Anda di halaman 1dari 46

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PROPOSAL

DAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS JANUARI 2017


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

KARAKTERISTIK PENDERITA KATARAK


DI CELEBES EYE CENTRE (ORBITA) MAKASSAR
PERIODE 1 JULI 31 DESEMBER 2016

Oleh :

NUR ATHIRAH BINTI ASHAARI


C111 11 870

Pembimbing :

Dr. dr. ANDI ALFIAN ZAINUDDIN, M.KM

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Mata adalah salah satu indera yang penting bagi manusia, melalui mata manusia
menyerap informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan.
Namun gangguan terhadap penglihatan banyak terjadi, mulai dari gangguan ringan
hingga gangguan yang berat yang dapat mengakibatkan kebutaan.
Kebutaan adalah masalah kesehatan masyarakat yang serius bagi tiap negara,
terutama pada negara-negara berkembang, dimana 9 dari 10 tunanetra hidup disana,
demikian dikatakan oleh Direktur Jendral WHO, Dr. Groharlem Bruntland.
Data gangguan penglihatan di seluruh dunia diperoleh dari hasil estimasi yang
dilakukan oleh WHO. Klasifikasi gangguan penglihatan yang digunakan adalah
berdasarkan tajam penglihatan. Low vision jika tajam penglihatan berkisar <6/18 -
3/60 dan buta jika tajam penglihatan kurang dari 3/60.

Gambar 1. Distribusi Gangguan Penglihatan Low Vision dan Kebutaan


Estimasi Global Tahun 2010

2
Estimasi jumlah orang dengan gangguan penglihatan di seluruh dunia pada
tahun 2010 adalah 285 juta orang atau 4,24% populasi, sebesar 0,58% atau 39 juta
orang menderita kebutaan dan 3,65% atau 246 juta orang mengalami low vision. 65%
orang dengan gangguan penglihatan dan 82% dari penyandang kebutaan berusia 50
tahun atau lebih.

Gambar 2 . Distribusi Penyebab Kebutaan Estimasi Global Tahun 2010

Sedangkan penyebab kebutaan terbanyak di seluruh dunia adalah katarak, diikuti


oleh glaukoma dan Age related Macular Degene-ration (AMD). Sebesar 21% tidak
dapat ditentukan penyebabnya dan 4% adalah gangguan penglihatan sejak masa kanak-
kanak.
Kebutaan akan berdampak secara sosial dan ekonomi. Sebenarnya, 75%
kebutaan di dunia ini dapat dicegah atau diobati. Salah satunya kebutaan yang
disebabkan oleh katarak.
Katarak adalah kekeruhan atau perubahan warna pada lensa. Baik itu kekeruhan
lensa yang kecil, lokal atau seluruhnya. Pada umumnya katarak terjadi karena proses
penuaan, tetapi banyak faktor-faktor lainnya, yaitu kelainan genetik atau kongenital,
penyakit sistemik, obat-obatan, dan trauma.

3
Katarak atau kekeruhan lensa mata merupakan salah satu penyebab kebutaan
terbanyak Indonesia maupun di dunia. Perkiraan insiden katarak adalah 0,1%/tahun atau
setiap tahun di antara 1.000 orang terdapat seorang penderita baru katarak. Penduduk
Indonesia juga memiliki kecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat
dibandingkan penduduk di daerah subtropis, sekitar 16-22% penderita katarak yang
dioperasi berusia di bawah 55 tahun. Prevalensi katarak per provinsi tahun 2013 hasil
pemeriksaan petugas enumerator dalam Riskesdas 2013 adalah sebagai berikut.

Gambar 3. Prevalensi Katarak Menurut Provinsi Tahun 2013

4
Peningkatan kasus katarak biasanya banyak terjadi pada usia diatas 70 tahun.
Faktanya, katarak yang berhubungan dengan usia terjadi kira-kira 50% pada orang
dengan usia 65-74 tahun dan 70% pada usia 75 tahun.
Katarak sebagian besar umumnya menyebabkan penglihatan menurun (tidak
dapat dikoreksi dengan kacamata). Badan Kesehatan Dunia (WHO) memiliki catatan
yang menakutkan tentang kondisi kebutaan di dunia khususnya di negara berkembang.
Disebutkan, saat ini terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia 60% diantaranya
berada di negara miskin atau berkembang. Indonesia, dalam catatan WHO berada
diurutan ketiga dengan terdapat angka kebutaan sebesar 1,47%.
Riskesdas (2007) melaporkan prevalensi katarak cukup tinggi pada jenis
pekerjaan tertentu, yaitu petani/nelayan/buruh sebesar 17,8% dan ibu rumah tangga
(IRT) sebesar 16,1%.
Masih banyak penderita katarak yang tidak mengetahui jika menderita katarak.
Hal ini terlihat dari tiga terbanyak alasan penderita katarak belum operasi hasil
Riskesdas 2013 yaitu 51,6% karena tidak mengetahui menderita katarak, 11,6% karena
tidak mampu membiayai dan 8,1% karena takut operasi.

II. RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian berupa Bagaimanakah karakteristik penderita katarak di Celebes
Eye Centre (ORBITA) Makassar pada periode 1 Juli - 31 Desember 2016?

III.TUJUAN PENELITIAN
a. Tujuan Umum :
Untuk mengetahui karakteristik penderita katarak yang berobat di Celebes Eye
Centre (ORBITA) Makassar.
b. Tujuan Khusus :
Untuk mengetahui jumlah penderita katarak terbanyak berdasarkan
kelompok usia yang berobat Celebes Eye Centre (ORBITA) Makassar.
Untuk mengetahui jumlah penderita katarak terbanyak berdasarkan jenis
kelamin yang berobat di Celebes Eye Centre (ORBITA) Makassar.

5
Untuk mengetahui keluhan utama terbanyak yang dialami oleh penderita
katarak yang berobat di Celebes Eye Centre (ORBITA) Makassar.
Untuk mengetahui hubungan antara pekerjaan dan penderita katarak di
Celebes Eye Centre (ORBITA) Makassar.
Untuk mengetahui apakah ada penyakit penyerta yang berhubungan
dengan penderita katarak di Celebes Eye Centre (ORBITA) Makassar.
Untuk mengetahui hubungan antara merokok dan penderita katarak di
Celebes Eye Centre (ORBITA) Makassar.
Untuk mengetahui jenis tindakan operatif terbanyak yang diberikan pada
penderita katarak yang berobat di Celebes Eye Centre (ORBITA)
Makassar.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

6
I. PENDAHULUAN
Katarak berasal dari bahasa Yunani (Katarrhakies), Inggris (Cataract), dan Latin
(Cataracta) yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana
penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak ialah setiap
kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan lensa) lensa,
denaturasi protein lensa atau akibat kedua-duanya.1
Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, namun dapat juga
merupakan kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun.
Bermacam-macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma,
uveitis, dan retinitis pigmentosa. Selain itu, katarak dapat berhubungan dengan proses
penyakit intraokular lainnya.1
Berdasarkan usia penderitanya, katarak dapat diklasifikasikan menjadi katarak
kongenital, katarak juvenile dan katarak senil. Diantara ketiganya, katarak senil
merupakan jenis katarak yang paling sering terjadi.1
Katarak senil adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia
di atas 50 tahun. Katarak senil dapat dibagi kedalam 4 stadium, yaitu katarak insipien,
katarak imatur, katarak matur dan katarak hipermatur. Katarak insipien merupakan
stadium katarak yang paling awal dan belum menimbulkan gangguan visus. Pada
katarak imatur, kekeruhan belum mengenai seluruh bagian lensa sedangkan pada
katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh bagian lensa. Sementara katarak
hipermatur adalah katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi
keras atau lembek dan mencair. Selain itu, klasifikasi katarak senil berdasarkan
lokasinya dalam tiga zona lensa dibagi menjadi tiga yaitu kapsul, korteks, dan
nukleus.1,2
Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak adalah pemeriksaan sinar celah
(slitlamp), funduskopi pada kedua mata bila mungkin, seperti adanya infeksi pada
kelopak mata, konjungtiva, karena dapat penyulit yang berat berupa panoftalmitis
pascabedah dan fisik umum.1

7
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Setelah pembedahan,
lensa diganti dengan kacamata afakia, lensa kontak atau lensa tanam intraocular. Akan
tetapi jika gejala katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan.1,3
Meskipun tindakan operasi merupakan satu-satunya pilihan pengobatan efektif
yang ada, namun mengidentifikasi faktor risiko katarak akan membantu untuk
menentukan langkah-langkah pencegahan dan strategi yang tepat, dan untuk
memperlambat terjadinya katarak dapat dilakukan sesuai dengan faktor risiko. Faktor
risiko katarak antara lain.
1. Umur
Bertambahnya umur harapan hidup di seluruh dunia, khususnya di negara
berkembang, menyebabkan bertambah banyaknya jumlah orang tua secara cepat. Hal
ini dapat menimbulkan fenomena pertambahan kasus katarak, karena dengan sendirinya
jumlah kebutaan karena katarak akan bertambah banyak. Katarak senilis (lebih dari 40
tahun) merupakan penyebab yang terbanyak penurunan penglihatan pada orang usia
lanjut. Pada penelitian cross-sectional dikatakan bahwa prevalensi katarak sekitar 50 %
pada usia antara 65 smpai 74 tahun dan meningkat 70 % pada usia di atas 75 tahun.
(Wisnujono, 2004). Survei yang dilakukan oleh Tana, dkk (2006), dari 382 total
responden yang diteliti, 125 responden menderita katarak pada usia 60-65 tahun.
2. Jenis kelamin
Menurut Rasyid, dkk (2010) kejadian katarak lebih banyak terjadi pada perempuan
dari pada laki-laki, ditujukan dengan hasil penelitian yang menemukan 114 orang
(71,7%) penderita katarak berjenis kelamin perempuan, sedangkan 57 orang (63,4%)
penderita katarak berjenis kelamin laki-laki.
3. Riwayat penyakit keturunan
Katarak kongenital terjadi akibat penyakit keturunan, atau infeksi ibu hamil akibat
rubella, virus sitomegali, varisela, sifilis, dan toksoplasmosis pada usia kehamilan 1-2
bulan. Sebagaian besar katarak kongenital terjadi pada kedua mata dan berhubungan
dengan keturunaan atau sifat genetik (Tana dkk., 2006).
4. Pekerjaan

8
Katarak erat kaitannya juga dengan pekerjaan yang berada di luar gedung, dimana
sinar ultraviolet (UV) merupakan faktor risiko terjadinya katarak. Sinar ultraviolet yang
berasal dari sinar matahari akan diserap oleh protein lensa dan kemudian akan
menimbulkan reaksi fotokimia sehingga terbentuk radikal bebas atau spesies oksigen
yang bersifat sangat reaktif. Reaksi tersebut akan mempengaruhi struktur protein lensa,
selanjutnya menyebabkan kekeruhan lensa yang disebut katarak. Menurut Sinha, dkk
(2009) menyatakan ada hubungan yang bermakna antara tingkat kematangan katarak
senilis dengan pekerjaan. Dalam penelitiannya, Sinha menyebutkan bahwa, pekerjaan
responden yang berada di luar ruangan (lapangan) tingkat kematangan kataraknya
terlihat meningkat. Responden pada kelompok pekerja lapangan dengan tingkat
kematangan katarak lebih tinggi (62%) dibanding dengan responden pada kelompok
pekerja di dalam ruangan (41.9%).
5. Pendapatan
Katarak dikaitkan dengan status sosial ekonomi yang rendah. Seseorang dengan
tingkat ekonomi yang rendah dalam hal penghasilan memiliki ketidakmampuan dalam
pemenuhan kebutuhan nutrisi setiap harinya. Status ekonomi juga dihubungkan dengan
rendahnya tingkat pengetahuan seseorang yang berkaitan dengan kemauan untuk
mencari informasi mengenai pengobatan katarak, sehingga munculnya tanda-tanda akan
terjadinya katarak tidak disadari oleh seseorang karena dirasakan masih belum
menganggu. Pada umumnya seseorang akan mengunjungi tempat pelayanan kesehatan
mata setelah merasa terganggu pada matanya. Selain itu juga penderita katarak yang
berasal dari golongan ekonomi rendah tidak akan mampu mengobati penyakitnya ke
rumah sakit atau klinik swasta yang mahal, sehingga pengobatan katarak tidak menjadi
prioritas bagi mereka. Jarak yang jauh dari sarana pelayanan menyebabkan ongkos
transportasi dan biaya untuk keluarga yang mengantar menjadi mahal (Pujiyanto, 2004).

6. Pendidikan
Dari beberapa suvei di masyarakat diperoleh prevalensi katarak lebih tinggi pada
kelompok yang berpendidikan lebih rendah. Dalam penelitian yang dilakukan oleh

9
Pujiyanto (2004) menyimpulkan pendidikan rendah berpengaruh terhadap kejadian
katarak 4 kali dibandingkan dengan yang berpendidikan tinggi.
7. Paparan Asap
Seperti yang telah diketahui bahwa polusi udara dapat menyebabkan terjadinya
gangguan kesehatan, beberepa contoh dari polusi udara tersebut adalah asap yang
berasal dari hasil pembakaran kayu bakar oleh ibu-ibu yang memasak, serta asap
kendaraan bermotor. Asap kayu bakar menghasilkan zat kimia seperti karsinogen,
karbon monoksida, dan hydrogen yang dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan (
United For Sigth, 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Suparlan (2009) menyebutkan
bahwa intensitas paparan asap dapur dapat meningkatkan kejadian katarak 3,5 kali pada
perempuan yang memasak di dalam ruangan di Kabupaten Lombok Tengah.
8. Diabetes Melitus
Diabetes melitus dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi, salah satunya
adalah katarak. peningkatan enzim aldose reduktase dapat mereduksi gula menjadi
sorbitol, hal ini menyebabkan terjadinya perubahan osmotik sehingga serat lensa lama-
kelamaan akan menjadi keruh dan menimbulkan katarak (Pollreisz dan Erfurth, 2010).
9. Merokok
Dari beberapa faktor risiko terjadinya katarak, salah satunya adalah merokok.
Rokok berperan dalam pembentukan katarak melalui dua cara yaitu, pertama paparan
asap rokok yang berasal dari tembakau dapat merusak membrane sel dan serat-serat
yang ada pada mata. Ke dua yaitu, merokok dapat menyebabkan antioksidan dan enzim-
enzim di dalam tubuh mengalami gangguan sehingga dapat merusak mata (United For
Sigth, 2003). Pada penelitian dengan menggunakan kasus-kontrol, di mana kasus
sebanyak 54 orang dan kontrol 35 orang, hasil uji multivariat (OR=2,287) menunjukkan
hubungan merokok dapat meningkatkan kejadian katarak 2 kali dibandingkan dengan
yang tidak merokok.
10. Paparan Sinar Ultraviolet (UV)
Penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi dkk. (2013) mengatakan bahwa responden
pada kelompok yang bertempat tinggal di daerah pantai dengan tingkat kejadian katarak

10
persentasenya lebih tinggi (61%) dibanding yang bertempat tinggal di daerah
pegunungan yaitu sekitar (36%). Masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan
menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan dengan penderita di daerah
subtropik (Suharjo, 2004). Penyelidikan epidemiologi menunjukkan bahwa di daerah-
daerah yang sepanjang tahun selalu ada sinar matahari yang kuat, insiden katarak akan
meningkat. Radiasi sinar ultraviolet dari matahari akan diserap oleh lensa, sehingga
lensa menjadi keruh (Tamsuri, 2004).

II.EPIDEMIOLOGI
Katarak memiliki derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat disebabkan
oleh berbagai hal, biasanya akibat proses degeneratif. Sebagian besar kasus katarak
yaitu 90% adalah katarak senil. Pada penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat
didapatkan prevalensi katarak sebesar 50% pada mereka yang berusia 65-75 tahun dan
meningkat lagi sekitar 70% pada usia 75 tahun. Katarak kongenital, katarak traumatik
dan katarak jenis jenis lain lebih jarang ditemukan.2,4
Katarak atau kekeruhan lensa mata merupakan salah satu penyebab kebutaan
terbanyak Indonesia maupun di dunia. Perkiraan insiden katarak adalah 0,1% per tahun
atau setiap tahun di antara 1.000 orang terdapat seorang penderita baru katarak.
Di Indonesia sendiri, katarak merupakan penyebab utama kebutaan dimana
prevalensi buta katarak 0,78% dari 1,5% menurut hasil survei. Walaupun katarak
umumnya adalah penyakit usia lanjut, namun 16-20% buta katarak telah dialami oleh
penduduk Indonesia pada usia 40-54 tahun yang menurut kriteria Biro Pusat Satatistik
(BPS) termasuk dalam kelompok usia produktif. Berbeda dengan kebutaan lainnya, buta
katarak merupakan kebutaan yang dapat direhabilitasi dengan tindakan bedah. Namun
pelayanan bedah katarak di Indonesia belum tersedia secara merata yang
mengakibatkan timbunan buta katarak mencapai 1,5 juta, terutama diderita oleh
penduduk berpenghasilan rendah.

III. ANATOMI DAN FISIOLOGI

11
Gambar 1. Bentuk dan posisi lensa. Lensa berbentuk bikonveks, berada pada fossa hyaloid, dan
membagi mata menjadi segmen anterior dan posterior.4

G
2
ambar 2. Anatomi Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskuler, tak berwarna dan hampir
transparan sempurna yang memiliki fungsi untuk mempertahankan kejernihan, refraksi
cahaya, dan memberikan akomodasi. Lensa memiliki ukuran tebal sekitar 4 mm dan
diameter 9 mm. Lensa tidak memiliki suplai darah atau inervasi setelah perkembangan

12
janin dan hal ini bergantung pada humor aquous untuk memenuhi kebutuhan
metaboliknya serta membuang sisa metabolismenya. Lensa terletak posterior dari iris
dan anterior dari korpus vitreous. Posisinya dipertahankan oleh zonula zinni yang terdiri
dari serat-serat yang kuat yang menyokong dan melekatkannya pada korpus siliar.
Lensa terdiri dari kapsula, epithelium lensa, korteks dan nukleus. Kapsul lensa adalah
membran semipermeabel yang menyebabkan air dan elektrolit dapat masuk. Nukleus
lensa lebih tebal dari korteksnya. Semakin bertambahnya usia, laminar epitel
supkapsuler terus diproduksi sehingga lensa semakin besar dan kehilangan
elastisitasnya. Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina melalui
kemampuan akomodasinya. Lewat kemampuan ini, kita mampu melihat benda yang
jauh ataupun yang dekat. Namun seiring dengan bertambahnya usia, lensa dapat
mengalami berbagai gangguan seperti kekeruhan, gangguan akomodasi, distorsi dan
dislokasi.2,3,4,6
Lensa terus bertumbuh seiring dengan bertambahnya usia. Saat lahir, ukurannya
sekitar 6,3 mm pada bidang ekuator dan 3,5 mm anteroposterior serta memiliki berat
sekitar 135 mg (0-9 tahun) 255 mg (40-80 tahun). Ketebalan relatif dari korteks
meningkat seiring usia. Pada saat yang sama, kelengkungan lensa juga ikut bertambah,
sehingga semakin tua usia lensa memiliki kekuatan refraksi yang semakin bertambah.
Namun, indeks refraksi semakin menurun juga seiring usia, hal ini mungkin
dikarenakan adanya partikel-partikel protein yang tidak larut. Maka lensa yang menua
dapat menjadi lebih hiperopik atau miopik tergantung pada keseimbangan faktor-faktor
yang berperan.4
Lensa berfungsi untuk merefraksikan sinar, mempertahankan kejelasannya, serta
untuk akomodasi. Lensa dapat merefraksikan sinar karena indeks refraksinya berbeda
dari aquous dan vitreus yang ada disekelilingnya (normalnya sekitar 1,3 secara sentral
dan 1,36 secara perifer). Pada posisi ketika lensa tidak berakomodasi, lensa memberikan
kontribusi sebesar 10-20 Dioptri dari kira-kira 60 Dioptri dari kekuatan refraksi
konvergen rata-rata mata manusia.2

13
Gambar 3. Bagianbagian lensa terdiri dari kapsul, epithelium lensa, korteks dan nukleus. 4

a. Kapsul
Kapsul lensa memiliki sifat elastis, terdiri dari substansia lensa yang dapat
mengkerut selama proses akomodasi. Lapis terluar dari kapsul lensa adalah lamella
zonularis yang berperan dalam perlengketan serat-serat zonula. Kapsul lensa
anterior lebih tebal dari kapsul posterior dan terus meningkat ketebalannya selama
kehidupan. Bagian paling tebal dari kapsul lensa terdapat pada bagian anterior dan
pre-ekuator posterior dan yang paling tipis pada daerah kutub posterior sentral yaitu
sekitar 2-4 mm. Pinggir lateral lensa disebut ekuator, yaitu bagian yang dibentuk
oleh gabungan kapsul anterior dan posterior yang merupakan insersi dari zonula.4
b. Serat Zonula
Serat zonula lensa disokong oleh serat-serat zonular yang berasal dari lamina basalis
dari epithelium non-pigmentosa pars plana dan pars plikata korpus siliar. Serat-serat
zonula ini memasuki kapsul lensa pada region ekuatorial secara kontinu. Seiring
usia, serat-serat zonula ekuatorial ini beregresi, meninggalkan lapis anterior dan
posterior.4
c. Epitel Lensa
Epitel lensa terletak tepat di belakang kapsul anterior lensa. Terdiri dari sel-sel
epithelial yang mengandung banyak organel sehingga sel-sel ini secara metabolik
aktif dan dapat melakukan semua aktivitas sel normal termasuk biosintesis DNA,
RNA, protein dan lipid sehingga dapat menghasilkan ATP untuk memenuhi

14
kebutuhan energi dari lensa. Sel epitel akan mengalami perubahan morfologis ketika
sel-sel epitelial memanjang membentuk sel serat lensa yang sering disertai dengan
peningkatan masa protein dan pada waktu yang sama, sel-sel kehilangan organel-
organelnya, termasuk inti sel, mitokondria dan ribosom. Hilangnya organel-organel
ini dapat menguntungkan karena cahaya dapat melalui lensa tanpa tersebar atau
terserap oleh organel-organel ini, tetapi dengan hilangnya organel maka fungsi
metabolik pun akan hilang sedangkan serat lensa bergantung pada energi yang
dihasilkan oleh proses glikolisis.4
d. Kortex dan Nukleus
Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Seiring dengan
bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi sehingga lensa
perlahan-lahan menjadi lebih besar dan kurang elastis. Nukleus dan korteks
terbentuk dari lamellar konsentrik yang panjang. Garis-garis persambungan (suture
line) yang terbentuk dari penyambungan tepi-tepi serat lamellar tampak seperti
huruf Y dengan slitlamp. Huruf Y ini tampak tegak di anterior dan terbalik di
posterior.4
Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (Na, K).
Kedua kation ini berasal dari humor aquous dan vitreus. Kadar kalium di bagian
anterior lebih tinggi dibandingkan posterior sedangkan kadar natrium lebih tinggi di
posterior. Ion K bergerak ke bagian posterior dan keluar ke humor vitreus, dan ion
Na bergerak ke anterior untuk menggantikan ion K dan keluar melalui pompa aktif
Na-K ATP-ase. Transpor aktif asam-asam amino mengambil tempat pada lensa
dengan mekanisme tergantung pada gradient natrium yang dibawa oleh pompa
natrium. Aspek fisiologis terpenting dari lensa adalah mekanisme yang mengatur
keseimbangan air dan elektrolit lensa yang sangat penting untuk menjaga kejernihan
lensa. Karena kejernihan lensa sangat tergantung pada komponen struktural dan
makromolekular, gangguan dari hidrasi lensa dapat menyebabkan kekeruhan lensa.
Telah ditemukan bahwa gangguan keseimbangan air dan elektrolit sering terjadi
pada katarak kortikal, dimana kadar air meningkat secara bermakna.4

15
Lensa manusia normal mengandung sekitar 65% air dan 33% protein dan
perubahan ini terjadi sedikit demi sedikit dengan bertambahnya usia. Korteks lensa
menjadi lebih terhidrasi dari pada nukleus lensa. Sekitar 5% volume lensa adalah air
yang ditemukan diantara serat-serat lensa di ruang ekstraseluler. Konsentrasi
natrium dalam lensa dipertahankan pada 20 mm dan konsentrasi kalium sekitar 120
mm.7
Epithelium lensa sebagai tempat transpor aktif lensa bersifat dehidrasi dan
memiliki kadar ion Kalium (K+) dan asam amino yang lebih tinggi dari humor
aquous dan vitreus disekelilingnya. Sebaliknya, lensa mengandung kadar ion
natrium (Na+), ion klorida (Cl-) dan air yang lebih sedikit dari lingkungan
sekitarnya. Keseimbangan kation antara di dalam dan di luar lensa adalah hasil dari
kemampuan permeabilitas membran sel-sel lensa dan aktivitas dari pompa (Na+,
K+-ATPase) yang terdapat pada membran sel dari epithelium lensa dan setiap serat
lensa. Fungsi pompa natrium bekerja dengan cara memompa ion natrium keluar dari
dan menarik ion kalium ke dalam. Mekanisme ini bergantung dari pemecahan ATP
dan diatur oleh enzim Na+, K+-ATPase. Keseimbangan ini mudah sekali terganggu
oleh inhibitor spesifik ATPase. Inhibisi dari Na+, K+, ATPase akan menyebabkan
hilangnya keseimbangan kation dan meningkatkan kadar air dalam lensa. Pada
perkembangan katarak kortikal beberapa studi telah menunjukkan bahwa terjadi
penurunan aktivitas Na+, K+-ATPase, sedangkan yang lainnya tidak menunjukkan
perubahan apapun. Dari studi-studi lain telah diperkirakan bahwa permeabilitas
membran sedikit meningkat seiring dengan perkembangan katarak.4
IV. ETIOLOGI
Penyebab katarak senil sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti dan diduga
multifaktorial. Beberapa penyebab katarak diantaranya adalah:4,6
1. Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan pengaruh genetik
2. Fungsional, yaitu akibat akomodasi yang sangat kuat sehingga mempunyai efek
buruk terhadap serabu-serabut lensa
3. Faktor imunologik

16
4. Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, seperti gangguan nutrisi, gangguan
permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi cahaya matahari.
5. Gangguan metabolisme umum
6. Obat-obatan. Obat yang meniduksi perubahan lensa adalah sebagai berikut:
- Kortikosteroid - Phenotiazine
- Chlorpromazine - Amiodarone
- Miotics - Aspirin
- Obat topikal glaukoma
7. Trauma. Kerusakan lensa akibat trauma dapat disebabkan oleh peradangan mekanik,
kekuatan fisikal (radiasi, kimia, elekrik)
8. Merokok
Konsep Penuaan
1. Teori putaran biologi (A biologic clock)
2. Jaringan embrio manusia dapat membelah diri 50 kali kemudian mati
3. Imunologis dengan bertambahnya usia akan bertambah cacat imunologik yang
mengakibatkan kerusakan sel
4. Teori mutasi spontan
5. Teori a free radical
6. Free radical terbentuk bila terjadi reaksi intermediate reaktif kuat
7. Free radical dengan molekul normal mengakibatkan degenerasi
8. Free redical dapat dinetralisasi oleh antioksidan dan vit. E
9. Teori a cross-link
Ahli biokimia mengatakan terjadi pengikatan bersilang asam nukleat dan molekul
protein sehingga mengganggu fungsi.
Perubahan lensa pada usia lanjut adalah :
a. Kapsul
Menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak), mulai presbiopia, bentuk lamel
kapsul berkurang atau kabur, dan terlihat bahan granular.
b. Epitel

17
Makin tipis, sel epitel (germinatif) pada equator bertambah besar dan berat ,
bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata.
c. Serat lensa
Lebih irregular, pada korteks jelas kerusakan serat sel, brown sclerotic nukleus,
sinar ultraviolet lama kelamaan merubah protein nukleus ( histidin, triptofan,
metionin, sistein, tirosin) lensa, sedang warna coklat protein lensa nukleus
mengandung histidin dan triptofan dibanding normal.
d. Korteks
Tidak berwarna karena kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi
dan sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda.

V. PATOGENESIS
Kekeruhan lensa dapat terjadi akibat hidrasi dan denaturasi protein lensa.
Patogenesis dari katarak terkait usia bersifat multifaktorial dan belum sepenuhnya
dimengerti. Dengan bertambahnya usia lensa, ketebalan dan berat lensa akan meningkat
sementara daya akomodasinya akan menurun. Dengan terbentuknya lapisan konsentris
baru dari kortek, inti nukleus akan mengalami penekanan dan pengerasan. Proses ini
dikenal sebagai sklerosis nuklear. Selain itu terjadi pula proses kristalisasi pada lensa
yang terjadi akibat modifikasi kimia dan agregasi protein menjadi high-molecular-
weight-protein. Hasil dari agregasi protein secara tiba-tiba ini mengalami fluktuasi
refraktif index pada lensa sehingga menyebabkan cahaya menyebar dan penurunan
pandangan. Modifikasi kimia dari protein nukleus lensa juga menghasilkan pigmentasi
progresif yang akan menyebabkan warna lensa menjadi keruh. Perubahan lain pada
katarak terkait usia juga menggambarkan penurunan konsentrasi glutatin dan potassium
serta meningkatnya konsentrasi sodium dan kalsium.2,7
Terdapat berbagai faktor yang ikut berperan dalam hilangnya transparasi lensa.
Sel epithelium lensa akan mengalami proses degeneratif sehingga densitasnya akan
berkurang dan terjadi penyimpangan diferensiasi dari sel-sel fiber. Akumulasi dari sel-
sel epitel yang hilang akan meningkatkan pembentukan serat-serat lensa yang akan

18
menyebabkan penurunan transparasi lensa. Selain itu, proses degeneratif pada
epithelium lensa akan menurunkan permeabilitas lensa terhadap air dan molekul-
molekul larut air sehingga transportasi air, nutrisi dan antioksidan kedalam lensa
menjadi berkurang. Peningkatan produk oksidasi dan penurunan antioksidan seperti
vitamin dan enzim-enzim superoxide memiliki peran penting pada proses pembentukan
katarak.8

VI. KLASIFIKASI
Berdasarkan usia, katarak dapat diklasifikasikan dalam :1
1. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun
2. Katarak juvenil, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
3. Katarak senil, katarak setelah usia 50 tahun

Pada katarak kongenital, kelainan utama terjadi di nukleus lensa atau nukleus
embrional, bergantung pada waktu stimulus kataraktogenik. Katarak juvenil adalah
katarak yang terdapat pada usia muda yang mulai terbentuk pada usia kurang dari 9
tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak
kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun
metabolik dan penyakit lainnya seperti katarak metabolik, katarak akibat kelainan otot
pada distrofi miotonik, katarak traumatik, dan katarak komplikata.
Katarak senil adalah kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia
lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Katarak senil secara
klinik dibedakan dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, matur dan hipermatur.2

Katarak Insipien
Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeruji menuju korteks anterior dan
posterior (katarak kortikal). Katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat di
anterior subkapsular posterior, celah terbentuk, antara serat lensa dan korteks berisi
jaringan degeneratif (beda morgagni) pada katarak insipien. Kekeruhan ini dapat

19
menimbulkan poliopia karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa.
Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.1

Katarak imatur
Sebagian lensa keruh atau katarak. Merupakan katarak yang belum mengenai
seluruh lapis lensa. Volume lensa bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik
bahan degeneratif lensa. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan
hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder. 1,4

Gambar 4. Katarak Senile Imatur4

Katarak matur
Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama-
sama hasil desintegritas melalui kapsul. Di dalam stadium ini lensa akan berukuran
normal kembali. Sehingga iris tidak terdorong ke depan dan bilik mata depan akan
mempunyai kedalaman normal kembali. Kadang pada stadium ini terlihat lensa
berwarna sangat putih akibat perkapuran menyeluruh karena deposit kalium. Bila
dilakukan test bayangan iris atau shadow test akan terlihat negatif.1

20
Gambar 5. Katarak Senil Matur2

Katarak Hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa sehingga korteks lensa mencair dan
dapat keluar melalui kapsul lensa. Lensa mengeriput dan berwarna kuning. Akibat
pengeriputan lensa dan mencairnya korteks nukleus lensa tenggelam ke arah bawah
(katarak morgagni). Lensa yang mengecil akan mengakibatkan bilik mata menjadi
dalam. Shadow test memberikan gambaran pseudopositif. Akibat massa lensa yang
keluar melalui kapsul lensa dapat timbul penyulit berupa uveitis fakotoksik atau
glaukom fakolitik.4

Gambar 6. Katarak Senil Hipermatur

21
Ada 3 tipe umum age-related cataract yaitu nuklear, kortikal, dan subkapsular
posterior. Pada banyak pasien, lebih dari satu tipe bisa didapatkan.2
1. Katarak nuklear
Pada dekade keempat kehidupan, produksi serat tekanan pada lensa perifer
menyebabkan pengerasan keseluruhan lensa, terutama inti (nukleus). Inti berubah warna
menjadi coklat kekuningan (brunescent katarak nuklir). Perubahan warna ini bervariasi
dari coklat kekuningan sehingga kehitaman pada seluruh lensa (black cataract). Oleh
karena meningkatnya daya bias lensa, katarak nuklear menyebabkan miopia lentikuler
dan menghasilkan dua titik fokal pada lensa serta menghasilkan diplopia monokuler.
Perkembangan katarak nuklear sangat lambat. Oleh karena terjadinya miopia lentikuler,
visus dekat (tanpa kacamata) tetap baik untuk jangka waktu yang lama.6

Gambar 7. Katarak Nuklear4

2. Katarak Kortikal
Katarak kortikal adalah kekeruhan pada korteks lensa, ditandai oleh hidrasi
lensa. Pada pemeriksaan slit lamp dapat terlihat vakuola, fisura, pemisahan lamela, dan
bentuk kuneiform. Katarak kortikal berkembang lebih cepat berbanding katarak nuklear.
Ketajaman visual dapat meningkat untuk sementara selama perjalanan penyakit ini. Hal
ini terjadi karena efek stenopeic, dimana cahaya yang melalui daerah yang jelas diantara

22
dua radial opasitas. Derajat gangguan fungsi penglihatan bervariasi. Gejala yang
biasanya muncul yaitu silau akibat sumber cahaya yang terang.6

Gambar 8. Katarak Kortikal4


3. Katarak Subkapsular Posterior
Yaitu terjadinya kekeruhan di bagian posterior dan biasanya terletak sentral.
Katarak ini menyebabkan silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya terang, serta
penglihatan dekat menurun. Secara histologi, tipe ini berhubungan dengan migrasi sel-
sel epitel lensa di bagian akuator ke permukaan dalam kapsul posterior.1 Bentuk khusus
dari katarak kortikal ini dimulai pada sumbu visual. Dimulai dengan satu kelompok
kecil kekeruhan pada granular, dan memperluas ke perifer membentuk seperti disc.
Peningkatan opasitas ini melibatkan nukleus dan korteks. Perkembangannya sangat
cepat dan memperberat ketajaman visual. Penglihatan jarak jauh memburuk secara
signifikan berbanding penglihatan jarak dekat (bidang dekat-miosis). Penggunaan obat
tetes untuk melebarkan pupil dapat meningkatkan ketajaman visual.6

23
Gambar 9. Katarak Subkapsular Posterior4

Selain itu, sekarang lebih cenderung menggunakan Lens Opacities


ClassificationSystem (LOCS) dimana lensa dinilai dari warna nuclear (NC) dan opasitas
nuclear (NO), katarak kortikal, dan katarak subkapsular posterior (P).9

Gambar 10. Lens Opacities Classification System (LOCS) III transparancies.9

24
Klasifikasi katarak berdasarkan maturitas dari katarak, tingkat kekeruhan atau
perkembangan tidak cukup dalam epidemiologi katarak atau terapeutik studi.Sistem
Klasifikasi Kekeruhan Lensa III (LOCS III) adalah sistem standar yang digunakan
untuk grading dan perbandingan keparahan katarak dan type1-2. Itu berasal dari LOCS
II classification 3, dan itu terdiri dari tiga set foto standar (Gambar). Klasifikasi ini
mengevaluasi empat fitur: opalescence nuklear (NO) warna nuklear (NC), katarak
kortikal (C), katarak posterior subcapsular (P). Nuclear opalesecence (NO) dan warna
nuklir (NC) yang dinilai pada skala desimal 0,1 sampai 6,9, didasarkan pada
seperangkat enam foto standar. Katarak kortikal (C) dan posterior subcapsular cataract
(P) yang dinilai pada skala desimal dari 0,1 sampai 5,9, berdasarkan satu set lima foto
standar masing-masing. Tidak seperti klasifikasi LOCS II, klasifikasi LOCS III
mempersempit skala interval, memungkinkan perubahan kecil dalam keparahan katarak
untuk diamati. Batas toleransi 95% untuk reproduktifitas dalam-kelas dan antara-kelas
juga menyempit dalam klasifikasi LOCS III.9
VII. GEJALA KLINIS
Seorang pasien dengan katarak senil biasanya datang dengan riwayat kemunduran
secara progesif dan gangguan penglihatan. Penyimpangan penglihatan bervariasi,
tergantung pada jenis dari katarak ketika pasien datang.7
Penurunan visus, merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan pasien
dengan katarak senil.
Silau, Keluhan ini termasuk seluruh spektrum dari penurunan sensitivitas
kontras terhadap cahaya terang lingkungan atau silau pada siang hari hingga
silau ketika mendekat ke lampu pada malam hari.
Perubahan miopik, progesifitas katarak sering meningkatkan kekuatan dioptrik
lensa yang menimbulkan miopia derajat sedang hingga berat. Sebagai akibatnya,
pasien presbiopi melaporkan peningkatan penglihatan dekat mereka dan kurang
membutuhkan kaca mata baca, keadaan ini disebut dengan second sight. Secara
khas, perubahan miopik dan second sight tidak terlihat pada katarak subkortikal
posterior atau anterior.

25
Diplopia monocular. Kadang-kadang, perubahan nuklear yang terkonsentrasi
pada bagian dalam lapisan lensa, menghasilkan area refraktil pada bagian tengah
dari lensa, yang sering memberikan gambaran terbaik pada reflek merah dengan
retinoskopi atau ophtalmoskopi langsung. Fenomena seperti ini menimbulkan
diplopia monocular yang tidak dapat dikoreksi dengan kacamata, prisma, atau
lensa kontak.
Noda, berkabut pada lapangan pandang.
Ukuran kaca mata sering berubah

VIII. DIAGNOSIS
Gejala pada katarak senil berupa distorsi penglihatan dan penglihatan yang
semakin kabur.2 Pada stadium insipien, pembentukan katarak penderita mengeluh
penglihatan jauh yang kabur dan penglihatan dekat mungkin sedikit membaik, sehingga
pasien dapat membaca lebih baik tanpa kacamata (second sight). Terjadinya miopia
ini disebabkan oleh peningkatan indeks refraksi lensa pada stadium insipien.4
Diagnosis katarak senil imatur dapat diperoleh dari gejala-gejala klinis yang
dialami serta pemeriksaan oftalmologi. Pasien pada katarak senil imatur biasanya
datang dengan keluhan mata kabur serta silau. Sebagian besar katarak tidak dapat
dilihat oleh pemeriksa awam sampai menjadi cukup padat (matur atau hipermatur) dan
menimbulkan kebutaan. Katarak pada stadium dini, dapat diketahui melalui pupil yang
dilatasi maksimum dengan oftalmoskop, kaca pembesar atau slit lamp.1
Diagnosa dari katarak senil dibuat atas dasar anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan seluruh tubuh terhadap adanya kelainan-kelainan harus dilakukan untuk
menyingkirkan penyakit sistemik yang berefek terhadap mata dan perkembangan
katarak.8
a. Pemeriksaan mata yang lengkap harus dilakukan yang dimulai dengan
ketajaman penglihatan untuk gangguan penglihatan jauh dan dekat. Ketika
pasien mengeluh silau, harus diperiksa dikamar dengan cahaya terang.

26
b. Pemeriksaan adneksa okular dan struktur intraokular dapat memberikan
petunjuk terhadap penyakit pasien dan prognosis penglihatannya. Pemeriksaan
yang sangat penting yaitu tes pembelokan sinar yang dapat mendeteksi pupil
Marcus Gunn dan defek pupil aferent relatif yang mengindikasikan lesi saraf
optik atau keterlibatan difus makula
c. Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa.
Tapi dapat juga struktur okular lain ( konjungtiva, kornea, iris, bilik mata
depan).
- Ketebalan kornea dan opasitas kornea seperti kornea gutata harus
diperiksa hati-hati
- Gambaran lensa harus dicatat secara teliti sebelum dan sesudah
pemberian dilator pupil
- Posisi lensa dan integritas dari serat zonular juga dapat diperiksa sebab
subluxasi lensa dapat mengidentifikasi adanya trauma mata sebelumnya,
kelainan metabolik, atau katarak hipermatur
d. Kepentingan ofthalmoskopi direk dan indirek dalam evaluasi dari integritas
bagian belakang harus dinilai. Masalah pada saraf optik dan retina dapat menilai
gangguan penglihatan.

Tabel 1. Perbedaan stadium katarak senil dapat dilihat pada tabel di bawah ini: 1

27
IX. TERAPI
Katarak senil penanganannya harus dilakukan pembedahan atau operasi.
Tindakan bedah ini dilakukan bila telah ada indikasi bedah pada katarak senil, seperti
katarak telah mengganggu pekerjaan sehari-hari walapun katarak belum matur, katarak
matur, karena apabila telah menjadi hipermatur akan menimbulkan penyulit (uveitis
atau glaukoma) dan katarak telah telah menimbulkan penyulit seperti katarak intumesen
yang menimbulkan glaukoma.2,10
Pemeriksaan yang biasanya dilakukan sebagai bagian dari tindakan preoperatif
untuk menentukan kelayakan operasi, teknik operasi, pemasangan IOL, maupun untuk
evaluasi postoperatif.8

o Pemeriksaan Laboratorium
o Pemeriksaan darah rutin, fungsi ginjal, dan fungsi hati perlu dilakukan
untuk mengetahui layak tidaknya seseorang dioperasi.
o Pemeriksaan tonometri : Dilakukan untuk memastikan ada tidaknya
penyulit seperti glaukoma.
o Biometri
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan kekuatan dioptri lensa inta okular
(IOL) yang sebaiknya dipasangkan pada pasien.
Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu ICCE ( Intra Capsular
Cataract Extraction) dan ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) yang terdiri dari
ECCE konvensional, SICS (Small Incision Cataract Surgery), fakoemulsifikasi (Phaco
Emulsification).1,3,4
1. Intracapsular Cataract Extraction (ICCE) Merupakan teknik pembedahan
dengan cara mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat dilakukan pada
zonula zinii yang telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah putus. Teknik ini telah
jarang digunakan. Indikasi utama yaitu jika terjadi subluksasi atau dislokasi lensa.

28
Kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai
ligament hialoidea kapsular.4

Gambar 11. Teknik operasi ICCE + implantasi IOL pada bilik mata depan. A. Jahitan pada muskulus
rektus superior; B. Flap konjungtiva; C. Membuat alur; D. Memotong bagian kornea-skleral; E.
Iridektomi peripheral; F. Ekstraksi kriolens;G&H. insersi IOL Kelman multiflex pada bilik mata depan; I.
Jahit kornea-skleral.4

2. Ekstra Capsular Cataract Extraction (ECCE) Pengeluaran isi lensa


(epithelium, korteks dan nukleus) melalui kapsul anterior yang dirobek
(kapsulotomi anterior) dengan meninggalkan kapsul posterior. Lensa intraokuler
kemudian diletakkan pada kapsul posterior. Pembedahan ini dapat dilakukan pada
pasien dengan katarak imatur, kelainan endotel, keratoplasti, implantasi lensa intra

29
okular posterior, implantasi sekunder lensa intra okular, kemungkinan bedah
glaukoma, predisposisi prolaps vitreus, ablasi retina, dan sitoid makular edema.4

Gambar 12. Teknik operasi ECCE + implantasi IOL pada bilik mata belakang. A. Kapsulotomi anterior
dengan teknik Can-opener; B. Pengeluaran kapsul anterior; C. Memotong bagian kornea-skleral; D.
Pengeluaran nukleus (metode pressure and counter-pressure); E. Aspirasi korteks; F. Insersi inferior
haptic IOL pada bilik mata belakang; G. Insersi PCIOL superior haptic; H. Putar IOL; I. Jahit kornea-
skleral.4

3. Small Incision Cataract Surgery (SICS) Modifikasi dari ekstraksi katarak


ekstrakapsular merupakan salah satu teknik pilihan yang dipakai dalam operasi
katarak dengan penanaman lensa intraokuler. Teknik ini lebih menjanjikan dengan
insisi konvensional karena penyembuhan luka yang lebih cepat, astigmatisme yang
rendah, dan tajam penglihatan tanpa koreksi yang lebih baik.4

30
Gambar 13: Teknik operasi SICS. A. Jahit muskulus rectus superior; B. Flap konjungtiva dan buka
sclera; C, D & E. Insisi sclera eksterna dan membuat insisi terowong; F. terowong sclerakornea dengan
pisau berbentuk bulan sabit; G. Insisi kornea interna; H. Side port entry; I. CCC besar; J.
Hydrodissection; K. Prolapsus nukleus pada bilik mata depan; L. Irigasi nukleus dengan wire vectis; M.
Aspirasi korteks; N. Insersi inferior haptic IOL pada bilik mata depan; O. Insersi superior haptic PCIOL;
P. Putar IOL; Q. Reposisi dan konjungtival flap.4

4. Phaeco Emulsification Faekoemulsifikasi merupakan bentuk ECCE yang


terbaru dimana menggunakan getaran ultrasonik untuk menghancurkan nukleus

31
sehingga material nukleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi 3 mm.
Fakoemulsifikasi merupakan teknik ekstraksi katarak terbaik yang pernah ada saat
ini. Teknik ini di tangan operator yang berpengalaman menghasilkan rehabilitasi
tajam penglihatan yang lebih cepat, kurang menginduksi astigmatisme,
memberikan prediksi refraksi pasca operasi yang lebih tepat, rehabilitasi yang lebih
cepat dan tingkat komplikasi yang rendah.4,10

Gambar 14. Teknik operasi fakoemulsifikasi. A.Membuat kurvalinier capsulirhexis; B. Lakukan


hidrodis; C. Hidrodelineasi; D&E. Emulsifikasi nukleus menggunakan alat dan teknik conquer
(menghancurkan 4 kuadran); F. Aspirasi korteks.4

Gambar 15. Fakoemulsifikasi menggunakan getaran ultrasonik melalui insisi 2-3 mm.10

32
33
Lensa Intraokuler
Lensa intraokuler adalah lensa buatan yang ditanamkan ke dalam mata pasien
untuk mengganti lensa mata yang rusak dan sebagai salah satu cara terbaik untuk
rehabilitasi pasien katarak.4
Sebelum ditemukannya Intra Ocular Lens (IOL), rehabilitasi pasien pasca
operasi katarak dilakukan dengan pemasangan kacamata positif tebal maupun Contact
lens (kontak lensa) sehingga seringkali timbul keluhan-keluhan dari pasien seperti
bayangan yang dilihat lebih besar dan tinggi, penafsiran jarak atau kedalaman yang
keliru, lapang pandang yang terbatas dan tidak ada kemungkinan menggunakan lensa
binokuler bila mata lainnya fakik.
IOL terdapat dalam berbagai ukuran dan variasi sehingga diperlukan
pengukuran yang tepat untuk mendapatkan ketajaman penglihatan pasca operasi yang
maksimal. Prediktabilitas dalam bedah katarak dapat diartikan sebagai presentase
perkiraan target refraksi yang direncanakan dapat tercapai dan hal ini dipengaruhi oleh
ketepatan biometri dan pemilihan formula lensa intraokuler yang sesuai untuk

34
menentukan kekuatan (power) lensa intraokuler. Faktor-faktor biometri yang
mempengaruhi prediktabilitas lensa intraokuler yang ditanam antara lain panjang bola
mata (Axial Length), kurvatura kornea (nilai keratometri) dan posisi lensa intraokuler
yang dihubungkan dengan kedalaman bilik mata depan pasca operasi. Prinsip alat
pengukuran biometri yang umum digunakan untuk mendapatkan data biometri yaitu
dengan ultrasonografi (USG) atau Partial Coherence Laser Interferometry (PCI).4

Gambar 16. Jenis-jenis IOL: A, Kelman multiflex (IOL bilik mata depan); B, Singh & Worsts iris claw;
C, IOL bilik mata belakang Modified C-loop type).4
Axial length adalah faktor yang paling penting dalam formula mengukur
kekuatan IOL. Kekuatan kornea sentral merupakan faktor kedua yang penting dalam
formula menghitung kekuatan IOL, dengan kesalahan 1,0 D akan menghasilkan
kesalahan refraksi postoperasi sebanyak 1,0 D. Kekuatan kornea sentral dapat diukur
dengan menggunakan keratometer atau topografi kornea yang dapat mengukur kekuatan
kornea secara langsung.
Untuk mendapatkan IOL yang cocok dan sesuai dengan kebutuhan pasien
diperlukan suatu pengukuran yang akurat dan ini merupakan tanggung jawab ahli bedah
untuk mempertimbangkan kebutuhan pasien tentunya dengan melakukan beberapa
pemeriksaan. Untuk formula yang akan digunakan tergantung kepada ahli bedah akan
tetapi pengukuran biometri harus dilakukan seakurat mungkin. Jika pada hasil
ditemukan suatu kecurigaan atau nilai diluar batas normal maka pengukuran harus
diulang kembali. Selain itu pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada kedua mata untuk
memantau adanya perbedaan yang sangat besar antara kedua mata.
Berikut ini adalah komplikasi besar intraoperatif yang ditemukan selama operasi
katarak, yaitu :4,6

35
Ruptur kapsul - Edema kornea
Kamera okuli anterior dangkal atau datar - Iridodialisis
Perdarahan atau efusi suprakoroid - Perdarahan koroid yang ekspulsif
Tertahannya material lensa
Gangguan vitreous dan inkarserasi ke dalam luka
Berikut ini merupakan komplikasi besar post operatif yang ditemukan segera selama
operasi katarak, yang sering terlihat dalam beberapa hari atau minggu setelah operasi,
yaitu :4,10
- Terlepasnya koroid - Hambatan pupil
- Hambatan korpus siliar - Perdarahan suprakoroid
- Edem stroma dan epitel - Hifema
- Edem makular kistoid - Terlepasnya retina
- Endoptalmitis akut - Perdarahan koroid yang lambat
- Sindrom Brown-Mc. Lean (edem kornea perifer dengan kornea sentral jernih
sangat sering terlihat mengikuti ICCE)
- Kamera okuli anterior datar atau dangkal karena luka robek
- Perlekatan vitreokornea dan edem kornea yang persisten
- Tekanan intraokuler yang meningkat (sering karena tertahannya viskoelastis)
- Sindrom uveitis-glaukoma-hifema (UGH)
Berikut ini adalah komplikasi besar post operatif yang lambat, terlihat dalam beberapa
minggu atau bulan setelah operasi katarak :4,10
Jahitan yang menginduksi astigmatismus
Desentrasi dan dislokasi IOL
Edem kornea dan keratopati bullous pseudopakia
Uveitis kronis
Endoptalmitis kronis

DEFINISI :
KERANGKA TEORI
Bentuk abnormal
Kurangnya cahaya PATOGENESIS :
masuk
36
Penurunan Kekeruhan Lensa Hidrasi dan denaturasi
penglihatan protein lensa.
KLASIFIKASI :

Katarak Kongenital : < 1 tahun


Katarak Juvenil : > 1 tahun
Katarak Senil : >50 tahun
ETIOLOGI : Stadium :
- Katarak Insipien
Faktor Biologi - Katarak Imatur
- Katarak Matur
Fungsional
- Katarak Hipermatur
Faktor Imunologik
Obat-obatan
Trauma

Gejala Klinis :

Penurunan Visus, Silau, Perubahan


miopik, Diplopia monokular, Noda,
Ukuran kacamata sering berubah.
FAKTOR RISIKO :

Usia
Jenis kelamin Diagnosis :
Pekerjaan
Diabetes Melitus Anamnesis
Merokok Pemeriksaan fisis
Paparan Sinar UV

Terapi :

Operatif
Non Operatif

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

37
A. KERANGKA KONSEP

USIA

JENIS KELAMIN

KELUHAN UTAMA

PEKERJAAN KATARAK

PENYAKIT PENYERTA

MEROKOK

JENIS OPERASI

B. DEFINISI OPERASIONAL
1. Pasien dengan Katarak
Definisi : Katarak adalah suatu penyakit dimana terjadi kekeruhan lensa
yang mengakibatan penurunan penglihatan.
Alat Ukur : Tabel pengisian data
Cara Ukur : Berdasarkan diagnosis pasien
Hasil Ukur : Menderita katarak
2. Usia
Definisi : Selisih antara tanggal kunjungan pasien dengan tanggal lahir,
tertulis pada catatan medik, dan dikategorikan dalam kriteria
obyektif.
Alat Ukur : Tabel pengisian data
Cara Ukur : Menggunakan data sekunder berupa tanggal kelahiran yang
didapatkan dari lokasi penelitian untuk menentukan usia dalam
satuan tahun.
Skala Ukur : Ordinal
Hasil Ukur : Setiap usia yang didapat, dimasukkan sesuai dengan kelompok
umur (berdasarkan Depkes) di bawah ini yaitu :
40-44 tahun
45-49 tahun
50-54 tahun

38
55-59 tahun
60-64 tahun
65-69 tahun
> 70 tahun
3. Jenis Kelamin
Definisi : Ciri-ciri seksual individu yang dinilai berdasarkan tampilan
fisik, tertulis dalam catatan medik dan dikategorikan dalam
kriteria obyektif.
Alat Ukur : Tabel pengisian data
Cara Ukur : Menggunakan data sekunder berupa tanggal perbedaan jenis
kelamin yang didapat dari lokasi penelitian.
Skala Ukur : Nominal
Hasil Ukur : Setiap jenis kelamin digolongkan berdasarkan :
a. Laki-laki
b. Perempuan
4. Keluhan Utama
Definisi : Keluhan utama adalah suatu bentuk masalah baik yang bersifat
fisik maupun psikis yang dialami seseorang dan bersifat sangat mengganggu
sehingga masalah tersebutlah yang mendorong orang tersebut untuk berobat.
Alat Ukur : Tabel pengisian data
Cara Ukur : Mencatat setiap keluhan utama penderita yang didiagnosis
katarak oleh dokter yang didapatkan dari data sekunder lokasi
penelitian.
Hasil Ukur : Setiap keluhan utama yang didapat, dikelompokkan menjadi :
Penglihatan kabur
Silau melihat cahaya
Penglihatan gelap
Noda gelap pada lapangan pandang
5. Pekerjaan
Definisi : Pekerjaan adalah kegiatan aktif yang dilakukan oleh manusia.
Alat Ukur : Tabel pengisian data

39
Cara Ukur : Menggunakan data sekunder yang didapat dari lokasi penelitian.
Skala Ukur : Nominal
Hasil Ukur : Setiap pekerjaan yang digolongkan berdasarkan :
a. Pekerja Lapangan
b. Pekerja dalam ruangan
6. Penyakit Penyerta
Definisi : Penyakit penyerta adalah penyakit yang menyertai suatu
penyakit atau sebagai komplikasi dari penyakit yang diderita.
Alat Ukur : Tabel pengisian data
Cara Ukur : Menggunakan data sekunder yang didapatkan pada lokasi
penelitian
Hasil Ukur : Berdasarkan penyakit yang digolongkan dalam :
a. Diabetes mellitus
b. Hipertensi
c. Usia Lanjut
7. Jenis Operasi
Definisi : Jenis operasi adalah berupa tindakan yang cocok digunakan
pada pasien atau yang terbanyak digunakan pada pasien katarak
di Celebes Eye Centre (Orbita) Makassar.
Alat Ukur : Tabel pengisian data
Cara Ukur : Mencatat data sekunder yang menginformasikan tentang jenis
informasi yang digunakan
Skala Ukur : Nominal
Hasil ukur : Setiap hasil yang didapat, dikelompokkan dalam kelompok :
ICCE
ECCE
SICS
Phacoemulsification
8. Merokok
Definisi : Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap
asapnya baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa.
Alat Ukur : Tabel pengisian data
Cara Ukur : Menggunakan data sekunder yang didapat dari lokasi penelitian
Skala Ukur : Nominal
Hasil Ukur : Setiap hasil yang didapat, dikelompokkan dalam kelompok :

40
a. Merokok
b. Tidak merokok

BAB IV
METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif yang dimaksudkan
untuk mendeskripsikan data sebagaimana adanya dan hasil yang diperoleh selanjutnya
digambarkan berdasarkan tujuan penelitian yang akan dicapai.

2. Waktu dan Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada tanggal 23 Januari 2017 sampai 28 Januari 2017 di
Celebes Eye Centre (ORBITA) Makassar dengan rincian kegiatan terlampir.

3. Populasi dan Sampel Penelitian


3.1 Populasi Penelitian

41
Populasi penelitian ini adalah penderita katarak yang berobat pada bulan Juli
2016 sampai Desember 2016 di Celebes Eye Centre (ORBITA) Makassar.

3.2 Sampel Penelitian


Sampel penelitian diambil dari rekam medik penderita katarak yang berobat
pada bulan Juli 2016 sampai Desember 2016 di Celebes Eye Centre (ORBITA)
Makassar, Sulawesi Selatan dengan menggunakan metode simple random
sampling.

3.3 Estimasi Besar Sampel


Perkiraan besar sample dihitung berdasarkan rumus untuk populasi kurang dari
10.000 orang dengan menggunakan rumus Slovin :

Di mana :
n = perkiraan besar sample
N = jumlah pasien katarak di ORBITA
= 0.07 (batas toleransi error)

300
n=
1+300 ( 0.0 82 )

102.7

Dari perkiraan, estimasi besar sampel yang diperlukan untuk melakukan


penelitian adalah sebesar 103 sampel.

3.4 Kriteria Seleksi


Sampel pada penelitian ini homogen oleh karena itu terdapat kriteria dalam
pemilihan sampel.
3.4.1 Kriteria Inklusi
Adapun kriteria inklusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

42
Pasien yang datang berobat dan didiagnosis katarak oleh dokter di
Celebes Eye Centre (ORBITA) Makassar, Sulawesi Selatan.
Pasien katarak yang datang berobat pada bulan Juli 2016 sampai
Desember 2016 di Celebes Eye Centre (ORBITA) Makassar, Sulawesi
Selatan.

3.4.2 Kriteria Eksklusi


Adapun kriteria eksklusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Pasien katarak tidak memiliki data lengkap mencakup usia, jenis
kelamin, keluhan utama, pekerjaan, penyakit penyerta, riwayat penyakit
turunan, merokok dan jenis operasi yang dilakukan.

4. Alur Penelitian

POPULASI

Memenuhi kriteria inklusi


EKSKLUSI
Tidak memenuhi kriteria inklusi

SAMPEL

PENGAMBILAN DATA

43
PENGOLAHAN DATA

5. Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data sekunder penderita katarak
yang diperoleh melalui data yang bersangkutan.

6. Manajemen Penelitian
6.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data sekunder diperoleh dari rumah sakit yang bersangkutan.

6.2 Teknik Pengolahan Data


Setelah data terkumpul maka dilakukan pengolahan data secara komputerisasi
dengan menggunakan program SPSS 17.0, Microsoft excel, dan Microsoft word.

6.3 Penyajian Data


Data yang telah diolah disajikan dalam bentuk tabel dan diagram disertai
penjelasan untuk menentukan banyaknya penderita katarak berdasarkan
karakteristik.

7. Etika Penelitian
Dalam penelitian ini, ethical clearance diperoleh dari Bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin dan permohonan izin penelitian dari Celebes Eye Centre Makassar,
Sulawesi Selatan. Hal lain yang terkait dengan etika penelitian dalam penelitian ini
adalah menjaga kerahasiaan identitas yang terdapat pada rekam medik, sehingga tidak
ada pihak yang merasa dirugikan atas penelitian yang dilakukan.

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-4 . Jakarta:Balai Penerbit FKUI;
2011. 204-215.
2. Lang, Gerhard K. Opthalnology. A Short Textbook. Thieme Stuttgart : New York.
2000.p.165-168; 170-179
3. Khurana AK, editor. Comprehensive Ophthalmology. 4th Edition. New Delhi: New
Age International; 2007.p.167-172; 175-201.
4. Khalilullah, Said Alvin. 2010. Patologi dan Penatalaksanaan pada Katarak Senil.
5. Khaw PT, Shah P, Elkinhton AR, editors. ABC of Eyes. 4th Edition. London: BMJ
Books; 2004.p.40-51.
6. Zulkifli, MS. 2009. Katarak Senil. Available from : www.blogsehat.com.
7. Pujiyanto, T. Faktor-Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Katarak
Senil. Tesis Magister. Semarang: Universitas Diponegoro; 2004.hal.1-15.
8. Coombest. A. Gartry. D. Cataract Surgery. Fundamentals of Clinical
Ophalmologi .BMJ : London, 2003. P.11-15

45
9. Thomson Elizabeth. 2007. What is demography? USA,1.
10. Ali Moazzam. 2012. Principles of population and demography. Jenewa: Department
of Reproductive Health and Research WHO, 14.
11. Farmer FL, Moon ZL, Miller WP. 2000. Understanding community demographics.
Arkansas; University of Arkansas, 1-3.
12. Ross John. 2000. Understanding the demographic divided. Washington DC; USAID,
1.
13. Gjonca E, Calderwood L. 2004. Socio-demographic characteristic. London;
University College dan National Centre for Social Research, 15-8.

46

Anda mungkin juga menyukai