Dariyo, 2004). Konflik dapat terjadi
jika nilai yang dianut oleh teman sebaya bertentangan dengan nilai dalam
keluarga.
4. Memperoleh kemandirian secara ekonomi
Keinginan terbesar dari remaja adalah mulai menjadi seseorang yang
mandiri dan tidak bergantung kepada orang tua secara ekonomi (Desmita,
2005). Kondisi internal dan eksternal dapat menyebabkan remaja tidak
mendapatkan keinginannya untuk menjadi individu yang mandiri dan
terbebas dari masalah ekonomi (Desmita, 2005). Permasalahan ini dapat
menjadi konflik bagi remaja dan dapat menjerumuskan remaja pada perilaku
merokok.
5. Menemukan model untuk identifikasi
Tugas perkembangan remaja adalah menemukan model untuk identitasnya.
Remaja seringkali memberikan identitas pada dirinya seperti pada tokoh
yang remaja kagumi. Tokoh tersebut merupakan model bagi remaja yang
patut untuk dicontoh, baik karena tingkah laku maupun kepribadiannya.
Permasalahannya saat ini, banyak remaja yang mengidolakan tokoh yang
seringkali menonjolkan kekerasan dan perilaku tidak sehat, seperti merokok,
pornografi, maupun pornoaksi. Hal ini menyebabkan munculnya risiko
masalah perilaku merokok, agresif, dan seksual pada remaja (Gunarsa &
Yulia, 2004).

2.2 Perilaku Merokok


2.2.1 Definisi Rokok
Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1995)
mendefinisikan rokok sebagai gulungan tembakau yang dibungkus dengan daun
nipah, dibungkus dengan kertas berbentuk silinder, ukuran panjang 70-120 mm,

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


13

diameter 10 mm, serta berwarna putih atau cokelat (Widowati, 2010). Kesowo
(2003) menyebutkan, rokok adalah hasil olahan tembakau yang terbungkus,
sejenis cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana
Tabacum, Nicotiana Rustica, dan sejenisnya (Sadiah, 2007). Asap rokok
mengandung sekitar 4000 bahan kimia dengan 43 diantaranya bersifat karsinogen.
Pengaruh asap rokok dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit, seperti:
kanker mulut, kanker faring, kanker paru, kanker prostat, gangguan kehamilan
dan janin, penyakit jantung koroner, pneumonia, dan lainnya (Sriamin, 2006).

2.2.2 Jenis Rokok


Rokok dibedakan menjadi beberapa jenis. Pembedaan ini didasarkan atas
bahan pembungkus rokok, bahan baku atau isi rokok, proses pembuatan rokok,
dan penggunaan filter pada rokok (Yulianto, n.d). Jenis rokok berdasarkan bahan
pembungkus:
1. Klobot: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung.
2. Kawung : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren.
3. Sigaret : rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas.
4. Cerutu : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun tembakau.
Sedangkan, jenis rokok berdasarkan bahan baku atau isi rokok (Yulianto, n.d),
yaitu:
1. Rokok putih: rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau
yang diberi bahan tertentu untuk mendapatkan efek rasa dan aroma
tertentu.
2. Rokok kretek : rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau
dan cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma
tertentu.
3. Rokok klembak: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun
tembakau, cengkeh, dan kemenyan yang diberi saus untuk mendapatkan
efek rasa dan aroma tertentu.

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


14

Jenis rokok berdasarkan proses pembuatannya terbagi menjadi dua


(Yulianto, n.d), yaitu:
1. Sigaret kretek tangan (SKT): rokok yang proses pembuatannya dengan
cara digiling atau di linting dengan menggunakan tangan dan atau alat
bantu sederhana.
2. Sigaret kretek mesin (SKM): rokok yang proses pembuatannya
menggunakan mesin. Sigaret kretek mesin sendiri dikategorikan ke dalam
2 bagian:
a) Sigaret kretek mesin full flavor (SKM FF): rokok yang dalam proses
pembuatannya ditambahkan aroma rasa yang khas. Contoh: gudang
garam filter internasional, djarum super, dan lain-lain.
b) Sigaret kretek mesin light mild (SKM LM): rokok mesin yang
menggunakan kandungan tar dan nikotin yang rendah. Rokok jenis ini
jarang menggunakan aroma yang khas. Contoh: A Mild, Clas Mild,
Star Mild, U Mild, LA Light, Surya Slim, dan lain-lain.
Sedangkan, jenis rokok berdasarkan penggunaan filter terbagi menjadi dua
(Yulianto, n.d), yaitu:
1. Rokok filter (RF) : rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus.
2. Rokok non filter (RNF): rokok yang pada bagian pangkalnya tidak
terdapat gabus.

2.2.3 Definisi Perilaku


Morgan (1986) mendefinisikan perilaku sebagai sesuatu yang konkrit, dapat
diobservasi, direkam, maupun dipelajari (Nasution, 2007). Perilaku juga
didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan individu, untuk merespons
stimulus yang berasal dari internal maupun eksternal (Sunaryo, 2004). Perilaku
individu tidak ada yang sama. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan kepribadian
yang dimiliki individu, yang dipengaruhi oleh berbagai aspek kehidupan, seperti:
pengalaman, usia, watak, tabiat, sistem norma, nilai, dan kepercayaan yang
dianutnya (Sunaryo, 2004).

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


15

2.2.4 Definisi Perilaku Merokok


Armstrong (1990) mendefinisikan merokok sebagai suatu aktivitas
menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya
kembali keluar (Nasution, 2007). Maka, perilaku merokok merupakan suatu
kegiatan membakar rokok dan menghisap asap rokok. Asap rokok kemudian
dihembuskan keluar, sehingga menyebabkan asap rokok terhisap oleh orang-
orang yang berada di sekitar perokok.
Perilaku merokok merupakan perilaku yang berkaitan erat dengan perilaku
kesehatan (Notoatmodjo, 2005). Sebab, perilaku merokok merupakan salah satu
perilaku yang dapat membahayakan kesehatan. Perilaku merokok sudah menjadi
kebiasaan yang sangat umum dan meluas pada masyarakat Indonesia. Perokok
berasal dari berbagai jenis kelas yang meliputi: kelompok umur, sosial, dan jenis
kelamin. Hal ini menjadi dasar bahwa kebiasaan merokok sulit untuk dihilangkan.
Sebab, tidak banyak masyarakat yang mengakui bahwa rokok merupakan suatu
kebiasaan buruk yang seharusnya dihindari.

2.2.5 Tipe Perilaku Merokok


Tomkins (1991) mengklasifikasikan tipe perilaku merokok menjadi empat
tipe (Mutadin, 2002), yaitu:
1. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif
Perokok tipe ini merokok untuk mendapatkan relaksasi dan kesenangan. Hal
ini ditunjukkan dengan meningkatnya kenikmatan yang didapat dari
merokok; rangsangan untuk meningkatkan kepuasan dari merokok; dan
dilatarbelakangi karena kesenangan individu dalam memegang rokok
(Mutadin, 2002).
2. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif
Perokok tipe ini merokok untuk menurunkan perasaan negatif yang perokok
alami. Misalkan untuk menurunkan perasaan cemas, marah, atau gelisah.
Motivasi individu untuk merokok adalah sebagai upaya untuk
menghindarkan diri dari perasaan yang tidak menyenangkan bagi dirinya
(Mutadin, 2002).

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


16

3. Perilaku merokok karena kecanduan psikologis


Perokok tipe ini sudah mengalami kecanduan psikologis dari rokok.
Perokok akan meningkatkan jumlah batang rokok yang dihisap setiap
harinya. Hal ini dilakukan hingga individu mendapatkan efek ketenangan
seperti yang diharapkan.
4. Perilaku merokok karena sudah menjadi kebiasaan
Perokok tipe ini menggunakan rokok sama sekali bukan untuk
mengendalikan perasaannya (Mutadin, 2002). Kegiatan merokok sudah
menjadi kebiasaan atau rutinitas individu. Perilaku merokok sudah menjadi
perilaku yang otomatis, tanpa dipikirkan, dan tanpa disadari oleh individu
(Mutadin, 2002).

2.2.6 Tipe Perokok


Smet (1994) mengklasifikasikan tipe perokok berdasarkan banyaknya
jumlah batang rokok yang dihisap setiap harinya (Nasution, 2007). Tiga tipe
perokok tersebut adalah: (1) perokok ringan menghisap 1-4 batang rokok perhari;
(2) perokok sedang menghisap 5-14 batang rokok perhari; dan (3) perokok berat
menghisap lebih dari 15 batang rokok perhari.
Berbeda halnya dengan pendapat Smet (1994), Efendi (2002)
mengklasifikasikan perokok menjadi empat tipe perokok (Amelia, 2009). Tipe
perokok sangat berat menghisap rokok lebih dari 31 batang perhari dan selang
merokoknya lima menit setelah bangun pagi. Tipe perokok berat menghisap
sekitar 21-30 batang rokok perhari dengan selang waktu sejak bangun pagi
berkisar antara 6-30 menit. Tipe perokok sedang menghisap rokok 11-21 batang
perhari dengan selang waktu 31-60 menit setelah bangun pagi. Sedangkan, tipe
perokok ringan menghabiskan rokok kurang dari 10 batang dengan selang waktu
setelah 60 menit dari bangun pagi.

2.2.7 Tahapan Perilaku Merokok pada Remaja


Sitepoe (2002) mengklasifikasikan perilaku merokok pada remaja menjadi
empat tahap. Empat tahapan perilaku merokok pada remaja adalah:

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


17

1. Tahap persiapan
Tahap ini berlangsung pada saat remaja belum pernah merokok. Pada tahap
ini, remaja mulai membentuk opini tentang rokok dan perilaku merokok.
Hal ini disebabkan karena adanya perkembangan sikap pada remaja,
munculnya tujuan mengenai rokok, dan citra perilaku merokok yang
diperoleh remaja.
2. Tahap inisiasi
Tahap ini merupakan tahap coba-coba untuk merokok. Remaja beranggapan
bahwa dengan merokok, remaja akan terlihat dewasa, keren, gagah, dan
berani.
3. Tahap menjadi seorang perokok
Pada tahap ini, remaja memberikan identitas pada dirinya sebagai seorang
perokok. Remaja juga sudah mulai ketergantungan rokok. Burton et, al
(1989) menyebutkan, remaja yang menggambarkan dirinya sebagai seorang
perokok, besar kemungkinan akan tetap menjadi seorang perokok di masa
yang akan datang (Okoli et, al., 2011).
4. Tahap tetap menjadi perokok
Tahap ini dipengaruhi oleh faktor psikologis dan biologis. Faktor psikologis
yang mempengaruhi remaja untuk terus merokok adalah: adanya kebiasaan,
stres, depresi, kecanduan, menurunkan kecemasan, ketegangan, upaya untuk
memiliki teman (Hedman et, al., 2007). Aditama (1997) menyebutkan,
faktor biologis yang mempengaruhi remaja untuk tetap menjadi perokok
yaitu efek dan level dari nikotin yang dibutuhkan dalam aliran darah (Laily,
2007).

2.2.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok pada Remaja


Aktivitas merokok merupakan perilaku yang membahayakan kesehatan.
Ironisnya, fakta ini menjadi kontradiksi dengan realita yang terjadi saat ini pada
masyarakat Indonesia. Rokok sudah menjadi kebiasaan yang sangat umum dan
meluas di masyarakat. Levy (1984) mengatakan bahwa setiap individu memiliki

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


18

kebiasaan merokok yang berbeda dan biasanya disesuaikan dengan tujuan


individu untuk merokok (Nasution, 2007).
Perilaku merokok disebabkan oleh berbagai faktor yang berasal dari
internal dan eksternal. Terdapat tiga faktor penyebab perilaku merokok pada
remaja, yaitu: (1) kepuasan psikologis; (2) sikap permisif orang tua terhadap
perilaku merokok remaja; dan (3) pengaruh teman sebaya (Komalasari & Helmi,
2000). Hedman et, al (2007) menyebutkan, faktor risiko pencetus remaja merokok
adalah memiliki keluarga yang merokok atau memiliki teman yang juga sebagai
perokok.
Pendapat lain juga dikemukakan oleh Mutadin (2002) yang menyebutkan,
ada empat faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada remaja. Faktor-
faktor tersebut adalah:
1. Pengaruh orang tua
Remaja yang tinggal dengan orang tua yang tidak memperhatikan anak dan
adanya hukuman fisik yang keras dalam keluarga, akan lebih mudah untuk
menjadi perokok (Mutadin, 2002). Selain itu, salah satu faktor risiko
pencetus bagi remaja untuk merokok adalah memiliki keluarga yang
merokok (Hedman, et, al., 2007). Perilaku orang tua dalam merokok, akan
berpengaruh pada anak. Sebab, anak akan memiliki kecenderungan untuk
mengikuti perilaku yang dicontohkan oleh orang tua.
2. Pengaruh teman
Hedman et, al (2007) menyebutkan bahwa salah satu faktor risiko pencetus
remaja untuk merokok adalah memiliki memiliki teman yang juga sebagai
perokok. Al Bachri (1991) menyebutkan, diantara remaja perokok terdapat
87% di antaranya memiliki satu atau lebih sahabat yang perokok, begitu
pula dengan remaja bukan perokok (Widianti, 2007).
3. Faktor kepribadian
Salah satu sifat kepribadian yang mempengaruhi remaja untuk
mengonsumsi rokok dan obat-obatan, yaitu sifat konformitas sosial
(Widianti, 2007). Menurut Atkinson (1999), individu yang memiliki skor
tinggi pada berbagai tes konformitas sosial lebih mudah menjadi pengguna

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


19

rokok dan obat-obatan dibandingkan dengan individu yang memiliki skor


rendah (Widianti, 2007).
4. Pengaruh iklan
Remaja tertarik untuk mengikuti perilaku seperti pada iklan rokok, baik dari
media cetak maupun media elektronik, yang menggambarkan bahwa
perokok terlihat jantan dan gagah (Laily, 2007).

2.2.9 Dampak Perilaku Merokok


Ogden (2000) mengklasifikasikan dampak perilaku merokok menjadi dua
bagian (Nasution, 2007), yaitu:
1. Dampak positif
Smet (1994) menyebutkan, manfaat rokok bagi perokok adalah mengurangi
ketegangan yang individu rasakan, membantu konsentrasi untuk
menghasilkan sebuah karya, upaya memperoleh dukungan sosial, dan
menjadi relaksasi yang menyenangkan (Nasution, 2007). Penelitian yang
dilakukan oleh Prof. Soesmalijah Soewondo dari Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia menyebutkan, rokok dapat membuat perokok menjadi
lebih dewasa, mudah konsentrasi, dan dapat memunculkan ide-ide atau
inspirasi (Cahanar & Suhanda, 2006).
2. Dampak negatif
Meskipun saat ini sudah tersedia rokok yang memiliki kandungan tar dan
nikotin yang rendah, tetapi tidak ada rokok yang aman bagi kesehatan.
Penyakit yang diakibatkan oleh rokok, seperti: kanker mulut, kanker faring,
kanker paru, kanker prostat, gangguan kehamilan dan janin, penyakit
jantung koroner, pneumonia, dan lainnya (Sriamin, 2006).

2.3 Harga Diri


2.3.1 Definisi Harga Diri
Willoughby, King, dan Polatajka mendefinisikan harga diri sebagai nilai
yang ditempatkan individu pada diri sendiri (Wong, 2008). Hal ini mengacu pada
evaluasi diri secara menyeluruh terhadap diri sendiri (Wong, 2008). Santrock

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


20

(2007) juga mendefinisikan harga diri (self esteem) sebagai suatu dimensi
evaluatif global mengenai diri sendiri. Harga diri berasal dari dua sumber, yaitu
sumber internal dan eksternal, yang mencakup penerimaan diri meski lemah dan
terbatas (Potter & Perry, 2005). Maka, harga diri dapat dikatakan sebagai evaluasi
individu terhadap dirinya sendiri dengan menilai diri secara positif atau negatif.
Penilaian harga diri secara positif atau negatif diperoleh dari evaluasi
individual terhadap dirinya. Individu mengevaluasi diri dalam lingkungan
keluarga, sekolah, tempat berorganisasi, tempat bekerja, maupun lingkungan
sosial. Penilaian positif terhadap diri sendiri adalah penilaian terhadap kondisi
diri, seperti: menghargai kelebihan, menghargai potensi diri, dan menerima
kekurangan diri sendiri (Santrock, 2007). Sedangkan, penilaian negatif terhadap
diri sendiri adalah: (1) penilaian tidak suka atau tidak puas dengan kondisi diri
sendiri; dan (2) tidak menghargai kelebihan diri dengan melihat diri sebagai
sesuatu yang selalu kurang (Santrock, 2007). Harga diri yang tinggi berakar dari
penerimaan diri sendiri tanpa syarat sebagai individu yang berarti dan penting,
meskipun individu mengalami kegagalan, kekalahan, atau bersalah (Depkes,
2000).

2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri


Harga diri dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Coopersmith
menyebutkan faktor-faktor yang melatarbelakangi harga diri terdiri atas empat
komponen (Sriati & Hernawati, 2007), yaitu:
1. Pengalaman
Yusuf (2000) mendefinisikan pengalaman sebagai suatu bentuk emosi,
perasaan, tindakan, dan kejadian yang pernah dialami individu; dirasakan
bermakna; dan meninggalkan kesan dalam hidup individu (Sriati &
Hernawaty, 2007). Pengalaman individu yang positif dapat meningkatkan
harga diri, seperti: prestasi yang diraih dan kompetensi diri dalam berbagai
hal. Sedangkan, pengalaman individu yang negatif dapat menurunkan harga
diri, seperti: merasa dirinya tidak diterima, tidak kompeten, dan tidak
bernilai.

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


21

2. Pola asuh
Shochih (1998) mendefinisikan pola asuh sebagai cara orang tua dalam
menunjukkan otoritasnya (Sriati & Hernawaty, 2007). Pola asuh merupakan
cara orang tua untuk memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anak
(Sriati & Hernawaty, 2007). Adanya hukuman dalam keluarga yang tidak
konsisten serta perilaku orang tua yang selalu membanding-bandingkan
anak, dapat menurunkan harga diri anak (Potter & Perry, 2005).
3. Lingkungan
Yusuf (2000) menyebutkan, lingkungan memberikan dampak besar kepada
remaja melalui hubungan yang baik antara remaja dengan orang tua, teman
sebaya, dan lingkungan sekitar (Sriati & Hernawaty, 2007). Lingkungan
yang membuat remaja merasa diterima, dihargai, dan dihormati, akan
menjadikan remaja merasa bahwa dirinya bernilai untuk dirinya sendiri dan
orang lain.
4. Sosial ekonomi
Sosial ekonomi merupakan suatu hal yang mendasari perbuatan individu
untuk memenuhi dorongan sosial yang memerlukan dukungan finansial
(Sriati & Hernawaty, 2007). Individu dengan latar belakang sosial ekonomi
tinggi, akan merasa dirinya lebih berarti dan berharga, dibandingkan dengan
orang lain dengan status sosial ekonomi di bawahnya.
Sianturi (2004) menyebutkan, faktor yang mempengaruhi pembentukan
harga diri pada remaja, yaitu:
1. Penyakit mental dan fisik
Penyakit yang dialami remaja akan mempengaruhi bagaimana remaja
melihat dirinya. Remaja akan malu untuk berhubungan dan bergaul dengan
teman-temannya. Adanya penyakit, pembedahan, atau kecelakaan yang
mengubah pola hidup dapat menurunkan harga diri individu (Potter & Perry,
2005).
2. Sistem keluarga yang disfungsional
Peraturan yang tidak konsisten, kritik yang destruktif, orang tua yang terlalu
melindungi dan mengontrol remaja, dan minimnya komunikasi dalam

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


22

keluarga, akan menurunkan kepercayaan diri remaja (Sianturi, 2004). Selain


itu, adanya hukuman dalam keluarga yang tidak konsisten serta perilaku
orang tua yang suka membanding-bandingkan anaknya, dapat menurunkan
harga diri anak (Potter & Perry, 2005).
3. Pengalaman negatif yang berulang
Pengalaman negatif yang dialami remaja meliputi aspek fisik, emosi, dan
seksual, dapat menyebabkan remaja melihat dirinya sebagai individu yang
tidak berharga (Sianturi, 2004). Kegagalan individu dalam menyelesaikan
tugasnya secara berulang, akan menyebabkan individu merasa tidak
berharga karena merasa tidak memiliki kompetensi yang memadai.
4. Ketidakhadiran orang yang dipercaya saat dibutuhkan
Remaja seringkali merasa tidak ada orang lain yang peduli dan
menyayanginya. Hal ini dikarenakan tidak adanya orang yang mendukung
remaja saat remaja membutuhkan seseorang untuk membantu
menyelesaikan masalahnya.
5. Ideal diri yang tidak realistis
Remaja merupakan individu yang idealis. Harapan yang terlalu tinggi dan
tidak realistis, akan menyebabkan remaja merasa selalu gagal dalam
melakukan sesuatu.

2.3.3 Indikator Harga Diri


Harga diri dapat terukur melalui beberapa perilaku positif maupun negatif
yang dilakukan oleh seseorang (Santrock, 2007). Berikut adalah indikator yang
digunakan untuk mengukur harga diri individu melalui observasi perilaku :

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


23

Tabel 2.1 Indikator Harga Diri

Indikator Positif Indikator Negatif


1. Memberikan pengarahan atau perintah 1. Merendahkan orang lain dengan cara
kepada orang lain. mengejek, memanggil nama secara
2. Menggunakan kualitas suara yang sesuai langsung, atau bergosip.
dengan situasinya. 2. Menggunakan bahasa tubuh secara
3. Mengungkapkan pendapat. berlebihan atau di luar konteks.
4. Duduk bersama orang lain selama 3. Melakukan sentuhan yang tidak pada
melakukan aktivitas sosial. tempatnya atau menghindari kontak
5. Bekerja secara kooperatif dalam sebuh fisik.
kelompok. 4. Membiarkan kesalahan terjadi.
6. Memulai percakapan yang ramah dengan 5. Menyombongkan prestasi, keterampilan,
orang lain. dan penampilan.
7. Menjaga jarak yang nyaman antara 6. Secara verbal merendahkan dirinya
dirinya dengan orang lain. sendiri atau menjatuhkan dirinya sendiri.
8. Menatap orang lain ketika sedang 7. Berbicara dengan nada yang keras,
berbicara atau diajak berbicara. kasar, dan dogmatik.
9. Mempertahankan kontak mata selama
melakukan percakapan.
10. Lancar dan tidak ragu-ragu dalam
berbicara.

RemajaIndikator Harga Diri (Santrock, 2007)

2.3.4 Aspek-Aspek Harga Diri


Coopersmith menyebutkan bahwa harga diri individu terdiri dari tiga aspek
(Sriati & Hernawaty, 2007), yaitu:
1. Perasaan berharga
Perasaan berharga merupakan perasaan yang dimiliki individu saat merasa
dirinya berharga karena dihargai oleh orang lain (Sriati & Hernawaty,
2007). Individu yang merasa dirinya berharga, akan dapat mengekspresikan
dirinya dengan baik, dapat menerima kritik, dan memiliki kecenderungan
dapat mengontrol perilaku (Sriati & Hernawaty, 2007).

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


24

2. Perasaan mampu
Perasaan mampu merupakan perasaan yang dimiliki individu pada saat
individu merasa mampu untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan (Sriati
& Hernawaty, 2007). Individu yang memiliki harga diri positif menyukai
tugas baru yang menantang, aktif, dan tidak cepat bingung jika segala
sesuatu berjalan di luar rencana (Sriati & Hernawaty, 2007). Perasaan
mampu dan merasa kompeten ketika melaksanakan tugas, secara bertahap
dapat meningkatkan harga diri remaja.
3. Perasaan diterima
Perasaan diterima merupakan perasaan yang dimiliki individu ketika
individu diterima sebagai dirinya sendiri oleh suatu kelompok (Sriati &
Hernawaty, 2007). Ketika individu diperlakukan sebagai bagian dari
kelompok, maka ia akan merasa dirinya diterima dan dihargai dalam
kelompok tersebut.

2.3.5 Perkembangan Harga Diri Remaja


Erikson (1963) menyebutkan bahwa remaja awal akan mengalami
kebingungan karena mengalami perubahan dari segi fisik, kognitif, dan sosial saat
masa pubertas (Shaffer, 2005). Robinson et, al (2002) menyebutkan bahwa
individu yang memasuki masa remaja dengan harga diri yang utuh, akan mampu
mengatasi semua perubahan perkembangan yang terjadi pada masa remaja
(Shaffer, 2005). Remaja yang mampu mengatasi semua perubahan perkembangan
yang terjadi, akan mengalami peningkatan harga diri secara bertahap.
Pembentukan harga diri dimulai pada masa bayi. Johnson (1989)
menyebutkan, bayi sangat responsif terhadap segala hal yang diterimanya, baik itu
perasaan senang, marah, sedih, penerimaan, atau penolakan (Sianturi, 2004).
Penerimaan atau penolakan dari orang tua akan ditangkap oleh anak saat
berinteraksi dengan orang tua. Hal ini akan terus diingat sampai anak menjadi
besar dan ketika anak menjadi remaja, maka remaja akan mengalami krisis
identitas (Sianturi, 2004).

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


25

Pencapaian harga diri yang tinggi akan menolong remaja melewati masa
perkembangannya dengan optimal. Santrock (2007) menyebutkan bahwa harga
diri remaja dapat di tingkatkan dengan:
1. Mengidentifikasi penyebab rendahnya harga diri
Harter (1998) berpendapat bahwa intervensi yang diberikan pada remaja
dengan harga diri negatif, harus sampai pada penyebab rendahnya harga diri
(Santrock, 2007). Hal ini dilakukan agar harga diri remaja dapat meningkat.
Berbagai penelitian menyebutkan, intervensi yang dilakukan untuk
membuat remaja merasa nyaman dengan dirinya sendiri, ternyata tidak
efektif untuk meningkatkan harga diri remaja (Santrock, 2007).
2. Mengidentifikasi bidang-bidang kompetensi yang penting bagi diri remaja.
Remaja memiliki harga diri positif apabila dapat tampil dengan kompeten
dalam bidangnya (Santrock, 2007). Sehingga, remaja harus didorong agar
dapat mengidentifikasi bidang kompetensi yang ingin dicapainya.
3. Menyediakan dukungan emosional dan persetujuan sosial
Dukungan dan persetujuan dari orang tua dan teman sebaya, menjadi hal
yang sangat penting bagi remaja untuk meningkatkan harga diri (Santrock,
2007). Lingkungan yang nyaman bagi remaja, meliputi lingkungan yang
memberikan dukungan emosional dan sosial, dapat meningkatkan harga diri
remaja karena remaja merasa dicintai dan diterima oleh orang lain.
4. Meningkatkan prestasi
Prestasi dapat meningkatkan harga diri remaja. Sebab, prestasi membuat
remaja merasa dirinya mampu untuk melakukan tugas, yang belum tentu
dapat dilakukan oleh orang lain.
5. Meningkatkan keterampilan koping remaja
Lazarus (1991) menyebutkan, harga diri remaja akan meningkat apabila
remaja mencoba untuk mengatasi masalah yang dihadapi, bukan
menghindari masalah (Santrock, 2007). Menghadapi masalah dengan
realistis, jujur, dan tidak defensif dapat menghasilkan evaluasi diri yang
positif (Santrock, 2007). Sebaliknya, menghadapi masalah dengan

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


26

pengingkaran, menipu diri, dan menghindar dapat menjadi pemicu bagi


remaja untuk mengevaluasi diri secara negatif (Santrock, 2007).

2.4 Penelitian Terkait


Penelitian mengenai ada tidaknya hubungan antara perilaku merokok
dengan harga diri remaja pernah dilakukan oleh Norhayati Mohd Noor et, al tahun
2005 di Malaysia. Penelitian ini bertujuan menentukan hubungan antara perilaku
merokok dengan harga diri remaja Malaysia di Kota Bharu, Kelantan. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Januari hingga Juni tahun 2005 dengan melibatkan 1364
murid SLTP di Kota Bharu. Penelitian ini menggunakan teknik sampling:
stratified multistage cluster sampling. Didapatkan hasil bahwa prevalensi remaja
perokok di Kota Bharu, Kelantan adalah 6,7%. Prevalensi perokok remaja laki-
laki adalah 13,8% dan remaja perempuan adalah 1,1%. Hasil akhir dari penelitian
ini adalah tidak ada hubungan antara perilaku merokok dengan harga diri pada
remaja Malaysia di Kota Bharu, Kelantan. Harga diri pada remaja di Kota Bharu,
Kelantan, lebih dipengaruhi karena kondisi keluarga dan lingkungan.
Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Norhayati et al,
penelitian lain juga dilakukan oleh Veselska et, al pada tahun 2009 di Slovakia.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara harga diri dengan
keinginan untuk mengonsumsi rokok dan ganja pada remaja dengan tidak melihat
jenis kelamin. Penelitian ini melibatkan 3694 remaja (usia rata-rata 14,3 tahun)
pada SLTP yang ada di Slovakia dengan menggunakan skala harga diri
Rosenberg. Penelitian berfokus pada hubungan antara harga diri dengan perilaku
kesehatan, apakah harga diri dapat meningkatkan atau membahayakan kesehatan
remaja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga diri menunjukkan adanya
hubungan dengan awal mula dan keberlanjutan dalam pengonsumsian rokok dan
ganja.
Penelitian lain juga dilakukan oleh Young-Ko Him pada tahun 2004 di
Korea Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan faktor
psikologis dengan awal mula perilaku merokok pada remaja. Penelitian ini
melibatkan sejumlah 1335 murid SMP dan SMA berusia 13-17 tahun di Nowon-

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


27

gu, Korea Utara. Penelitian berfokus untuk mengidentifikasi faktor yang


mempengaruhi perilaku merokok remaja Korea. Penelitian ini juga
mengidentifikasi hubungan antara perilaku merokok dan variabel psikologis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga diri dan kondisi psikologis memiliki
hubungan yang signifikan terhadap perilaku merokok pada remaja Korea. Artinya,
harga diri termasuk salah satu aspek yang memiliki arti penting sebagai faktor
yang mempengaruhi awal mula dan keberlanjutan perilaku merokok pada remaja.

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


2.5 Kerangka Teori
Tahapan perilaku merokok :
Aspek-aspek harga diri :
Tahap persiapan
Merasa berharga
Tahap inisiasi
Merasa mampu
Tahap menjadi seorang
perokok Merasa diterima
Tahap tetap menjadi
perokok
Tipe perokok:
Perokok ringan
Perokok sedang
Perokok berat
Perokok sangat berat

Perilaku Merokok Harga Diri Remaja

Tipe perilaku merokok :


Dipengaruhi oleh
perasaan positif. Faktor-faktor yang
Dipengaruhi oleh mempengaruhi perilaku Faktor-faktor yang
perasaan negatif. merokok : mempengaruhi harga diri:
Kecanduan Faktor internal : faktor Pengalaman
psikologis. biologis dan kepribadian. Pola asuh
Sudah menjadi Faktor eksternal : pengaruh Lingkungan
kebiasaan orang tua, teman, dan Sosial ekonomi
iklan.

28 Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


BAB 3
KERANGKA KERJA PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep


Kerangka kerja dalam penelitian ini dimulai dari kerangka konsep yang
menjadi landasan bagi peneliti untuk melakukan penelitian. Kerangka konsep
menjadi batasan bagi peneliti agar peneliti tidak menyimpang atau keluar dari
penelitian yang ingin dicapai. Berdasarkan teori yang telah diuraikan dalam bab 2,
maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada skema kerangka
konsep:

Variabel bebas Variabel terikat

Perilaku merokok: Pembentukan harga diri


Intensitas merokok remaja laki-laki yang
Jenis rokok yang merokok:
dikonsumsi Harga diri positif
Moment untuk merokok Harga diri negatif
Fungsi rokok
Dampak rokok

Variabel perancu

Faktor-faktor yang
mempengaruhi harga diri:
Pengalaman
Perilaku Perilaku Perilaku Pola asuh
merokok merokok merokok Lingkungan
rendah sedang tinggi Sosial ekonomi

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

29 Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


30

Keterangan :
= Faktor yang diteliti
= Faktor yang tidak diteliti

Tabel diatas menggambarkan tiga variabel, yaitu variabel bebas, variabel


terikat dan variable perancu. Perilaku merokok merupakan variabel bebas
sedangkan harga diri remaja laki-laki yang merokok merupakan variabel terikat.
Variabel perancu yang dapat mempengaruhi penilaian harga diri remaja yaitu
faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri. Variabel bebas merupakan variabel
yang menjadi sebab munculnya variabel terikat. Hal ini menjadi dasar peneliti
untuk melakukan penelitian terkait ada tidaknya hubungan antara perilaku
merokok dengan harga diri remaja laki-laki yang merokok di SMK Putra Bangsa,
Depok.

3.2 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara perilaku merokok
dengan harga diri remaja laki-laki yang merokok.

3.3 Definisi Operasional


Definisi operasional merupakan hal yang penting dirancang agar pengukuran
dan pengumpulan variabel konsisten antara responden yang satu dengan yang
lain. Variabel bebas dalam penelitian ini ialah perilaku merokok. Sedangkan,
variabel terikat pada penelitian ini ialah harga diri remaja laki-laki yang merokok.

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


3.1 Definisi Operasional

Variabel Desain Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Data Demografi
Usia Usia remaja laki-laki yang merokok 1 pertanyaan pada data demografi kuesioner. Kuesioner Usia dalam tahun Nominal
sebagai responden.

Identitas Identitas perokok pada remaja laki- 1 pertanyaan pada data demografi kuesioner. Kuesioner 1. Perokok harian Ordinal
perokok laki yang merokok. 2. Bukan perokok
harian

Tipe Jumlah rokok yang dihisap oleh 1 pertanyaan pada data demografi kuesioner Kuesioner 1. Tipe perokok ringan Ordinal
perokok responden dalam satu hari. (menghisap 1-4
batang rokok/hari).
2. Tipe perokok sedang
(menghisap 5-14
batang rokok/hari).
3. Tipe perokok berat
(menghisap 15
batang rokok/hari).

31 Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


Variabel Desain Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Variabel bebas

Perilaku Perilaku merokok adalah perilaku Responden mengisi kuesioner yang menggunakan Kuesioner 1. Perilaku merokok Ordinal
merokok responden yang menggambarkan skala perilaku merokok dengan pilihan jawaban: tinggi apabila skor
kegiatan merokok yang terlihat dari 1. Selalu 53 72.
tahapan perilaku merokok, 2. Sering 2. Perilaku merokok
intensitas merokok, dan jenis rokok 3. Kadang-kadang sedang apabila skor
yang dikonsumsi. 4. Tidak pernah 47 52.
Pernyataan positif dinilai dengan: selalu (bernilai 3. Perilaku merokok
4), sering (bernilai 3), kadang-kadang (bernilai 2), rendah apabila skor
dan tidak pernah (bernilai 1). 38 46.
Pernyataan negatif dinilai dengan: selalu (bernilai
1), sering (bernilai 2), kadang-kadang (bernilai 3),
dan tidak pernah (bernilai 4).

32 Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


Variabel Desain Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Variabel terikat

Harga Persepsi remaja laki-laki yang Responden mengisi kuesioner mengenai harga diri Kuesioner 1. Harga diri negatif Ordinal
diri merokok mengenai harga dirinya, responden dengan menggunakan skala harga diri apabila skor 44
yang dapat diukur dari : Rosenberg dengan pilihan jawaban: 63,9.
Remaja yang memiliki harga 1. Sangat setuju (SS) 2. Harga diri positif
diri positif, yaitu objek yang 2. Setuju (S) apabila skor 63,91
diteliti mengevaluasi dirinya 3. Tidak setuju (TS) 88.
secara positif setelah menjadi 4. Sangat tidak setuju (STS)
perokok. Pernyataan positif dinilai dengan: sangat setuju
Remaja yang memiliki harga (bernilai 4), setuju(bernilai 3), tidak setuju
diri negatif, yaitu objek yang (bernilai 2), dan sangat tidak setuju (bernilai 1).
diteliti mengevaluasi dirinya Pernyataan negatif dinilai dengan: sangat setuju
secara negatif setelah menjadi (bernilai 1), setuju (bernilai 2), tidak setuju
perokok. (bernilai 3), dan sangat tidak setuju (bernilai 4).

33 Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Desain penelitian adalah seluruh perencanaan dalam penelitian untuk
menjawab pertanyaan penelitian atau menguji hipotesis penelitian (Polit, 2006).
Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan desain korelasi.
Rancangan ini digunakan untuk mengidentifikasi hubungan antara dua variabel
yaitu perilaku merokok sebagai variabel bebas dan harga diri remaja laki-laki
yang merokok sebagai variabel terikat. Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan cross sectional, di mana pengumpulan data dilakukan sebanyak satu
kali dalam waktu bersamaan.

4.2 Populasi dan Sampel


4.2.1 Populasi
Populasi adalah sekumpulan individu yang memiliki karakteristik yang
sama (Polit, 2006). Populasi juga di definisikan sebagai keseluruhan obyek
penelitian yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini, populasi
nya adalah remaja laki-laki yang merokok.

4.2.2 Sampel
Sampel penelitian adalah obyek yang akan diteliti dan dianggap mewakili
seluruh populasi atau bagian dari populasi (Notoatmodjo, 2010). Teknik yang
digunakan dalam pengambilan sampel adalah teknik purposive sampling. Peneliti
mengambil sampel berdasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat
oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui
sebelumnya (Notoatmodjo, 2010). Peneliti menganggap bahwa semua kriteria
yang dikehendaki telah ada dalam sampel yang diambil.
Sampel yang diambil dari populasi adalah remaja yang memenuhi kriteria
inklusi sebagai berikut:
1. Jenis kelamin laki-laki.

34 Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


35

2. Perokok.
3. Sehat jasmani dan rohani.
4. Bersedia menjadi responden.
Sedangkan, kriteria ekslusi dari sampel yang diambil, yaitu:
1. Remaja yang dalam keadaan tidak sadarkan diri.
2. Remaja yang tidak bersedia menjadi responden.
Besar sampel ditentukan dengan rumus estimasi populasi tabel Isaac dan
Michael dengan diketahui jumlah populasi siswa laki-laki yang merokok di SMK
Putra Bangsa sebanyak 109 siswa. Peneliti menggunakan rumus estimasi populasi
sebagai berikut (Sukardi, 2004):
n = N x (Z21-/2) x P (1P)
[(N1) x d2] + [(Z21-/2) x P (1P)]
Keterangan:
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
Z21-/2 = tingkat kemaknaan, CI = 95% maka = 1,96
P = proporsi populasi yang diteliti sebagai dasar, P = 0,5
d = presisi tingkat derajat ketepatan yang direfleksikan oleh
kesalahan yang dapat ditoleransi, besarnya yaitu 0,05
Maka, penghitungan jumlah sampel yaitu:
n = 109 x (1,96)2 x (0,5) x (0,5)
[109 x (0,05)2] + [(1,96)2 x (0,5) x (0,5)]
n = 85 orang
Peneliti mengantisipasi apabila terdapat data yang kurang lengkap atau
responden tidak ikut berpartisipasi dalam penelitian ini. Sehingga peneliti
menambah jumlah sampel. Koreksi atau penambahan jumlah sampel berdasarkan
prediksi sampel drop out dari penelitian. Formula yang digunakan untuk koreksi
jumlah sampel adalah :
n = n
1 f
n = besar sampel setelah dikoreksi
n = jumlah sampel berdasarkan estimasi sebelumnya
Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


36

f = prediksi persentase sampel drop out, yaitu sebesar 10%


Sampel minimal setelah ditambah dengan perkiraan sampel drop out
adalah sebagai berikut:
n = n
1- f
n = 85
1 0,1
n = 94
Jadi, jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini sejumlah 94 orang.

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di SMK Putra Bangsa, Depok. Hal ini dikarenakan
peneliti sering menemukan siswa sekolah tersebut merokok di sekitar sekolah
pada saat jam istirahat dan pulang sekolah. Selain itu, siswa tingkat SMK dan
sederajat sudah berada dalam rentang usia remaja pertengahan sehingga dapat
memberikan informasi tentang harga diri remaja terkait dengan perilaku merokok.
Waktu pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal 4 14 Mei 2012.

4.4 Etika Penelitian


Notoatmodjo (2010) menyebutkan bahwa kode etik penelitian adalah suatu
pedoman etika yang berlaku untuk setiap kegiatan penelitian yang melibatkan
antara pihak peneliti, pihak yang diteliti, dan masyarakat yang akan memperoleh
dampak dari hasil penelitian tersebut. Milto (1999) menyebutkan, ada empat
prinsip yang harus dipegang teguh oleh peneliti (Notoatmodjo, 2010). Keempat
prinsip tersebut yaitu:
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)
Peneliti memberikan informasi yang terbuka berkaitan dengan proses
penelitian dan memberikan kebebasan kepada responden untuk menentukan
pilihan. Responden bebas dari paksaan untuk berpartisipasi dalam kegiatan
penelitian (autonomy). Selain itu, peneliti telah mempersiapkan lembar
persetujuan responden (informed consent) yang berisi penjelasan mengenai

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


37

tujuan penelitian, persetujuan bahwa subyek dapat mengundurkan diri kapan


saja, dan jaminan anonimitas serta kerahasiaan.
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for privacy
and confidentially)
Setiap manusia memiliki hak dasar individu termasuk privasi dan kebebasan
individu (Polit, 2006). Peneliti tidak menampilkan informasi mengenai
identitas responden dalam kuesioner, baik nama maupun alamat asal
responden. Peneliti menggunakan inisial atau identification number sebagai
pengganti identitas responden. Hal ini dilakukan untuk menjaga anonimitas
dan kerahasiaan identitas responden.
3. Keadilan dan inklusivitas (respect for justice and inclusiveness)
Prinsip keadilan memiliki konotasi keterbukaan dan adil (Polit, 2006).
Peneliti memenuhi prinsip keterbukaan dengan memberikan kejelasan
prosedur penelitian. Peneliti mempertimbangkan keadilan bagi setiap
responden dengan memberikan perlakuan yang sama baik sebelum, selama,
maupun setelah responden berpartisipasi dalam penelitian.
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing
harms and benefits)
Peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian guna
mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi subyek
penelitian dan dapat digeneralisasikan di tingkat populasi (beneficence).
Peneliti meminimalkan dampak yang merugikan bagi responden
(nonmaleficence) (Polit, 2006). Apabila penelitian berpotensi
mengakibatkan stres tambahan, maka responden berhak untuk tidak ikut
berpartisipasi dalam penelitian.

4.5 Alat Pengumpulan Data


4.5.1 Instrumen
Pendataan dilakukan peneliti dengan membuat instrumen penelitian sebagai
alat pengumpulan data. Instrumen penelitian yang digunakan berupa kuesioner
yang mengacu pada konsep keperawatan dan kesesuaian dengan penelitian.
Kuesioner yaitu pertanyaan terstruktur dan responden dapat memberikan jawaban
Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


38

sesuai dengan petunjuk yang ada. Lembar pernyataan memuat 3 data demografi.
Kuesioner bagian satu berisi 21 pernyataan mengenai perilaku merokok.
Kuesioner bagian dua berisi 24 pernyataan mengenai harga diri. Waktu yang
diperlukan untuk mengisi kuesioner kurang lebih 15 menit.
Penelitian ini menggunakan dua buah instrumen, yaitu: skala perilaku
merokok dan skala harga diri:
a. Skala perilaku merokok
Skala perilaku merokok disusun untuk mengukur tingkat perilaku merokok
remaja laki-laki. Pernyataan yang ada dalam kuesioner mencakup: (1) tipe
perilaku merokok berpedoman pada teori yang dikemukakan oleh Tomkins
(1991); (2) tipe perokok berpedoman pada teori yang dikemukakan oleh
Smet (1994); (3) tahapan perilaku merokok berpedoman pada teori yang
dikemukakan oleh Sitepoe (2002); (4) faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku merokok; dan (5) dampak perilaku merokok.

Tabel 4.1 Blue Print Sebaran Aitem Skala Perilaku Merokok

Indikator Aitem Total

Positif Negatif
Tipe perilaku merokok 2, 11 1 3
Tipe perokok 12 9, 10 3
Waktu untuk merokok 3, 4, 6 7, 8 5
Faktor-faktor yang mempengaruhi 18, 19 20, 21 4
perilaku merokok
Jenis rokok 14, 15 16 3
Tempat merokok 17 13 2
Dampak rokok 5 1
Jumlah 12 9 21

b. Skala harga diri


Peneliti menyusun skala harga diri berdasarkan teori tentang skala harga diri
Rosenberg (1965) yang mencakup indikator-indikator harga diri. Indikator
harga diri yang digunakan berdasarkan teori Coopersmith (1967) dalam
penelitian Zulfa pada tahun 2011. Adapun perinciannya sebagai berikut:

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


39

Tabel 4.2 Kisi-Kisi Instrumen Harga Diri

No. Aspek Indikator Deskripsi


1. Kekuatan Dihormati oleh orang lain. Kebahagiaan, percaya diri, identitas
diri, rasa berharga.
Memiliki pendapat yang dapat Interaksi sosial, intropeksi diri, cara
diterima oleh orang lain. menyampaikan pendapat.
Mampu mengatur dan Penggunaan waktu, kemandirian,
mengontrol tingkah laku. pemahaman diri, pengendalian
emosi, cara berbicara, dan
pergaulan.
2. Keberartian Menerima kepedulian dari orang Pertolongan, kepedulian sosial.
lain.
Mendapat penerimaan dari Penerimaan, kehangatan, ramah.
lingkungan.
Memiliki pandangan positif Mengakui keberhasilan yang
terhadap diri sendiri. diperoleh karena diri sendiri.
Menerima perhatian, afeksi, dan Popularitas individu, perhatian dari
ekspresi cinta dari orang lain. orang tua, kasih sayang.
3. Kebajikan Taat untuk mengikuti etika, Kebijaksanaan dalam mematuhi
norma, atau standar moral yang peraturan, kepatuhan terhadap
harus dilakukan dan harus agama, dan kepatuhan terhadap
dihindari. lingkungan sosial.
4. Kompetensi Mampu untuk sukses. Kesiapan, kepandaian, optimis.
Dapat mengerjakan tugas Kreatif, keyakinan, potensi diri.
dengan baik dan benar.
Memiliki tuntutan prestasi yang Usaha, semangat, perubahan.
ditandai dengan keberhasilan.

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


40

Tabel 4.3 Blue Print Sebaran Aitem Skala Harga Diri

Indikator Aitem
Total
Positif Negatif
Dihormati oleh orang lain. 23, 24 2
Memiliki pendapat yang dapat diterima 30 1
oleh orang lain.
Mampu mengatur dan mengontrol tingkah 22, 33 29 3
laku.
Menerima kepedulian dari orang lain. 40 31 2
Mendapat penerimaan dari lingkungan. 28, 39 2
Memiliki pandangan positif terhadap diri 25, 26, 27, 36 43 5
sendiri.
Menerima perhatian, afeksi, dan ekspresi 37, 38 45 3
cinta dari orang lain.
Taat untuk mengikuti etika, norma atau 34 42 2
standar moral yang harus dilakukan dan
harus dihindari.
Mampu untuk sukses. 35 1
Dapat mengerjakan tugas dengan baik dan 44 41 2
benar.
Memiliki tuntutan prestasi yang ditandai 32 1
dengan keberhasilan.
Jumlah 15 9 24

4.5.2 Uji Instrumen


4.5.2.1 Uji Validitas
Validitas didefinisikan sebagai ketepatan suatu alat ukur dalam mengukur
suatu data (Hastono, 2007). Suatu instrumen dikatakan valid jika mempunyai
validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki
validitas rendah. Penelitian ini menggunakan uji teknik korelasi Pearson Product
Moment. Keputusan uji validitas ditunjukkan oleh dua hal, yaitu bila rxy hitung
lebih besar dari r tabel maka Ho ditolak (variabel valid). Sedangkan, bila rxy
hitung lebih kecil dari r tabel, maka Ho gagal ditolak (variabel tidak valid). Hasil
uji validitas didapatkan 29 dari 45 pernyataan dinyatakan valid. Peneliti kemudian
mengubah pernyataan yang tidak valid dan setiap detail pernyataan yang diubah
telah mendapatkan persetujuan dari ahli.

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


41

4.5.5.2 Uji Reliabilitas


Reliabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan sejauh mana hasil
pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran sebanyak dua kali atau
lebih, terhadap gejala yang sama dan alat ukur yang sama (Hastono, 2007).
Rumus yang digunakan untuk menggunakan rumus cronbach alpha. Keputusan
uji reliabilitas ditunjukkan oleh dua hal, yaitu jika cronbach alpha 0,6, maka
variabel dinyatakan reliabel. Sebaliknya, jika cronbach alpha 0,6 maka variabel
dinyatakan tidak reliabel. Hasil cronbach alpha instrumen pada penelitian ini
adalah 0,711 (reliabel).

4.6 Metode Pengumpulan Data


1. Proposal penelitian
Proposal penelitian telah diselesaikan oleh peneliti pada bulan Februari
2012.
2. Prosedur pengumpulan data
a. Peneliti meminta izin kepada kepala sekolah untuk melakukan
penelitian kepada siswa di SMK Putra Bangsa, Depok.
b. Peneliti memberikan penjelasan kepada calon responden tentang tujuan
dan manfaat penelitian yang akan dilakukan.
c. Peneliti menyebarkan kuesioner kepada responden yang memenuhi
syarat/kriteria penelitian.
d. Setelah calon responden menyetujui untuk berpartisipasi dalam
penelitian, maka responden akan diminta kesediaannya untuk
menandatangani surat persetujuan untuk menjadi responden.
e. Peneliti mendampingi responden saat pengisian kuesioner. Responden
diberikan kesempatan untuk bertanya dan diharuskan untuk menjawab
semua pernyataan. Waktu yang disediakan untuk mengisi kuesioner
kurang lebih 15 menit.
3. Setelah semua pertanyaan dijawab, kuesioner dikumpulkan kembali dan
diperiksa kelengkapannya oleh peneliti. Pengumpulan kuesioner dilakukan
sendiri oleh peneliti. Peneliti memvalidasi kuesioner untuk melihat
kelengkapan kuesioner.
Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


42

4.7 Pengolahan dan Analisis Data


4.7.1 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan saat semua data telah terkumpul. Tahapan
pengolahan data menurut Notoatmodjo (2010), adalah sebagai berikut:
1. Editing data / memeriksa
Proses ini dilakukan untuk melihat apakah semua data sudah diisi sesuai
petunjuk.
2. Coding data / memberi tanda data
Proses ini dilakukan untuk memudahkan klasifikasi data dan menghindari
terjadinya pencampuran data.
3. Entry data / memasukkan data
Peneliti memasukkan data ke dalam program komputer. Semua data
dimasukkan secara cermat hingga nomor responden terakhir.
4. Tabulasi
Peneliti membuat tabel-tabel data sesuai dengan tujuan penelitian atau yang
diinginkan oleh peneliti.
5. Cleaning
Cleaning bertujuan untuk memastikan bahwa seluruh data yang telah
dimasukkan ke dalam mesin pengolah data sudah sesuai dengan yang
sebenarnya.

4.7.2 Analisis Data


Analisis data pada tahapan ini menggunakan teknik statistik tertentu yang
akan memperlihatkan hasil penelitian. Analisis data pada penelitian ini terdiri
dari:

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


43

Tabel 4.4 Uji Analisis Data

Uji Analisis Data


Analisis Univariat
Data demografi Usia Uji numerik
Identitas merokok Uji proporsi
Tipe perokok Uji proporsi
Variabel bebas Perilaku merokok Uji proporsi
Variabel terikat Harga diri remaja laki-laki Uji proporsi
yang merokok
Analisis Bivariat
Hubungan perilaku merokok dengan harga diri remaja laki-laki Uji Chi-Square
yang merokok.

4.7.2.1 Analisis Univariat


Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian
(Notoatmodjo, 2010). Analisis ini menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap
variabel. Perilaku merokok sebagai variabel terikat dan harga diri remaja laki-laki
yang merokok sebagai variabel bebas. Pada penelitian ini terlihat distribusi
perilaku merokok dan harga diri responden. Selain itu, karakteristik demografi
responden seperti usia, identitas merokok, dan jumlah batang rokok yang dihisap
dalam satu hari juga dapat terlihat.

4.7.2.2 Analisis Bivariat


Analisis bivariat dilakukan pada dua variabel yang berhubungan atau
berkorelasi. Pada penelitian ini, analisis bivariat dilakukan untuk melihat
hubungan antara perilaku merokok dengan harga diri remaja laki-laki yang
merokok. Perilaku merokok diukur dengan menggunakan skala Likert. Perilaku
merokok tinggi ditunjukkan dengan perolehan nilai yang semakin tinggi.
Pengukuran harga diri dilakukan dengan menggunakan skala harga diri Rosenberg
(Kim, 2004). Perolehan nilai yang semakin tinggi mencerminkan harga diri
positif.

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


44

4.7.2.3 Teknik Analisis Data


Peneliti menggunakan pengujian statistik uji Chi-Square dengan derajat
kepercayaan 95%. Peneliti menggunakan uji statistik Chi-Square karena variabel
yang diuji adalah kategorik dan kategorik. Hasil dari uji Chi-Square dapat
mengetahui ada tidaknya hubungan yang bermakna secara statistik dengan
menggunakan perangkat lunak komputer.

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


4.5 Jadwal Kegiatan Penelitian

Kegiatan Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Identifikasi masalah
2. Studi kepustakaan
3. Penyusunan proposal
4. Uji validitas dan reliabilitas
5. Pengumpulan data
6. Pengolahan data
7. Penyusunan laporan
8. Penyerahan laporan
9. Sidang

45 Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


BAB 5
HASIL PENELITIAN

5.1 Pelaksanaan Penelitian


Pengumpulan data dilaksanakan di SMK Putra Bangsa pada tanggal 4
Mei 14 Mei 2012 di SMK Putra Bangsa, Depok. Pengambilan data dilakukan
dengan cara pengisian kuesioner oleh remaja laki-laki yang merokok, yaitu siswa
laki-laki kelas X dan XI SMK Putra Bangsa, Depok. Kuesioner yang berhasil
dikumpulkan sejumlah 94 kuesioner.

5.2 Penyajian Hasil Penelitian


Hasil dari penelitian kuantitatif ini disajikan dengan menampilkan
karakteristik responden, analisis univariat, dan analisis bivariat.

5.2.1 Karakteristik Responden


5.2.1.1 Karakteristik Responden berdasarkan Usia

Tabel 5.1 Karakteristik Responden berdasarkan Usia


di SMK Putra Bangsa (n= 94), Mei 2012

Mean Median Modus SD Min Max 95% CI


16,28 16,00 16 0,809 15 19 16,11 16,44

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa usia rata-rata responden adalah 16,28


tahun. Usia remaja laki-laki yang merokok termuda adalah 15 tahun dan usia
tertua adalah 19 tahun. Usia mayoritas remaja laki-laki yang merokok di SMK
Putra Bangsa adalah remaja usia 16 tahun.

46 Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


47

5.2.1.2 Karakteristik Responden berdasarkan Identitas Perokok

Gambar 5.1 Karakteristik Responden berdasarkan


Identitas Perokok di SMK Putra Bangsa (n= 94), Mei 2012

70%

60%

50%

40%

30%

20%

10%

0%
Perokok harian Bukan perokok harian

Karakteristik remaja berdasarkan identitas perokok dikategorikan


menjadi dua, yaitu perokok harian dan bukan perokok harian. Gambar 5.1
menunjukkan bahwa remaja laki-laki yang merupakan bukan perokok harian lebih
banyak daripada remaja laki-laki yang merupakan perokok harian. Remaja laki-
laki yang merupakan bukan perokok harian sebanyak 56 orang (60%) dan remaja
laki-laki yang merupakan perokok harian sebanyak 38 orang (40%).

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


48

5.2.1.3 Karakteristik Responden berdasarkan Tipe Perokok

Gambar 5.2 Karakteristik Responden berdasarkan


Tipe Perokok di SMK Putra Bangsa (n= 94), Mei 2012

70%

60%

50%

40%

30%

20%

10%

0%
Tipe perokok ringan Tipe perokok sedang Tipe perokok berat

Tipe perokok dikategorikan menjadi tiga kategori berdasarkan jumlah


rokok yang dihisap dalam satu hari. Tiga tipe perokok yaitu: tipe perokok ringan
yaitu perokok yang menghisap 1-4 batang rokok/hari; tipe perokok sedang yaitu
perokok yang menghisap 5-14 batang rokok/hari; dan tipe perokok berat yaitu
perokok yang menghisap 15 batang rokok/hari. Gambar 5.2 menunjukkan
bahwa tipe perokok ringan menjadi jumlah terbanyak yaitu 60 orang (64%), tipe
perokok sedang sebanyak 32 orang (34%), dan tipe perokok berat sebanyak 2
orang (2%).

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


49

5.2.2 Hasil Analisis Univariat


5.2.2.1 Perilaku Merokok
Perilaku merokok remaja laki-laki yang merokok diukur dengan
menggunakan skala perilaku merokok. Tujuh indikator digunakan untuk
mengukur perilaku merokok responden. Tabel 5.2 akan menjelaskan distribusi
frekuensi jawaban responden di setiap indikator perilaku merokok.

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden terhadap Pernyataan


Variabel Perilaku Merokok di SMK Putra Bangsa (n= 94), Mei 2012

Indikator Jawaban N Persen


(%)
Tipe perilaku Dipengaruhi oleh perasaan negatif 32 34
merokok Kecanduan psikologis 50 53,2
Kebiasaan 72 76,6
Tipe perokok Jumlah batang tetap setiap harinya 21 22,3
Meghisap lebih dari 7 batang rokok per hari 20 21,3
Menghisap maksimal 4 batang rokok per hari. 34 36,16
Moment untuk Setelah makan 60 63,8
merokok Saat cuaca dingin 53 56,3
Kapan pun saat ingin merokok 50 53,1
Saat bersama teman 76 80,8
Faktor yang Pengaruh teman 33 35,2
mempengaruhi Faktor kepribadian 8 8,5
perilaku merokok
Jenis rokok Rokok yang memiliki aroma rasa yang khas 56 59,6
Rokok dengan kandungan tar dan nikotin rendah 61 64,9
Rokok dengan kandungan tar dan nikotin tinggi 12 12,7
Tempat untuk Dimana saja (di kendaraan, tempat umum, dan 39 41,5
merokok lainnya)
Hanya di tempat sepi 22 23,4
Dampak rokok Mulut asam 58 61,7

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


50

Gambar 5.3 Karakteristik Responden berdasarkan


Perilaku Merokok di SMK Putra Bangsa (n= 94), Mei 2012

60%

50%

40%

30%

20%

10%

0%
Perilaku merokok rendah Perilaku merokok sedang Perilaku merokok tinggi

Perilaku merokok remaja dikategorikan menjadi tiga, yaitu perilaku


merokok rendah, perilaku merokok sedang, dan perilaku merokok tinggi. Gambar
5.3 menunjukkan bahwa remaja dengan perilaku merokok rendah sebanyak 24
orang (25%), perilaku merokok sedang sebanyak 25 orang (27%), dan perilaku
merokok tinggi sebanyak 45 orang (48%).

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


51

5.2.2.2 Harga Diri


Penentuan harga diri remaja laki-laki yang merokok ditentukan dengan
skala harga diri Rosenberg yang terdiri dari 10 indikator. Tabel 5.3 akan
menjelaskan distribusi frekuensi jawaban responden di setiap indikator harga diri.

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden terhadap Pernyataan


Variabel Harga Diri di SMK Putra Bangsa (n= 94), Mei 2012

Indikator Jawaban N Persen


(%)
Dihormati oleh Setelah menjadi perokok, merasa tidak diterima 16 17
orang lain orang lain
Setelah menjadi perokok, merasa menjadi orang 24 25,5
yang tidak berharga/tidak berarti
Berpendapat Setelah menjadi perokok, lebih dapat 35 37,2
menyampaikan pendapat dengan baik
Mengontrol tingkah Rokok dapat membantu mengendalikan emosi 52 55,3
laku Lebih emosional setelah menjadi perokok 18 19,1
Rokok dapat membantu menurunkan kecemasan 72 76,6
Mendapatkan Teman-teman sesama perokok tidak peduli 15 16
kepedulian Teman-teman sesama perokok peduli 68 72,3
Penerimaan dari Jumlah teman bertambah setelah menjadi perokok 25 26,6
lingkungan Memiliki hubungan baik dengan orang lain 51 54,2
Pandangan positif Rokok membuat trendy, cool, dan macho 22 23,4
terhadap diri Rokok meningkatkan percaya diri 59 63
Rokok memberikan keyakinan bahwa dirinya 25 26,6
memiliki kemampuan lebih daripada orang lain
Rokok meningkatkan imajinasi (lebih kreatif) 66 70,2
Rokok membuat masa depan menjadi suram 32 34
Menerima perhatian, Orang tua memarahi jika ketahuan merokok 53 56,3
afeksi, dan cinta Merasa lebih dihargai orang lain setelah menjadi 31 33
kasih perokok
Merasa lebih diperhatikan oleh lawan jenis setelah 25 26,6
menjadi perokok
Kepatuhan pada Tetap menjalankan ibadah setelah menjadi 88 93,6
norma perokok
Merokok di lingkungan sekolah 17 18

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


52

Kompetensi Rokok meningkatkan keinginan untuk meraih 56 59,5


sukses
Menjalankan tugas Rokok membantu dalam mencari inspirasi 47 50
dengan baik dan Rokok membuat tidak dapat konsentrasi saat 24 25,5
benar belajar
Menjadi tidak mood belajar setelah menjadi 20 21,2
perokok

Gambar 5.4 Karakteristik Responden berdasarkan Harga Diri


Remaja Laki-Laki di SMK Putra Bangsa (n= 94), Mei 2012

54%
53%
52%
51%
50%
49%
48%
47%
46%
45%
44%
Harga diri positif Harga diri negatif

Harga diri remaja dikategorikan menjadi dua, yaitu remaja dengan harga
diri positif dan harga diri negatif. Gambar 5.4 menunjukkan bahwa remaja laki-
laki perokok dengan harga diri positif sebanyak 50 orang (53%). Sedangkan,
remaja laki-laki perokok dengan harga diri negatif sebanyak 44 orang (47%).

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


53

5.2.3 Hasil Analisis Bivariat


5.2.3.1 Hubungan Perilaku Merokok dengan Harga Diri

Tabel 5.4 Hubungan Perilaku Merokok dengan Harga Diri


Remaja Laki-Laki di SMK Putra Bangsa (n= 94), Mei 2012

Perilaku Harga Diri Total Nilai p


Merokok Positif Negatif
Frek Persen Frek Persen Frek Persen
(%) (%) (%)
Rendah 8 8,5% 16 17% 24 25,5%
Sedang 12 12,8% 13 13,8% 25 26,6% 0,025
Tinggi 30 32% 15 16% 45 48%

Hasil analisis hubungan perilaku merokok dengan harga diri diperoleh


bahwa ada sebanyak 8 remaja (33,3%) yang berperilaku merokok rendah memiliki
harga diri positif. Sedangkan, 16 remaja (66,7%) yang berperilaku merokok
rendah memiliki harga diri negatif. Sebanyak 12 remaja (48%) yang berperilaku
merokok sedang memiliki harga diri positif. Sedangkan, 13 remaja (52%) yang
berperilaku merokok sedang memiliki harga diri negatif. Sebanyak 30 remaja
(66,7%) yang berperilaku merokok berat memiliki harga diri positif. Sedangkan,
15 remaja (33,3%) yang berperilaku merokok berat memiliki harga diri negatif.
Data mengenai perilaku merokok dan harga diri remaja laki-laki yang
merokok diolah dengan menggunakan analisis bivariat. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui hubungan antara perilaku merokok dengan harga diri remaja laki-laki
yang merokok. Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji Chi-Square
dan didapatkan p value sebesar 0,025. Maka, bisa disimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara perilaku merokok dengan harga diri remaja laki-
laki yang merokok (p value = 0,025; = 0,05).

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


BAB 6
PEMBAHASAN

6.1 Pembahasan Hasil Penelitian


6.1.1 Karakteristik Responden
Spooner (2004) menyebutkan, masa transisi remaja ke dewasa merupakan
masa-masa penting (Berdita, 2010). Masa remaja seringkali dianggap sebagai
masa yang rentan untuk menentukan apakah nantinya remaja tersebut menjadi
perokok atau bukan perokok. Perilaku merokok yang dialami remaja terjadi
karena berbagai faktor penyebab, yaitu: (1) mendapatkan kepuasan psikologis; (2)
sikap permisif orang tua terhadap perilaku merokok remaja; dan (3) pengaruh
teman sebaya (Komalasari & Helmi, 2000).
Hasil penelitian ini menggambarkan usia responden, identitas perokok,
tipe perokok, perilaku merokok, harga diri, dan adanya hubungan yang bermakna
antara perilaku merokok dengan harga diri. Hasil pengolahan data, didapatkan
jumlah perokok terbanyak pada remaja usia 16 tahun yaitu sebanyak 52 orang
(49%), identitas remaja laki-laki perokok di SMK Putra Bangsa merupakan bukan
perokok harian yaitu 56 orang (60%), dan tipe perokok pada remaja laki-laki di
SMK Putra Bangsa merupakan tipe perokok ringan yaitu 60 orang (64%).
Faktor penyebab munculnya perilaku merokok pada remaja di SMK Putra
Bangsa diperkirakan terjadi karena dua hal, yaitu: rokok memberikan dampak
kepuasan psikologis bagi remaja dan adanya pengaruh dari teman sebaya.
Dampak kepuasan psikologis dari rokok dibuktikan dengan 52 responden (55,3%)
menyatakan bahwa rokok mampu membuat remaja dapat mengendalikan emosi
dengan baik, 72 responden (76,6%) menyatakan bahwa rokok mampu
menurunkan kecemasan yang dirasakan, 66 responden (70,2%) menyatakan
bahwa rokok membuat dirinya menjadi lebih kreatif, dan 56 responden (59,5%)
menyatakan bahwa rokok membuat dirinya memiliki semangat dalam meraih
sukses.
Teman sebaya yang merokok memberikan pengaruh besar terhadap
munculnya perilaku merokok pada remaja. Pengaruh dari teman sebaya

54 Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


55

dibuktikan dengan 33 responden (35,1%) menyatakan bahwa aktivitas merokok


muncul saat ada teman yang mengajak untuk ikut merokok dan 76 responden
(80,8%) merokok terutama saat sedang bersama dengan teman-teman yang juga
sebagai perokok. Hasil penelitin ini sesuai dengan studi yang dilakukan oleh
Hedman et, al (2007) yang menyebutkan, faktor risiko pencetus remaja untuk
merokok adalah memiliki keluarga atau teman yang juga sebagai perokok.
Tipe perokok pada remaja laki-laki di SMK Putra Bangsa termasuk dalam
tipe perokok ringan, yaitu perokok yang menghisap 1 4 batang rokok dalam satu
hari. Tahapan perilaku merokok pada remaja laki-laki SMK Putra Bangsa adalah
tahap menjadi seorang perokok. Pada tahap ini, remaja memberikan identitas pada
dirinya sebagai seorang perokok dan sudah mulai ketergantungan pada rokok.
Burton et, al (1989) menyebutkan, remaja yang menggambarkan dirinya sebagai
seorang perokok, besar kemungkinan akan tetap menjadi seorang perokok di masa
yang akan datang (Okoli et, al., 2011).
Kecenderungan remaja untuk terus merokok di masa yang akan datang
dipengaruhi oleh dua hal, yaitu faktor psikologis dan faktor biologis. Faktor
psikologis yang mempengaruhi remaja untuk terus merokok adalah: adanya
kebiasaan, stres, depresi, kecanduan, menurunkan kecemasan, ketegangan, dan
upaya untuk memiliki teman (Hedman et, al., 2007). Aditama (1997)
menyebutkan, faktor biologis yang mempengaruhi remaja untuk tetap menjadi
perokok yaitu efek dan level dari nikotin yang dibutuhkan dalam aliran darah
(Laily, 2007).

6.1.2 Perilaku Merokok


Perilaku merokok merupakan suatu kegiatan membakar rokok dan
menghisap asap rokok. Asap rokok kemudian dihembuskan keluar, sehingga
menyebabkan asap rokok terhisap oleh orang-orang yang berada di sekitar
perokok. Analisis univariat perilaku merokok memperoleh hasil sebanyak 45
responden (48%) memiliki perilaku merokok tinggi, 25 responden (27%)
memiliki perilaku merokok sedang, dan 24 responden (25%) memiliki perilaku
merokok rendah.

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


56

Perilaku merokok dikatakan tinggi apabila remaja sudah masuk dalam


kategori tahapan menjadi seorang perokok dalam tahapan perilaku merokok,
merokok minimal satu batang rokok dalam satu hari, intensitas merokok termasuk
sering, serta jenis rokok yang dihisap memiliki kandungan tar dan nikotin yang
tinggi. Perilaku merokok remaja yang tinggi dapat disebabkan karena faktor
kecanduan yang remaja rasakan.
Teori yang dikemukakan oleh Henningsfield (1995) menyatakan bahwa
bahan adiktif yang dihasilkan oleh rokok memiliki mekanisme efek tertentu
(Berdita, 2010). Efek tersebut secara umum sama dengan efek dari obat bius
kokain yang dapat mengubah perilaku seseorang. Bila keterpaparan nikotin
(bahan adiktif yang menyebabkan kecanduan) berlangsung lama, akan
menyebabkan perokok kecanduan dan ketergantungan pada rokok. Okoli, et.al
(2011) juga menyebutkan, rokok memiliki nilai tinggi dalam kegiatan sosial dan
membuat remaja laki-laki memiliki dimensi perasaan ketergantungan yang tinggi
kepada rokok. Hal inilah yang menyebabkan perokok tidak mudah untuk
menghilangkan kebiasaan merokok.
Penelitian yang dilakukan oleh Aditama (2002) menunjukkan bahwa anak
yang memiliki kebiasaan merokok, baik menjadi perokok harian atau bukan
perokok harian, mengatakan akan melanjutkan kegiatan merokok pada masa yang
akan datang (Lega & Widhaningsih, 2004). Pendapat yang sama juga didapat dari
Burton et, al (1989) yang menyebutkan, remaja yang menggambarkan dirinya
sebagai seorang perokok, besar kemungkinan akan tetap menjadi seorang perokok
di masa yang akan datang (Okoli et, al., 2011). Hal ini dikarenakan anak-anak
tersebut menyukai kegiatan merokok karena rokok memberikan kesan dewasa,
berani mengambil risiko, bangga, macho, dan jantan pada diri remaja.

6.1.3 Harga Diri


Santrock (2007) mendefinisikan harga diri (self esteem) sebagai suatu
dimensi evaluatif global mengenai diri sendiri. Harga diri berada pada rentang
positif dan negatif. Setiap individu memiliki karakteristik masing-masing sesuai
dengan tingkat harga dirinya. Penilaian positif terhadap diri sendiri adalah
penilaian positif terhadap kondisi diri, seperti: menghargai kelebihan, menghargai

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


57

potensi diri, dan menerima kekurangan diri sendiri (Santrock, 2007). Sedangkan,
penilaian negatif terhadap diri sendiri adalah: (1) penilaian tidak suka atau tidak
puas dengan kondisi diri sendiri; dan (2) tidak menghargai kelebihan diri dengan
melihat diri sebagai sesuatu yang selalu kurang (Santrock, 2007).
Analisis univariat harga diri remaja laki-laki yang merokok menunjukkan
sebanyak 50 responden (53%) memiliki harga diri positif dan 44 responden (47%)
memiliki harga diri negatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 52 responden
(55,3%) menyatakan bahwa rokok dapat membantu remaja untuk mengendalikan
emosi dan 72 responden (76,6%) menyatakan bahwa rokok dapat menurunkan
kecemasan yang remaja rasakan. Dampak positif rokok lainnya yang dirasakan
remaja adalah 59 responden (62,8%) menyatakan rokok dapat membuat remaja
merasa percaya diri, 56 responden (59,5%) menyatakan bahwa rokok membuat
remaja semangat dalam meraih sukses, dan 62 responden (65,9%) tidak setuju
dengan pernyataan bahwa rokok membuat masa depan remaja menjadi suram.
Penelitian ini membuktikan bahwa merokok merupakan cara yang dilakukan
remaja untuk mengatasi perasaan negatif yang remaja rasakan
Penelitian ini dapat membuktikan bahwa perilaku merokok yang remaja
lakukan mampu memberikan dampak positif terhadap harga diri remaja. Hal ini
tidak terlepas dari kesan yang diberikan oleh rokok pada remaja. Armstrong
(1990) menyebutkan, alasan ingin tampak mengesankan adalah alasan paling
umum untuk dimulainya perilaku merokok pada remaja (Nasution, 2007). Remaja
seringkali mengasosiasikan perilaku merokok sebagai identitas diri, yaitu
memberikan kesan tidak kolot (modern), dewasa, jantan, gagah, dan berani.
Identitas yang terbentuk menyusun prinsip kepribadian pada remaja. Prinsip-
prinsip tersebut diperoleh melalui proses evaluasi secara menyeluruh yang
dilakukan oleh remaja terhadap dirinya. Remaja dapat mengevaluasi dirinya
secara positif maupun negatif. Semakin positif nilai yang ada pada diri remaja,
semakin positif pula harga diri remaja. Begitu pula sebaliknya, semakin negatif
nilai yang ada pada diri remaja, semakin negatif harga diri remaja.
Harga diri negatif pada sebagian remaja dalam penelitian ini ditunjukkan
oleh 24 remaja (25,5%) menyatakan bahwa dirinya menjadi orang yang tidak
berharga dan tidak berarti setelah menjadi perokok, 16 remaja (17%) menyatakan

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


58

bahwa dirinya merasa tidak diterima oleh orang lain setelah menjadi perokok, 32
remaja (34,04%) menyatakan bahwa rokok membuat masa depannya menjadi
suram, dan 53 remaja (56,34%) menyatakan bahwa orang tua memarahi jika
remaja sedang merokok. Pengalaman negatif yang pernah dialami, tidak adanya
dukungan sosial, dan sikap negatif dari orang lain yang dialami oleh remaja laki-
laki setelah menjadi perokok pada akhirnya membentuk harga diri negatif pada
remaja. Sebab, semakin negatif nilai hidup yang ada pada diri remaja, maka harga
diri akan semakin negatif.
Konsep diri adalah semua pikiran, kepercayaan, dan keyakinan yang
mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart &
Sundeen, 2005). Potter dan Perry (2005) menyebutkan, konsep diri adalah citra
subjektif dari diri dan pencampuran yang kompleks dari perasaan, sikap, dan
persepsi. Konsep diri dipelajari oleh individu melalui eksplorasi diri dan
merupakan hasil interaksi dengan orang lain. Konsep diri terdiri dari lima
komponen, yaitu identitas, harga diri, peran, citra diri, dan ideal diri.
Perkembangan konsep diri terjadi sepanjang kehidupan dan bergantung
pada seberapa panjang tingkat perkembangan individu. Pada masa remaja,
perkembangan konsep diri bergantung pada pengalaman remaja selama masa
anak-anak. Pada umumnya, remaja lebih menekankan pada penampilan fisik dan
sudah mulai menetapkan identitas pada diri remaja. Terkait dengan penelitian ini,
remaja mengeksplorasi dirinya dengan mencoba hal-hal baru, seperti adanya
keinginan untuk mencoba merokok. Ada sebagian remaja yang lantas berhenti
setelah mengonsumsi rokok karena mendapatkan dampak negatif secara langsung
dari rokok, seperti batuk dan sesak napas. Namun, ada pula remaja yang
meneruskan aktivitas merokok karena telah mengalami ketergantungan pada
rokok. Keberlanjutan aktivitas merokok pada akhirnya membentuk identitas pada
diri remaja, yaitu sebagai perokok, bukan perokok, atau mantan perokok.

6.1.4 Hubungan Perilaku Merokok dengan Harga Diri


Hubungan antara perilaku merokok dengan harga diri remaja laki-laki
yang merokok dilakukan dengan menggunakan analisis bivariat. Hasil analisis
bivariat diperoleh bahwa ada sebanyak 8 responden (8,5%) yang berperilaku

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


59

merokok rendah memiliki harga diri positif. Sedangkan, 16 responden (17%) yang
berperilaku merokok rendah memiliki harga diri negatif. Sebanyak 12 responden
(12,8%) yang berperilaku merokok sedang memiliki harga diri positif. Sedangkan,
13 responden (13,8%) yang berperilaku merokok sedang memiliki harga diri
negatif. Sebanyak 30 responden (32%) yang berperilaku merokok berat memiliki
harga diri positif. Sedangkan, 15 responden (16%) yang berperilaku merokok
berat memiliki harga diri negatif.
Data mengenai perilaku merokok dan harga diri remaja laki-laki yang
merokok diolah dengan menggunakan analisis bivariat. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui hubungan antara perilaku merokok dengan harga diri remaja laki-laki
yang merokok. Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji Chi-Square
dan didapatkan p value = 0,025 dengan nilai = 0,05. Maka, bisa disimpulkan
bahwa terdapat hubungan bermakna antara perilaku merokok dengan harga diri
remaja laki-laki yang merokok.
Hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan
oleh Norhayati Mohd. Noor et, al pada tahun 2005 di Malaysia. Hasil akhir dari
penelitian tersebut adalah tidak ada hubungan antara perilaku merokok dengan
harga diri pada remaja Malaysia di Kota Bharu, Kelantan. Harga diri pada remaja
di Kota Bharu, Kelantan, lebih dipengaruhi karena kondisi keluarga dan
lingkungan. Hal ini dapat dipengaruhi karena pada penelitian ini, pola asuh
keluarga, lingkungan, dan sosial ekonomi yang merupakan variabel perancu
(confounding) harga diri, termasuk yang tidak diteliti oleh peneliti. Pada
penelitian kali ini, peneliti hanya ingin melihat bagaimana pengaruh yang
diberikan oleh perilaku merokok terhadap harga diri remaja laki-laki yang
merokok. Hal ini yang menjadi alasan bagi peneliti untuk tidak memasukkan
variabel confounding yang mempengaruhi harga diri sebagai variabel yang diteliti.
Remaja yang menjadi perokok pemula cenderung memiliki masalah
psikologis yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja yang sudah lama
mengonsumsi rokok (Coogan et, al., 1998). Rokok menjadi salah satu alat bagi
perokok sebagai anti depresan untuk mengatasi masalah depresi dan kecemasan.
Pada remaja, rokok memiliki arti sebagai cara untuk mengobati diri dari dampak
negatif yang remaja rasakan. Harga diri negatif pada diri remaja menjadi faktor

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


60

penyebab munculnya perilaku merokok pada remaja (Veselska et, al., 2009). Hal
inilah yang menyebabkan remaja membutuhkan cara untuk meningkatkan harga
diri, yaitu dengan merokok. Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh
Young-Ho Kim (2004) menyebutkan, harga diri memiliki arti penting sebagai
faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada remaja.
Dampak psikologis yang menyenangkan dan tidak menyenangkan dari
rokok yang terus menerus remaja rasakan, pada akhirnya akan membentuk aspek
harga diri remaja laki-laki setelah menjadi perokok. Coopersmith menyebutkan
bahwa harga diri memiliki tiga macam aspek, yaitu: perasaan berharga, perasaan
mampu, dan perasaan diterima (Sriati & Hernawaty, 2007). Lingkungan yang
membuat remaja merasa diterima, dihargai, dan dihormati, akan menjadikan
remaja merasa bahwa dirinya bernilai untuk dirinya sendiri dan orang lain. Ketika
individu diperlakukan sebagai bagian dari kelompok, maka ia akan merasa dirinya
diterima dan dihargai dalam kelompok tersebut.
Dampak psikologis yang menyenangkan setelah menjadi perokok antara
lain: (1) rokok mampu menurunkan kecemasan, kemarahan, ketegangan, dan
memberikan sumber inspirasi; (2) rokok mampu membuat remaja lebih kreatif,
percaya diri, trendy, cool, macho, bersemangat dalam meraih sukses, dan
diperhatikan oleh orang lain. Pengalaman positif dari rokok dan adanya
penerimaan dalam kelompok akan membentuk harga diri positif pada diri remaja.
Dengan kata lain, kegiatan merokok menjadi cara bagi remaja untuk
meningkatkan harga diri.
Dampak psikologis tidak menyenangkan yang dirasakan setelah menjadi
perokok, akan membuat remaja mengevaluasi dirinya secara negatif. Pengalaman
negatif yang dirasakan setelah menjadi perokok antara lain merasa tidak berarti
dan tidak berharga setelah menjadi perokok, rokok membuat masa depan menjadi
suram, rokok membuat remaja tidak konsentrasi saat belajar, dan seringnya
remaja mendapat teguran dari orang tua karena telah menjadi perokok. Hal inilah
yang menyebabkan remaja mengalami harga diri negatif setelah menjadi perokok.
Penelitian ini membuktikan bahwa perilaku merokok akan mempengaruhi harga
diri remaja laki-laki yang merokok. Harga diri remaja akan menjadi positif atau
bahkan negatif setelah remaja menjadi seorang perokok.

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


Fisik

Emosional
Efek positif dari rokok:
percaya diri dan daya kreatif;
Kognitif kecemasan, ketegangan, dan
kemarahan; memberikan
Moral inspirasi; diterima dan dihormati
dalam kelompok.
Remaja Tahap perkembangan
Sosial Efek negatif dari rokok: rokok
membuat masa depan menjadi
suram, dimarahi orang tua,
Konsep diri Harga diri rokok membuat konsentrasi
buyar saaat belajar, merasa tidak
berharga dan tidak berarti
Spiritual setelah menjadi perokok.
Positif Negatif
Psikososial

Kemunculan Harga diri


Pencarian jati aspek-aspek positif
diri dan harga diri setelah
inisiatif tinggi Perilaku
menjadi perokok:
untuk merokok
perasaan
mencoba hal berharga, Harga diri
baru mampu, dan negatif
diterima.

Gambar 6.1 Hubungan Perilaku Merokok dengan Harga Diri Remaja Laki-Laki yang Merokok

61 Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


62

6.2 Keterbatasan Penelitian


Peneliti menyadari bahwa penelitian ini belum sempurna dan memiliki
keterbatasan. Pada penelitian ini, tidak dapat dilihat hubungan antara harga diri
dengan variabel lain yang ikut mempengaruhi harga diri remaja laki-laki, seperti
pola asuh keluarga, sosial ekonomi, kondisi lingkungan. Hal ini dikarenakan
penelitian mengenai hubungan perilaku merokok dengan harga diri remaja telah
dilakukan oleh Norhayati Mohd. Noor et, al pada tahun 2005 di Malaysia. Hasil
akhir dari penelitian tersebut adalah tidak ada hubungan antara perilaku merokok
dengan harga diri pada remaja Malaysia di Kota Bharu, Kelantan. Harga diri pada
remaja di Kota Bharu, Kelantan, lebih dipengaruhi karena kondisi keluarga dan
lingkungan. Pada penelitian kali ini, peneliti hanya ingin melihat bagaimana
pengaruh yang diberikan oleh perilaku merokok terhadap harga diri remaja laki-
laki yang merokok. Hal ini yang menjadi alasan bagi peneliti untuk tidak
memasukkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi harga diri sebagai variabel
yang diteliti.
Keterbatasan penelitian lainnya adalah peneliti berasumsi bahwa
instrumen penelitian yang digunakan berisiko bias sehingga memungkinkan
terjadinya salah persepsi dan atau ketidakjujuran responden saat mengisi
kuesioner. Hal ini dikarenakan pada saat pengambilan data, peneliti ditemani oleh
guru BP SMK Putra Bangsa. Pengisian kuesioner dengan diawasi oleh pihak
sekolah diduga dapat menjadi pemicu bagi responden untuk tidak jujur pada saat
pengisian kuesioner, khususnya pada bagian karakteristik responden (identitas
perokok dan tipe perokok) dan bagian perilaku merokok. Meskipun pada saat
sebelumnya, hal ini telah diantisipasi oleh peneliti dengan cara menginformasikan
kepada responden bahwa responden tidak perlu menuliskan nama lengkap di
kuesioner (hanya inisial nama responden saja) dan peneliti akan melaporkan hasil
penelitian ini ke SMK Putra Bangsa tidak dalam laporan per individu melainkan
dalam satu kelompok keseluruhan.

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


63

6.3 Implikasi Penelitian bagi Dunia Keperawatan


6.3.1 Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pelayanan keperawatan. Bagi pemberi layanan kesehatan, khususnya dinas
kesehatan dan puskesmas. Diharapkan, penelitian ini digunakan sebagai motivasi
khusus untuk memberikan pendidikan kesehatan terkait bahaya rokok. Hal ini
dilakukan agar perilaku merokok tidak menjadi rutinitas remaja karena data yang
ada menunjukkan bahwa perilaku merokok remaja termasuk tinggi. Kejadian
perilaku merokok di kalangan remaja sudah selayaknya dipikirkan solusinya agar
angka kejadian merokok pada remaja tidak semakin meningkat dari waktu ke
waktu.

6.3.2 Penelitian Keperawatan


Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengalaman, serta
informasi dasar bagi peneliti lain yang berkeinginan untuk melakukan penelitian.
Khususnya pada penelitian yang berkaitan dengan perilaku merokok pada remaja
laki-laki yang merokok.

6.3.3 Pendidikan Keperawatan


Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi profesi
keperawatan terkait permasalahan remaja. Hal ini dimaksudkan agar profesi
keperawatan, khususnya keperawatan keilmuan jiwa dan anak, dapat
mempersiapkan intervensi dan pendidikan kesehatan yang tepat terkait
permasalahan remaja, khususnya harga diri remaja. Besar harapan, hal ini dapat
menjadi motivasi bagi remaja untuk tidak melakukan perilaku yang
membahayakan kesehatan, seperti merokok untuk meningkatkan harga diri
remaja.

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah:
1) Karakteristik remaja laki-laki yang merokok dalam penelitian ini adalah
usia remaja perokok termuda berusia 15 tahun dan remaja perokok tertua
berusia 19 tahun. Remaja laki-laki SMK Putra Bangsa yang merupakan
bukan perokok harian sebanyak 56 orang (60%) dan perokok harian
sebanyak 38 orang (40%). Sedangkan, remaja laki-laki SMK Putra Bangsa
yang termasuk tipe perokok ringan sebanyak 60 orang (64%), tipe perokok
sedang sebanyak 32 orang (34%), dan tipe perokok berat sebanyak 2 orang
(2%).
2) Remaja laki-laki SMK Putra Bangsa yang merokok, memiliki perilaku
merokok rendah sebanyak 24 orang (25%), perilaku merokok sedang
sebanyak 25 orang (27%), dan perilaku merokok tinggi sebanyak 45 orang
(48%).
3) Remaja laki-laki SMK Putra Bangsa yang merokok, memiliki harga diri
positif sebanyak 50 orang (53%) dan harga diri negatif sebanyak 44 orang
(47%).
4) Ada hubungan yang bermakna antara perilaku merokok dengan harga diri
remaja laki-laki yang merokok (p value = 0,025; = 0,05).

7.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran
yang perlu menjadi bahan pertimbangan untuk beberapa pihak yang terkait. Saran
tersebut antara lain:
1) Pelayanan keperawatan
Perawat yang bekerja di dinas kesehatan dan puskesmas sebaiknya
melakukan sosialisasi bahaya merokok secara intensif di sekolah-sekolah.
Selain itu, dinas kesehatan dan unit penanggulangan rokok di puskesmas

64 Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


65

sebaiknya melakukan kerjasama dengan LSM anti rokok untuk melakukan


program penghentian merokok pada remaja dengan cara melakukan terapi
tapping safety.
2) Penelitian keperawatan
Peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti perilaku merokok pada
remaja sebaiknya melakukan penelitian kualitatif. Peneliti tidak hanya
menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data, tetapi juga
melakukan observasi atau wawancara yang lebih mendalam. Selain itu,
peneliti selanjutnya sebaiknya juga memperbanyak sampel dan memperluas
populasi agar hasil penelitian dapat digeneralisasikan.
3) Institusi pendidikan
Program intervensi untuk menurunkan jumlah perokok sebaiknya tidak
hanya berfokus pada individu, akan tetapi juga berfokus pada pengaruh dari
aspek sosial dan lingkungan yang turut serta mempengaruhi munculnya
perilaku merokok pada remaja. Tempat terbaik untuk menyampaikan program
intervensi adalah di sekolah. Sebab, sekolah menjadi tempat yang lebih
mudah dijangkau agar program intervensi dapat terlaksana dengan baik.
Peneliti juga menyarankan agar pihak sekolah selain mengadakan
penyuluhan mengenai bahaya merokok, juga melakukan kegiatan
penghentian perilaku merokok dengan menggunakan terapi tapping safety.
Terapi tapping safety diperuntukkan bagi remaja yang memiliki keinginan
untuk berhenti merokok. Penyuluhan tentang bahaya rokok dan kegiatan
terapi tapping safety diadakan atas kerjasama antara pihak sekolah dengan
dinas kesehatan, unit penanggulangan rokok di puskesmas, dan LSM anti
rokok. Selain itu, pihak sekolah disarankan untuk memberikan dukungan dan
dorongan kepada siswa untuk memperbanyak aktivitas positif melalui
kegiatan ekstrakulikuler di sekolah. Hal ini diupayakan karena aktivitas
positif yang rutin dilakukan oleh siswa secara berkala dapat mempengaruhi
harga diri remaja.

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


DAFTAR REFERENSI

Amelia, A. (2009). Gambaran perilaku merokok pada remaja laki-laki. Jurnal


psikologi Universitas Sumatera Utara. Medan: USU Repository.
Asmadi. (2008). Teknik prosedural konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien.
Jakarta: Salemba Medika.
Bariid, B. (2008). Hubungan karakteristik remaja dengan persepsi remaja
mengenai bahaya merokok pada remaja. Laporan penelitian tidak
diterbitkan. Universitas Indonesia. Depok, Indonesia.
Berdita. (2010). Rokok, alkohol, dan narkoba pada remaja Indonesia: Data survei
nasional narkoba pada pelajar dan mahasiswa tahun 2006. Laporan
penelitian tidak diterbitkan. Universitas Indonesia. Depok, Indonesia.
Berta, D. (2009). Hubungan antara pola komunikasi dalam keluarga dengan
perilaku merokok pada remaja di RW 007 Kelurahan Jatirasa, Bekasi.
Laporan penelitian tidak diterbitkan. Universitas Indonesia. Depok,
Indonesia.
Cahanar, P., & Suhanda, I. (2006). Makan sehat, hidup sehat. Jakarta: Penerbit
Buku Kompas.
Canggih, R. (2012). Perokok usia muda sasaran empuk industri rokok. (2012, 15
Mei). http://surabaya-ehealth.org/pengumuman/perda-kota-surabaya-no-5-
tahun-2008
Charles, S. (2009). Profesional integritas, rasisme modern, dan harga diri. USA:
ProQuest LLC.
Coogan et, al. (1998). Factors associated with smoking among children and
adolescents in Connecticut. American Journal of Preventive Medicine.
Volume 15, Issue 1, July 1998, Pages 17-24.
Dahlan, S. (2009). Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian
kedokteran dan kesehatan (Edisi 2). Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Dariyo, A. (2004). Psikologi perkembangan remaja. Bogor: Ghalia Indonesia.
Desmita. (2005). Psikologi perkembangan. Bandung: PT Rosdakarya.

66 Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


67

Djauzi, S. (2009). Raih kembali kesehatan: Mencegah berbagai penyakit, hidup


sehat untuk keluarga. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pelayanan Medik
Direktoral Pelayanan Keperawatan. (2000). Keperawatan jiwa : Teori dan
tindakan keperawatan. Jakarta: Bhakti Husada.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Profil kesehatan Indonesia
2008. Jakarta: Departemen Kesehatan RI 2009.
Glendinning, A., & Inglis, D. (1999). Smoking behaviour in youth: The problem
of low self-esteem?. Journal of Adolescence. Volume 22, issue 5, pages
673-682.
Gunarsa, S., & Yulia, S.G. (2004). Psikologi perkembangan anak dan remaja.
Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Gunarsa, S. (2008). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Jakarta: BPK
Gunung Mulia.
Hastono, S.P. (2007). Analisis data kesehatan. Depok: Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Indonesia.
Hastono, S.P., & Subri, L. (2010). Statistik kesehatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Hedman, et., al. (2007). Factors related to tobacco use among teenagers.
Respiratory Medicine. Volume 101, Issue 3, March 2007, Pages 496-502.
Hockenberry, J.M. (2005). Essentials of pediatric nursing. 7th Edition. USA:
Mosby Company.
Kim, Y. (2004). Psychological constructs to predicting smoking behavior among
Korean secondary school students. Preventive Medicine. Volume 38, Issue
5, May 2004, Pages 620-627.
Komalasari, D., & Helmi, A.F. (2000). Faktor-faktor penyebab perilaku merokok
pada remaja. Jurnal psikologi Universitas Gajah Mada, 2. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada Press.
Laily, D. (2007). Hubungan iklan rokok di media komunikasi dengan perilaku
merokok remaja di SMU Putra Bangsa Depok. Laporan penelitian tidak
diterbitkan. Universitas Indonesia. Depok, Indonesia.

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


68

Lega, N., & Widhaningsih, N. (2004). Pengaruh kebiasaan merokok terhadap


konsep diri: citra diri remaja pria di SLTPN 217 Jakarta Timur. Laporan
penelitian tidak diterbitkan. Universitas Indonesia. Depok, Indonesia.
Mubarok. (2009). Remaja dan perilaku merokok. (2011, 21 November).
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1928293-remaja-dan-perilaku-
merokok
Mutadin, Z. (2002). Remaja dan rokok. (2011, 18 Oktober). http://www.e-
psikologi.com/remaja/050602htm
Mutadin, Z. (2002). Kemandirian sebagai kebutuhan psikologis pada remaja.
(2011, 18 Oktober). http://www.e-psikologi.com/remaja.050602.htm
Nasution, I. (2007). Perilaku merokok pada remaja. (2011, 18 Oktober).
http://www.library.usu.ac.id/download/fk/132316815.pdf
Noor, et., al. (2008). Smoking ang self-esteem among Malay adolescents in Kota
Bharu, Kelantan. International Medical Journal. Volume 15, No. 2, pages
137-143.
Notoatmodjo, S. (2005). Ilmu kesehatan masyarakat: Prinsip-prinsip dasar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Okoli, et., al. (2011). Differences in the smoking identities of adolescent boys and
girls . Addictive Behaviors. Volume 36, Issues 12, January February
2011, Pages 110-115.
Papalia, D.E., Old, S.W., & Feldman, R.D. (2008). Human development. (Anwar,
A.K., Penerjemah). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Polit, D.F. (2006). Essential of nursing research : Method, appraisal, and
utilization. Philadelphia: J.B. Lippincott Company.
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: Konsep,
proses, dan praktik (Edisi 4). Volume 1. (Yasmin Asih, et al.,
Penerjemah). Jakarta: EGC.
Rosmala, dkk. (2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada
remaja di SMP As Syafiiyah 06 Bekasi. Laporan penelitian tidak
diterbitkan. Universitas Indonesia. Depok, Indonesia.

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


69

Santrock, J. W. (2007). Remaja. Edisi ke-11. (Widyasinta, Benedictine,


Penerjemah). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Shaffer, D.R. (2005). Social and personality development (5th ed). USA: Thomson
Learning, Inc.
Sianturi, dkk. (2004). Pengaruh pola komunikasi dalam keluarga terhadap
pembentukan harga diri remaja. Laporan penelitian tidak diterbitkan.
Universitas Indonesia. Depok, Indonesia.
Sitepoe, M. (2002). Kekhususan rokok di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia
Widiasarana.
Sriamin, L. (2006). Konsumsi rokok yang menggelisahkan. (2011, 21 November).
www.lizaherbal.com/main/index2.php?option=com_content
Sriati, A., & Hernawaty, T. (2007). Pengaruh training pengembangan diri
terhadap harga diri remaja putri homoseksual di desa Cibeureum,
kecamatan Cimalaka, kabupaten Sumedang. 3 Januari 2012.
http://www.scribd.com/doc/15261731/4/Aspek-Aspek-dalam-Harga-Diri
Sukardi. (2004). Metodologi penelitian pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Sunaryo. (2004). Psikologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC.
Sundeen, S.J., Stuart, G.W., & Laraia, M.T. (2005). Stuart & Sundeens principle
of psychiatric nursing. St. Louis, Missoury: Mosby.
Suyatno. (n.d). Menghitung besar sampel penelitian kesehatan masyarakat. Style
sheet. (2012, 16 Maret).
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=menentukan+sampel+untuk+p
opulasi+yang+tidak+diketahui&source=web&cd=1&ved=0CB8QFjAA&u
rl=http%3A%2F%2Fsuyatno.blog.undip.ac.id%2Ffiles%2F2010%2F05%
2FMENGHITUNG-BESAR-SAMPEL-PENELITIAN.pdf&ei=udliT-
fFBZDxrQf59Ym9Bw&usg=AFQjCNF-
Z9uiEa7s6E99tcX96HncIAjA9w&cad=rja
Ulina, R. (2008). Pengaruh lingkungan keluarga dan sekolah terhadap perilaku
merokok pada remaja. Laporan penelitian tidak diterbitkan. Universitas
Indonesia. Depok, Indonesia.

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


70

Veselska, et., al. (2009). Self esteem and resilience: The connection with risky
behaviour among adolescents. Elsevier Ltd. Addictive Behaviours 34
(2009), Pages 278-291.
Widianti, E. (2007). Remaja dan permasalahannya : bahaya merokok,
penyimpangan seks pada remaja, dan bahaya penyalahgunaan minuman
keras/narkoba. Makalah disampaikan dalam penyuluhan sosial mengenai
remaja dan permasalahannya di Tsanawiyah Banuraja dan Tsanawaiyah Al
Ihsan Batujajar, Bandung.
Widowati, dkk. (2010). Hubungan perilaku merokok dengan konsentrasi belajar
siswa kelas XI SMK Binakarya Mandiri. Laporan penelitian tidak
diterbitkan. Universitas Indonesia. Depok, Indonesia.
Wijaya, A.M. (2011). Data dan situasi rokok Indonesia terbaru. (2011, 28
Desember).http://www.infodokterku.com/index.php?option=com_content
&view=article&id=143:data-dan-situasi-rokok-cigarette-indonesia-
terbaru&catid=40:data&Itemid=54
Wong, et., al. (2002). Buku ajar keperawatan pediatrik. Volume 1. (Agus Sutarna,
et al., Penerjemah). Jakarta: EGC.
Yulianto, H. (n.d). Jenis rokok. (2012, 25 April).
http://www.scribd.com/Hermanyulianto/d/30889043-Jenis-rokok.

Universitas Indonesia

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
Lampiran 3

KUESIONER PENELITIAN

Selamat pagi/siang/sore
Saya, Ade Maya Azkiyati, adalah mahasiswa tingkat akhir Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia angkatan 2008. Saat ini, saya sedang
melakukan penelitian mengenai Hubungan Perilaku Merokok dengan Harga Diri
Remaja Laki-Laki yang Merokok di SMK Putra Bangsa. Saya mohon kesediaan
Anda untuk mengisi kuesioner di bawah ini dengan sejujur-jujurnya dan apa
adanya sesuai dengan pengalaman Anda. Tidak ada jawaban yang salah ataupun
benar. Jawaban Anda dijamin kerahasiaannya. Harap tidak ada pertanyaan yang
terlewatkan. Atas perhatian dan kesediaan Anda, saya ucapkan terima kasih.

Hormat saya,

Ade Maya Azkiyati

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


Lampiran 4

Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Judul : Hubungan perilaku merokok dengan harga diri remaja laki-laki


yang merokok di SMK Putra Bangsa.
Peneliti : Ade Maya Azkiyati
Pembimbing : Happy Hayati, S.Kp., M.Kep

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa saya telah
diminta dan bersedia untuk berperan serta dalam penelitian yang dilakukan oleh
Ade Maya Azkiyati. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan perilaku
merokok dengan harga diri remaja laki-laki yang merokok. Saya mengerti bahwa
penelitian ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas akhir dan telah mendapat
izin dari Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.
Saya mengerti bahwa saya telah menjadi bagian dari penelitian ini. Saya
telah diberikan informasi bahwa keterlibatan dalam penelitian ini bersifat sukarela
dan kerahasiaan identitas saya akan dijaga oleh peneliti. Saya juga memiliki hak
untuk menghentikan atau mengundurkan diri dari penelitian ini tanpa adanya
sanksi. Demikianlah surat pernyataan ini saya tandatangani sebagai tanda
persetujuan secara sukarela tanpa adanya paksaan dari siapapun.

Depok, ......... Mei 2012


Responden

(................................)

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


Lampiran 5

Lembar Kuesioner

Kode responden (diisi oleh peneliti) : ____________


Judul : Hubungan perilaku merokok dengan harga diri remaja
laki-laki yang merokok di SMK Putra Bangsa
Peneliti : Ade Maya Azkiyati

Petunjuk umum pengisian :


1. Bacalah setiap pertanyaan dengan hati-hati sehingga dapat Anda mengerti.
2. Harap mengisi seluruh pertanyaan yang ada dalam kuesioner dan pastikan
tidak ada yang terlewat.
3. Harap mengisi kuesioner ini dengan sejujur-jujurnya.
4. Kuesioner ini terdiri dari pernyataan yang terdiri dari:
3 pernyataan terkait data demografi
21 pernyataan terkait perilaku merokok
24 pernyataan terkait harga diri

A. Karakteristik Responden
Berilah tanda checklist ( ) pada kolom yang sesuai dengan pilihan Anda!
1. Usia saya saat ini adalah .......... tahun
2. Status yang paling tepat pada diri saya adalah:
(.....) Saya bukan perokok (.....) Saya bukan perokok harian
(.....) Saya mantan perokok (.....) Saya perokok harian
3. Jumlah rokok yang saya hisap dalam satu hari sebanyak:
(.....) 1-4 batang rokok
(.....) 5-14 batang rokok
(.....) 15 batang rokok

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


Lampiran 5 lanjutan

A. Perilaku Merokok Responden


Berilah tanda checklist ( ) pada kolom yang sesuai dengan diri Anda!

No. Pernyataan Selalu Sering Kadang- Tidak


kadang pernah
1. Saya merokok, terutama saat merasa
cemas/gelisah/jenuh/kesal.
2. Saya merokok, baik saat merasa
gelisah maupun tenang.
3. Saya merokok jika mulut saya terasa
asam.
4. Saya merokok, kapan pun saya mau.
5. Saya merasa pusing jika tidak
merokok dalam satu hari.
6. Saya merokok, baik saat cuaca
dingin maupun panas.
7. Saya merokok, terutama setelah
makan.
8. Saya merokok, terutama saat cuaca
dingin.
9. Saya merokok, maksimal empat
batang dalam satu hari.
10. Saya merokok dalam jumlah
batang tetap (tidak bertambah)
dari hari ke hari.
11. Saya merokok dalam jumlah
batang yang terus bertambah dari
hari ke hari.
12. Saya merokok lebih dari tujuh
batang rokok setiap hari.
13. Saya merokok, terutama di tempat
sepi/tidak banyak orang.

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


Lampiran 5 lanjutan

No. Pernyataan Selalu Sering Kadang- Tidak


kadang pernah
14. Saya menghisap rokok yang
memiliki kandungan nikotin dan
tar lebih banyak (seperti: rokok
kretek, non filter, cerutu)
15. Saya menghisap rokok yang
memiliki aroma rasa yang khas
(seperti: gudang garam filter
internasional, djarum super, dll).

16. Saya menghisap rokok yang


memiliki kandungan nikotin dan
tar rendah (seperti: A Mild, Clas
Mild, Star Mild, U Mild, LA Light).
17. Saya merokok dimana saja (di
kendaraan, di tempat umum, dan
lain-lain).
18. Saya merokok, terutama saat
bersama teman.
19. Saya mengajak teman saya untuk
merokok.
20. Saya merokok saat sedang sendiri
dan juga saat bersama teman.
21. Saya merokok, terutama saat ada
teman yang mengajak untuk
merokok.

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


Lampiran 5 lanjutan

B. Harga Diri Responden


Berilah tanda checklist ( ) pada kolom yang sesuai dengan diri Anda!
SS = Sangat Setuju TS = Tidak Setuju
S = Setuju STS = Sangat Tidak Setuju

No. Pernyataan SS S TS STS


22. Rokok membuat saya dapat
mengendalikan emosi dengan baik.
23. Saya menjadi orang yang tidak berharga
dan tidak berarti, setelah saya menjadi
perokok.
24. Saya merasa tidak diterima oleh orang lain,
setelah saya menjadi perokok.
25. Saya merokok agar terlihat trendy, cool,
dan macho.
26. Rokok membuat saya yakin bahwa saya
memiliki kemampuan daripada orang lain.
27. Rokok membuat saya merasa percaya diri.
28. Jumlah teman saya bertambah, setelah
saya menjadi perokok.
29. Saya menjadi orang yang tidak dapat
menerima kritik dari orang lain, setelah
saya menjadi perokok.
30. Saya dapat menyampaikan pendapat saya
dengan baik, setelah saya menjadi
perokok.
31. Teman-teman saya, yang sesama perokok,
tidak peduli kepada saya.
32. Rokok membuat saya tidak mood untuk
belajar.
33. Rokok dapat menurunkan kecemasan yang
saya rasakan.

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


Lampiran 5 lanjutan

No. Pernyataan SS S TS STS


34. Saya tetap beribadah, setelah saya
menjadi perokok.
35. Rokok membuat saya semangat dalam
meraih sukses.
36. Rokok membuat saya lebih kreatif.
37. Saya merasa lebih dihargai oleh orang lain,
setelah saya menjadi perokok.
38. Saya merasa lebih diperhatikan oleh lawan
jenis, setelah saya menjadi perokok.
39. Rokok membuat saya dapat memiliki
hubungan yang baik dengan orang lain.
40. Teman-teman saya, yang sesama perokok,
selalu menolong saya jika saya
membutuhkan bantuan.
41. Rokok membuat saya tidak dapat
konsentrasi ketika belajar.
42. Saya merokok, meskipun saat berada di
sekolah.
43. Rokok membuat masa depan saya menjadi
suram.
44. Rokok menginspirasi saya untuk
mengerjakan tugas sekolah dengan baik
dan benar.
45. Orang tua memarahi saya jika saya
merokok.

Terima kasih atas partisipasi Anda

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.


Lampiran 6

Biodata Mahasiswa

Nama lengkap : Ade Maya Azkiyati


Nama panggilan : Maya
Agama : Islam
Tempat/Tgl Lahir : Jakarta, 16 Mei 1989
Alamat rumah : Perumahan Taman Griya Kencana Blok
A5 No. 20 RT 001 RW 08, Bogor 16161
No. HP : 085693684260
E-mail : ade.maya@ui.ac.id
Riwayat pendidikan formal :
No. Riwayat Pendidikan Tahun
1. SDN 05 Pancoran Jakarta 1995 2001
2. SMP Negeri 41 Jakarta 2001 2004
3. SMA Negeri 38 Jakarta 2004 2007
4. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia 2008 2012

Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.

Anda mungkin juga menyukai