Kelompok 5
PURWOKERTO
2013
INFO 1
An. Bobolaki-laki usia 7 tahun datang ke poli klinik dengan keluhan demam.
Keluhan tersebut dirasakan sejak 7 hari yang lalu. Demam timbul
perlahan,demam meningkat pada sore hingga malam hari dan menurun saat pagi
hari. Demam tidak disertai menggigil dan tidak ada kejang. Anak sudah dibawa
kedokter 4 hari yang lalu dan diberi obat penurun panas dan puyer (tetapi tidak tau
obat apa saja yang didalam puyer tersebut), setelah minum obat panasnya turun
kemudian 1 jam berikutnya kembali demam lagi. Selain demam, anak juga
mengeluhkan perut terasa sakit, mual dan muntah yang berisi makanan. Nafsu
makan menurun. BAK (+) N, namun sudah 2 hari ini anak tidak BAB. Anak tidak
pernah mengeluhkan sakit yang sama sebelumnya. Anak terbiasa jajan makanan di
pinggir jalan.
I. Klarifikasi Istilah
a. Demam
Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-
hari yang berhubungan dengan peningkatan titikl patokan di hipotalamus.
Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5-37,2oC. Derajat suhu yang dapat
dikatakan demam adalah rectal temperature 38,0oC atau oral temperature
37,5OC (IDAI, 2012).
Istilah lain yang berhubungan dengan demam adalah hiperpireksia.
Hiperpireksia adalah suatu keadaan demam dengan suhu .41,5OC yang dapat
terjadi pada pasien dengan infeksi yang parah tetapi paling sering terjadi pada
pasien dengan perdarahan sistem saraf pusat (IDAI, 2012).
Tabel Tabel 1.1. suhu normal menurut metode pengukuran (IDAI, 2012)
Rectal 36,6 38 oC
Membrane timpani 35,8 38 oC
Oral 35,5 37,5 oC
Aksila 34,7 37,3 oC
Pola demam :
Demam saddleback / pelana (bifasik)
Ciri demam ini adalah penderita mengalami demam tinggi
beberapa hari disusul oleh penurunan suhu, kurang lebih satu hari,
lalu muncul demam tinggi lagi. Demam tipe ini terdapat pada
beberapa penyakit seperti dengue, yellow fever, Colorado tick
fever, Rit valley fever, dan infeksi virus contohnya influenza,
poliomyelitis (IDAI, 2012).
II. Batasan Masalah
a. Identitas pasien
Nama : An Bobo
Usia : 7 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
b. RPS
KU : demam
Onset : 7 hari yang lalu
Kuantitas : terus menerus, meningkat pada sore hingga malam
hari dan menurun pada pagi hari
Progresifitas : perlahan
Gejala penyerta : tidak ada menggigil, tidak ada kejang, perut sakit,
mual, muntah, nafsu makan menurun, konstipasi
selama 2 hari
Jawaban :
1 Anamnesis :
a. PHBS (Cuci tangan dan kebersihan makan sebelum dimasak)
2 Mekanisme demam
Sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit,
makrofag, dan sel-sel Kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal
sebagai pirogen endogen IL-1(interleukin 1), TNF (Tumor Necrosis
Factor ), IL-6 (interleukin 6), dan INF (interferon) yang bekerja pada
pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan termostat.
Hipotalamus mempertahankan suhu di titik patokan yang baru dan bukan
di suhu normal. Sebagai contoh, pirogen endogen meningkatkan titik
patokan menjadi 38,9 C, hipotalamus merasa bahwa suhu normal
prademam sebesar 37 C terlalu dingin, dan organ ini memicu mekanisme-
mekanisme respon dingin untuk meningkatkan suhu tubuh (Sherwood,
2001).
Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan
suhu tubuh berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang
diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang. Ransangan endogen seperti
eksotoksin dan endotoksin menginduksi leukosit untuk mengeluarkan
pirogen endogen, dan yang poten diantaranya adalah IL-1 dan TNF,
selain IL-6 dan IFN. Pirogen endogen ini akan bekerja pada sistem saraf
pusat tingkat OVLT (Organum Vasculosum Laminae Terminalis) yang
dikelilingi oleh bagian medial dan lateral nukleus preoptik, hipotalamus
anterior, dan septum palusolum. Sebagai respon terhadap sitokin tersebut
maka pada OVLT terjadi sintesis prostaglandin, terutama prostaglandin E2
melalui metabolisme asam arakidonat jalur COX-2 (cyclooxygenase 2),
dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh terutama demam (Nelwan
dalam Sudoyo, 2006).
3 Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak
mencapai normal dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini
merupakan tipe demam yang paling sering ditemukan dalam praktek
pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit tertentu. Variasi diurnal biasanya
terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh proses infeksi. Suhu tubuh
normal bervariasi sesuai irama suhu circardian (variasi diurnal). Suhu
terendah dicapai pada pagi hari pukul 04.00 06.00 dan tertinggi pada
awal malam hari pukul 16.00 18.00. Kurva demam remiten biasanya
juga mengikuti pola diurnal ini (El-Radhi et al., 2009; Fisher dan Boyce,
2005).
INFO 2
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : tampak lemah
Kesadaran : compos mentis, GCS : E4V5M6
Vital Sign : TD : 110/70 MM Hg, Nadi : 84 x/menit, RR :
20x/menit, Suhu : 38,50C
BB : 20 kg , TB : 100 cm
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Mulut : lidah kotor (+), tepi hiperemis (+), lidah tremor (+)
Tenggorokan : faring hiperemis
Thorax : Cor dan pulmo dbn
Abdomen :
Inspeksi : Datar
Auskultasi : BU (+) menurun
Perkusi : Timpani
Palpasi : Hepar teraba 1 jari BACD tepi tajam, konsistensi
kenyal, permukaan rata. Lien tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat (+/+), ptekiae (-/-)
Dari info 1 dan 2, kami memiliki beberapa DD :
1. Demam thypoid
2. Hepatitis A
3. DF
4. Gastroenteritis
5. Influenza
Perbedaan pemeriksaan fisik antara beberapa DD :
1. Demam thypoid
Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan adanya penurunan kadar
hemoglobin, trombositopenia, kenaikan LED, aneosinofilia, limfopenia,
leukopenia, leukosit normal, hingga leukositosis. (Isselbacher, 1999)
Gold standard untuk menegakkan diagnosis demam tifoid adalah
pemeriksaan kultur darah (biakan empedu) untuk Salmonella typhi.
Pemeriksaan kultur darah biasanya akan memberikan hasil positif pada
minggu pertama penyakit. Hal ini bahkan dapat ditemukan pada 80% pasien
yang tidak diobati antibiotik. Pemeriksaan lain untuk demam tifoid adalah uji
serologi Widal dan deteksi antibodi IgM Salmonella typhi dalam serum.
(Isselbacher, 1999)
Uji serologi widal mendeteksi adanya antibodi aglutinasi terhadap antigen
O yang berasal dari somatik dan antigen H yang berasal dari flagella
Salmonella typhi. Diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan apabila
ditemukan titer O aglutinin sekali periksa mencapai 1/200 atau terdapat
kenaikan 4 kali pada titer sepasang. Apabila hasil tes widal menunjukkan
hasil negatif, maka hal tersebut tidak menyingkirkan kemungkinan diagnosis
demam tifoid (Isselbacher, 1999).
2. DF
Pada pemeriksaan darah ditemukan keukopenia selama periode pra-
demam dan demam, neutrofilia relative dan limfopenia, kemudian
neutropenia relative dan limfositosis pada periode puncak penyakit. Eosinofil
menurun pada permulaan dan puncak sakit, hitung jenis neutrofil bergeser
kekiri selama demam. Darah tepi menjadi normal kembali dalam waktu 1
minggu (IDAI, 2012).
Pemeriksaan laboratorium :
a. Trombositopeni (< 100.000 /ul)
b. Terdapat minimal satu tanda kebocoran plasma sebagai berikut
INFO 3
Pemeriksaan Penunjang:
Lab darah:
Hb : 13,7 g/dl
Ht : 40 %
Leukosit : 3.000/l
HJL : 0/1/3/22/70/5
INFO 4
Serologi widal :
Salmonella Thypi O 1/320
Salmonella Thypi H 1/640
Salmonella Parathypi AO : (-)
Salmonella Parathypi AH : (-)
Salmonella Parathypi BO : (-)
Salmonella Parathypi BH : (-)
INFO 5
Diagnosis : Demam Tifoid
Pada saat ini demam tifoid harus mendapat perhatian yang serius
karena permasalahannya yang makin kompleks sehingga menyulitkan
upaya pengobatan dan pencegahan (MenKes RI, 2006). Permasalahan
tersebut adalah : (MenKes RI, 2006).
b. Antigen (flagella)
3. Salmonella paratyphi B
4. Salmonella paratyphi C
1 Anamnesis
Manifestasi klinis demam tifoid pada anak seringkali tidak khas dan
sangat bervariasi yang sesuai dengan patogenesis demam tifoid. Diantara
manifestasi klinis yang sering muncul adalah
a. Demam
Demam yang terjadi pada demam tifoid berupa febris intermitten.
Selama seminggu pertama suhu tubuh akan berangsur-ansur
meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari hari dan
meningkat lagi pada sore dan malam hari. Pada minggu kedua demam
akan terus berlanjut dan minggu ketiga suhu tubuh akan berangsur-
angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga
b. Gangguan saluran pencernaan
Pada umumnya penderita akan sering mengeluh nyeri perut
terutama regio epigastrik disertai nausea, mual, dan muntah. Pada
awal sakit sering terjadi meteorismus, diare, atau konstipasi.
c. Nyeri kepala
d. Pusing
e. Nyeri otot
f. Batuk
g. Epistaksis
h. Nyeri ulu hati
i. Nyeri lambung
2 Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran penderita umumnya
menurun ringan. Sering didapatkan kesadaran apatis dengan kesadaran
seperti berkabut (tifoid). Bradikardi relatif, yaitu peningkatan suhu tubuh
yang tidak diikuti oleh peningkatan frekuensi nadi, juga dapat ditemukan.
Suhu tubuh meningkat berupa febris intermitten. Bibir kering dan kadang-
kadang pecah, lidah kelihatan kotor dan ditutupi selaput putih. Ujung dan
tepi lidah kemerahan dan tremor. Hati dan limpa dapat mengalami
pembesaran (hepatomegali, splenomegali) dan perabaan hati kenyal. Nyeri
tekan juga didapatkan pada palpasi abdomen.
3 Pemeriksaan penunjang
Gold standard untuk menegakkan diagnosis demam tifoid adalah
pemeriksaan kultur darah (biakan empedu) untuk Salmonella typhi
(Chambers, 2006).
8. Penatalaksanaan
a. Tirah baring
Penderita yang dirawat harus tirah baring dengan sempurna untuk
mencegah komplikasi, terutama perdarahan dan perforasi. Bila klinis berat,
penderita harus istirahat total.
b. Nutrisi
1. Cairan. Penderita harus mendapat cairan yang cukup. Baik
dari oral maupun parenteral
2. Diet.
Makanan tidak berserat dan mudah dicerna dan diet bubur saring
pada penderita dengan meteorismus. Hal ini dilakukan untuk
menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna dan perforasi
usus. Setelah demam reda, dapat segera diberikan makanan yang
lebih padat dengan kalori cukup
3. Transfusi darah
Kadang-kadang diperlukan pada perdarahan saluran cerna dan
perforasi usus
c. Terapi
1) Antipiretik
Parasetamol
2) Antiemetik
Ondesantron atau domperidon.
3) Robonransia / vitamin
4) Antibiotik
a) Lini pertama
Kloramfenikol masih menjadi pilihan utama untuk
pengobatan demam tifoid. Dosisnya adalah 100
mg/kgBB/hari dibagi menjadi 4 kali pemberian selama 10
14 hari atau sampai 5 7 hari setelah demam turun
(IDAI, 2012).
Ampisilin atau amoxicillin. Dosis anak 100 mg/KgBB/hari
selama 10 hari.
Trimetropim-sulfametoksazol. Dapat digunakan secara oral
atau intravena pada dewasa pada dosis 160 mg TMP
ditambah 800 mg SMZ dua kali tiap hari pada dewasa.
b) Lini kedua
Seftriakson. Dosis anak 80 mg/KgBB/hari dosis tunggal
selama 5 hari.
Cefixim. Dosis anak 15-20 mg/KgBB/hari dibagi 2 dosis
selama 10 hari.
Quinolone.
d. kortikosteroid
Diberikan pada kasus berat dengan gangguan kesadaan.
Deksametason 1-3 mg/kgbb/hari iv, dibagi 3 dosis hingga kesadaran
membaik
e. Bedah
Tindakan bedah diperlukan pada penyulit perforasi usus
INFO 6
IVFD RL 20 tpm
Inj. Kloramphenicol 4x250 mg i.v
Inj. Ondansetron 2 mg drip 1x1 pagi
Paracetamol 3-4 x 250 mg p.o jika demam
Diet rendah serat
9. Komplikasi
1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perforasi usus
c. Ileus paralitik
d. Pancreatitis
2. Komplikasi ekstra-intestinal
a. Komplikasi kardiovaskular
Gagal sirkulasi perifer, miokarditis, tromboflebitis
b. Komplikasi darah
Anemia hemolitik, trombositopenia, KID, trombosis
c. Komplikasi paru
Pneumonia, empiema, pleuritis
d. Komplikasi hepatobilier
Hepatitis, kolesistitis
e. Komplikasi ginjal
Glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis
f. Komplikasi tulang
Esteomielitis, periostitis, spondilitis, arthritis
g. Komplikasi neuropsikiatrik/tifoid toksik
Delirium dengan atau tanpa kejang, semi-koma atau koma,
sindrom otak akut, meningitis, psikosis, mania akut,
hipomania, meningismus, mioklonus generalisata,
Parkinson rigidity/transient parkinsonism, skizofrenia
sitotoksik, ensefalomielitis, polyneuritis perifer, dan
sindrom Guillain-Barre (Sudoyo, 2009).
10. Prognosis
Andri Sanityoso. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyaki Dalam Edisi 5 Jilid 3. Jakarta:
Interna Publishing
Fisher, R.G., Boyce, T.G. 2005 Fever and shock syndrome. Moffets Pediatric
infectious diseases: A problem-oriented approach. Edisi ke-4. New York:
Lippincott William & Wilkins
IDAI, 2012. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Jakarta : FK UI
Rampengan, T.H., Laurentz, I.R. 1997. Penyakit Infeksi Tropis pada Anak.
Jakarta: EGC.
R.H.H. Nelwan. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyaki Dalam Edisi 5 Jilid 3. Jakarta:
Interna Publishing
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 2. Jakarta:
EGC
Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V.
Jakarta : Interna Publishing
Tumbelaka AR. Tata laksana terkini demam tifoid pada anak. Simposium Infeksi
Pediatri Tropik dan Gawat Darurat pada Anak. IDAI Cabang Jawa Timur.
Malang : IDAI Jawa Timur, 2005, hal.37-50.
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan
Pemberantasannya Edisi kedua. Jakarta: Erlangga